Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai warga negara yang menetap di suatu wilayah negara, kita tidak bisa lepas dari
yang namanya pemerintah dan pemerintahan. Mulai dari kita lahir hingga kita mati. Mulai
dari kita mengurus akta kelahiran hinggakita mengurus surat kematian. Apabila kita
membahas pemerintah dan pemerintahan kita juga tak bisa jauh jauh dari pembahasan
birokrasi. Tuntutan reformasi setidaknya telah merubah wajah birokrasi Indonesia meskipun
belum terlalu signifikan. Agenda reformasi dalam tubuh birokrasidi Indonesia ditujukan
bukan lagi sekedar untuk membangun institusi birokrasi yang professional secara menejerial,
namun pada bagaimana birokrasi tersebut mampu merepresentasikan konfigurasi sosial yang
ada untuk menjamin keterwakilan masing- masing komunitas sosial yang telah mengakar
kuat di dalam tubuh birokrasi. Pendeteksian penyakit birokrasi atau yang sering disebut
patologi dalam dunia medis sebaiknya juga dilakukan kepada birokrasi di Indonesia. Hal ini
dimaksudkan agar penyakit – penyakit yang ada dalam tubuh birokrasi di Indonesia tidak
menular ke yang lainnya sebagi upaya preventif bahkan lebih dari itu bisa disembuhkan
secara total meskipun membutuhkan waktu yang lama.Upaya meminimalisir penyakit yang
terjadi di birokrasi diharapkan daptmembawa perubahan terhadap pelayanan publik yang
prima.Persoalan patologi atau penyakit birokrasi bersumber dari rekruitmen dan penempatan
birokrat yang tidak berdasarkan merit sistem(berdasarkan jenjang karir). Selain itu
keterlibatan birokrasi dalam politik dianggap sebagai hal yang harus diwaspadai karena
birokrasi bukanlah institusi atau lembaga yang bisa mewakilkan kepentingan kelompok atau
golongan tertentu. Secara makro atau nasional persoalan birokrasi diIndonesia lebih di
dominasi karena kurangnya pemisahan yang jelas antara kepentingan politik dan
administrasi. Masih sering dijumpai birokrat terlibat secara aktif dalam kegiatan politik dan
juga adanya politisi yang selalu mendominasi proses – proses birokrasi sehinggga kebijakan
yang diambil dalam birokrasi merupakan kebijakan politik dari orang – orang yang memiliki
kepentingan tertentu.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu patologi birokrasi?

2. Apa latar belakang munculnya patologi birokrasi?

3. Apa saja jenis-jenis patologi birokrasi?

4. Bagaimana solusi untuk patologi birokrasi?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PATOLOGI BIROKRASI

A. Pengertian Patologi

Konsep Patologi berasal dari Ilmu Kedokteran, yang mengkaji mengenai penyakit
yang melekat pada organ manusia sehingga menyebabkan tidak berfungsinya organ
tersebut. Secara etimologi memiliki arti ilmu tentang penyakit yang berkaitan dengan
ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan
bagian tubuh. Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan patologi klinik. Ahli
patologi anatomi membuat kajian dengan mengkaji organ sedangkan ahli patologi klinik
mengkaji perubahan pada fungsi yang nyata padafisiologi tubuh. Patologi adalah kajian
dan diagnosis penyakit melalui pemeriksaan organ, jaringan, cairan tubuh, dan seluruh
tubuh (autopsi). Patologi juga meliputi studi ilmiah terkait proses penyakit, disebut
patologi umum.

B. Pengertian Birokrasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :

1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah


berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan.

2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan
(adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunyadan sebagainya.

Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan


sebagai :

1. Sistem pemerintahan yang dijalankan olehpegawaibayaran yangtidak dipilih oleh


rakyat, dan

2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.


Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari
penunjukan atau ditunjuk (appointed ) dan bukan dipilih(elected ). Menurut
Mustopadijaja AR (1999)"Bureaucracy is an organisation with a certain position and role
in running the government administration of a contry" artinya birokrasi adalah
merupakan suatu organisasi dengan peran dan posisi tertentu dalam menjalankan
administrasi pemerintah suatu negara. Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa
inggris bureau + cracy ), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai
komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah
dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun
militer.

C. Definisi menurut beberapa ahli :

1. Hegel dan Karl Marx

Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan


pembebasan dan transformasi sosial. Hegel berpendapat birokrasi adalah medium
yang dapat dipergunakan untukmenghubungkan kepentingan partikular dengan
kepentingan general (umum). Sementara itu teman seperjuangannya ,Karl Marx,
berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas
yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial
lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang
mendominasi tersebut.

2. Bintoro Tjokroamidjojo

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) ”Birokrasi dimaksudkan untuk


mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak
orang”. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar
pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepatdan terorganisir. Bagaimana suatu
pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga
tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya
menjadi tugas dari birokrasi.
3. Blau dan PageBlau dan Page (1956)

mengemukakan ”Birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang


dimaksudkan untuk mencapai tugas - tugasa dministratif yang besar dengan cara
mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”. Jadi
menurut Blau dan Page, birokrasi justru untuk melaksanakan prinsip - prinsip
organisasi yangdi tujukan untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun
kadangkala di dalam pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan
adanya ketidak efisienan.

4. Ismani

Dengan mengutip pendapat dari Mouzelis, Ismani (2001) mengemukakan


”Bahwa dalam birokrasi terdapat aturan- aturan yang rasional, struktur organisasi
dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi -
tingginya. Dari pandangan yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk
menganggap birokrasi itu jelek dan tidak efisien”.

5. Fritz Morstein Marx

Dengan mengutip pendapat Fritz Morstein Marx, Bintoro Tjokroamidjojo


(1984) mengemukakan bahwa birokrasi adalah ”Tipe organisasi yang
dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas - tugas
yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi yang khususnya
oleh aparatur pemerintahan”.

6. Riant Nugroho Dwijowijoto

Dengan mengutip Blau dan Meyer, Dwijowijoto (2004) menjelaskan


bahwa ”Birokrasi adalah suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan
untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik
maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional yang
netral pada skala yang besar”. Selanjutnya dikemukakan bahwa ”Di dalam
masyarakat modern,dimana terdapat begitu banyak urusan yang terus - menerus
dan diam,hanya organisasi birokrasi yang mampu menjawabnya. Birokrasi dalam
praktek dijabarkan sebagai pegawai negeri sipil'.

D. Pengertian Patologi Birokrasi

Istilah patologi birokrasi dipahami sebagai kajian di dalam ilmu administrasi


publik untuk memahami berbagai penyakit yang melekatdi dalam suatu birokrasi yang
menyebabkan birokrasi mengalami disfungsional. (Caiden,1991: 127). Patologi
birokrasi digunakan untuk menjelaskan berbagai praktik penyimpangan di dalam
birokrasi seperti paternalisme, pembengkakan anggaran, prosedur yang
berlebihan,fragmentasi birokrasi, dan pembengkakan birokrasi. Patologi birokrasi
adalah penyakit dalam birokrasi negara yang muncul akibat perilaku para birokrat dan
kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang menyangkut politis, ekonomis,
sosial budaya, dan teknologi. Menurut Risman K. Umar (2002) mendifinisikan bahwa
patologi birokrasi adalah penyakit atau bentuk perilaku birokrasi yangmenyimpang dari
nilai - nilai etis, aturan - aturan dan ketentuan -ketentuan perundang - undangan serta
norma - norma yang berlaku dalam birokrasi. Patologi Birokrasi juga diartikan dalam
beberapa artian sepertisebagai berikut:

1. Birokrasi sebagai organisasi yang berpenyakit (patologis)

2. Organisasi dan perilaku birokrat yang inefektif dan inefisien

3. Struktur dan fungsi organisasi besar yang sering melakukankesalahan dan tidak
mampu berubah.

Pendapat yang lain mengatakan patologi birokrasi atau penyakit birokrasi adalah
“hasil interaksi antara struktur birokrasi yang salah dan variabel- variabel lingkungan
yang salah” (Dwiyanto, 2011: 63). Patologi birokrasi muncul dikarenakan hubungan
antar variabel pada struktur birokrasi yang terlalu berlebihan, seperti rantai hierarki
panjang, spesialisasi, formalisasi dan kinerja birokrasi yang tidak linear.
2.2 LATAR BELAKANG MUNCULNYA PATOLOGI BIROKRASI

Suatu variabel struktur birokrasi dapat menghasilakn patologi birokrasi jika intensitas
dari variabel itu sudah berlebihan. Sebagai contoh adalah hierarki, pada tingkat tertentu
keberadaan hierarki dalam suatu organisasi sangat bermanfaat karena hierarki membantu
pimpinan melakukan supervisi dan kontrol di luar kapasitas individualnya. Hierarki juga bisa
membuat arus perintah dan informasi menjadi lebih jelas sehingga mempermudah
koordinasi. Namun ketika hierarki menjadi semakin panjang maka berbagai persoalan dalam
organisasi akan muncul. Dapat menyebabkan arus perintah dan informasi semakin panjang
dan cenderung mengalami distorsi. Proses pengambilan keputusan menjadi lamban dan
terkotak-kotak.

Disamping itu hierarki bisa memperbesar tingkat ketergantungan bawahan terhadap


atasan. Birokrasi publik di Indonesia yang memiliki hierarki ketat, panjang, dan cenderung
mendorong para pejabatnya untuk mengembangkan perilaku ABS (asal bapak senang)
memperoleh justifikasi dari lingkungannya karena budaya masyarakat yang paternalistik
tidak bisa menjadi sensor bagi perilaku negatif dari hierarki yang berlebihan. Dengan
demikian, penyakit birokrasi adalah hasil interaksi antara struktur birokrasi yang salah dan
variabel-variabel lingkungan yang salah. Struktur birokrasi yang hierarkis berinteraksi
dengan budaya masyarakat yang paternalistik, sistem politik yang tidak demokratis, dan
ketidk berdayaan kelompok masyarakat madani cenderung melahirkan perilaku birokrasi
paternalistik yang merugikan kepentingan publik.

Penyakit birokrasi bukan hanya disebabkan oleh struktur birokrasi yang salah dan tidak
tepat, seperti hierarki yang berlebihan, prosedur yang rigid , fragmentasi birokrasi yang
terlalu banyak , dan masalah struktural lainnya. Selain masalah struktural, penyakit birokrasi
disebabkan juga oleh interaksi berbagai variabel yang saling terkait antara satu sama
lainnya,baik yang terdapat di dalam struktur birokrasi, budaya birokrasi, maupun variabel-
variabel lain yang terdapat di dalam lingkungan, seperti budaya masyarakat, sistem politik
yang kurang demokratis, dan kelompokmasyarakat madani yang tidak mampu menjalankan
fungsi kontrol.
Birokrasi merupakan wujud terbaik organisasi karena menyediakan konsistensi,
kesinambungan, kemungkinan meramalkan, stabilitas, sifat kewaspadaan, kinerja efisien dari
tugas-tugas, hak keadilan, rationalsm,dan profesionalisme. Ikhtisar singkat dari keuntungan-
keuntungan birokrasi pemerintah adalah: efisien, ideal dan cocok untuk memperkecil
pengaruh dari politik dan pribadi di dalam keputusan-keputusan organisatoris serta wujud
terbaik organisasi karena membiarkan memilih pejabat-pejabat untuk mengidentifikasi dan
mengendalikan yang bertanggung jawab untuk siapa atas apa yang dilakukan karena orientasi
lebih pada melayani pemerintah, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen
politis dengan sifat sangat otoritatif dan represif.

Birokrasi dalam perkembangannya dewasa ini dipersiapkan sebagai penyelenggaraan


negara khususnya penyelenggaraan pemerintah, sehingga muncul tiga istilah yaitu birokrat,
politisi, dan akademisi. Saluran-saluran yang harus dilalui ketiga istilah ini adalah birokrat
saluran kegiatannya adalah penyelenggaraan pemerintah, sehingga apartur pemerintah
dikategorikan birokrat. Politisi salurannya adalah jabatan-jabatan politik dalam negara yang
perolehannya melalui aktivitas partai polotik. Sedangkan akademisi salurannya kepada dunia
pendidikan terutama kepada pendidikan tinggi. Bila merenungkan rumusan Weber bahwa
birokrasi itu merupakan ciri oraganisasi yang berdasarkan dengan struktur, berhierarki,
rasionalitas, keteraturam dan lain sebagainya, maka dikotomi ketiga istilah di atas sebenarnya
terhimpun dalam satu kesatuan wadah yang diistilahkan birokrasi.

Berdasarkan urian tersebut maka birokrasi merupakan wadah yang menghimpun


idealisme, keinginan, pemikiran, penalaran dan lain sebagainya dari birokrat, politisi maupun
akademisi yang beraneka ragam bentuk dan karakternya dalam suatu organisasi negara.Para
birokrat, politisi, akademisi dan bahkan seluruh lapisan masyarakat adalah komunitas
manusia yang memiliki :

a. Rasionalitas yang dapat difungsikan untuk menentukan factor-faktor yang positif


dalam interaksi dan reaksi manusia dari seluruh aspek yang ada disekitarnya.

b. Kebuasan yang sangat kejam dimana binatang yang paling buas bagi manusia
dapat dipunahkan tetapi binatang tidak pernah memunahkan manusia.
c. Sifat rasionalitas dan kebuasan manusia ini dalam kehidupan birokrasi dapat
dimanfaatkan dengan baik apabila pengelolaannya dan pengaturannya sesuai
dengan kaidah-kaidah dan norma yang tepat.

d. Manusia dalam birokrasi dengan kodratinya memiliki kreativitas untuk


pengembangkan birokrasi.

e. Pengembangan birokrasi pada masa periode tertentu senatiasa mengalami


perubahan secara fluktuatif, tidak ada sesuatu perubahan yang terjadi dalam
sebuah birokraasi yang selalu mengarah kepada perbahan secara positif , misalnya
selalu memperoleh keuntungan dalam berusaha atau senantiasa memperoleh
kamudahan dalam penyelesaian sesuatu kegiatan. Tetapi kondisi negatif, misalnya
mengalami kerugian, menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan suatu
kegiatan. Mengapa demikian? karena aktivitas birokrasi banyak dipengaruhi oleh
kondisi politik yang sedang bereaksi untuk mendapatkan suatu kekuasaan yang
diistilahkan dengan otoritas. Bila kita mengidentifikasi otoritas dalam suatu
birokrasi kita dapat kemukakan argumentasi sebagai bahan penghayatan
sebagaiberikut : Otoritas kharismatik, otoritas tradisional, otoritas legal.

f. Kekuasaan dan kewenangan manusia yang terkait dalam sebuah birokrasi


memiliki tingkatan yang berbeda-beda, semakin tinggi posisi seseorang maka
kekuasaan dan kewenangan semakin besar,tetapi penyelesaian dalam berbagai
aktivitas semakin kecil.Demikian pula sebaliknya bila posisi seseorang semakin
rendah, semakin kecil pula kekuasaan dan kewenangan yang di miliki, tetapi
semakin besar tanggung jawab penyelesaian aktivitas. Fenomena ini dalam
birokrasi mendorong manusia untuk berusaha menciptakan kemampuan untuk
dapat merebut kekuasaan dan kewenangan yang lebih tinggi.

g. Perebutan kekuasaan dan kewengan yang tidak di dasarkan pada profesionalisme,


rasionalisme, dan moralitas merupakan suatu penyakit atau patologi dalam
birokrasi.

Salah satu faktor penyebab timbulnya patologi birokrasi yang paling dominan adalah
disebabkan rendahnya akhlak/moralitas aparatur.Rendahnya akhlak/moralitas aparatur
menunjukan rendahnya atau tidak dipergunakannya norma-norma etika sebagai acuan dalam
bepikir,bertindak dan berperilaku dalam pelaksanaan tugas pekerjaan dibidangnya.
Moralitas merupakan suatu dorongan dari/untuk melakukan suatu sistem atau etika,sehingga
semakin tinggi kadar moralitas seseorang semakin kuat pola dorongan melaksanakan nilai-
nilai etika dalam kehidupan sehari-harinya. Demikian pula sebaliknya kadar moralitas
yangrendah, maka dorongan penerapan nilai-nilai etika semakin rendah pula.

2.3 JENIS-JENIS PATOLOGI BIROKRASI

Istilah patologi lazim digunakan dalam wacana akademis di lingkungan administrasi


publik untuk menjelaskan berbagai praktik penyimpangan dalam birokrasi, seperti;
paternalistis, prosedur yang berlebihan,pembengkakan birokrasi, pembengkakan anggaran,
dan fragmentasi birokrasi,(Dwiyanto, 2011:59) yang dapat diuraikan secara singkat seperti
berikut:

a. Birokrasi Paternalistis

Perilaku birokrasi paternalistis adalah hasil dari proses interaksi yang


intensif antara struktur birokrasi yang hierakis dan budaya paternalistis yang
berkembang dalam masyarakat. Struktur birokrasi yang hierarkis cenderung
mebuat pejabat bawahan menjadi sangat tergantung pada atasannya.
Ketergantungan itu kemudian mendorong mereka untuk memperlakukan atasan
secara berlebihan dengan menunjukkan loyalitas dan pengabdian yang sangat
tinggi kepada pimpinan dan mengabaikan perhatiannya kepada para pengguna
layanan yang seharusnya menjadi perhatian utama (Mulder, 1985).

b. Prosedur Yang Berlebihan

Prosedur yang berlebihan merupakan bentuk penyakit birokrasi publik


yang menonjol di berbagai instansi pelayanan publik di Indonesia. Birokrasi
publik bukan hanya mengembangkan prosedur yang rigid dan kompleks, tetapi
juga mengembangkan ketaatan terhadap prosedur secara berlebihan. Dalam
birokrasi publik, prosedur bukan lagi sebagai fasilitas yang dibuat untuk
membantu penyelenggaraan layanan tetapi sudah menjadi seperti berhala yang
harus ditaati oleh para pejabat birokrasi dalam kondisi apapun. Bahkan prosedur
sudah menjadi tujuan birokrasi itu sendiri dan menggusur tujuan yang semestinya,
yaitu melayani publik secara profesional dan bermartabat. Apapun penyebabnya,
pelanggaran terhadap prosedur selalu dianggap sebagai penyimpangan dan karena
itu pelanggarnya harus diberisanksi.

Dalam birokrasi Weberian pengembangan prosedur yang rinci dan tertulis


dilakukan untuk menciptakan kepastian pelayanan. Prosedur tertulis yang jelas
dan rinci sebenarnya diperlukan oleh pejabat birokrasi sebagai penyelenggara
layanan ataupun oleh para pengguna layanan. Para pejabat birokrasi memerlukan
prosedur yang rinci dan tertulis karena dengan prosedur seperti itu mereka
terhindar dari keharusan mengambil keputusan. Keberadaan prosedur pelayanan
sangat membantu mereka dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan
untuk merespon berbagai persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan layanan.
Risiko melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan bias dihindari dengan
adanya prosedur pelayanan yang tertulis dan rinci.

c. Pembengkakan Birokrasi

Mengamati sejarah perkembangan berbagai birokrasi pemerintah


diIndonesia dengan mudah dapat dilihat perkembangan sejumlah birokrasi yang
semula dibentuk dengan misi yang jelas dan struktur yang ramping, tetapi dalam
waktu singkat birokrasi tersebut sudah berubah menjadi kerajaan birokrasi yang
besar.Kecenderungan sepertiini sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia,
tetapi juga terjadi dinegara-negara lainnya. Fenomena ini lazim terjadi karena
memang ada kecenderungan dari internal birokrasi untuk mengembangkan
diriseiring dengan kegiatan untuk memperbesar kekuasaan dan anggaran.

Menurut Dwiyanto (2011:97) terdapat dua cara yang biasanyaditempuh


untuk membengkakkan birokrasi. Cara pertama, dilakukan dengan memperluas
misi birokrasi. Pada saat pemerintah membentuk satuan birokrasi tertentu
biasanya pemerintah memiliki gambaran yang jelas mengenai misi yang akan
diemban oleh satuan birokrasi itu .Misi itu juga yang menjadi alasan dibentuknya
sebuah atau beberapa satuan birokrasi. Namun, setelah terbentuk para pejabat di
birokrasi itu untuk selanjutnya cenderung memperluas misi birokrasi. Alasan
utama yang mendorong mereka memperluas misi birokrasi tidak lain adalah
keinginan para pejabat itu untuk dapat mengakses kekuasaan dan anggaran yang
lebih besar. Cara kedua , untuk membengkakkan birokrasi adalah dengan
melakukan kegiatan di luar misinya. Tindakan seperti ini banyak sekali dilakukan
oleh satuan-satuan birokrasi, baik di pemerintah pusat maupun daerah.
Munculnya inisiatif untuk membengkakkan birokrasi juga disebabkan oleh cara
pengalokasian anggaran yang berorientasi pada input. Karena alokasi anggaran
didasarkan pada input, maka birokrasi dan para pejabatnya yang ingin
memperoleh anggaran besar cenderung memperbesar input. Cara termudah untuk
memperbesar input adalah dengan menciptakan banyak kegiatan.

d. Pembengkakan Anggaran

Terdapat beberapa alasan mengapa hal ini sering terjadi yaitu:semakin


besar anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan semakinbesar pula peluang
untuk memark-up anggaran, tidak adanya kejelasan antara biaya dan pendapatan
dalam birokrasi publik,terdapatnya tradisi memotong anggaran yang diajukan
pada proses perencanaan anggaran sehingga memunculkan inisiatif pada orang
yang mengajukan anggaran untuk melebih-lebihkan anggaran, dan kecenderungan
birokrasi mengalokasikan anggaran atas dasar input.Pembengkakan anggaran
akan semakin meluas ketika kekuatan civil society lemah dalam mengontrol
pemerintah.

e. Fragmentasi Birokrasi

Fragmentasi adalah pengkotat-kotakan birokrasi ke dalam sejumlah satuan


yang masing-masing memiliki peran tertentu. Fragmentasi birokrasi memiliki
beberapa interpretasi. Pragmentasi birokrasi dapat menunjukkan derajat
spesialisasi dalam birokrasi. Dalam konteks ini pembentukan satuan-satuan
birokrasi didorong oleh keinginan untuk mengembangkan birokrasi yang mampu
merespons permasalahan publik yang cenderung semakin kompleks.
Namun, fragmentasi birokrasi yang tinggi juga dapat disebabkan oleh
sejumlah motif lainnya. Pemerintah mengembangkan satuan birokrasi dalam
jumlah banyak bias saja bukan karena keinginan pemerintah untuk merespon
kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara efisien dan efektif, melainkan karena
adanya tujuan tertentu. Fragments ibirokrasi juga menciptakan masalah dalam
manajemen pemerintahan,terutama dalam meningkatkan koordinasi kegiatan
pemerintahan dan pelayanan publik. Setiap kegiatan pemerintahan yang
melibatkan lebih dari satu instansi selalu memunculkan masalah koordinasi oleh
karena masih tingginya egosektoral antar instansi yang disebabkan adanya
anggapan masing-masing instansi memiliki wewenang tinggi terhadap suatu
kegiatan lintas sektoral. Semakin banyak instansi yang terlibat menyebabkan
koordinasi menjadi semakin kompleks dan semakin sulit dilakukan.

Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (1994) dalam bukunya ”Patologi Birokrasi : Analisis,
Identifikasi dan Terapinya” menyebut serangkaiancontoh patologi birokrasi yang lazim
dijumpai dapat dikategorikan dalam 5 (lima) macam yaitu :

1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial para pejabat
dilingkungan birokrasi (birokrat). Diantara patologi jenis ini antaralain,
penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menerima suap,arogansi dan intimidasi,
kredibilitas rendah, dan nepotisme.

2. Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan ketrampilan


para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional.Diantara patologi jenis ini
antara lain, ketidak telitian dan ketidak cekatan, ketidak mampuan menjabarkan
kebijakan pimpinan,rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah,
tidak produktif, dan kebingungan.

3. Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar
norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diantara patologi
jenis ini antara lain, menerima suap,korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark
up anggaran
4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat
disfungsional atau negatif. Diantara patologi jenis ini antaralain, bertindak
sewenang-wenang, konspirasi, diskriminatif, dan tidakdisiplin.

5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di


lingkungan pemerintah. Diantara patologi jenis ini antaralain, eksploitasi
bawahan, motivasi tidak tepat, beban kerja berlebihan,dan kondisi kerja kurang
kondusif.

2.4 SOLUSI UNTUK PATOLOGI BIROKRASI

Untuk mengatasi patologi birokrasi, seyogyanya seluruh lapisan masyarakat saling bahu-
membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses pemerintahan bersama dengan sebaik-
baiknya. Solusi dari patologibirokrasi tidak akan menjadi obat yang mujarab jika seluruh
lapisanmasyarakat tidak saling mendukung. Hal ini dikarenakan setiap elemenbaik dari
pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan pihak swasta memiliki keterkaitan yang
sangat erat dalam berjalannya pemerintahan yang baik. Adapun solusi yang ditawarkan untuk
mengatasi patologibirokrasi antara lain adalah :

1. Perlu adanya reformasi administrasi yang global. Artinya reformasi administrasi


bukan hanya sekedar mengganti personil saja, bukan hanya merubah nama intansi
tertentu saja, bukan hanya mengganti papan nama di depan kantor saja, atau bukan
hanya mengurangi atau merampingkan birokrasi saja, tetapi juga melakukan
reformasi padahal yang tidak kasat mata seperti upgrading kualitas birokrat, sekolah
moral, dan merubah cara pandang birokrat terhadap dirinya dan institusi bahwa
birokrasi merupakan suatu alat pelayanan publik dan bukan untuk mencari
keuntungan.Peran kualitas sumber daya aparatur sangat mempengaruhi kualitas
pelayanan, untuk itu kemampuan kognitif yang bersumber dari intelegensi dan
pengalaman,skill atau keterampilan, yang didukung oleh sikap (attitude) merupakan
faktor yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah patologi birokrasi yang
berhubungan dengan pelayanan publik di Indonesia. Untuk itu pelatihan diharapkan
mampu menjadi progeam yang berkelanjutan agar sumber daya aparatur memiliki
kecerdasan internal, emosional, dan spiritual sebagai landasan dalam pelayanan
publik.

2. Pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas .Kekuatan


hukum sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk kejahatan dan
penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa para
koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini dikarenakan
hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang telah diperbuat.
Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan dengan cara kepemimpinan yang
adil dan kuat, alat penegak hukum yang kuat dan bersih dari kepentingan politik, dan
adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam
birokrasi. Di Indonesia salah satu kekuatan hukum dalam pelaksanaan birokrasi
pemerintahan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, dimana dalam undang-undang ini mengatur juga tentang
sistem manajemen ASN yaitu sistem merit . Diharapkan dengan penerapan undang-
undang ini birokrat dalam hal ini ASN dapat melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara baik dan benar dan menerapkan sikap netralitas dalam
segala bidang, dan mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan.

3. Menciptakan sistem akuntabilitas dan transparansi. Kurangnya rasa bertanggung


jawab yang ada dalam birokrasi membuat para birokrat semakin berani untuk
menyeleweng dari hal yang semestinya dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari
atas merupakan alat dari penciptaan akuntabilitas dan transparansi ini. Pembentukan
E- Government diharapkan mampu menambah transparansi sehingga mampu
memperkuat akuntabilitas para birokrat.

4. Menegakkan Good Governance.

Merubah Patologi Birokrasi Melalui Prinsip Good Governance , Mar'ie


Muhammad (Media Transparansi1998) menyatakan bahwa good governance itu
ada jika pembagiankekuasaan ada. Jadi ada disperse of power , bukan concentrate of
power Good governance sama dengan disperse of power , pembagian kekuasaan di
tambah akuntabilitas publik dan transparansi publik. Jadi kalau tidak ada prinsip ini,
good governance perlu untuk menekan penyalahgunaan kekuasaan atau
kewenangan yang biasanya itu menimbulkan korupsi. Dan korupsi itu selalu abuse of
power . Semakin tinggi kualitas dari good governance , semakin rendah
korupsi.Sebaliknya semakin rendah kualitas good governance , korupsi nyasemakin
tinggi. Dari penyataan di atas tergambar dengan jelas betapaprinsip-prinsip good
governance dapat mencegah patologi birokrasiterutama dalam hal korupsi, kolusi
dan nepotisme.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Secara umum, patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara yang muncul
akibat perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang
menyangkut politis, ekonomis,social cultural dan teknologikal. Salah satu faktor penyebab
timbulnya patologi birokrasi yang paling dominan adalah disebabkan rendahnya
akhlak/moralitas aparatur. Rendahnya akhlak/moralitas aparatur menunjukan rendahnya atau
tidak dipergunakannya norma-norma etika sebagai acuan dalam berpikir, betindak dan
berperilaku dalam pelaksanaan tugas pekerjaan di bidangnya.

Moralitas merupakan suatu dorongan dari/untuk melakukan suatu sistem atau


etika,sehingga semakin tinggi kadar moralitas seseorang semakin kuat pola dorongan
melaksanakan nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-harinya. Demikian pula sebaliknya
kadar moralitas yang rendah, maka dorongan penerapan nilai-nilai etika semakin rendah
pula. Menurut Dwiyanto (2011:97) , jenis – jenis patologi birokrasi antara lain adalah :

1. Birokrasi paternalistis;

2. Prosedur yang berlebihan;

3. Pembengkakan birokrasi; pembengkakan anggaran; dan

4. Fragmentasi birokrasi.

Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (1994) , patologi birokrasi yang lazim
dijumpai dapat dikategorikan dalam 5 (lima) macam yaitu :

1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial parapejabat


dilingkungan birokrasi (birokrat);
2. Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan ketrampilan
para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional;

3. Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar
norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat


disfungsional atau negatif; dan

5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di


lingkungan pemerintah.

Solusi yang ditawarkan dalam mengatasi masalah patologi birokrasi adalah :

1. Perlu adanya reformasi administrasi yang global;

2. Pembentukan kekuatan hukum dan perundang-undangan yang jelas;

3. Menciptakan sistem akuntabilitas dan transparansi; dan

4. Menegakkan good governance.

3.2 SARAN

1. Patologi birokrasi harus diatasi dengan aturan, sistem dan komitmen pengelolaan yang
berorientasi melayani, bukan dilayani, mendorong,bukan menghambat, mempermudah,
bukan mempersulit, sederhana,bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang, bukan
hanya untuk segelintir orang. Pemerintah harus merubah paradigma lamanya dari yang
dilayani menjadi pelayanan dan pengabdi masyarakat.

2. Penguatan kelembagaan untuk meningkatkan pengelolaan kualitas pelayanan pubik ini


ditujukan pada pelayanan publik dengan model satu pintu dan pelayanan yang berbasis
pada pelayanan administrasi dokumen.

3. Peningkatan kualitas pelayanan publik diwujudkan melalui terbentuknya komitmen moral


yang tinggi dari seluruh aparatur daerah dan dukungan stakeholder lainnya.
4. Selain kepemimpinan dan tim yang tangguh, peningkatan pelayanan publik juga
dipengaruhi oleh aspek kejelasan dan kepastian proses pelayanan seperti prosedur
(mekanisme), biaya, hasil yang diperolehdan waktu.

5. Sumber daya yang ada merupakan daya dukung yang signifikan demi lancarnya
pelayanan yang berkualitas. SDM atau karyawan yang terampil, memiliki wawasan serta
sisi kemanusiaan yang kuat misalnya empati adalah faktor utama dari sumber daya yang
harus dimiliki terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus. 2015. Reformasi Birokrasi Kontekstual . Yogyakarta:Gajah Mada


University Perss.

Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik MelaluiReformasi Birokrasi


. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Thoha, Miftah, MPA.Prof.DR. 2003. Birokrasi dan Politik Di Indonesia . Jakarta:


Penerbit Graha Grafindo.

Siagian, P. Sondang.1994. Patologi Birokrasi Analisis Identifikasi danTerapinya .


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Novianti, Piping. Patologi Birokrasi Di Indonesia . Diakses 22 November2018, 10.07


WITA, darihttps://pipingnoviati.wordpress.com/2011/12/22/patologi-birokrasi-di-indonesia-2/

Kansil,M, Kansil.Patologi Birokrasi Dalam Pelaksanaan Pemerintahan .Diakses 22


November 2018, 10.31 WITA, darihttp://ojenkansil.blogspot.com/2013/06/patologi-birokrasi-
dalam-pelaksanaan.html

Ramadhani, Ari. Patologi Birokrasi. Diakses 26 November 2018, 16.06WITA,


darihttp://sedaobagann.blogspot.com/2017/10/makalah-patologi-birokrasi.html

Anda mungkin juga menyukai