Anda di halaman 1dari 15

SOSIOLOGI HUKUM

KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA JESSICA KUMALA WONGSO TERHADAP


WAYAN MIRNA SALIHIN

OLEH KELOMPOK 7 ;

1. YUNITA APRILIANI TAMBENGI C1B121046

2. WA ODE RENI SUKMAWATI C1B121110

3. RISKI DIAN SAPUTRI C1B121036

4. FIRMAN MANE C1B121010

5. SAJEL C1B121094

6. RIKA C1B121034

PRODI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembunuhan adalah perampasan atau penghilangan nyawa seseorang oleh orang lain
yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh fungsi vital anggota badan karena
berpisahnya roh dengan jasad korban. Pembunuhan merupakan perbuatan keji dan biadab,
serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar.

Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang dengan sengaja maupun
tidak, menghilangkan nyawa orang lain. Perbedaan melakukan perbuatan tindak pidana
pembunuhan ini terletak pada akibat hukumnya, ketika perbuatan tindak pidana pembunuhan
ini dilakukan dengan sengaja ataupun direncanakan terlebih dahulu maka akibat hukum yaitu
sanksi pidananya akan lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana pembunuhan yang
dilakukan tanpa ada unsur-unsur pemberatan yaitu direncanakan terlebih dahulu.

Pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan dengan
direncanakan terlebih dahulu, kejahatan ini dinamakan pembunuhan dengan direncanakan
lebih dahulu, antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksaannya itu masih ada
tempo bagi pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah
pembunuhan ini akan dilakukan. Dalam beberapa kasus telah banyak terjadi pembunuhan
baik itu pembunuhan disengaja maupun tidak sengaja. Salah satu contoh adalah kasus
pembunuhan yang terjadi pada tahun 2016 di Jakarta Pusat yang banyak menyita perhatian
masyarakat indonesia. Pembunuhan yang berlangsung tragis ini akhirnya berakhir di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan di putus dengan Nomor Putusan
777/Pid.B/2016/Jkt.Pst.S

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 777/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst Adalah


Putusan atas nama terdakwa Jessica Kumala Wongso yang telah divonis hakim dengan
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun atas tindak pidana pembunuhan sengaja dan berencana.
Pembunuhan berencana merupakan salah satu jenis pembunuhan dimana memuat unsur yang
memberatkan (gequalificeerde doodslag), yaitu yang berupa unsur perencanaan
(voorbedachte raad).

Unsur subyektif dalam pasal 340 yaitu pertama unsur dengan sengaja yaitu hilangnya
nyawa seseorang harus dikehendaki, harus menjadi tujuan. Suatau perbuatan dilakukan
dengan maksud atau tujuan atau niat untuk menghilangkan jiwa seseorang, timbulnya akibat
hilangnya nyawa seseorang tanpa dengan sengaja atau bukan tujuan atau maksud, tidak dapat
dinyatakan sebagai pembunuhan, jadi dengan sengaja berarti mempunyai maksud atau niat
atau tujuan untuk menghilangkan jiwa seseorang

Unsur objektif dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat
yang harus dipenuhi, yaitu adanya wujud perbuatan, adanya suatu kematian (orang lain),
adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband)antara perbuatan dan akibat kematian
(orang lain).5 Untuk memenuhi unsur hilangnya nyawa orang lain harus ada perbuatan
walaupun perbuatan tersebut, yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Akibat
dari perbuatan tersebut tidak perlu terjadi secepat mungkin akan tetapi dapattimbul kemudian.
Penjelasan unusr-unsur tindak pidana yang terdapat dalam pasal 340 KUHP diatas, kasus
pembunuhan yang menjerat terdakwa Jessica Kumala Wongso telah terpenuhi seluruh unsur
pembunuhan berencana. Namun pada putusan yang dikeluarkan hakim terdakwa divonis
hukuman penjara dua puluh tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor:


777/Pid.B/PN.Jkt.Pst. Tentang Pembunuhan Berencana Terhadap Jessica Kumala
Wongso ?
2. Bagaimana Sanksi dan Prespektif Hukum Pidana Islam terhadap Pembunuhan
Berencana yang dilakukan Jessica Kumala Wongso ?
3. Bagaimanan Prespektif Hukum Pidana Terhadap Tindakan Pembunuhan Berencana ?
4. Apa Motif yang dilakukan Jessica Kumala Wongso atas Tindakan Pembunuhan
Berencana ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertimbangan Hakim dan Putusan Pengadilan Negeri Tentang Pembunuhan


Berencana terhadap Jessica Kumala Wongso

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan (Studi Kasus Putusan Pengadilan


Negeri Jakarta Pusat No. 777/Pid.B/2016/PN.Jk. Pst atas nama Terdakwa Jessica Kumala
Wongso). Pertimbangan Hakim: Menyatakan Terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala
Wongso alias Jess Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak Pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Membebaskan
Terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso alias Jess dari segala Dakwaan;
Melepaskan Terdakwa dari segala Dakwaan dan Tuntutan Hukum; Memulihkan,
merehabilitir serta mengembalikan hakhak Hukum Terdakwa kedalam keadaan semula;
Membebankan biaya perkara ini kepada negara; Atau: Apabila yang Mulia Majelis Hakim
berpendapat lain, mohon keputusan seadil-adilnya.
Hal-hal yang memberatkan: Akibat perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan korban
Wayan Mirna Salihin telah meninggal dunia; PerbuatanTerdakwa keji dan sadis tersebut
dilakukan terhadap teman Terdakwa sendiri; Terdakwa tidak pernah merasa menyesal atas
perbuatannya sendiri; Terdakwa tidak mengakui atas perbuatannya sendiri.
Hal-hal yang meringankan: Terdakwa masih berusia muda, diharapkan masih bisa
memperbaiki diri di masa depan. Amar Putusan : Menyatakan Terdakwa Jessica Kumala alias
Jessica Kumala Wongso alias Jess telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak Pidana: “pembunuhan berencana”; Menjatuhkan Pidana terhadap
Terdakwa tersebut dengan Pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun; Menetapkan masa
penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari
Pidana yang telah dijatuhkan;Menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan; Menetapkan barang
bukti.
Analisa kasus yang penulis temukan didalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
tanggal Rabu 5 Oktober 2016. Jaksa Penuntut Umum telah berkesimpulan bahwa Terdakwa
Jessica Kumala Wongso telah terbukti secara sah dan menyakinkan Terdakwa Jessica
Kumala alias Jessica Kumala Wongso alias Jess telah terbukti bersalah melakukan tindak
Pidana: “pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu” sebagaimana diatur dan diancam
Pidana dalam dakwaan Pasal 340 KUHP.
Untuk membuktikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum jaksa mengajukan barang bukti,
dan untuk membuktikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahwa terdakwa melakukan tindak
Pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP, maka unsur-
unsur tentang tindak Pidana tersebut harus terpenuhi seluruhnya. Adapun unsur-unsur tindak
Pidana pembunuhan berencana atau Pasal 340 KUHP sebagai berikut: Barang siapa; Dengan
sengaja; Direncanakan terlebih dahulu; Menghilangkan nyawa orang lain.

B. Sanksi dalam Putusan Pengadilan Negeri Tentang Pembunuhan Berencana


Terhadap Jessica Kumala Wongso Perspektif Hukum Pidana Islam

Kasus dalam Putusan Pengadian Negeri Jakarta Pusat Nomor: 777/Pid.B/2016/Jkt.Pst.


merupakan kasus yang menjerat Jessica Kumala Wongso sebagai pelaku pembunuhan yang
dijerat pasal 340 KUHP karena telah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap
korban Wayan Mirna Salihin dijatuhkan sanksi oleh majelis hakim berupa hukuman penjara
dua puluh tahun.
Tindak pidana dalam Islam dikenal dengan istilah Fiqh Jinayat, dalam istilah tersebut
ada dua istilah pentig yang harus dipahami terlebih dahulu. Pertama, ada istilah Jinayah itu
sendiri dan kedua, adalah Jarimah. Kedua isilah ini secara etimologis mempunyai arti dan
arah yang sama.12 Abdul Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri Al-Jina „ Al –Islamy
menjelaskan arti kata jinayah yaitu jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu
perbutan jelek seseorang. Tindak pidana yang sanksinya diatur langsung oleh al-Qur’an
atau Hadits ada dua jenis dan masing-masing mempunyai hukum yang berbeda, yaitu:
a. Tindak pidana hudud yang terbagi menjadi tujuh, yaitu zina, Qadzaf, minuman keras,
mencuri, hirabah, murtad dan memberontak. Hukum Islam telah meletakan hukuman
tertentu bagi ketujuh tindak pidana tersebut dan hakim tidak boleh menambahatau
menguranginya, atau mengganti dengan hukuman yang lainnya.
b. Tindak pidana qisash/diyat, yaitu tindak pidana pembunuhan dan pelukaan baik
sengaja maupun tersalah, yaitu pembunuhan disengaja pembunhan menyerupai
disengaja pembunuhan tersalah, pelukaan disengaja dan pelukaan tersalah. Hukum
Islam meletakan dua bentuk hukuman atas tindak pidana tersebut yaitu qisash/diyat
dalam keadaan sengaja serta diyat dalam keadaan tersalah. Dalam hal ini hakim
diharamkan mengurangi menambah atau mengganti kedua hukuman tersebut. Maka
dari iu siapa yang melakukan salah satu tindak pidana ini maka akan dijatuhi
hukuman yang telah ditentukan, tanpa memandang keadaan atau diri pelaku tindak
pidana tersebut.

Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam tentunya berhubungan dengan salah satu
maqasid asy-syari‟ah al-khams yaitu memelihara jiwa. Larangan membunuh orang-orang
yang diharamkan Allah banyak tercantu dalam al-Qur’an di antaranya al-Maidah (5) ayat 32.

ْ‫ل ٰ َ ْج ِل َر َ َم ِم ا‬O
َ O‫ف ا ْو فَ َ ْف ٍش أ ِش َو ِ َغ ُْ ْف ًضا ت َم ْه قَتَ َل َو َّوهُ َ ْص َشاُِئ َل أ ِ ًَٰ ت ٍَِى إ ِل َك َك ْتَثىَا َع‬ ٍِ ‫س ِض ْْ َل َضاٍد‬
‫ا ت ُ ْم‬Oَ‫ث ْ ِال ى‬ َُّ ‫ث‬ ُ ‫ا ِت‬Oَ‫ا فَ ََ َ َو َم ْه أ ِ قَتَ َل الىَّا َّن َس َ ِج ُمعًا َّم إ ِى‬O‫ا أ َّو َ ْ َُحا َه‬O‫ق ْذ َجا َس َ ِج ُمع ًۚا ْ َُحا الىَّا َ َم‬ ْ ‫ْه أ َّو َ فَ ََ ُه‬
َ َ‫َءت َول‬
‫ث ًشا ِ ْمى ُ ْهم تَ ْع َذ َر‬ ُِ ‫ف ا ٰ َ َك‬ٍِ ‫ضشفُى َن ْس ِض َل ْْ َل ِل َك‬ ِ ْ ‫ُس ُصل ُم‬

Artinya: “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakanakan dia telah
membunuh semua manusia.”. 14 Adapun ayat yang menjatuhkan sanksi tindak pidana
pembunuhan dalam hukum pidana Islam tercantum dalam surat al-Baqarah (2) ayat
178 yang berbunyi:

ْ َ ٰ ‫ْوث‬
َ ‫َعل ِزَ َه آ َّ َها ال َُّ َ ًَٰ َا أ‬ ُ
ِ ‫ف ال ِق ْ ُْ َُم ال َمىُىا ُك‬
َ ‫ت َة‬ ٍِ ‫ت ْ َصا ُص‬ ْ َ‫ُل َوا ْثِذ َع ْ ِال ْث ُذ ت َع ْ ُ ِّحش َوال ْ ِال ُح ُّش ت ْ ۖ ال ًَل ق‬
ۚ
‫ْوث ت ِل َك تَ ِْخفُ ٌف ْ ِْا ُل ٌم‬ َ َ‫ات َ ٍَ لَهُ ِم ْه أ َم ْه ُِعف ًَٰ ف‬ّ َ‫ع ت ِ ُخ ِه َش ٍْ ٌء ف‬ ٌ ‫ٍۗن َر ْح َضا ِ ِإ ُْ ِه ت َل ِ ٌء إ دَا َ َم ْعُشو ِف َوأ ْ ِال ِثَا‬
ّ ‫ِ ُل َ َعزَ ا ٌب أ ِل َك فَلَهُ ٰ َ َٰي تَ ْع َذ َر َم ِه ا ْعتَ َذ ۗ فَ َو َس ْح َمةٌ َُْم ِ ِم ْه‬
‫َست‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh;orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu
pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang membayar) mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf
dengancra yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.

Ulama hanafiyah dan hanabila membagi tiga bentuk pembunuhan yaitu:

1. Pembunuhan disengaja, yaitu merampas nyawa seseorang yang dilakukan dengan


sengaja. Pembunuh merencanakan pembunuhannya.
2. Pembunuhan tidak sengaja, yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu mengakibatkan
kematian seseorang. Walaupun disengaja namun perbuatan tersebut tidak ditunjukan
kepada korban jadi matinya korban tidak diniati
3. Perbuatan seperti disengaja, mayoritas ulama mengakui sebagai salah satu bentuk
pembunuhan. Menurut Sayid Sabiq yang dilakukan oleh sejumlah sahabat, seperti,
Umar bin Khatab, Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan, Zaid bin Tsabit.
Pembunuhan seperti disengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dalam objek
yang dimaksud tetapi tidak mengadili kematian korban, kesengajaan tersebut mungkin
sekedar memberi pelajaran bagi korban tidak bermaksud menghilangkan nyawanya.
Jenis pembunuhan yang sanksinya hukuman mati adalah pembunuhan disengaja. Dan
dikatakan pembunuhan disengaja jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Yang dibunuh adalah manusia yang diharamkan Allah untuk membunuhnya
b. Perbuatan itu membawa kematian
c. Bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang. Kasus pembunuhan yang menyeret
Jessica Kumala Wongso sebagai terdakwa pelaku pembunuhan Korban Wayan Mirna
Salihin terjerat sanksi pasal 340 KUHP dengan hukuman maksimal hukuman dua
puluh tahun dan dalam hukum pidana islam seharusnya dikenakan sanksi hukuman
mati karena perbuatan Jessica Kumala Wongso Masuk kedalam pembunuhan
disengaja sehingga hukuman yang dapat dijatuhkan adalah hukum Qishash.

C. Prespektif Hukum Pidana Terhadap Tindakan Pembunuhan Berencana

Pembunuhan adalah perbuatan yang mengilangkan kehidupan seseorang. Tindak pidana


pembunuhan diatur tentang kejahatan terhadap jiwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
terdiri dari pasal 338-350. Pembunuhan didalam KUHP terbagi menjadi tiga yaitu pembunuhan
sengaja, semi sengaja, dan kesalahan.
Pembunuhan biasa diatur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun”. Kejahatan ini dinamakan makar mati atau pembunuhan (doodslag) disini
diperlakukan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian itu
disengaja, artinya dimaksud termasuk dalam niatnya.
Pembunuhan berencana diatur dalam pasal 340 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengja
dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain di ancam karena pembunuhan
berencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun”.
Kejahatan ini dinamakan pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu (moord). Boleh
dikatakan ini pembunuhan biasa akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Kedua pasal
tersebut sama sama mengatur tindak pidana pembunuhan namun keduanya mempunyai perbedaan
dalam hal pelaksanaan hukuman.
Hukum positif Indonesia mengatur pembunuhan berencana dalam pasal 340 dengan sanksi
pidana maksimal hukuman mati. Pidana mati yang ditetapkan undang-undang tidak terlepas dari
pendapat sarjana hukum yang pro terdahap pidana mati pada waktu itu. Alasan ditetapkannya
hukuman mati pada saat itu adalah sebagai berikut:
1. pidana mati menjamin bahwa penjahat tidak akan berkutik lagi. Masyarakat tidak akan
diganggu lagi pelaku sebab mayatnya telah dikuburkan sehingga tidak perlu takut terhadap
terpidana.
2. Pidana mati merupakan suatu alat represi yang kuat bagi pemerintah terutama bagi
pemerintah hindia belanda
3. Dengan alat represi yang kuat ini kepentingan masyarakat dapat dijamin sehingga dengan
demikian ketentraman dan ketertiban hukum dapat dilindungi.
4. Alat represi yang kuat ini sekaligus berfungsi sebagai prevensi umum sehingga dengan
demikian diharapkan para calon penjahat dapat mengurungkan niat mereka untuk
melakukan kejahatan.

D. Motif yang dilakukan Jessica Kumala Wongso atas Tindakan Pembunuhan


Berencana

Vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat kepada Jessica Kumala Wongso telah menguak tabir kematian Wayan Mirna
Salihin. Menyandang status tersangka sejak 29 Januari silam, Jessica menjadi terdakwa
tunggal dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Mirna. Majelis Hakim menyebut,
Jessica sendiri yang menaruh racun dalam Vietnamese Ice Coffee (VIC) di Kafe Olivier
untuk diminum Mirna. Penyidik Polda Metro Jaya sempat kesulitan menyelidiki motif Jessica
membunuh Mirna. Butuh waktu hampir sebulan bagi kepolisian untuk menetapkan Jessica
sebagai tersangka sejak kematian Mirna.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang juga menjadi pertimbangan
hakim dalam menetapkan vonis, disebut motif pembunuhan adalah karena Jessica sakit hati
kerap dinasihati Mirna soal pacarnya. Sakit hati itu muncul setelah Mirna menyarankan
Jessica agar putus dengan pacarnya yang suka kasar, pemakai narkoba, dan tak bermodal.
Sikap itu yang diduga memicu Jessica melakukan pembunuhan berencana pada Mirna saat
pulang dari Australia ke Indonesia. Dari keterangan suami Mirna, Arief Soemarko, Jessica
sering menceritakan hubungan dengan pacarnya Patrick O’Connor yang bermasalah.

Dalam sidang pemeriksaan terdakwa, Jessica mengungkapkan bahwa Mirna yang


justru sering menceritakan permasalahannya. Motif yang didakwakan JPU dianggap tak jelas
dan tak masuk akal. Kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan menyampaikan keberatan pada
sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 15 Juni lalu. Otto masih meyakini
kliennya tak bersalah lantaran minim bukti yang menunjukkan Jessica membunuh Mirna.
JPU juga dianggap tak bisa menjelaskan bagaimana rangkaian pembunuhan Mirna, apabila
benar Jessica telah merencanakannya. Banyak pembuktian yang coba dikaitkan pada Jessica
di persidangan. Mulai dari kepribadian Jessica hingga kegiatan yang biasa dia lakukan
bersama Mirna saat di Australia. Tujuannya semata-mata memperkuat motif pembunuhan
berencana yang didakwa JPU pada Jessica. Sejumlah ahli hukum pidana dihadirkan dalam
persidangan. Sebagian menyebut bahwa pembunuhan berencana tak perlu motif, namun ahli
pidana lainnya menyebut dalam pembunuhan berencana harus ada motif.

Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menjelaskan, dalam
pembunuhan berencana motif perlu dicari dan dibuktikan, untuk mengetahui hal yang melatar
belakangi dan tujuan lebih lanjut setelah pelaku membunuh. “Pembunuhan berencana harus
ada motif yang jelas. Kalau tidak ada motif itu artinya bukan pembunuhan berencana,” kata
Mudzakkir. Menurut Mudzakkir, apabila pelaku enggan menjelaskan motif melakukan
pembunuhan, hal itu menjadi kewenangan penyidik untuk melakukan pembuktian yang bisa
dilakukan dengan menggali keterangan dari orang lain. “Kalau tidak bisa menggali motif,
berarti yang ditanyakan profesionalisme penyidikan itu di mana?” tuturnya. Mudzakir
berpendapat, jika sampai akhir motif pembunuhan berencana tak bisa dibuktikan, maka
proses hukum, tak bisa dilanjutkan. Maka, apabila pembunuhan berencana disebutkan tanpa
motif yang kuat, majelis hakim harus memutus untuk membebaskan Jessica.

Pernyataan Mudzakkir berbeda dengan ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah
Mada (UGM), Edward Omar Syarief Hiariej yang dihadirkan JPU. Dalam persidangan,
Edward menyatakan, untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana tidak diperlukan
motif pelaku. Menurut Edward, pencarian alat bukti lebih penting daripada sekadar mencari
motif pelaku. Kalimat berencana pada pasal 340 KUHP, kata Edward, dalam konteks teori
hukum, disebut kesengajaan untuk tujuan tertentu. "Pembunuhan berencana itu butuh
pemikiran yang matang, itu yang harus dibuktikan. Ada motif atau tidak, itu tidak penting,"
ujar Edward dalam persidangan Agustus lalu. Selain tidak perlu motif, dalam pembuktian
hukum juga tidak diperlukan bukti langsung. Hal ini merujuk pada fakta bahwa tidak ada satu
orang pun yang melihat langsung Jessica memasukkan racun sianida ke dalam kopi Mirna.
Bagi Edward, pembuktian perkara pidana dapat dilakukan dengan pembuktian tidak langsung
yang didapat dari keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli, maupun dokumen
yang ditemukan penyidik. Pernyataan Edward soal tak diperlukan motif dalam pembunuhan
berencana sempat dibantah hakim anggota Binsar Gultom.

Menurut sang hakim, pembunuhan berencana tetap memerlukan motif. Binsar


mengibaratkan dengan istilah ‘tak mungkin ada asap jika tak ada api’. Namun Binsar
sependapat dengan keterangan Edward yang menyatakan, pembuktian perkara pidana dapat
dilakukan dengan pembuktian tidak langsung. Nihilnya saksi yang melihat langsung Jessica
memasukan racun sianida, tak lantas membuat terdakwa bebas dari hukuman. Dalam
persidangan, Binsar membandingkan dengan kasus pembunuhan dan pencabulan anak di
bawah umur di Jasinga, Bogor, Jawa Barat, yang pernah dia tangani. Pernyataan hakim
Binsar sempat diprotes pengacara Jessica lantaran dianggap menyimpulkan kasus yang masih
disidangkan. Jika ditilik lebih jauh, sampai saat ini belum ada aturan hukum yang mengatur
soal ketentuan perlu atau tidak motif dalam suatu peristiwa pembunuhan. Motif juga tidak
menjadi bagian dari unsur tindak pidana.

Prinsip pembuat KUHP yang mengadopsi hukum Belanda, justru menempatkan


motivasi pelaku melakukan tindak pidana sejauh mungkin dari delik perkara. Unsur delik
dalam kasus kopi beracun adalah perencanaan hingga tindakan yang merampas nyawa orang
lain.
Terlepas dari ada atau tidak motif Jessica, JPU meyakini keterangan dari para saksi,
dokumen, hingga catatan kriminal Jessica di Australia mampu menjadi penguat alasan Jessica
membunuh Mirna. Melihat vonis yang diberikan kepada Jessica, Majelis Hakim sejalan
dengan keyakinan JPU untuk menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara bagi Jessica.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tindak Pidana merupakan pengertian dasar dalam Hukum Pidana (yuridis normatif)
yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar Hukum Pidana. Pertanggungjawaban
Pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindak Pidana dan
memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Dilihat dari terjadinya
perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut
melanggar Hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya orang
yang mampubertanggung jawab yang dapat diminta pertanggungjawaban.
Dalam kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Jessica kumala wongso,
putusan pengadilan negeri menetapkan tersangka dijerat pasal 340 KUHP karena telah
terbukti melakukan pembnuhan berencana terhadap korban wayan mirna salihin dijatuhkan
sanksioleh majelis hakim berupa hukuman penjara 20 tahun.
Motif seseorang untuk melakukan tindak Pidana yang mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain sebagaimana yang telah jabarkan adalah sebagai berikut, dimana hal yang
paling berpengaruh ialah dua faktor utama yakni Faktor intern dan faktor eksternal, dan
berdasarkan kajian kriminologi hal yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindak
Pidana dibagi menjadi beberapa macam teori yaitu, Teori klasik, Teori neo klasik, Teori
kartografi/geografi, Teori sosialis, Teori tipologis, Teori lambroso, Teori mental tester, Teori
psikiatrik, Teori sosiologis dan Teori bio sosiologis. Dari semua hal yang diatas seseorang
yang melakukantindak Pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain haruslah
mempertanggung jawabkan perbuatannya sebagaimana yang telah diatur oleh Pasal 340
KUHP.
Perspektif Hukum terhadap kesengajaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang
lain sebagaimana yang telah penulis jelaskan yaitu kesengajaan dalam Hukum Pidana
merupakan bagian dari kesalahan. Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang
lebih erat terhadap suatu tindakan (yang terlarang) dibanding dengan kealpaan (culpa). Jenis-
jenis kesengajaan terdiri atas dolus eventualis, dolus determinatus, dolus indeterminatus,
dolus alternativus, dolus indirectus, dan yang terakhir adalah dolus premeditates. Selain itu
dalam hal kesengajaan terdapat teori-teori yang mendukung terhadap sikap batin seseorang
melakukan kesengajaan dalam tindak Pidana yaitu adanya teori kehendak dan teori
membayangkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.uinsgd.ac.id/32784/4/4_bab1.pdf

https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jmpk/article/view/23140

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161025140237-12-167783/menelusuri-motif-

pembunuhan-berencana-jessica

Anda mungkin juga menyukai