Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Ilmu Pemerintahan di Indonesia awalnya dikembangkan sebagai bagian dari ilmu


hukum. Sehingga tidak mengherankan apabila kajian ilmu pemerintahan dapat dilakukan
melalui pendekatan legalistik (legalistic approach).

Pendekatan Legalistik adalah salah satu cara untuk melihat gejala dan peristiwa dari
sudut pandang aturan-aturan formal. Hal tersebut sekaligus menjadi cirri yang membedakan
ilmu pemerintahan dari ilmu-ilmu sosial lainnya.

Pemerintahan adalah gejala yang sah (kewenangan), sehingga kegiatan pemerintahan


selalu berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu gejala dan
peristiwa pemerintahan yang dapat dilihat dari pendekatan legalistic adalah pada saat pejabat
pemerintah menegakkan berbagai peraturan perundang-undangan ditingkat nasional
wujudnya berupa aktivitas oleh polisi dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) ditingkat
daerah adalah Satpol PP dan PPNSD.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan legalistic ?


2.      Bagaimana ciri-ciri pendekatan legalistic ?
3.      Bagaimana analisis tentang gejala dan peristiwa pemerintahan ?

1.3  Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui apa itu pendekatan legalistic.


2.      Untuk mengetahui cirri-ciri pendekatan legalistic.
3.      Untuk mengetahui analisis tentang gejala dan peristiwa pemerintahan.

1.4  Manfaat

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan didalam ilmu politik dan pemerintahan,
agar suatu saat dapat dijadikan contoh atau bahkan dapat diterapkan apabila terjun langsung
kedalam dunia politik dan pemerintahan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendekatan Legalistik

Pendekatan legalistic adalah salah satu cara untuk melihat gejala dan peristiwa dri
sudut pandang aturan-aturan formal. Hal tersebut sekaligus menjadi ciri yang membedakan
ilmu pemerintahan dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Kajian-kajian pemerintahan tidak dapat
dilepaskan dari peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif yang mengatur
berjalannya pemerintahan.

2.2 Ciri-ciri Pendekatan Legalistik

Ciri-ciri pendekatan legalistic dalam mempelajari ilmu pemerintahan adalah sebagai berikut:
1.      Melihat gejala dan peristiwa pemerintahan dari dasar hukum yang mengaturnya (hukum
positif).
2.      Berdasarkan hukum positif dilakukan dengan melihat proses perbuatannya, isinya
maupun pelaksanaannya.
3.      Dalam melakukan analisis ilmu pemerintahan banyak meminjam teori ilmu hukum dan
ilmu kebijakan public.
Penyelenggaran pemerintahan dilakukan oleh aparat-aparatnya. Setiap kebijakan pemerintah
maupun implementasinya (termasuk proyek-proyeknya) mempunyai dampak terhadap
masyarakat. Usaha untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan pemerintah serta
implementasinya disebut pencarian rente (reny seeking). Untuk itu pencari rente dapat
bermodalkan kedekatannya dengan kekuasaan (nepotisme atau cronism), atau kesediaan
membagi keuntungan upeti (kick back) sehingga terjadi kolusi yang berarti juga korupsi dari
pihak penyelenggara negara (eksekutif, legislative, dan yudikatif). Kolusi dan korupsi tidak
mengenal tanda terima (kuintansi). Peraturan mencatatkan kekayaan setiap orang (termasuk
anggota eksekutif , legislative, yudikatif, maupun swasta) selain untuk mencegah kolusi dan
korupsi juga dapat memaksimalkan pendapatan pemerintah dari sector pajak.
Kesempatan dan ajakan setan dapat membuat penyelenggara negara lupa, karena itu
diperlukan adanya control (terutama tugas legislative). Control juga perlu dilakukan oleh
pers, cendikiawan dan masyarakat. Aparat pemerintah seharusnya menjalankan amanat
rakyat yang harus mendahulukan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau
golongan. Apabila aparat melakukan kekeliruan yang mengakibatkan kekacauan, maka
masyarakat dapat memberikan pandangan seperti perumpamaan seperti ini. “apabila kamu
melihat suatu kekeliruan maka ubahlah dengan tanganmu. Apabila kamu tidak sanggup maka
ubahlah dengan ucapanmu. Apabila kamu tidak sanggup pula maka ubahlah dengan hatimu
(bahwa kamu tidak setuju dengan kekeliruan tersebut), dan itu adalah selemah-lemahnya
iman.” Dari perumpamaan tadi maka dapat diartikan bahwa “tangan” adalah penguasa yang
memiliki kekuasaan, “lisan” adalah ilmuwan yang memiliki kompetensi keilmuwan, “hati”
adalah rakyat yang awam. Perumpamaan ini diungkapkan oleh Mardiasmo pada tahun 1999.
Kebudayaan masyarakat Indonesia umumnya masih paternalistic serta berorientasi vertical
keatas. Sebagai manusia, makhluk yang fana, pemimpin dapat berbuat salah dan berakibat
fatal karena jika dibiarkan akan dicontoh oleh rakyatnya. Kritik masyarakat dan kesediaan
pemimpin untuk dikritik mutlak diperlukan. Lee Kuan Yew dalam pidatonya diparlemen
Singapura, pada 23 Februari 1977 mengemukakan bahwa “ kapanpun, setiap saat, anda dapat
menghujat perdana menteri dan selama itu bukan dusta atau dusta criminal, anda tidak akan
apa-apa. Anda dapat mengatakan apapun. Anda dapat menulis buku mengenainya,
menghujatnya. Selama itu bukan fitnah, silahkan.” Meskipun Lee Kuan Yew bukanlah
seorang yang suka dikritik tetapi sebagai negarawan, dia tidak boleh mengharamkan kritik,
sehingga dia berusaha keras untuk tidak berbuat kesalahan dan hasilnya adalah Singapura
yang maju. Kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) tidak mendorong kompetisi, tetapi
mendorong ketidakefisienan karena yang terjadi adalah perlombaan memberikan upeti dan
bukan perlombaan meningkatkan kualitas dan efisiensi. Hal tersebut akan menjadikan
masyarakat menjadi malas dan tidak kreatif, sehingga mengakibatkan bangsa menjadi tidak
kompetitif.
Pemimpin masa datang perlu menyadari ucapan John Naibitt bahwa “Pemimpin adalah
pemberi fasilitas bukan tukang perintah”.

2.3 Pendekatan Legalistik untuk Menganalisis Gejala dan Peristiwa Pemerintahan


Pemerintahan adalah gejala kekuasaan yang sah (kewenangan), sehingga kegiatan
pemerintahan selalu berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gejala
semacam itu dapat dipahami dengan pendekatan legalistic formal, dalam arti menggunakan
rujukan berbagai peraturan yang digunakan pemerintah pada saat membuat kebijakan,
memberi pelayanan public, serta menegakkan aturan dengan penjelasan sebagai berikut
Dye dalam tulisan Anderson menyatakan kebijakan public adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan menurut Anderson kebijakan public adalah arah
tindakan yang bertujuan yang diikuti oleh satu atau satuan actor di dalam mengatasi suatu
masalah atau sesuatu yang menjadi perhatian publik. Batasan ini setidaknya menggambarkan
bahwa kebijakan public melibatkan para actor dalam tindakan yang bertujuan untuk
memecahkan masalah public.
Formulasi atau perumusan kebijakan public dapat dilihat dari perspektif ilmu politik dan ilmu
administasi public. Dilihat dari ilmu politik, perumusan kebijakan public adalah pemikiran
terhadap kebijakan public ditinjau dari proses pembuatan kebijakan. Pendekatan ini lebih
dulu berkembang dan esensinya adalah bagaimana tawar-menawar antara kekuatan politik
dalam perumusan kebijakan public. Sedangkan dilihat dari ilmu administrasi public tidak lain
berupa pemikiran terhadap kebijakan public ditinjau dari analisis kebijakan public.
Proses pembuatan kebijakan publik mencakup sekurang-kurangnya 5 (lima) tahapan, yaitu
sebagai berikut:
a.       Agenda setting, yaitu proses yang menggambarkan kegiatan memasukkan masalah
public kedalam agenda kebijakan. Proses ini diwarnai siapa yang paling menentukan dalam
memasukkan masalah public ke dalam agenda kebijakan. Masalah public harus masuk
kedalam agenda agar dapat menjadi perhatian untuk dibahas dan diintervensi.
b.      Policy Formulation, yaitu proses untuk merumuskan alternative pemecahan masalah.
Proses ini diwarnai negosiasi-negosiasi antar actor politik dalam menawarkan alternative
pemecahan atau tindakan.
c.       Policy Adoption, yaitu pilihan tindakan dari berbagai alternative yang didukung oleh
actor kebijakan.
d.      Policy Impelementation, yaitu pelaksanaan kebijakan melalui unit administrasi drngan
menggunakan sumber dana dan daya.
e.       Policy Assement, yaitu penilaian implementasi kebijakan dalam rangka pencapaian
tujuan dan sasaran kebijakan.
Dalam proses pembuatan kebijakan diperlukan metodologu analisis kebijakan yang mampu
menghasilkan pengetahuan berupa informasi yang relevan tentang kebijakan dan prosedur
analisis kebijakan. Penjelasan ini menunjukkan bahwa memahami gejala dan atau peristiwa
pemerintahan melalui pendekatan legalistic berkaitan erat dengan ilmu kebijakan public.
Artinya dalam menganalisis gejala dan atau peristiwa pemerintahan dapat meminjam teori,
model ataupun konsep yang dimiliki ilmu kebijakan public.
Gejala dan atau peristiwa pemerintahan tertentu selalu akan terkait dengan suatu dasar 
hubungan tertentu yang dinamakan hubungan positif. Dengan mempelajari dasar hubungan
tertentu, kita dapat mengetahui filosofi maupun paradigm yang berada dibalik gejala dan atau
peristiwa pemerintahan tertentu.
Gejala dan atau peristiwa pemerintahan terjadi pada saat pemberian pelayanan public oleh
pejabat public. Disitu akan Nampak apakah unit organisasi atau pejabat yang melayani
memiliki kewenangan untuk itu. Sebab pelayanan public dapat pula diberikan oleh sector non
pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
Pelayanan public dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sebagaimana telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa tugas pokok pemerintah
pada hakikatnya adalah memberikan pelayanan pada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk
melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya
demi mencapai tujuan bersama. Karenanya birokrasi public berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan layanan baik dan professional.
Pelayanan public (public service) oleh birokrasi public merupakan salah satu perwujudan dari
fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan
public (public service) oleh birokrasi public dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat
(warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Menurut lembaga administrasi
negara “ pelayanan umum diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, didaerah dan dilingkungan badan usaha milik
negara/daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Dengan demikian pelayanan public dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Melalui pendekatan legalistic dimaksudkan bahwa pembelajar dan pelaksana


pemerintahan memahami berbagai aturan hukum yang menjadi dasar dari tindakannya.
Kajian ilmu pemerintahan dapat berangkat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dengan meletakkan pada proses, isi, implementasi maupun evaluasinya.

3.2  Saran

Dengan penulisan makalah ini, kami berharap dapat menambah wawasan bagi
pembaca maupun bagi penulis, khususnya pada materi jenis-jenis teori dalam ilmu politik dan
pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai