Anda di halaman 1dari 14

TEORI DASAR BIROKRASI

DEVI OCTAVIANI (S1A120109)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Birokrasi telah ada sejak zaman kuno dan telah berperan dalam berbagai sistem

pemerintahan dan organisasi. Sebagai contoh, di zaman Mesir Kuno, birokrasi digunakan

untuk mengelola administrasi, perpajakan, dan proyek konstruksi seperti pembangunan

piramida. Di Yunani Kuno, Athena menjadi contoh awal birokrasi, dengan penggunaan

pejabat publik dan pengelolaan keuangan yang terorganisir. Memahami perkembangan

dan evolusi birokrasi dalam sejarah dapat memberikan landasan penting untuk memahami

teori dasar birokrasi. Salah satu kontribusi paling signifikan dalam pengembangan teori

dasar birokrasi datang dari Max Weber, seorang sosiolog dan teoretikus Jerman pada awal

abad ke-20.

Weber mengamati birokrasi dalam konteks munculnya kapitalisme modern dan

mengembangkan konsep rasionalitas hukum, pemisahan kekuasaan, dan spesialisasi tugas

dalam birokrasi. Pemikiran Weber menjadi dasar penting dalam memahami bagaimana

birokrasi bekerja dan bagaimana ia mempengaruhi organisasi dan pemerintahan.

Pertumbuhan pemerintahan modern seiring dengan perluasan peran negara dalam

masyarakat telah menyebabkan peningkatan kompleksitas administrasi dan birokrasi.

Sebagai tanggapan terhadap tantangan tersebut, para ahli administrasi publik dan teori

organisasi telah mengembangkan pemikiran tentang teori dasar birokrasi. Pemahaman

latar belakang pertumbuhan birokrasi modern dan kompleksitas yang melibatkan

berbagai tugas dan fungsi dapat membantu menjelaskan mengapa teori dasar birokrasi

penting dalam konteks pemerintahan dan organisasi saat ini.


Teori dasar birokrasi menekankan pentingnya efisiensi dan keamanan dalam

pengelolaan organisasi dan pemerintahan. Dalam masyarakat yang kompleks dan

terorganisir, birokrasi memainkan peran kunci dalam menyediakan struktur, aturan, dan

prosedur yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan menjaga ketertiban.

Memahami latar belakang ini membantu menggambarkan mengapa teori dasar birokrasi

menjadi penting dalam mengelola sumber daya manusia, keuangan, dan operasional

secara efisien. Meskipun birokrasi memiliki keuntungan dalam menyediakan efisiensi dan

stabilitas, juga ada kritik yang berkembang terhadap birokrasi. Beberapa kritikus

berpendapat bahwa birokrasi dapat menjadi lamban, tidak responsif terhadap perubahan,

dan terlalu terikat pada prosedur formal. Pemahaman latar belakang ini membantu

memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang tantangan dan kritik terhadap birokrasi

dan relevansinya dalam konteks modern.

PEMBAHASAN

Sebagai suatu bentuk institusi, birokrasi telah ada sejak lama. keberadaannya

terlihat ketika munculnya masalah-masalah publik tertentu yang penanganannya

membutuhkan koordinasi dan kerjasama dari orang yang banyak dengan berbagai

keahlian dan fungsi. Seperti ketika membangun dan mengatur saluran-saluran air ke

seluruh penjuru negeri pada jaman Mesir Kuno telah melahirkan birokrasi skala besar

yang pertama di dunia. Selain di Mesir, peradaban kuno lainnya juga membentuk

birokrasi untuk menunjang pengaturan dan pengorganisasian kota.

Hal ini sebagaimana yang ditemui di Roma dan Cina pada masa Dinasti Han, di

mana pengaturan birokrasinya mendasarkan diri pada ajaran-ajaran Confucius tentang

kepegawaian. Seiring dengan bertambah kompleksnya masalah dan hal yang harus diatur,

kemunculan organisasi-organisasi birokratis kemudian menjadi semakin bertambah


banyak dan semakin dirasakan sebagai hal yang urgen di era modern. Dalam bentuknya

yang modern, birokrasi pertama kali muncul di Perancis pada abad ke-18. Kemudian di

abad ke-19, Jerman menjadi negara yang paling sukses dalam mengembangkan birokrasi

modern yang rasional dan disiplin, sampaisampai negara-negara Eropa yang lain menjadi

iri kepadanya. Dalam hubungannya dengan era modern, memang birokrasi seolah-olah

menjadi paket yang tak terpisahkan dalam setiap pembangunan masyarakat modern.

Keberadaan birokrasi menjadi norma yang tak terelakkan bagi setiap tatanan masyarakat

modern yang dinamis dan rasional. Tanpa kehadiran birokrasi, tak dapat dibayangkan

bagaimana suatu pemerintahan akan mengimplementasikan kebijakannnya.

Tanpa birokrasi, juga tak terbayangkan pula bagaimana populasi manusia yang

padat yang mendiami suatu wilayah tertentu akan dapat diatur. Birokrasi merupakan

faktisitas institusional masyarakat modern. Birokrasi bukanlah institusi sederhana yang

tak perlu diproblematisasikan lebih lanjut. Secara alami, sebagai institusi yang memiliki

tugas dan fungsi yang kompleks memberikan justifikasi yang lebih dari cukup bahwa

keberadaannyadilandasi oleh suatu perencanaan yang rasional dan sistematis. Demikian

pula, dalam operasionalisasinya tak jarang birokrasi memberikan pengaruh yang besar

bagi aktor-aktor sosial yang ada di luar birokrasi.

Konsep Dasar Birokrasi

Konsep dasar birokrasi tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber

sosiolog ternama asal Jerman dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social

Organization” yang dikenal melalui ideal-type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini

yang sering di adopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di

Indonesia. Konsepsi birokrasi yang dikemukakan Max Weber tersebut dilihat dari
legitimasi kekuasaan yang ada, yang kemudian dibagi ke dalam tiga kategori (1947: 57),

yaitu :

1. Rational-legal authority (Otoritas Legal Rasional) yaitu otoritas dimana

legitimasi yang didasarkan pada keyakinan akan alat hukum yang diciptakan

secara rasional dan juga pada kewenangan seseorang yang melaksanakan tata

hukum sesuai prosedur. Weber yakin bahwa otoritas ini dapat diandalkan karena

ini merupakan bentuk otoritas yang paling memuaskan dari segi teknis.

2. Traditonal authotiy (Otoritas Tradisional) yaitu otoritas dimana sebuah legitimasi

yang bertumpu pada kepercayaan dan rasa hormat pada tradisi dan masing-

masing pengemban tradisi. Menurut weber otoritas ini merupakan sarana

ketidaksetaraan yang diciptakan dan dipelihara karena jika tidak ada yang

menentang otoritas ini maka pemimpin atau kelompok pemimpin akan tetap

dominan.

3. Charismatic type (Otoritas Kharismatik) yaitu otoritas dimana legitimasi

dilandaskan kepada charisma yang dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga ia

dihormati dan dikagumi oleh pengikutnya.

Asas Birokrasi

Birokrasi merupakan sebuah organisasi dalam pemerintahan yang merupakan

rantai administrasi untuk mendukung pencapaian tujuan pemerintahan itu sendiri, yaitu

pelayanan kepada masyarakat. Organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan

kebutuhan, harus didasarkan pada asas-asas yang diterapkan dalam organisasi tersebut

dengan kata lain birokrasi yang baik harus didasarkan pada asas-asas yang diterapkan.

Berikut ini merupakan asas-asas kepemerintahan yang baik menurut Sedarmayanti (2009:

277), yaitu :
1. Mengikutsertakan semua masyarakat;

2. Transparan dan bertanggung jawab;

3. Efektif dan adil;

4. Menjamin adanya supremasi hukum;

5. Menjamin prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi berdasarkan pada

konsensus masyarakat.

6. Memerhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses

pengambilan keputusan, termasuk menyangkut alokasi sumber daya

pembangunan.

Model Birokrasi Weberian

Berdasarkan terminologi ilmu politik, dikenal empat model birokrasi yang

umumnya ditemui dalam praktek pembangunan dunia ketiga, yaitu : Weberian,

Parkinsonan, Jacksonian, dan Orwellian .

Istilah birokrasi Weberian ini diambil dari nama Max Weber sesorang sosiolog

Jerman, yang juga merupakan seorang penggagas konsep birokrasi modern. Birokrasi

Weberian dianggap cocok dalam penelitian ini karena mengaplikasikan prinsip-prinsip

organisasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, biasanya

masalah admisnistrasi yang kompleks dan ruwet terdapat pada organisasi besar seperti

organisasi pemerintah.

Weber dikenal dengan konsepnya mengenai tipe ideal bagi sebuah otoritas legal

rasional, otoritas legal rasional disini adalah birokrasi. Menurut Weber (1947: 330)

kriteria-kriteria tipe ideal birokrasi yaitu :

1. “A continous organization of official functions bound by rules”. Tugas-tugas

pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan.


2. “A specific sphere of competence”. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-

bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya di bidang yang kompeten,

yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi.

3. “The organization of officers follows the principle of hierarchy”. Jabatan-jabatan

tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan

pengaduan.

4. “The rules which regulate the conduct of an office may be technical rules or

norms”. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis

sesuai dengan aturan dan norma.

5. “The members of the administratitive staff should be completely separated from

ownership of the means of production or administration”. Anggota sebagai

sumber daya organisasi berbeda atau terpisah dengan anggota sebagai individu

pribadi.

6. “There is also a complete absence of appropriation of his official position by the

incumbent”. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.

7. “Administrative act’s, decision, and rules are formulated and recorded in

writing”. Administrasi didasarkan pada dokumendokumen tertulis dan hal ini

cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern.

8. “Legal authority can be exercised in a wide variety of different forms which will

be distinguished and discussed later”.

Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada

bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Lebih spesifik lagi Weber (1947: 333) menjelaskan kriteria tentang staf administrasi yang

menduduki sebuah birokrasi, yaitu :


1. “They are personally free and subject to authority only with respect their

impersonal official obligations”. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadi,

dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan

mereka.

2. “They are organized in a clearly defined hierarchy of offices”. Terdapat hirarki

jabatan yang jelas.

3. “Each office has a clearly defined sphere of competence in the legal sense”.

Setiap kantor memiliki fungsi-fungsi jabatan yang ditentukan secara tegas dan

legal.

4. “The office is filled by free contractual relationship”. Para anggota staf diangkat

berdasarkan suatu kontrak yang bebas.

5. “Candidates are selected on the basis of technical qualification. Para anggota staf

dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu

diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian.

6. “They are remunerated by fixed salaries in money, for the most part with a right

to pensions”. Para anggota staf memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-

hak pensiun.

7. “The office is treated as the sole”. Kantor adalah lapangan kerja yang utama bagi

para anggota staff untuk memenuhi kewajibannya.

8. “It constitutes a career”. Merupakan suatu struktur karir dan promosi

dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian serta menurut pertimbangan

keunggulan.

9. “The official works entirely separated from ownership and without appropriation

of his position”. Para anggota staf bekerja secara terpisah dari pemilikmya dan

tanpa pemberian hak lebih karena posisi jabatannya.


10. “He is subject to strict and systematic discipline and control in the conduct of the

office”. Para anggota staf tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam

di kantor.

Selain mengemukakan konsepsi legitimasi dan mengemukakan delapan penyusunan

sistem otoritas legal. Weber mengemukakan ciri-ciri birokrasi sebagai berikut.

1. Para anggota staf menjalankan tugas secara impersonal. Hal ini dimaksudkan

para anggota organisasi di birokrasi secara pribadi bebas bekerja, tidak ada

keterikatan hubungan antaranggota keluarga baik itu bawahan maupun atasan.

Keterikatan semata-mata karena terjadinya hubungan tugas atau pekerjaan yang

satu sama lain sering berkaitan, bahkan mungkin juga terpisah, namun tetap ada

hubungan kerja. Tugas-tugas dilaksanakan sesuai dengan peraturan hukum dan

diterapkan tanpa pandang bulu. Tidak ada diskriminasi dalam pelayanan dan

memperlakukan “pelanggan” dengan adil sesuai dengan aturan yang berlaku. Di

samping itu, mereka diharuskan taat kepada pimpinan. Atasannya harus ditaati

perintahnya dan kepada merekalah harus mempertanggungjawabkan hasil

pekerjaannya. Keterikatan semata-mata dengan tugas dan jabatanmasing-m.

2. Ada hierarki jabatan yang jelas.

Birokrasi bekerja dalam suatu struktur organisasi yang tersusun secara hierarkis

(berjenjang), di mana setiap jenjang sudah ditetapkan bidang tugasnya masing-

masing. Setiap jenjang adalah bagian dari sistem organisasi secara keseluruhan,

yang diisi oleh pejabat-pejabat dengan tugas dan fungsi masing-masing yang

dapat dipisahkan secara jelas antara tugas pejabat yang satu dengan pejabat yang

lain. Namun demikian, tanggung jawab akhir berada pada pimpinan puncak

organisasi tersebut, karena kewenangan yang diberikan pada pejabat di asing,


lepas dari rasa senang atau tidak kepada atasannya. bawahnya merupakan

pelimpahan yang bersumber dari pimpinan tertinggi (top manager).

3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara rinci.

Maksudnya adalah atasan mempunyai hak untuk memerintah dan diberi

wewenang untuk mengatur bawahan dan diatur secara tertulis sebagai peraturan

organisasi. Di pihak lain, bawahan menyadari bahwa ia dibina dan diawasi oleh

atasannya, dan mempunyai kewajiban mempertanggung jawabkan hasil-hasil

pekerjaan kepada atasannya. Selain itu, adanya pengaturan fungsi-fungsi jabatan

secara tegas adalah untuk menghindari kesalahan tugas yang bukan menjadi

tanggung jawabnya. Oleh karena itu, fungsi-fungsi jabatan harus terurai secara

jelas dan rinci sehingga tidak ada pekerjaan yang terbengkalai karena tidak tertera

dalam uraian tugas masing-masing pejabat yang menduduki posisi tertentu.

4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak. Maksudnya adalah para pejabat

yang disebut sebagai birokrat adalah tidak selamanya akan menjadi birokrat

karena ada batas waktu yang di Indonesia lazim disebut waktu pensiun pada batas

usia tertentu. Untuk pejabat struktural pensiun pada usia 56 tahun, dan untuk

tenaga fungsional pensiun pada usia 65. Jadi, pada dasarnya ada batas waktu

kapan diangkat sebagai birokrat dan kapan harus berhenti sebagai birokrat.

Demikian juga gaji juga diatur sesuai golongan atau pangkat tertentu. Semakin

tinggi gaji menunjukkan golongan/pangkat lebih tinggi, dan masa kerja juga

diperhitungkan dalam penentuan banyaknya gaji yang harus diterima seseorang.

Semua itu sudah tertera dalam ketentuan, di mana seseorang yang akan masuk ke

dalam lingkungan birokrasi sudah mengetahuinya. Ketentuan-ketentuan itu

adalah ikatan kontrak yang harus dijalani oleh seorang birokrat sampai akhir

masa tugasnya.
5. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional. Artinya bahwa untuk

pengangkatan seseorang pejabat harus didasarkan pada kebutuhan organisasi Bila

organisasi membutuhkan ahli di bidang manajemen keuangan, misalnya, harus

diisi pejabat yang berpengetahuan keuangan, membutuhkan keterampilan di

bidang teknik sipil harus dicarikan insinyur teknik sipil dan seterusnya. Dengan

demikian, ada spesialisasi kerja sesuai dengan bidang tugas dan keahlian

seseorang sehingga dapat bekerja dengan efektif dan profesional. Inilah yang

dikatakan Weber bahwa ciri birokrasi yang rasional atau ideal harus mempunyai

salah satu syarat yang demikian. Untuk mengetahui keahlian (spesialisasi) yang

ada pada seseorang pejabat dapat dilihat dari ijazah formal yang dipunyai oleh

pejabat tersebut.

6. Gaji diberikan atas dasar peraturan umum yang telah ditetapkan.

Gaji berjenjang menurut kedudukan dalam hierarki organisasi. Pejabat dapat

menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu ia dapat diberhentikan

atau dimutasikan. Sistem penggajian dan besarnya gaji merupakan salah satu

implementasi dari hal yang telah disampaikan sebelumnya bahwa birokrat

diangkat berdasarkan kontrak. Selain dimaksudkan masa kerja terbatas, juga gaji

yang diatur sesuai aturan yang berlaku kemudian setelah mencapai usia tertentu

berhenti sebagai pejabat atau pensiun di mana setelah habis masa jabatan sebagai

birokrat ia diberi hak-hak pensiun di mana gaji tetap diterima tetapi dengan

persentase kurang dari masa sewaktu masih dinas. Kesemuanya diatur dalam

aturan sebagai dokumen-dokumen tertulis sehingga dapat menjadi pedoman

dalam menjalankan organisasinya. Pemberhentian tidak harus pada usia tertentu

tetapi dalam keadaan-keadaan yang dianggap oleh pejabat yang mempunyai

otoritas merugikan organisasi bisa diberhentikan sewaktu-waktu sesuai dengan


besar kecilnya kesalahan. Pejabat juga dapat berhenti atas kemauan pejabat itu

sendiri dengan berbagai alasan. Hak-hak pensiun juga berbeda antara pejabat

yang bekerja sampai usia pensiun dengan pejabat yang minta pensiun. Karena

masa bekerjanya berbeda maka dalam menentukan tunjangan pensiun juga

berbeda, biasanya bagi yang pensiun cepat akan mendapat tunjangan pensiun

secara persentase lebih sedikit daripada yang mencapai usia pensiun maksimal.

7. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.

Maksudnya adalah pejabat itu seharusnya menekuni dan bekerja dengan

sungguh-sungguh agar tujuan organisasi tercapai secara optimal dan efisien. Di

samping itu, jabatan itu merupakan ladang atau sumber penghasilan utama

keluarga si pejabat tersebut, di mana ada kemungkinan pekerjaan di luar jabatan

itu sebagai pekerjaan sampingan yang harus dinomorduakan. Hal yang utama

adalah pekerjaan yang mereka jabat sekarang sebagai anggota organisasi

birokrasi. Inti dari keterangan ini adalah, siapa pun yang diberi jabatan sebagai

birokrat harus bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak sekadarnya, harus ada rasa

ikut memiliki dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap yang dilakukan

sehubungan dengan tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab yang diembannya.

8. Terdapat jenjang karier, di mana promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas

maupun keahlian (merit) dan menurut pertimbangan keunggulan (superior).

Dalam organisasi, manusia adalah sebagai penggerak jalannya organisasi dan

sekaligus pelaksana tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu, untuk dapat

menggerakkan dan mengarahkan orang-orang yang menjadi sumber daya

organisasi, diatur sedemikian rupa sehingga termotivasi untuk bekerja lebih

berprestasi dan lebih produktif sehingga organisasi akan efisien. Berbagai cara

untuk menggerakkan semangat kerja mereka adalah dengan diaturnya jenjang


karier yang jelas dan persyaratan-persyaratan promosi yang jelas sehingga

apabila ada seorang pejabat naik pangkat atau jabatan, selalu didasarkan pada

hasil penilaian yang objektif. Hal ini untuk menghindari terjadinya iri hati dan

sakit hati atau perasaan unsur sentimen, sukuisme, nepotisme, dan lain-lain yang

sifatnya subjektif. Contoh persyaratan yang objektif adalah latar belakang

pendidikan, kecakapan kerja, senioritas, pangkat, keahlian, loyalitas, kerja sama,

dan kedisiplinan. Unsur-unsur tersebut dapat dijadikan sebagai dasar

pertimbangan seorang pejabat untuk dipromosikan.

9. Sering terjadi penempatan jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya.

Maksudnya adalah sering terjadi bahwa jabatan diisi oleh orang-orang yang tidak

cocok dengan keahliannya. Jika hal ini terjadi maka si pejabat itu akan bekerja

kurang efektif dan kurang optimal sehingga tidak bisa berkembang dan akan

mempengaruhi keberhasilan organisasi. Inilah ciri-ciri organisasi yang tidak

efektif dalam melaksanakan tugasnya, dan dikatakan Weber sebagai ciri-ciri kerja

birokrat yang tidak rasional atau tidak ideal. Tidak cocok dengan posnya bisa

diartikan bahwa pejabat yang menduduki jabatan tersebut tidak senang dengan

jabatan yang ia jabat sekarang, tidak berpengalaman, dan tidak mempunyai latar

belakang pendidikan yang dibutuhkan. Keadaan seperti ini pun dapat

mempengaruhi tujuan organisasi karena seseorang bekerja tidak optimal, atau

karena pekerjaan yang kurang disenangi. Oleh karena itu,, orangorang yang

mempunyai otoritas hendaknya dapat menempatkan orangorang dalam organisasi

sesuai dengan profesinya, bakatnya, dan sesuai pula dengan yang dikehendaki

orang yang menjabat tersebut.

10. Tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.


Artinya, bahwa para anggota organisasi birokrasi harus tunduk pada aturan yang

ada, bekerja berdasarkan aturan (regulasi) yang berlaku. Tunduk pada aturan juga

pedoman-pedoman kerja sehingga aturan atau pedoman harus ditegakkan dan

berfungsi juga sebagai alat kontrol atau pengawasan. Jika ia melanggar berarti

dirinya telah menyimpang dari aturan atau indisipliner. Fungsi pengawasan akan

bekerja dengan cara membandingkan antara tindakan dengan regulasi yang

berlaku. Selanjutnya, jika benar-benar pejabat menyimpang dari regulasi yang

berlaku, ia harus sadar dan cepat mengoreksi dirinya terhadap aturan yang

berlaku. Inilah yang dimaksud bahwa ada kontrol yang seragam dalam organisasi

atas bekerjanya aparat birokrasi.

Model Birokrasi Parkinsonian

Birokrasi Parkinsonian merupakan model birokrasi dengan memperbesar sosok

kuantitatif birokrasi. Parkinsonian dilakukan dengan mengembangkan jumlah anggota

birokrasi untuk meningkatkan kapabilitasnya sebagai alat pembangunan. Di satu sisi,

Parkinsonian dibutuhkan untuk mengakomodasikan perkembangan masyarakat yang

semakin maju, di sisi lain Parkinsonian dibutuhkan untuk mengatasi persolan-persoalan

pembangunan yang makin bertumpuk (Eep Saefulloh Fatah, 1998: 192).

Model Birokrasi Jacksonian

Birokrasi Jacksonian merupakan model birokrasi yang menjadikan birokrasi

sebagai akumulasi kekuasaan negara dan menyingkirkan masyarakat di luar birokrasi dari

ruang politik dan pemerintahan. Jacksonian, sebenarnya diambil dari nama seorang

jenderal militer yang tangguh dan seorang negarawan yang terkenal sebagai mantan

Presiden Amerika Serikat yang ke-7 (1824-1932) – menjabat dua kali – yaitu Andrew

Jackson (Eep Saefulloh Fatah, 1998: 194).


Model Birokrasi Orwellian

Birokrasi model Orwellian ini merupakan model yang menempatkan birokrasi

sebagai alat perpanjangan tangan negara dalam menjalankan kontrol terhadap

masyarakat. Ruang gerak masyarakat menjadi terbatas, sepertinya ”bernafas” saja

dikontrol oleh birokrasi. Hal itu dikarenakan dalam berbagai hal terkait dengan kehidupan

masyarakat harus meminta ijin kepada birokrasi. Orwell menggambarkan birokrasi

semacam itu di Amerika Serikat. Pada waktu Ronald Reagen menjabat presiden (1981), ia

mengadakan pemangkasan terhadap birokrasi. Pada waktu itu di Amerika Serikat untuk

mengurusi hamburger saja, ada ratusan peraturannya yang berimplikasi pada semakin

banyaknya jumlah pegawai. Untuk itu diadakan pemangkasan dan pegawainya dikurangi

(Eep Saefulloh Fatah, 1998: 195).

DAFTAR PUSTAKA

Eep Saefulloh, Fatah. 1998. Bangsa Yang Menyebalkan: Catatan Tentang kekuasaan Yang

Pongah. Bandung: Rosda.

Sedarmayanti, M.Pd,. APU. 2009, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.

Bandung : Penerbit Mandar Maju.

Weber, Max, 1947. From Max Weber: Essays in Sociology. Edited by H.H. Gerth and C.

Wright Mills. New York: Oxford University Press.

Anda mungkin juga menyukai