Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DAN PERAN ORGANISASI

BIROKRASI PEMERINTAH

PENDAHULUAN
Birokrasi berkembang sejalan dengan perkembangan politik maupun ekonomi suatu
masyarakat. Semakin modern suatu masyarakat, dalam arti semakin demokratis dan semakin
makmur ekonomi mereka, akan semakin banyak tuntutan baru. Berkembangnya jaringan
birokrasi (bureaucratization) adalah upaya memenuhi tuntutan baru tersebut22. Dalam
terminologi ilmu politik, setidaknya dikenal empat model birokrasi yang umumnya ditemui
dalam praktik pembangunan di beberapa negara di dunia. Keempat model tersebut meliputi
model birokrasi Weberian, Parkinsonian, Jacksonian, dan Orwellian. Secara lebih rinci
keempat model birokrasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Model birokrasi Weberian digagas oleh Max Weber, seprang tokoh penting yang
menjelaskan konsep birokrasi modern. Weberian menunjuk pada model birokrasi yang
memfungsikan birokrasi sehingga memenuhi kriteria-kriteria ideal birokrasi Weber.
Setidaknya ada 7 (tujuh) kriteria-kriteria ideal birokrasi yang digambarkan Max Weber, yaitu:
1) adanya pembagian kerja yang jelas; 2) hierarki kewenangan yang jelas; 3) formalisasi yang
tinggi; 4) bersifat tidak pribadi (impersonal); 5) pengambilan keputusan mengenai
penempatan pegawai yang didasarkan atas kemampuan; 6) jejak karir bagi para pegawai; dan
7) kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi23.
Birokrasi Parkinsonian merupakan model birokrasi dengan memperbesar sosok kuantitatif
birokrasi. Parkinsonian dilakukan dengan mengembangkan jumlah anggota birokrasi untuk
meningkatkan kapabilitasnya sebagai alat pembangunan. Di satu sisi, Parkinsonian
dibutuhkan untuk mengakomodasikan perkembangan masyarakat yang semakin maju, di sisi
lain Parkinsonian dibutuhkan untuk mengatasi persolan-persoalan pembangunan yang makin
bertumpuk

1
Imawan, Riswanda, Membedah Politik Orde Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 1998: 85
2
Robbins, Stephen P,Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Alih Bahasa: Jusuf Udaya.
Jakarta: Arcan. 1994: 338
Birokrasi Jacksonian merupakan model birokrasi yang menjadikan birokrasi sebagai
akumulasi kekuasaan negara dan menyingkirkan masyarakat di luar birokrasi dari ruang politik
dan pemerintahan. Jacksonian, sebenarnya diambil dari nama seorang jenderal militer yang
tangguh dan seorang negarawan yang terkenal sebagai mantan Presiden Amerika Serikat yang
ke-7 (1824-1932) – menjabat dua kali – yaitu Andrew Jackson25. Birokrasi model Orwellian
ini merupakan model yang menempatkan birokrasi sebagai alat perpanjangan tangan negara
dalam menjalankan kontrol terhadap masyarakat. Ruang gerak masyarakat menjadi terbatas,
sepertinya ‖bernafas‖ saja dikontrol oleh birokrasi. Hal itu dikarenakan dalam berbagai hal
terkait dengan kehidupan masyarakat harus meminta ijin kepada birokrasi. Orwell
menggambarkan birokrasi semacam itu di Amerika Serikat. Pada waktu Ronald Reagen
menjabat presiden (1981), ia mengadakan pemangkasan terhadap birokrasi. Pada waktu itu di
Amerika Serikat untuk mengurusi hamburger saja, ada ratusan peraturannya yang berimplikasi
pada semakin banyaknya jumlah pegawai. Untuk itu diadakan pemangkasan dan pegawainya
dikurangi26.

3
Eep Saefulloh Fatah. (1998). Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru,.Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.1998: 192.
PERAN BIROKRASI PEMERINTAH SECARA UMUM

Birokrasi adalah merupakan organ utama dalam system dan kegiatan pemerintahan
yang dapat berbuat atas nama negara. Oleh karenanya, birokrasi sangat kuat secara politis dan
akibatnya cenderung menjadi the single authoritarian institution (satu-satunya institusi yang
mempunyai kewenangan). Alasan mengapa birokrasi sangat kuat secara politis, selain karena
kepemilikannya atas sumber-sumber kekuasaan, kedua adalah karena peran dan fungsi birokrasi
yang sangat spesifik Peran dan fungsi ini tidak dapat diperankan oleh lembaga atau kelompok
social lainnya, sehingga praktis birokrasi menjadi institusi yang paling berkuasa (the most
powerfull institution) secara riil dalam sistem politik dibanding partai yang berkuasa (the ruling
party) sekalipun Peran birokrasi pemerintah telah menjadi objek penalaran yang menarik sejak
lama. Sebagian berpendapat bahwa campur tangan birokrasi pemerintah sebagai sesuatu yang
menghambat dan mengganggu bekerjanya kekuatan- kekuatan objektif dari pasar yang disebut
sebagai mekanisme pasar. Campur tangan birokrasi pemerintah hanya akan menghambat
kebebasan individu (individual freedom) yang merupakan dasar dari sistem demokrasi. Campur
tangan birokrasi pemerintah dalam arti berfungsinya birokrasi melahirkan regulasi, proteksi dan
subsidi import yang merugikan para konsumen. Tiga hal yang terakhir ini dianggap kelompok
neoklasik sebagai perilaku tidak baik yang harus dihindarkan.
Berbeda pendapat tersebut yang melihat peran birokrasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan.
Tanpa campur tangan birokrasi pemerintah, akan terjadi persaingan bebas yang merugikan
kelompok masyarakat bawah. Sehingga yang terjadi bukan kebebasan pasar tetapi monopoli
yang dikuasai msyarakat ekonomi kuat. Karena itu perlu adanya peran birokrasi pemerintah,
antara lain dalam bentuk kebijakan untuk mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Birokrasi Pemerintah pada beberapa negara di masa sebelum perang dunia, banyak
yang terlibat langsung untuk mengambil peranan penting dalam pengendalian seluruh kekuatan
nasional. Pemerintahlah yang mengendalikan perang dan pemerintahlah yang bertanggung
jawab atas segala kegiatan sosial dan ekonomi. Peran ini berlanjut sampai setelah PD-II usai.
Perang telah merusakkan berbagai sendi-sendi kehidupan. Tak seorangpun lebih bertanggung
jawab untuk melakukan rehabilitasi itu selain pemerintah. Rehabilitasi ini membutuhkan
banyak tenaga dan biaya. Akibatnya, banyak negara yang mengalami kelambanan dakam
pembangunan dan bahkan kehancuran.
PERAN BIROKRASI PEMERINTAH SEBAGAI PENYELENGGARA PELAYANAN
PUBLIK DALAM MENJALANKAN PEMERINTAHAN DI DAERAH

Birokrasi pemerintah dibentuk sebagai organisasi publik dengan maksud untuk melayani dan
melindungi kepentingan publik. Konsep kepentingan dan publik berkaitan dengan kebutuhan
yang dapat berupa barang atau jasa. Konsep pelayanan adalah cara melayani atau usaha
melayani kebutuhan orang lain.
Dalam pelayanan publik orang lain yang dimaksud adalah warga Negara sebagai konsumen
sedangkan pihak penyedia layanan bisa swasta melalui mekanisme pasar , bias Negara melalui
birokrasi pemerintah dan bisa juga masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat dan
organisasi profesi.Instansi atau birokrasi pemerintah dimaknai sebagai satuan kerja atau satuan
organisasi, departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan instansi pemerintah lainnya
baik pusat maupun daerah. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat ( Saefullah, 1999:1 )
Menurut Lembaga Administrasi Negara, pelayanan yang dikelola oleh tiap-tiap instansi
pemerintah terbagi atas: Pelayanan utama (core service), Pelayanan Fasilitas (facilitating
service) dan pelayanan pendukung(supporting service) (H.Tachjan,2008:138).Pelayanan utama
adalah pelayanan yang diberikan oleh suatu unit penyedia jasa pelayanan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi utama yang diberikan kepada unit penyedia pelayanan tersebut.Pelayanan
fasilitas,yaitu pelayanan yang diberikan untuk menunjang pelaksanaan pelayanan utama dimana
bila pelayanan fasilitas ini tidak diberikan, maka pelayanan utama tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya.Dan yang dimaksud dengan pelayanan pendukung adalah pelayanan
tambahan yang berfungsi untuk menambah nilai/kualitas pelayanan utama yang diberikan.
Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/ M.PAN/ 7
/2003, pelayanan tersebut dikelompokkan ke dalam :
Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang mengahasilkan berbagai bentuk
dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik,misalnya status kewarganegaraan,sertifikat
kompetensi,kepemilikan atau pengusahaan terhadap sesuatu barang/jasa.Dokumen-dokumen itu
antara lain KTP, Akta Pernikahan, Akta Kelahiran, BPKB, SIM, IMB, Paspor,Sertifikat
kepemilikan/penguasaan tanah dan sebagainya.
Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk barang yang
dibutuhkan oleh publik.Misalnya jaringan telepon,penyediaan tenaga listrik, Bahan bakar gas,
air bersih dan sebagainya.
Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik, seperti Pendidikan, Pemeliharaan kesehatan, pos, penyelenggaraan
tranportasi, dan sebagainya.
Pola pelayanan publik dapat dibedakan atas 5(lima) macam pola, yaitu: (1) Polapelayanan
teknis fungsional,yakni pelayanan masyarakat yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah
sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya.(2) Pola pelayanan satu pintu ,yakni
pelayanan masyarakat yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah
berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang
bersangkutan.(3)Pola pelayanan satu atap yang dilakukan secara terpadu pada satu instansi
pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing.(4) Pola pelayanan terpusat
yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak selaku coordinator terhadap
pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang
bersangkutan,(5) Pola pelayanan elektronik adalah menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi yang merupakan otomatisasi layanan (online) sehingga dapat menyesuaikan
diridengan keinginaan dan kapasitas pelanggan.
Menjadi pertanyaan adalah, bagaimana untuk mengetahui keberhasilan birokrasi pemerintah
dalam menyelenggarakan pelayanan publik tersebut ? Menurut pusat studi kependudukan dan
kebijakan Universitas Gajah mada 2002, dapat diukur / dinilai dari kinerja birokrasi pelayanan
publik (H.Tachjan,2008:141).Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan
dengan menggunakan indikator –indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi,
efektivitas,tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa,
seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas,responsibilitas dan responsivitas.Sehubungan
dengan hal ini, Pusat studi kependudukan dan kebijakan Universitas Gajah mada (2002:48-49)
mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur
kinerja birokrasi publik, yaitu:(a) Produktivitas, (b) Kualitas layanan,(c) Respoinsivitas, (d)
Responsibilitas, dan (e) Akuntabilitas.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,sebagaimana diatur dalam UU
No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional, perlu disusun indeks kepuasan
masyarakat sebagai tolok ukur dalam menilai tingkat kualitas pelayanan. Maksud penyusunan
indeks ini adalah sebagai acuan bagi unit pelayanan instansi pemerintah dalam menyusun
indeks kepuasan masyarakat, sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kinerja unit
pelayanaan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan daalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik selanjutnya.Adapun penyusunan indeks kepuasan
masyarakat dimaksud ,dengan mempedomani Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara nomor KEP / 25 / M.PAN / 2 / 2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah.
Peran Penting lainnya yang melekat pada pemerintah adalah melakukan pengawasan terhadap
Penyelenggaraan pelayanan publik, meliputi :
Pengawasan Melekat ,yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan masyarakat ,yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat ,berupa laporan
atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik (Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat,2009: 101)
DAFTAR PUSTAKA

1
Imawan, Riswanda, Membedah Politik Orde Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 1998: 85
2
Robbins, Stephen P,Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Alih
Bahasa: Jusuf Udaya. Jakarta: Arcan. 1994: 338
Abdullah, Syukur, 1991, Budaya Birokrasi Indonesia, PT Pustaka Utama
Grafika, Jakarta. Abdulwahab, Solichin, 1999, Reformasi Pelayanan Publik:
Kajian dari Perspektif Teori

Governance, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Kebijakan Publik pada
Fakultas Ilmu Addministrasi Universitas Brawijaya. Malang: PT Danar Wijaya.

bidin, Said Zainal, 2006, Kebijakan Publik. Suara Bebas, Jakarta.


Abubakar, Azwar, 2013, Pemimpin adalah agen perubahan, dalam Pemimpin &
Reformasi Birokrasi, cetakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi XVII.

Anda mungkin juga menyukai