Anda di halaman 1dari 12

Nama : Nanang Khosim Heremba

NIM : 202202094
Mata Kuliah : Teori Administrasi Lanjutan Kotemporer
Subjek : Review Buku The Public Administration Theory Primer

Chapter 1 Pentingnya Teori dalam Administrasi Publik


Frank Marini dalam buku “Defining Public Administration (2000)” menguraikan bahwa
administrasi publik merujuk kepada dua aktivitas yang berbeda tapi berhubungan erat: (1)
praktek profesional dan (2) bidang akademik yang berusaha memahami, mengembangkan,
mengkritik, dan memperbaiki praktek profesional juga melatih individu bagi praktek tersebut.
Makna sederhana dari istilah tersebut cukup gamblang: satu sisi menunjuk kepada
masalah administrasi atau manajemen yang secara prinsipil berhubungan dengan masyarakat,
negara; dan sub bagiannya secara esensial bukan hal yang privat, berhubungan dengan keluarga,
komersial, atau individualistik, dan di sisi lain menunjuk kepada disiplin ilmu yang mempalajari
hal-hal tersebut. Dalam pengertian paling sederhana, administrasi publik berhubungan dengan
pengelolaan bidang pemerintahan dan aktivitas publik lainnya. Definisi sederhana ini,
menyampaikan esensi administrasi publik dan mungkin melingkupi mayoritas aktivitas yang luas
dan perhatian administrasi publik kontemporer.
Jadi dapat dikatakan bahwa administrasi publik merupakan praktek dan studi tentang
formulasi profesional dan pengaruh kebijakan publik serta implementasi kebijakan tersebut pada
basis reguler dan terorganisir atas nama kepentingan publik dari sebuah masyarakat.

Chapter 2 Teori Pengendalian Birokrasi


Teori kontrol birokrasi adalah sebuah pendekatan terhadap teori administrasi publik
khususnya yang berkaitan dengan masalah persetujuan atau kemauan untuk bertindak.
Pertanyaan ini adalah inti dari teori kontrol birokrasi : Bisakah birokrasi bertentangan dengan
hukum atau keinginan si pembuat hukum atau pejabat yang terpilih? Untuk menjawab
pertanyaan ini, teori kontrol birokrasi menerima beberapa bentuk dikotomi politik-administrasi
(atau kebijakan-administrasi). Kadang dikotomi bisa dijelaskan dan diterima secara eksplisit, tapi
kadang hanya diasumsikan. Tetapi system kontrol politik dari teori birokrasi ini sulit, apabila
tidak bisa dikatakan tidak mungkin, tanpa mempertimbangkan perbedaan yang signifikan antara
fenomena politik dan administratif dalam pemerintahan yang demokratis.
Dikotomi politik-administrasi merupakan asal usul administrasi publik modern. Ketika
dokumen pendirian amerika dirumuskan, dikotomi merupakan pemisahan kekuasaan legislatif
dan eksekutif. Alexander Hamilton menentang pendapat bahwa seorang presiden yang
bersemangat mampu mengontrol jalannya pemerintahan dari hari ke hari, dan Thomas Jefferson
menentang dewan legislatif yang terpilih langsung untuk melakukan pengawasan yang ketat
terhadap presiden. Pada tingkat negara bagian dan lokal pemerintah Amerika, dikotomi politik-
administrasi juga diterapkan melalui kekuasan legislatif (Dewan Kota) maupun eksekutif
(Walikota). Sampai dengan abad ke 20, semua Negara Bagian menjalankan praktek pemisahan
kekuasaan, demikian juga di semua kota.
Pada semua tingkat federal amerika, pemisahan kekuasaan telah berubah seiring dengan
munculnya layanan sipil yang permanen dan profesional. Ketika pelayanan public pada awal
perkembanganya. Woodrow Wilson menetapkan secara formal dan tegas model dikotomi dengan
dalam makalah seminar tentang administrasi publik modern yang mana politik seharusnya tidak
mencampuri administrasi, dan administrasi seharusnya tidak mencampuri politik.
Model dikotomi diterima secara luas Dikotomi dalam administrasi publik Amerika
hingga pertengahan-1990, Ketika Herbert Simon dan Dwight Waldo menantang model dikotomi
untuk setiap alasan yang berbeda-beda. untuk Waldo, Semua praktik administrasi bersifat politik
pada tingkatan yang mendasar. Untuk Simon, Secara empiris sulit memisahkan politik dari
administrasi, dan juga sebaliknya. sehingga dari tahun 1950 sampai 1970-an itu adalah kearifan
diterima bahwa tidak ada dikotomi. Kemudian, pada 1980-an, dikotomi muncul kembali dan kini
hidup, berkembang dengan baik dan ada didalam pengendalian teori birokrasi.
Pentingnya pengendalian teori birokrasi adalah bahwa ia menyediakan untuk analisis
administrasi publik dengan membuat perbedaan antara politik dan praktik administrasi dan atau
membuat perbedaan antara politik dengan pelaksana adminuistrasi. Perbedaan ini sangat berguna
dalam menganalisis karena mereka memberikan tonggak variabel dalam dasar-dasar politik
(biasanya variabel independen) dan administrasi (biasanya variabel dependen). Kami datang,
kemudian, dengan asumsi penting kedua dalam pengendalian teori birokrasi: dalam diri
pemerintahan yang demokratis, pejabat terpilih, termasuk legislator dan eksekutif (presiden,
gubernur, walikota) harus mengendalikan keputusan dan tindakan(bisanya pegawai pelayanan
public).
Dalam ilmu politik Amerika, bentuk dan karakter kontrol politik atas birokrasi adalah
sebuah perdebatan panjang tentang apa yang seharusnya menjadi kisaran yang tepat diberikan
kebijaksanaan birokrasi dan birokrat. Di zaman modern, perdebatan ini paling baik dicirikan oleh
pendapat Theodore Lowi: di satu sisi bahwa kita memerlukan demokrasi yuridis di mana
undang-undang dan peraturan yang tepat dan sangat membatasi bahwa mereka menyangkal
kebebasan birokrasi dalam melaksanakan hukum, dan, di sisi lain, Pendapat Charles bahwa
kebijaksanaan birokrasi yang luas adalah penting untuk mencapai pemenuhan efektif dan
manusiawi dari hukum.
Donald Kerd menangkap perbedaan-perbedaan ini dengan baik dan menempatkan
mereka dalam konteks sejarah: pendekatan yang berbeda untuk mempelajari administrasi
biasanya datang dari salah satu dari dua tradisi yang bertentangan dalam tradisi politik Amerika
dan masing-masing mengarah pada perspektif yang sangat berbeda tentang peran administrasi
dalam demokrasi di Amerika.Beberapa Beberapa siswa administrasi menggubnakan pendekatan
subjek dengan paham Hamilton yang mendasar. Seperti Alexander Hamilton ,mereka mencari
negara yang kuat pertahanannya dengan aparat administrasi yang kuat. Siswa administrasi
lainnya, bagaimanapun, secara paham Madisoniant yang mendasar. Seperti Madison, mereka
melihat dalam keseimbangan kekuasaan adalah perlindungan terbaik terhadap tirani. Kompetisi
kepentingan politik, di dalam pandanganya, mengurangi risiko bahwa birokrasi dapat
penyalahgunaan kebebasan individu.
Kontrol teori birokrasi sangat menarik dari sumur Madisonian ketidakpercayaan
kekuasaan. Beberapa kontrol administratif teoretis birokrasi berasal dari bagian-bagian dari ilmu
politik Amerika yang pada dasarnya Madisonian. Ekonom dan teori ekonomi telah terjajah ilmu
politik dan cenderung juga harus menjadi Madisonian; tradisional dan sadar diri administrasi
publik dengan penekanan pada manajemen, keahlian, dan cenderung profesionalisme, dengan
perbandingan, untuk dipoles menjadi lebih Hamiltonian dan perspektif.

Chapter 3 Teori Birokrasi Politik


Birokrasi merupakan instrumen pemerintahan dan instrumental aparatus dari
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan merupakan produk dari proses politik hingga
terbentuknya negara. Pemerintahan yang terbentuk dari proses politik ini melahirkan kebijakan
publik dan pelayanan publik untuk melakukan fungsi pelayanan kepada publik atau masyarakat
luas. Publik atau masyarakat luas, dalam teori negara, memberikan kepercayaan dan kewenangan
kepada penyelenggara negara untuk melakukan tugas dan fungsi mewakili publik atau orang
banyak untuk memenuhi urusan publik.
Dari perspektif politik ini, birokrasi dipandang sebagai sarana kecil dari sebuah sistem
negara melalui penyelenggaraan pemerintahan untuk mengerjakan urusan publik dalam rangka
mewakili publik yang memberi perintah dan kewenangan. Pemerintahan hadir sebagai
instrumentasi adanya negara. Negara terlahir karena adanya kesediaan publik untuk memberikan
kepercayaannya kepada ‘sedikit orang’ untuk mengurus urusan publik melalui kontrak sosial.
Kontrak sosial merupakan perjanjian sosial di antara anggota masyarakat untuk melakukan
aktivitas pengaturan dan pengurusan atas urusan mereka sehingga lahirlah konsep ‘negara’.
Karena itulah, birokrasi lahir sebagai instrumen negara dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan untuk menjawab dan mengurus urusan-urusan publik. Dalam logika ini,
pemerintahan beserta birokrasinya adalah himpunan bagian dari publik: anak kandung dari
negara, cucu kandung dari publik melalui perjanjian akad nikah dalam ‘kontrak sosial’. Logika
ini meniscayakan birokrasi adalah milik publik sehingga secara genesis melayani kepentingan
publik.
Karena inilah maka birokrasi pemerintahan dalam bahasan ini kerap disebut dengan
‘birokrasi publik’. Konsekuensinya adalah birokrasi pemerintahan atau birokrasi publik secara
genesis dan genuine hadir untuk melayani (urusan dan kepentingan) publik atau rakyat. Gagasan
birokrasi publik mendekatkan dengan ide relasi birokrasi pemerintah dengan masyarakat dalam
memproduk pelayanan publik yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Basis pemikiran birokrasi dan politik adalah prinsip-prinsip birokrasi publik, yakni
birokrasi yang tunduk pada kepentingan ‘pemberi kewenangan’: rakyat (abdi rakyat). Bahwa
kemudian dalam perkembangannya, birokrasi berevolusi menjadi mesin pemerintahan yang
mengabdi kepada kepentingan penguasa, aparatnya lupa pada posisi pelayan rakyat dan sedang
mengira dirinya adalah pelayan pemimpin hirarki birokrasi (abdi penguasa) karena di sanalah
nasibnya digantungkan, dst, adalah suatu penyakit birokrasi (patologi birokrasi). Inilah penyakit
degeneratif birokrasi, yang muncul dari proses-kehidupan birokrasi. Sebuah penyimpangan
fungsi-fungsi sistemik dalam birokrasi.

Chapter 4 Teori Kelembagaan


Pengertian Kelembagaan ada berbagai definisi kelembagaan yang disampaikan oleh ahli
dari berbagai bidang. Lembaga oleh berbagai bidang. Lembaga adalah aturan di dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk
membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerja sama atau berhubungan
satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Kelembagaan
diidentikan dengan aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota
suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling
tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institusional arragements dapat ditentukan oleh
beberapa unsur-unsur aturan operasional untuk mengatur pemanfaatan sumber daya, aturan
kolektif untuk menentukan menegakkan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan
operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.
Dari definisi para ahli tersebut Djogo Dkk, menyimpulkan dan mendefinisikan
kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi
yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar
organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor
pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik atauran formal maupun informal untuk
pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) kelembagaan didefinisikan sebagai
suatu sistem badan sosial atau organisasi yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan
tertentu. Pada umumnya Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga formal dan
lembaga non-formal. Kelembagaan lokal dan area aktivitasnya terbagi menjadi tiga kategori,
yaitu kategori sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal); kategori sektor sukarela
(organisasi keanggotaan dan koperasi); kategori sektor swasta (organisasi jasa dan bisnis swasta).
Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga garis (line organization, military organization)
lembaga garis dan staf (line and staff organization); lembaga fungsi (functional organization).
Jadi pengertian dari kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang melakukan usaha untuk
mencapai tujuan tertentu yang menfokuskan pada perilaku dengan nilai, norma, dan aturan yang
mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area aktivitas tempat berlangsungnya.

Chapter 5 Pengertian Manajemen Publik


Pengertian manajemen publik menurut para ahli yang akan disebutkan tergantung latar
belakang pendidikan, pengalaman, atau perspektif yang dianut oleh para ahli tersebut.
Diantaranya;
1. Manajemen Publik Menurut Shafritz dan Russel (dalam Kebab, 2008:93) diartikan
sebagai upaya seseorang untuk bertanggungjawab dalam menjalankan suatu organisasi,
dan pemanfaatan sumber daya (orang dan mesin) guna mencapai tujuan organisasi.
2. Menurut Donovan dan Jackson (1991:11-12) menejemen publik diartikan sebagai
aktivitas yang dilakukan dengan serangkaian keterampilan (skill).
3. Menurut Yeremias T. Keban mengartikan manajemen publik sebagai upaya untuk
menunjuk pada manajemen instansi pemerintah
4. Menurut Ott, Hyde dan Shafritz (1990) mengartikan bahwa manajemen publik adalah
upaya untuk memfokuskan pada bagaimana organisasi publik mengimplementasikan
kebijakan publik yang telah disepakati bersama.
5. Menurut Overman (1984) manajemen publik adalah sebuah penelitian interdisipliner
dalam organisasi dan merupakan perpaduan dari perencanaan, pengorganisasian, serta
pengendalian fungsi manajemen.
6. Menurut Nor Ghofur (2014) Mengartikan bahwa manajemen publik adalah manajemen
pemerintah, yang artinya manajemen public juga bermaksud untuk melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan terhadap pelayanan kepada masyarakat.

Dari penjelasan para ahli yang telah mengemukakan pengertian manajemen publik di atas
dapat disimpulkan bahwasanya menejemen publik ialah studi interaisipliner dari aspek umum
organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi menejemen seperti, planning, organizing,
actuating, dan controlling dengan sumber daya manusia, keuangan, pisik, informasi, dan publik.
Secara umum Manajemen adalah suatu kegiatan merencanakan, mengatur, dan mengedalikan
sebuah kegiatan tertentu. Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari
bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Seiring
waktu, dalam pemerintah, banyak hal yang bisa dipahami ketika manajemen ilmiah terpisah dari
subyek manajemen yang lebih umum, dan khususnya manajemen fungsi staff, anggaran dan
personel, dan menjadi akar penelitian dari bidang operasi modern.
Dengan setengah perencanaan yang dilakukan serta setengah administrasi bisnis akan
membawa kepenelitian yang lebih oprasional. Penelitian oprasional ialah penelitian yang
dilakuakn pada sektor publik. Khususnya orgnisasi publik yang teknik tersebut bisa berguna
lebih jauh. Teori manajemen publik sendiri merupakan konsep yang dapat digunakan dalam
pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam hal ini mengakibatan munculnya teori manajemen publik yang baru atau yang lebih
disebut dengan Teori New Public Management. New public management (NPM) adalah sebuah
konsep manajemen publik/pemerintahan baru, yang menerapkan praktik kerja sektor privat ke
sektor publik untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintah daerah sehingga
akan tercipta welfare society (kesejahteraan masyarakat). Selain dari pada teori New Public
Management, kita mengenal istilah Good Governance.
Salah satu sumber teoritis penting dari New Public Management adalah humanisme
organisasi. Selama tiga puluh tahun terakhir, teori administrasi publik telah bergabung dengan di
disiplin ilmu lain dalam menunjukkan pendekatan hirarkis tradisional pada organisasi sosial yang
ketat dalam pandangan mereka tentang perilaku manusia, dan mereka telah bergabung dalam
kritik birokrasi serta mencari pendekatan alternatif untuk manajemen dan organisasi. Secara
kolektif, pendekatan ini telah berusaha untuk organisasi mode publik kurang didominasi oleh isu-
isu kekuasaan dan kontrol serta lebih memperhatikan kebutuhan dan keprihatinan konstituen
internal dan eksternal.

Chapter 6 Teori Postmodern


Teori postmodern atau postmodernism (Felluga, 2007) merupakan sebuah gerakan
intelektual yang lahir sebagai respon terhadap beberapa tema yang dikemukakan oleh kaum
modern atau modernis yang diartikulasikan pertama kali selama masa Pencerahan. Era
postmodernisme sendiri hanya dibatasi pada akhir abad 20. Beberapa ahli terkadang
menyebutkan bahwa era postmodernisme dimulai setelah Perang Dunia II berakhir karena
adanya kekecewaan eksistensial akibat terjadinya Holocaust.
Selain itu, kelahiran postmodernisme ditempatkan di tahun 1960an ketika modernism
tidak lagi produktif. Postmodernisme tidak mewujudkan dirinya sendiri hanya terbatas pada
filsafat seperti ontologi, epistemologi, dan aksiologi atau teoretis melainkan postmodernisme
adalah sebuah konsep yang jauh lebih komprehensif yang melingkupi seni, asitektur, dan kritik.
Para ahli teori sepakat bahwa terdapat dua pengertian postmodernisme yaitu pertama,
postmodernisme sebagai reaksi terhadap estetika modernisme pada paruh pertama abad 20 dalam
arsitektur, seni, dan sastra. Dan kedua, postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi
modernitas yang telah berlangsung lama selama Abad Pertengahan. Makna kedua seringkali
disebut juga dengan postmodernity atau postmodernitas karena mengacu pada banyaknya aspek
historis dan sosial postmodernisme.
Makna kedua juga terkait dengan poststrukturalisme yang menyindir penolakan terhadap
budaya Pencerahan yang borjuis dan elitis. Tanpa adanya perbedaan ini, maka postmodernisme
mungkin tidak memiliki hierarki sentral atau prinsip pengorganisasian yang jelas, yang
mewujudkan kompleksitas, kontradiksi, ambiguitas, keragaman, dan keterkaitan yang ekstrem.
Namun, ciri umumnya biasanya dianggap meliputi penolakan terhadap narasi besar, penolakan
terhadap kebenaran absolut dan universal, ketidakberadaan signified, disorientasi, penggunaan
parodi, simulasi tanpa yang asli, akhir kapitalisme, dan globalisasi. Terkait dengan signified, kita
dapat memahami lebih lanjut dalam semiotika komunikasi, teori semiotika Ferdinand De
Saussure, teori semiotika Charles Sander Peirce, dan teori semiotika Roland Barthes.
Istilah postmodern pertama kali digunakan pada kisaran tahun 1870an oleh John Watkins
Chapman, seorang pelukis berkebangsaan Inggris, guna merujuk pada lukisan postmodern yakni
gaya melukis yang jauh lebih megah daripada lukisan impresionis Perancis. Kemudian pada
tahun 1917, istilah postmodern muncul dalam sebuah buku berjudul Die Krisis der Eropaischen
Kultur karya Rudolf Pannwitz untuk menggambarkan nihilisme dan jatuhnya nilai-nilai budaya
Eropa kontemporer. Selanjutnya, pada tahun 1934, Frederico de Onis menggunakan kata
postmodernisme sebagai reaksi melawan puisi kaum modernis.
Tahun 1939, sejarawan Inggris yang bernama Arnold Toynbee mengadopsi istilah
postmodernisme dengan arti yang sama sekali berbeda yaitu akhir dari tatanan borjuis Barat dan
modern dalam periode dua atau tiga abad terakhir. Kemudian pada tahun 1945, sejarawan seni
Australia yang bernama Bernard Smith mengemukakan istilah postmodernisme untuk memberi
kesan adanya gerakan realisme sosial dalam melukis yang melampaui abstraksi. Selanjutnya,
pada tahun 1950 di Amerika, Charles Olson menggunakan istilah postmodern dalam puisi. Dan
baru pada tahun 1960an dan 1970an istilah ini lebih dipopulerkan oleh para teoretikus seperti
Leslie Fielder dan Ihab Hasan.

Chapter 7 Teori Keputusan


Pengambilan keputusan merupakan suatu pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan
masalah.rnTeori pengambilan keputusan adalah teori-teori atau teknik-teknik atau pendekatan
yang digunakan dalam suatu proses pemilihan alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti
(digunakan sebagai suatu cara pemecahan masaah). Materi ini sangat berguna sekali karena
dalam kehidupan kita sehari hari tidak pernah luput dari berbagai masalah yang sangat kompleks.
Dasar-dasar yang diguakan dalam pengambilan keputusan bermacam macam, tergantung
dari permasalahannya; 1. Intuisi.Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau
perasaan memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh; 2.
Pengalaman.Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu,
dapat memperhitungkan untung dan ruginya, baik buruknya keputusan yang akan dihasilkan; 3.
Fakta.Pengambilan keputusan berdasarkan faka dapat memberikan keputusan yang sehat, solid,
dan baik; 4. Wewenang.Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya terhadap orang yang
lebih rendah kedudukannya 5. Rasional.
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasinonal, keputusan yang dihasilkan
bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam
batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa
yang diinginkan. Dalam pengambilan keputusan, ada beberapa faktor/hal yag mempengaruhinya,
diantaranya : posisi, masalah, situasi, kondisi, dan tujuan Proses pengambilan keputusan
merupakan tahap tahap yang harus dilalui atau digunakan untuk membuat keputusan. Tahap-
tahap ini merupakan kerangka dasar, sehingga setiap tahap dapat dikembangkan lagi
menjadibeberapa sub tahap (disebut langkah) yang lebih khusus/spesifik dan lebih operaisonal.
Model adalah percontohan yang mengandung unsur yang bersifat penyederhanna untuk dapat
ditiru (jika perlu). Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan suatu proses berurutan yang
memerlukan penggunaan model secara tepat dan benar. Pengertian mengenai probabilitas dapat
dilihat dari tiga macam pendekatan,yaitu pendekatan klasik, frekuensi relative, dan subjektif.

Chapter 8 Teori Pilihan Rasional


Teori pilihan rasional juga berasumsi bahwa seseorang memiliki preferensi di antara
beberapa pilihan alternatif yang memungkinkan orang tersebut menyatakan pilihan yang
diinginkannya. Preferensi tersebut dianggap lengkap (orang tersebut selalu dapat menentukan
alternatif yang mereka inginkan atau tak ada alternatif yang diinginkan) dan transitif (apabila
pilihan A lebih diinginkan daripada pilihan B dan pilihan B lebih diinginkan daripada pilihan C,
maka A lebih diinginkan daripada C). Agen rasional kemudian mempertimbangkan informasi
yang ada, kemungkinan peristiwa, dan potensi biaya dan keuntungan dari menentukan pilihan,
dan bertindak konsisten dalam memilih tindakan terbaik.

Chapter 9 Teori Pemerintahan


Setiap negara melakukan berbagai upaya agar tercipta stabilitas pemerintahan di
negaranya. Di antara langkah pentingnya adalah dengan melakukan berbagai reformasi konstitusi
terkait sistem pemerintahan yang digunakan. Reformasi sistem pemerintahan yang terjadi di
berbagai negara memperlihatkan fenomena terjadinya saling kontribusi antar sistem
pemerintahan. Terjadi gejala parlementarisasi di sistem presidensial dan presidensialisasi di
sistem parlementer. Sementara itu, sistem yang merupakan sintesa antara sistem parlementer dan
sistem presidensial yang populer dikenal dengan sistem semi presidensial, semakin banyak
digunakan dan penuh dengan berbagai kreativitas penerapannya.
Pemerintahan adalah gejala yang tak terhindarkan dimana pun dan kapan pun kita berada.
la tak dapat dilepaskan begitu saja dari ruang kehidupan, disebabkan kebutuhan kita akan
hadirnya pemerintahan yang mampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Pemerintahan yang
baik hanya mungkin jika ia terlahir dari masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik hanya
mungkin jika ia terdiri dari individu-individu yang baik. Individu yang baik hanya mungkin jika
ia terlahir dari unit keluarga yang terbaik. Dalam konteks ini keluarga menjadi basis sosiologis
tumbuhnya pemerintahan.

Chapter 10 Masa Teori Administrasi Publik


Administrasi atau administratie (dalam bahasa Belanda) merupakan suatu kata yang
selama ini dimengerti oleh masyarakat awam sebagai proses catat mencatat, surat menyurat, dan
ketatausahaan (clerical work). Dalam arti sempit memang dijelaskan bahwa administrasi
merupakan penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis yang bertujuan
untuk menyediakan keterangan serta memudahkan memperoleh kembali dokumen-dokumen
yang dibutuhkan. Dalam arti lebih luas menurut William H. Newman, administrasi adalah
kepemimpinan, dan pengawasan atas usaha-usaha kelompok individu. Kegiatan tersebut
diakukan sekelompok orang hingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Adapun ilmu yang mempelajari fenomena kerja sama yang bersifat kooperatif dan
terorganisasi untuk mencapai tujuan adalah ilmu administrasi. Ilmu administrasi memiliki
beberapa cabang, seperti ilmu administrasi Negara / publik dan ilmu administrasi bisnis / niaga.
Sebagai seorang yang berangkat dari perspektif sosial politik, penulis tertarik untuk membahas
keilmuan administrasi publik secara umum dan prospek pada masa yang akan datang. Pada awal
kehadirannya ilmu administrasi Negara memiliki pengertian sebagai suatu seni dari ilmu tentang
manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan Negara (Dwight Waldo).
Seiring dengan perkembangan zaman, maka ilmu administrasi Negara tidak mampu lagi
menjawab permasalahan yang menjadi kajiannya mengingat pelaksanaan administrasi negara
sebenarnya tidak semata-mata untuk kepentingan Negara (pemerintah) namun lebih ditujukan
untuk menjamin kepentingan publik/masyarakat agar dapat terpenuhi. Dengan bergesernya objek
kajian ilmu dan tuntutan zaman mengenai kebutuhan dasar masyarakat, maka saat ini ilmu
administrasi Negara merubah paradigma menjadi ilmu administrasi publik. Ilmu administrasi
publik tidak hanya berfokus pada kajian terhadap Negara, melainkan melihat fungsi Negara
sebagai public service dengan melibatkan pihak swasta dan masyarakat.

Pendapat Individu dan Opini


Teori Administrasi Publik dan Penerapannya di Indonesia
Kekosongan pustaka ilmu administrasi publik yang membahas kasus-kasus aktual yang
terjadi di Indonesia membuat banyak sumber yang ada selama ini cenderung didominasi oleh
pustaka yang berasal dari American public administration. Sebagian dari pustaka itu ditulis oleh
akademisi dari negara-negara Barat seperti Inggris dan Australia sehingga mereka juga
menggunakan kasus-kasus yang berasal dari negaranya. Akademisi dan peneliti di negara-negara
Asia, termasuk Indonesia, umumnya kurang banyak menulis buku teks yang membahas kasus-
kasus yang terjadi di lingkungannya. Akibatnya, pustaka administrasi publik yang tersedia lebih
banyak membahas konsep dan teori mengenai kasus-kasus yang terjadi di negara-negara Barat,
yang dalam banyak hal sering kali kurang relevan dengan problem yang terjadi di lndonesia.
Terbatasnya ketersediaan buku teks yang membahas kasus-kasus yang terjadi di
Indonesia sedikit banyak berpengaruh terhadap proses pengajaran dan pembelajaran di program
studi Ilmu Administrasi Publik dan/atau Ilmu Administrasi Negara di Indonesia. Banyak dosen
dan staf pengajar yang tanpa mereka sadari lebih banyak mengajarkan "American public
administration", bukan ilmu administrasi publik yang relevan untuk menjawab problem yang
terjadi di Indonesia. Konsep dan teori administrasi publik yang didiskusikan di kelas lebih
banyak berasal dari negara-negara Barat, yang jika tidak dibaca dan dimanfaatkan secara kritis
dapat menimbulkan problem baru. Fenomena administrasi publik umumnya terikat dengan ruang
dan waktu. la dipengaruhi oleh budaya, sistem pemerintahan, sistem politik, dan kemajuan sosial
ekonomi masyarakatnya. Penggunaan konsep dan teori yang berasal dari negara-negara maju di
Barat untuk menjelaskan fenomena administrasi publik di lndonesia, jika tidak dilakukan secara
hati-hati dan kritis dapat menghasilkan pemahaman yang keliru dan bias.
Dengan semangat itulah, buku ini mencoba membahas berbagai isu dan problem yang
sekarang ini dihadapi oleh para akademisi dan praktisi administrasi publik, terutama terkait
dengan problem praktikal yang sekarang ini dihadapi oleh pemerintah. Ada banyak problem
yang sekarang ini dihadapi oleh pemerintah Indonesia dalam mentransformasi dirinya menjadi
pemerintah berkinerja tinggi, di antaranya: hubungan antara pejabat politik dan pejabat karier,
hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penerapan birokrasi Weberian yang
berlebihan, kualitas regulasi yang buruk, fragmentasi kelembagaan dan kekuasaan, dan
kemitraan antara pemerintah dan swasta. Buku ini dirancang untuk mengembangkan konsep dan
teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai problem tersebut. Dengan membahas
problem dan isu kontemporer yang sekarang ini dihadapi oleh pemerintah, diharapkan buku ini
dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan teori administrasi publik kontemporer, yang
relevan dan mampu memberi kontribusi terhadap penyelesaian masalah bangsa.
Lebih spesifik tentang pemerintahan daerah sebagai pelaku utama desentralisasi
administrasi publik atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah. Selain menjabarkan tentang
teori-teori kebijakan publik yang berjalan di pemerintah daerah dalam artian otonomi, buku ini
juga membahas tentang apa saja lembaga dan aparatur sipil negara yang berperan sebagai aktor
dalam keberlangsungan pelayanan publik tersebut serta upaya yang dapat dilakukan pemerintah
kedepan dalam rangka pembembuatan kebijakan publik yang dapat mensejahterakan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai