Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Shiva Nuraini Anggiyanti


Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044277555
Kode/NamaMataKuliah : ISIP4213/ Sistem Politik Indonesia

Kode/NamaUPBJJ : 21/ Jakarta

MasaUjian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Pemilu adalah bagian dari sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat
memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur
pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya
apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula
negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para
pejabat tinggi negara. Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi
peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan
aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan itu. Berdasarkan uraian diatas, buat analisis dengan menjelaskan
kelemahan dan kelebihan tipe distrik yang dianut dalam sistem politik di
Indonesia!
JAWABAN :
Sistem distrik adalah sistem pemilihan umum di mana hanya ada satu
wakil dalam satu distrik, maka sistem ini menerapkan suara terbanyak untuk
menjadi wakil rakyat. Dalam sistem dristik, hanya ada satu wakil untuk satu
distrik karena sistem didasarkan atas kesatuan geografis. Satu wilayah
(provinsi) dibagi ke dalam beberapa distrik, setiap distrik hanya akan diwakili
oleh satu orang wakil yang memperoleh suara terbanyak.
Kelebihan Sistem Distrik Berikut kelebihan dalam sistem distrik: Sistem
distrik mendorong kerja sama atau integrasi partai politik karena kursi yang
diperebutkan hanya satu. Kecenderungan membuat partai baru dapat
dibendung. Sistem distrik mendorong penyerderhanaan partai secara alami
dan tanpa paksaan. Terbentuknya hubungan yang relatif erat antara anggota
legislatif dengan pemilih atau konstituen. Sistem distrik memungkinkan adanya
kedudukan mayoritas, terutama bagi partai besar karena dapat memperoleh
suara dari pemilih-pemilih lain. Tidak diperlukan penggabungan atau koalisi
dengan partai lain karena mudahnya mencapai suara mayoritas. Sistem distrik
penyelenggaraannya sederhana dan membutuhkan biaya yang murah. Sistem
yang sederhana dalam sistem distrik menciptakan stabilitas pemerintahan.
Kekurangan Sistem Distrik Berikut kekurangan dalam sistem distrik: Sistem
distrik kurang memerhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan
minoritas. Tidak memerhatikan keterwakilan perempuan. Mendorong
perkembangan partai hanya berdasarkan etnisitas dan wilayah. Menciptakan
dominasi atau wilayah yang dikuasai satu partai. Banyak suara hilang dan
terbuang sia-sia. Sistem distrik kurang mewakili atau representatif karena
partai yang calonnya kalah dalam pemilihan akan kehilangan suara dari
golongan pendukungnya. Sistem distrik kurang efektif dalam mewujudkan
keterwakilan dalam masyarakat yang beragam atau majemuk. Munculnya
kecenderungan wakil lebih memerhatikan kepentingan distrik daripada
kepentingan nasional. Melahirkan penguasa yang tidak tanggap terhadap
perubahan opini publik. Memberi peluang kepada partai tertentu untuk
melakukan kecurangan melalui pembagian distrik.
2. Perubahan politik besar yang terjadi pada tahun 1998 yang ditandai oleh
lengsernya Presiden Soeharto mempunyai implikasi yang luas, salah satu
diantaranya adalah kembalinya demokrasi dalam kehidupan politik nasional.
Pemilu yang betul-betul LUBER berlangsung pada tahun 1999 dan diikuti oleh
48 parpol. Demokratisasi ini membawa konsekuensi pola relasi antara
Presiden dan DPR mengalami perubahan cukup mendasar. Jika pada masa
lalu DPR hanya menjadi tukang stempel, masa kini mereka bertindak
mengawasi presiden. Disini dicoba dilansir suatu model atau format politik yang
tidak lagi executive heavy ( atau bahkan dominan ) seperti pada masa Orde
Baru, tetapi juga tidak terlalu legislative heavy seperti pada masa orde lama
atau masa Demokrasi Parlementer yang sudah menjadi stigma negatif. Juan
Linz mengemukakan bahwa problematik sistem presidensial pada umumnya
terjadi ketika dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi dengan tingkat
fragmentasi dan polarisasi yang relatif tinggi. Presidensialisme dan sistem
multipartai bukan hanya merupakan kombinasi yang sulit tetapi bahkan
membuka peluang terjadinya kelumpuhan pemerintahan. Dan masalah
tersebut bertambah rumit lagi jika tidak ada satu partai pun yang menguasai
mayoritas di parlemen (DPR). Masalah menjadi semakin kompleks jika
lembaga presiden yang semestinya merupakan eksekutif tunggal (presiden
dan wakil presiden) berasal dari dua partai yang berbeda (cohabitation).
Presiden berasal dari parpol lebih kecil, sedangkan wakil presiden berasal dari
parpol yang lebih besar. Eksperimentasi untuk menemukan sistem politik yang
ideal tersebut rasanya semakin jauh bila kita melihat kabinet sebagai suatu
lembaga politik yang bertugas menterjemahkan kebijakan-kebijakan politik
presiden ke dalam program-program dan proyek-proyek yang harus
diimplementasikan. Berdasarkan uraian diatas, buat analisis tentang peranan
partai politik kelompok kepentingan dan kelompok kepentingan dalam sistem
politik dan pemerintahan di Indonesia!
JAWABAN :
Walaupun kelompok kepentingan yang terorganisir tidak mudah dibedakan
dengan partai politik, akan tetapi ada satu perbedaan yang nampaknya secara
umum diterima. Suatu kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang
berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, dan pada waktu yang
sama tidak berkeinginan memperoleh jabatan publik. Sebalikanya, partai politik
benar-benar bertujuan untuk menguasai jabatan-jabatan publik, yaitu jabatan
politik, maupun jabatan pemerintahan.

Dalam praktek, perbedaan tersebut tidak setegas itu. Keanggotaan


kelompok kepentingan dan keanggotaan partai politik sering tumpang tindih,
dan lebih-lebih lagi, kelompok kepentingan sering terlibat dalam penyeleksian
calon-calon keanggotaan partai politik dan selalu berusaha agar anggota-
anggotanya terwakili dalam komisi-komisi yang dibentuk oleh pemerintah.
Kadang-kadang pula kelompok kepentingan bahkan berkembang menjadi
partai politik.
Faktor-faktor yang menentukan efektivitas kelompok kepentingan antara
lain adalah kemampuan untuk mengerahkan dukungan, tenaga, dan sumber
daya dari anggota-anggotanya. Begitu pula luas sumber daya yang dimiliki
seperti kemampuan finansial, jumlah anggota, kecakapan politik, kesatuan
organisasi dan prestisenya di mata masyarakat dan pemerintah.

Di samping sifat internalnya tersebut, efektivitas kelompok kepentingan


juga dipengaruhi oleh sifat dari isu dan kebijakan pemerintah yang terjadi saat
itu. Misalnya, pada suatu saat kebijakan pemerintah menekankan pada
pengembangan industri yang berskala besar, maka yang punya peluang lebih
besar untuk memiliki pengaruh adalah kelompok-kelompok kepentingan yang
memiliki anggota dengan pengetahuan yang luas dan kepentingan khusus
dalam bidang industri. Akan tetapi bila arah kebijakan pemerintah beralih
kepada pembangunan sosial, maka kelompok-kelompok kepentingan yang
mengkhususkan diri dalam perencanaan kota, perumahan, transportasi,
pengobatan, dan kesejahteraan sosial akan memperoleh lebih banyak
pengaruh.

3. Dalam konteks sistem pemerintahan Indonesia, dinamika hubungan


kekuasaan eksekutif dengan
legislativ mengalami pasang surut akibat pergantian sistem pemerintahan dan
rezim kekuasaan yang
mengendalikan pemerintahan Indonesia. Sebagaimana diketahui, bahwa sejak
Indonesia merdeka,
tercatat ada dua sistem pemerintahan yang pernah diberlakukan, yaitu
parlementer dan presidensial. yaitu era orde lama, orde baru, dan orde
reformasi. Bahkan, Bahkan, rezim kekuasaan inilah yang banyak menentukan
struktur kekuasaan eksekutif dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, buat analisis tentang bagaimana perkembangan
perjalanan lembaga eksekutif pada masa ode baru!
JAWABAN :
Kedudukan lembaga eksekutif tetap dominan. Dominasi kedudukan eksekutif
ini pada awalnya ditujukan untuk kelancaran proses pembangunan ekonomi.
Untuk berhasilnya program pem-bangunan tersebut diperlukan stabilitas politik.
Eksekutif memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan kedudukan
lembaga legislatif maupun yudikatif. Pembatasan jumlah partai politik maupun
partisipasi masyarakat ditujukan untuk menopang stabilitas politik untuk
pembangunan dan kuatnya kedudukan lembaga eksekutif di bawah Presiden
Soeharto.

Kontrol eksekutif tampak lebih menonjol manakala memperhatikan keleluasaan


eksekutif dalam hal membuat regulatory laws sekalipun hanya bertaraf
peraturan pelaksanaan, alasan kedua adalah dimana perkembangan politik
pada era Orde Baru, kekuatan politik yang berkuasa di jajaran eksekutif ternyata
mampu bermanouver dan mendominasi DPR dan MPR, dengan kompromi
politik sebagai hasil trade-offs antara berbagai kekuatan polotik. Terlihat dari
Pemilihan Umum tahun 1973, dimana 100 dari 360 anggota Dewan adalah
anggota yang diangkat dan ditunjuk oleh eksekutif yaitu fraksi ABRI ditunjuk dan
diangkat sebagai konsesi tidak ikutnya anggota ABRI dalam menggunakan hak
pilihnya dalam Pemilihan Umum. Konstelasi dan kontruksi tersebut dalam abad
ke 20 secara sempurna menjadi Government Social Control dan fungsi sebagai
Tool of Social Engineering.

Adanya pendayagunaan wewenang konstitusional badan eksekutif yang


melibatkan diri dalam pernacangan dan pembuatan undang-undang, karena
dikusainya sumber daya yang ratif berlebihan akan menyebabkan eksekutif
mampu lebih banyak berprakasa, yang seharusnya alih ide dan kebijakan
diperakasai oleh lembaga perwakilan akan tetapi pada kenyataannya justru ide
dan prakasa eksekutif yang lebih banyak merintis dan mengontrol
perkembangan.

Presiden juga memiliki kewenangan untuk menentukan keanggotaan MPR


(pasal 1 ayat 4 huruf c UU No.16 Tahun 1969 jo UU No.2 Tahun 1985). Suatu
hal yang sangat tidak pantas dan tidak pas dengan logika demokrasi. Sistem
kepartaian yang menguntungkan Golkar, eksistensi ABRI yang lebih sebagai
alat penguasa daripada alat negara, DPR dan pemerintah yang dikuasai partai
mayoritas menyebabkan DPR menjadi tersubordinasi terhadap pemerintah. Hal
ini pula yang menyebabkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah (Eksekutif)
yang seharusnya dilaksanakan oleh DPR/MPR (legislatif) menjadi tidak efektif.

DAFTAR-PUSTAKA
P. Anthonius Sitepu, studi ilmu politik, (Jakarta,Graha Ilmu: 2012), hal 223-227
Miriam Budiardjo, Ilmu pengantar politik, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama: 2009),
hal 295-297
Ibid., hlm.310-314
Lihat makalah, Ridho Azlam, sistem politik, universitas Mercu Buana. Hlm.16-17
Mypopularaddres.blogspot.coid/2016/02/makalah-badan-eksekutif.html
Depewblw2dutz.blogpot.co.id/2010/10/makalah-kekuasaan-eksekutif-oleh.html
Id.m.wikipedia.org/wiki/Eksekutif
Retorcs.blogspot.co.id/2015/02/lembaga-eksekutif-dari-orde-lama-hingga-era-
reformasi.html
Slideshare.com/lembaga-eksekutif

Anda mungkin juga menyukai