Anda di halaman 1dari 24

Divonis 20 Tahun Penjara, Otto: Jessica Sehat

Komaruddin Bagja Arjawinangun

Rabu, 7 Desember 2016 − 19:28 WIB


Jessica Kumala Wongso jalani sidang di PN Jakarta Pusat. (Dok. Sindophoto)
A+ A-
JAKARTA - Setelah divonis 20 tahun penjara, terpidana kasus kopi sianida, Jessica Kumala
Wongso dalam keadaan baik. Karena, hingga saat ini Jessica masih memantau kasusnya.
"Bagus sehat, selalu bertanya, bagaimana ini pengadilan tinggi, optimis sekali kan," kata
Ketua Tim Kuasa Hukum Jessica, Otto Hasibuan usai menyerahkan memori banding di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (7/12/2016).
Otto juga meminta kepala kliennya itu untuk berdoa. Karena, hingga saat ini tim kuasa
hukum terus berjuang. "Lihat saja apa yang telah kita buat, kita berjuang, kita berdoa,"
tambahnya.
Sekadar diketahui, Jessica ditetapkan sebagai pelaku tunggal atas kasus kopi sianida yang
menewaskan temannya, yakni Wayan Mirna Salihin. Saat ini, Jessica tengah menjalanan
masa hukumannya yang divonis 20 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat pada
Kamis 27 Oktober 2016.
Namun, Jessica tak terima atas vonis tersebut. Kemudian, Jessica mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi DKI.

Sumber : https://metro.sindonews.com/read/1161252/170/divonis-20-tahun-penjara-otto-
jessica-sehat-1481113694

FOKUS

Jessica dan Kontroversi Misteri Kematian Mirna

Jessica telah memberikan pengakuan atas perkara pembunuhan berencana.


Kamis, 29 September 2016 | 06:04 WIB
Oleh : Bayu Adi Wicaksono, Danar Dono , Foe Peace Simbolon , Danar Dono , Foe
Peace Simbolon
Ads by Kiosked
Terdakwa Jessica Kumala Wongso memberi keterangan dalam sidang ke-26 kasus tewasnya
Wayan Mirna Salihin dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Rabu
(28/9/2016). (ANTARA/Rosa Panggabean)

VIVA.co.id – Jessica Kumala Wongso telah memberikan pengakuan atas perkara


pembunuhan berencana bermodus racun sianida terhadap temannya, Wayan Mirna Salihin, di
Kafe Olivier yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dengan tampilan berbeda, lebih dari 12 jam, Jessica menjawab semua pertanyaan yang
dilontarkan para jaksa dan hakim dalam persidangan ke-26 di ruang sidang utama Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Meski terlihat sedikit tegang dan sering menjawab pertanyaan dengan kalimat tidak ingat,
tapi dengan tegas, Jessica menyatakan, tidak melakukan pembunuhan seperti yang
didakwakan kepadanya.

"Sedotan, kopi Mirna, saya tidak pernah sentuh. Yang saya ingat bawahnya masih tetap susu
yang belum dituang apa-apa dari teko, atasnya hitam. Saya tidak pernah menuangkan apapun
ke kopinya Mirna," kata Jessica, Rabu 28 September 2016.

Karena, menurut Jessica, pertemuannya dengan Mirna di kafe mewah itu, bukanlah ide dia.
Ide itu justru berasal dari keinginan mereka yang akan ikut dalam pertemuan itu.

Jessica mengaku, selama ini tidak pernah tahu kafe-kafe apa saja yang ada di Jakarta. Sebab,
sejak tahun 2006, Jessica lebih banyak tinggal di Australia. Dalam percakapan di aplikasi
pesan WhatsApp (WA) antara Jessica, Mirna, Hani dan Vera, tercetus dua tempat, yang salah
satunya adalah Kafe Olivier.
"Mau pergi kemana nih, restoran mana yang baru, yang enak. Ada dua tempat yang
ditawarkan, saya lihat website akhirnya saya putuskan untuk ke Olivier. Saya lihat website,
enggak ada alasan tertentu. Yang ngatur saya doang, yang lain pada sibuk," kata Jessica

Dan akhirnya Kafe Olivier dipilih Mirna, karena menurut Jessica, dia sempat mengirimkan
daftar menu yang ada di kafe itu. Dan Mirna langsung memilih es kopi Vietnam dan
menyatakan setuju ketika Jessica menawarkan diri memesankan apa yang diinginkan Mirna
itu.

"Saya kirim menu minuman jus semua ke WA. Mirna yang jawab kalau dia suka dengan es
kopi Vietnam. 'Kalau gitu gue pesanin dulu ya, oh ya pesanan dulu sih'," ujar Jessica.

Jessica juga mengaku tidak merencanakan apapun terkait adanya tas kertas alias paper bag di
meja 54, tempat mereka bertemu, yang akhirnya menjadi tempat Mirna kolaps. Paper bag itu
bagi Jessica hanya bagian dari bungkus hadiah berupa sabun yang akan diberikannya kepada
ketiga temannya, Mirna, Hani dan Vera.

Jessica juga menolak pendapat AKBP Muhammad Nuh, saksi ahli digital forensik Polri yang
pernah dihadirkan jaksa dalam persidangan, tentang adanya gerakan mencurigakan Jessica
selama berada di Kafe Olivier yang terekam kamera CCTV (Closed Circuit Television).

Pada persidangan ke-11 yang digelar Rabu 10 Agustus 2016, Muhammad Nuh memaparkan,
berdasarkan analisis video hasil rekaman CCTV Kafe Olivier, ada gerakan tangan Jessica
membuka tas yang diduga gerakan mengambil sesuatu dari dalam tas.

"Pada pukul 16.23.37 WIB, Jessica dari ujung sofa ke tengah sofa. Mengambil garis sejajar
dengan CCTV dan tanaman hias. Jadi, terhalang tanaman hias. Tetapi, masih kelihatan
gerakan tangan dari CCTV, meski badannya tertutup tanaman hias. Ada gerakan tangan
membuka tas. Ada pergerakan pixel tangan kiri, tangan kanan. Pukul 16.30.55 WIB, Jessica
mengambil dudukan menu di ujung meja dibawa ke dekatnya. Selama kegiatan itu, terdakwa
menoleh ke kanan ke kiri, memegang rambut," katanya.

Jessica mengatakan, gerakan tangannya yang terekam itu bukanlah gerakan mengambil
sesuatu yang berbahaya. Tapi melainkan mengambil sebuah cermin. "Saya ingin berkaca
sambil menunggu Mirna datang," kata Jessica.
Tentang hasil rekaman CCTV itu, sebelumnya juga sempat menjadi kontroversi, saat ahli
forensik information technology (IT), Rismon Hasiholan Sianipar, yang dihadirkan penasihat
hukum Jessica pada Kamis 15 September 2016, mencurigai adanya perbuatan tampering atau
pemodifikasian ilegal dengan tujuan tidak baik dalam rekaman video CCTV Kafe Olivier
yang dijadikan barang bukti perkara kematian Mirna.

"Kita menduga adanya perbuatan tampering suatu modifikasi ilegal bertujuan untuk tujuan
tidak baik," kata Rismon di persidangan.

Menurut Rismon, dugaan tampering muncul dari adanya indikasi inkonsistensi dan tidak
proposionalnya jari telunjuk dari Jessica. Dan modifikasi itu diduga sengaja dilakukan oleh
AKBP M Nuh. "Pemprosesan frame yang dimodifikasi saksi ahli M Nuh," kata Rismon.

“Perang” saksi ahli

Dalam rangkaian persidangan sebelum Jessica menyampaikan kesaksian, banyak muncul


kontroversi dan perdebatan panas terkait perkara ini. Hal itu menurut pengamat hukum,
Luhut M Pangaribuan, disebabkan perkara kematian Mirna sebenarnya masih belum matang
untuk dibawa ke pengadilan.

Luhut mengatakan, kontroversi terjadi karena barang bukti yang disertakan jaksa dalam
berkas acara pemeriksaan (BAP) tidak ada yang menuju pada kebenaran materiil.

"Perkara ini dibawa ke pengadilan, prematur. Barang bukti yang ada, tak ada yang menuju
pada satu titik kebenaran materiil. Tidak boleh ada keragu-raguan," kata Luhut.
Luhut mengatakan, selama ini dalam rangkaian persidangan perkara Jessica Kumala Wongso
banyak terjadi keragu-raguan. Hal itu terlihat dengan adanya beda pendapat antara ahli dan
saksi yang dihadirkan jaksa dan penasihat hukum.

"Yang ada selama ini kontroversi, yang ada cuma keragu-raguan. Tidak boleh menuntut orang
dengan ragu-ragu," kata Luhut.

Menurut Luhut, ada banyak kontroversi terjadi di persidangan karena prematurnya perkara
itu. Seperti ada tidaknya sianida sebagai penyebab kematian Wayan Mirna, keaslian barang
bukti, motif pembunuhan hingga tidak sempurnanya hasil penyidikan pihak kepolisian
terhadap kasus itu.

Pada persidangan sebelumnya, saksi ahli forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, dokter
Slamet Purnomo, yang dihadirkan jaksa dalam persidangan pada Rabu 3 Agustus 2016,
mengaku mulai yakin Mirna tewas akibat sianida. Keyakinannya itu menguat setelah
menurutnya, menemukan sejumlah kecocokan ciri cara racun berbahaya itu membuat
seseorang meninggal dunia.

"Menurut saya itu berupa sianida, bisa arsen, bisa juga H2SO4 atau asam sulfat," kata dr
Slamet.

Slamet juga mengatakan, melihat ada kecocokan antara diagnosa ciri korban racun sianida
dengan hasil rekaman CCTV Kafe Olivier. "Kami yakini setelah melihat CCTV, korban tewas
karena sianida," kata dokter Slamet.

Apa yang diyakini dokter Slamet juga dikuatkan dengan pendapat ahli toksikologi Pusat
Laboratorium dan Forensik Mabes Polri, Kombes Pol Nur Samran Subandi. Bahkan, Nur
Samran menyamakan jenis sianida yang disebut menyebabkan Mirna tewas dengan jenis
sianida yang digunakan Nazi pimpinan Adolf Hitler untuk membantai kaum Yahudi selama
Perang Dunia II

Nur Samran menuturkan racun sianida yang ditemukannya di dalam lambung dan sisa kopi
Wayan Mirna berjenis Natrium Sianida (NaCN). Bahan kimia jenis ini sangat beracun dan
mematikan ketimbang sianida jenis lainnya. "Digunakan juga zaman Hitler untuk membunuh
Yahudi," kata Nur Samran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Puslabfor, kata Nur Samran, pada lambung Wayan Mirna
ditemukan korosi, dan dipastikan akibat sianida. "Saya pastikan, korosi pada lambung korban
karena sianida," kata dia.

Nur Samran juga menduga, sianida yang ada di dalam es kopi Vietnam Mirna berbentuk
padat, bukan cair. "Kita tidak bisa pastikan dalam bentuk apa. Tapi dari fakta yang kita
temukan, kemungkinan besar dalam bentuk padat," ujarnya.

Selain Nur Samran, jaksa juga menghadirkan ahli toksikologi, I Made Agus Gelgel Wirasuta,
sebagai saksi. Dalam persidangan, secara meyakinkan, Agus Gelgel menyebutkan sianida
yang masuk ke tubuh Mirna diperkirakan sebanyak lebih dari 0,2 miligram.

Menurut Gelgel, 0,2 miligram sianida yang ditemukan dalam lambung Mirna hanya sebagian.
Sebagian sianida lainnya sudah terserap oleh organ tubuh Mirna sehingga tidak dapat
menyerap oksigen. Hal itu berujung tewasnya Mirna.

"Karena banyak asupan sianida pada tubuh Mirna dan sianida itu diserap sel-sel dan
membentuk gas hingga akhirnya sel tubuh korban tidak bisa menerima oksigen," katanya.

Mirna tewas bukan karena sianida?

Namun, keterangan tiga ahli itu, dimentahkan oleh keterangan ahli toksikologi yang
dihadirkan penasihat hukum Jessica, yakni, Dr rer nat (doctor rerum naturalium) Budiawan
dari Universitas Indonesia (UI) dan Michael Robertson dari Australia. Serta ahli patologi
forensik anatomi, Gatot Susilo Lawrence.
Dalam keterangannya sebagai saksi ahli, baik Budiawan, Michael Robertson maupun Gatot
Susilo Lawrence, memastikan jika Wayan Mirna tewas bukan karena sianida.

Karena dalam BAP, pada barang bukti keempat, yaitu cairan lambung Mirna yang diambil 70
menit setelah kematian, Puslabfor Polri menyatakan, cairan lambung tidak terdapat sianida
alias negatif.

"Dia lebih reliable, lebih fresh, kontaminasi tidak ada. Itu penting, 70 menit kita lakukan
pengambilan sampel lebih reliable, lebih dapat dipercaya. Kalau 0,2 miligram, this is too
small. Banyak bakteri post-mortem (pasca-kematian) yang dapat menghasilkan sianida," ujar
Gatot, Rabu 14 September 2016.

Gatot menilai, dalam persidangan kasus pembunuhan Mirna berjalan terlalu lama dan
semakin rumit. Oleh karenanya, perlu dilakukan autopsi, untuk mengetahui apakah Mirna
tewas disebabkan racun sianida atau tidak.

Hal tersebut lantaran di setiap tubuh manusia terdapat sel penting, yang mana sel yang paling
dibutuhkan adalah oksigen yang baik untuk otak dan ginjal.

"Di jantung, mitokondria itu paling banyak di jantung. Oleh sebab itu landasan science,
mengapa kita curiga kasus sianida, harus buka jantung, harus sampai otak, harus sampai
ginjal," katanya.

Gatot menjelaskan, bagaimana cara kerja sianida yang masuk ke jantung, otak, ginjal dan
harus dilakukan pemeriksaan agar diketahui dosis racun sianida. Menurut Gatot, sianida yang
masuk ke tubuh akan membuang oksigen dari fungsi aslinya.

"Sianida itu berkompetensi pada CO2, maka dari itu oksigen ditendang semua. Banyak
oksigen dalam tubuh tetapi enggak difungsionalkan. Kalau orang normal, keracunan sianida,
maka oksigen yang dalam arteri dan vena banyak tapi tidak fungsional itulah yang disebut
cherry red pada kasus pembunuhan Mirna," katanya.

Dalam kesaksiannya, Gatot berpendapat temuan sianida di dalam lambung Mirna terlalu
kecil. Dia juga berpendapat ide racun sianida dalam kasus Mirna kurang bukti. Dia
mengatakan seharusnya autopsi tubuh Mirna bisa lebih membuka tabir misteri kematian
Mirna. Namun sayang, hal itu tidak dilakukan.
Sedangkan Michael Robertson berpendapat, kemungkinan sianida sebanyak 0,2 miligram
yang ditemukan di lambung Mirna setelah tiga hari meninggal dunia, muncul karena adanya
bakteri dalam lambung.

"Adanya perubahan setelah kematian atau sianida itu terbentuk setelah kematian. Apabila
dalam lambung mengandung sianida, mungkin karena bakteri dalam lambung, maka hal
tersebut bisa menyebabkan terbentuknya sianida setelah kematian," kata Michael.

Michael mengatakan, jika sianida masuk ke tubuh Mirna sebelum kematian, seharusnya
sianida sudah ditemukan dalam jumlah banyak saat cairan lambung Wayan Mirna diambil 70
menit setelah kematian. Bukan dalam jumlah kecil ditemukan di lambung setelah tiga hari
kematian.

"Begitu pula halnya dengan sampel empedu dan hati yang ternyata negatif padahal harusnya
positif jika yang bersangkutan juga tewas karena sianida. Ini tidak lazim, karena pada
umumnya ditemukan sianida di air seni," ujarnya.

Sementara itu, ahli patologi forensik senior dari Fakultas Kedokteran Universitas Quensland,
Brisbane, Australia, Beng Beng Ong, dalam persidangan pernah menjelaskan, seseorang yang
meninggal dunia akibat sianida, darah dan beberapa organ penting lainnya seperti hati,
empedu, dan urine, akan terdeteksi positif racun NaCN.

"Apabila seseorang meninggal karena sianida, tentu diharapkan hasil pemeriksaan sianida
menunjukkan hasil positif di dalam darah dan organ tubuh bagian dalam," ujarnya.

Beng Ong mengatakan, pada kasus Mirna hanya terdapat sianida sebanyak 0,2 miligram per
liter di lambungnya. Jumlah itu terlalu kecil untuk bisa menyebabkan kematian, sedangkan
darah dan organ lainnya juga dinyatakan negatif sianida.

"Apabila seseorang meninggal karena sianida, terutama masuk lewat mulut, maka akan
mengakibatkan tingkat sianida yang dijumpai pada lambung biasanya sangat tinggi dan bisa
mencapai lebih dari 1.000 miligram per liter," kata Beng Ong.

Selain itu, seseorang yang terpapar sianida dengan cara meminum zat kimia itu, maka
imbasnya akan terlihat sekitar 30 menit hingga beberapa jam kemudian untuk bisa kolaps.
Kecuali, paparan itu didapatkan dengan cara dihirup. "Penghirupan selalu memberikan
kematian lebih cepat daripada lewat mulut," kata Beng Ong.

Hal ini, karena konsumsi lewat mulut akan membuat racun itu harus diserap terlebih dulu
oleh tubuh, melalui beragam organ di saluran pencernaan, serta hati yang bertugas menyaring
racun dari tubuh.

Tak ada bukti Jessica meracun Mirna

Perbedaan pendapat para ahli tak hanya terjadi pada ahli patologi dan toksikologi. Ahli
hukum pun harus bergelut di persidangan kematian Mirna.

Ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, yang
dihadirkan jaksa di persidangan ke-14 menyebut, Pasal 340 KUHP yang mengatur mengenai
pembunuhan berencana tidak perlu mencari asal usul motif terjadinya perkara itu. "Ada teori
yang menjelaskan, yaitu teori Dolus Premeditatus," kata Edward.

Edward menjelaskan, dalam teori itu, ada tiga hal yang menguatkan jika pelaku pembunuhan
berencana tidak perlu asal usul, atau motif terjadinya perkara.

"Pertama, pelaku ketika memutuskan kehendak untuk melakukan dalam keadaan tenang.
Kedua, ada tenggang waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dengan kejadian.
Untuk yang ketiga, pelaksanaan kehendak dilakukan dengan tenang, harus menggunakan
pemikiran yang matang," katanya.

Sedangkan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dr
Mudzakkir, yang dihadirkan penasihat hukum menilai, suatu tindak pidana tidak bisa
dipertanggungjawabkan orang lain yang tidak melakukannya.

"Siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung jawab. Makanya, dicarilah perbuatan dia
sejauh mana, untuk mempertanggungjawabkannya itu. Tidak bisa kalau tidak melakukan, tapi
dipertanggungjawabkan untuk orang lain. Harus ada perbuatannya sendiri," ujarnya.

Menurutnya, seseorang yang diduga mati karena keracunan, pada tubuhnya harus terdapat
racun. Apabila tidak, maka dapat diragukan sebab akibatnya. "Logikanya itu ada orang ada
racun pasti minum racun. Ini kausalitasnya diragukan, dan inilah pembuktian dalam hukum
pidana harus original, termasuk alat bukti tidak boleh diubah," katanya.

SUMBER : http://fokus.news.viva.co.id/news/read/827961-jessica-dan-kontroversi-misteri-
kematian-mirna

Jaksa Tuntut Jessica Dengan Pasal Pembunuhan Berencana

Martahan Sohuturon, CNN Indonesia

Rabu, 08/06/2016 16:18 WIB

Kejaksaan telah melimpahkan


perkara Jessica Kumala Wongso ke Pengadilan dan menjeratnya dengan Pasal 340 KUHP
tentang Pembunuhan Berencana (ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz/16)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat telah melimpahkan
berkas perkara terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, ke
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam dakwaanya, kejaksaan menjerat Jessica dengan
Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo mengatakan unsur pembunuhan berencana
telah terpenuhi dalam kasus kematian Mirna.

"Berkasnya sudah kita teliti dan serahkan ke PN Jakarta Pusat. Dakwaannya tetap Pasal 340
KUHP," kata Waluyo kepada CNNIndonesia.com pada Rabu (8/6).

Pasal 340 KUHP soal pembunuhan berencana berbunyi, "Barang siapa sengaja dan dengan
rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun."
Sementara, terkait waktu penyelenggaraan sidang perdana Jessica, Waluyo mengatakan
pihaknya menunggu kesiapan hakim di PN Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Hermanto mengatakan pelimpahan


berkas perkara Jessica dilakukan setelah menjalankan pemaparan perkara ini oleh penyidik
Kejari Jakarta Pusat.

Menurut Hermanto tak ada kendala yang ditemui tim penyidik selama meneliti berkas
perkara Jessica. Jaksa penuntut umum tinggal menunggu penetapan panitera PN Jakarta Pusat
terkait waktu persidangan perkara Jessica.

"Saya dapat laporan dari teman-teman yang meneliti, semuanya tidak ada masalah. Tinggal
menunggu penetapan waktu sidang, kapan kemudian kami hadir melaksanakan sidang itu,"
katanya. (rel)

Sumber : http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160608161807-12-136716/jaksa-tuntut-
jessica-dengan-pasal-pembunuhan-berencana/

Kontroversi Vonis Jessica Wongso hingga Komentar Jusuf Kalla

Kamis, 27 Oktober 2016 20:07

TribunStyle.com

Kolase
TRIBUNSTYLE.COM - Majelis hakim memvonis terdakwa kasus kematian Wayan Mirna
Salihin, Jessica Kumala Wongso, dengan hukuman 20 tahun penjara, Kamis (27/10/2016).

Mendengar putusan tersebut, kembaran Wayan Mirna Salihin, Sendy Salihin, langsung
menangis.

Sendy terus menangis dan terisak.

Dia hadir dalam persidangan di PN Jakarta Pusat didampingi ayahnya, Edi Dermawan
Salihin, dan ibunya, Ni Ketut Sianti.

Berbeda dengan Sendy, Dermawan tampak lebih tegar dan tenang mendengar putusan majelis
hakim.

"Terbuktilah sudah Jessica itu melakukan, itu aja udah. Yang penting sudah terbukti Jessica
itu pelakunya," kata Dermawan.

Adapun putusan majelis hakim sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 20 tahun
hukuman penjara.

Dalam kasus ini, Mirna meninggal seusai meminum es kopi vietnam yang dipesan Jessica di
Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.

Jessica: Putusan Ini Tidak Adil

Jessica Kumala Wongso, tidak terima atas putusan majelis hakim terhadap dirinya.

Sumber : http://style.tribunnews.com/2016/10/27/kontroversi-vonis-jessica-wongso-hingga-
komentar-jusuf-kalla

Kronologi Kematian Mirna Berdasarkan rekaman CCTV

Jessica Kumala Wongso (foto: Okezone)

Fakhrizal Fakhri
Jurnalis
JAKARTA - Sidang lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang tewas lantaran
menegak 'kopi sianida' dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso telah berlangsung dengan
mendengarkan keterangan saksi kunci Hanibon Juwita alias Hani, di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2016).

Sementara itu, persidangan hari ini telah memutar Video Closed Circuit Television (CCTV)
di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

JPU juga memperlihatkan detik demi detik rekaman kebersamaan antara Jessica Kumala
Wongso, Hanibon Juwita alias Hani dan almarhum Mirna. Berikut kronologi lengkap
pertemuan ketiganya di Kafe Olivier:

Pukul 17.12 WIB: Hanibon Juwita alias Hani yang didapuk sebagai saksi kunci dalam kasus
ini datang bersama Mirna. Diawal kedatangannya mereka berdua tampak tengah memilih kue
yang akan dipesan nantinya.

Pukul 17.18 WIB: Hani dan Mirna datang duduk menghampiri Jessica yang sedari awal telah
menunggu. Keduanya tampak berpelukan dengan Jessica. Sementara, Mirna langsung duduk,
dan mengaduk Es Kopi Vietnam yang tersedia di meja. Namun, setelah minum, Mirna
tampak mengibas-ibaskan tangan di depan mulutnya.

Pukul 17.19 WIB: Mirna tampak telah tak sadarkan diri. Jessica sempat berdiri dan menuju
ke pelayan yang belakangan diketahui untuk memesan air putih.

Pukul 17.21 WIB: Empat pelayan datang dengan seorang pelayan membawa air putih.
Sementara, pelayan lainnya datang dan mengangkat gelas yang diketahui beracun sianida.
Pukul 17.23 WIB: Jessica tampak berdiri dan hanya melihat Mirna dan Hani serta empat
pelayan Kafe Olivier yang datang ke meja mereka. Dalam video tersebut Jessica hanya
menggaruk-garuk tangannya dan meletakkan sesuatu di saku bajunya yang berwarna coklat.

Pukul 17.24 WIB: Dua orang pelayanan Kafe Olivier tampak membawa kursi roda.
Kemudian meja tempat menaruh minuman juga disingkirkan.

Pukul 17.25 WIB: Hani sibuk karena kondisi Mirna yang tak sadarkan diri. Jessica juga
terlihat bingung namun tetap diam dan menggaruk tangannya. Di sela-sela mereka terdapat
seorang ibu yang membaca doa. Selanjutnya, Hani memutuskan menelpon suami Mirna,
Arief Sumarko.

Pukul 17.26 WIB: Hani telah tampak panik dan menelpon Arief. Pengunjung yang duduk di
sekitaran meja juga tampak penasaran melihat kondisi Mirna.

Pukul 17.27 WIB: Jessica mengangkat Mirna dibantu staf Kafe Olivier. Kerumunan itu
kemudian menuju ke klinik yang tak jauh dari kafe tersebut.

CCTV Kafe Olivier yang diputar tersebut belum seutuhnya diperlihatkan. Jaksa Penuntut
Umum (JPU) dan ayah Mirna, Darmawan Salihin menyebut isi rekaman video tersebut belum
diperlihatkan seluruhnya. Sebab, masih ada isi rekaman yang akan diperlihatkan dalam
sidang lanjutan pada pekan depan.

Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/07/13/338/1437339/kronologi-kematian-mirna-
berdasarkan-rekaman-cctv

Perjalanan kasus kematian Mirna hingga vonis Jessica


Jumat, 28 Oktober 2016 07:31 WIB | 17.968 Views

Oleh Alviansyah Pasaribu

Terdakwa kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang diduga diracun menggunakan kopi
bersianida, Jessica Kumala Wongso mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, Jakarta, Kamis (20/10/2016). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) ()

Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 32 kali persidangan telah diselesaikan dari awal hingga
putusan majelis hakim terhadap Jessica Kumala Wongso atas perkara kematian Wayan Mirna
Salihin. Jessica akhirnya divonis hukuman 20 tahun penjara atau sesuai dengan tuntutan yang
diajukan jaksa penuntut.

Kasus ini bermula dari pertemuan antara Jessica, Mirna, dan Hanie Boon Juwita di Kafe
Olivier Grand Indonesia pada 6 Januari 2016. Jessica memesan tempat dilayani resepsionis
bernama Cindy yang menawarkan meja nomor 54. Jessica kemudian meninggalkan lokasi
dan kembali lagi membawa tas kertas lalu memesan es kopi Vietnam dan dua koktil.

Jessica membayar seluruh pesanan dan minuman diantarkan oleh penyaji ke meja nomor 54.
Beberapa saat kemudian Mirna dan Hani datang secara bersamaan, setelah saling menyapa
ketiga wanita itu duduk.

Mirna meminum es kopi Vietnam yang sudah tersedia di meja setelah bertanya kepada
Jessica siapa pemilik minuman itu. Mirna sempat mengatakan bahwa rasa es kopi Vietnam itu
begitu tidak enak sambil mengibaskan tangan di depan mulutnya. Beberapa saat kemudian
tubuh Mirna kejang, tidak sadarkan diri, kemudian mengeluarkan buih dari mulutnya.
Mirna dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia menggunakan kursi roda. Kemudian,
suami Mirna, Arief Soemarko, datang untuk membawanya ke Rumah Sakit Abdi Waluyo
menggunakan mobil pribadi. Jessica dan Hanie menemani Arief memboyong Mirna ke rumah
sakit itu.

Sayang, nyawa Mirna tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi
Waluyo. Setelah keluarga datang, dan ayah Mirna Edi Dharmawan Salihin bergegas
melaporkan kematian anaknya ke Polsek Metro Tanah Abang karena dinilai tewas tidak
wajar.

Setelah melapor, Dharmawan Salihin tidak langsung mengizinkan polisi mengautopsi jenazah
Mirna. Tiga hari setelah kematian, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,
Komisaris Besar Polisi Krishna Murti, berbicara dengan Dharmawan Salihin agar
mengizinkan anaknya diautopsi. Namun, ternyata Mirna tidak diautopsi, melainkan hanya
diambil sampel dari bagian tubuhnya saja untuk diteliti.

Pada 10 Januari 2016, jenazah Mirna dikebumikan di Gunung Gadung, Bogor, kemudian
hasil pemeriksaan sampel menemukan zat racun di dalam tubuh Mirna yang membuat
lambungnya korosif sehingga tewas dalam hitungan menit setelah menelan es kopi itu.

Pra-rekonstrsuksi hingga penetapan tersangka

Satu hari setelah Mirna dikubur, polisi menggelar pra-rekostruksi di Kafe Olivier. Jessica,
Hanie, dan pegawai Olivier dihadirkan untuk memperagakan kembali hal-hal yang terjadi
pada 6 Januari 2016, mulai dari kedatangan Jessica hingga Mirna kejang.

Pertengahan Januari, Puslabfor Mabes Polri mengumumkan bahwa terdapat racun diduga
sianida di dalam kopi Mirna dan ditemukan juga di lambung Mirna. Penyidik Polisi
kemudian memanggil Jessica untuk diperiksa karena telah memesan minuman untuk Mirna.

Jessica kembali dipanggil penyidik untuk diperiksa psikiater pada 20 Januari 2016. Saat itu
Jessica terlihat sangat tenang kala menghadapi wartawan yang menunggunya seharian penuh
hingga selesai pemeriksaan. Keluarga Mirna antara lain Dharmawan Salihin, Sendy Salihin
(saudari kembarnya) dan Arief Sumarko juga ikut diperiksa satu hari setelah Jessica.
Penyidik akhirnya membawa berkas kasus Mirna ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 26
Januari 2016, namun berkas itu dikembalikan ke penyidik agar dilengkapi. Gelar perkara
dilakukan pada 29 Januari 2016 dan menetapkan Jessica sebagai tersangka pembunuhan
Mirna. Polisi menangkap Jessica pada 30 Januari di sebuah hotel di Jakarta Utara.

Rekonstruksi dan Praperadilan

Pada bulan Februari 2016 polisi menggelar serangkaian rekonstruksi tewasnya Wayan Mirna
di Kafe Olivier. Jessica menolak memperagakan adegan rekonstruksi yang dianggap sebagai
"versi polisi". Beberapa hari setelahnya rekonstruksi, Jessica menjalani tes kejiwaan di
Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo untuk mengetahui pribadi dan motif.

Pertengahan Februari 2016, penasihat hukum Jessica mengajukan praperadilan ke Pengadilan


Negeri Jakarta Pusat karena penetapan tersangka kepada Jessica dianggap tidak sah. Sejalan
dengan proses pengajuan praperadilan itu, penyidik Polda Metro Jaya melimpahkan berkas
perkara Jessica ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menggelar sidang pertama praperadilan atas
penetepan tersangka yang dilakukan Polda Metro terhadap Jessica. Namun upaya
praperadilan Jessica kandas setelah PN Jakarta Pusat menolaknya karena dianggap salah
alamat.

Akhir Maret 2016 kepolisian meminta perpanjangan masa tahanan terhadap Jessica sampai
akhir April 2016 karena berkas perkara dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Tinggi
DKI.

Setelah satu bulan berlalu, berkas perkara belum juga dinyatakan lengkap oleh kejaksaan
sehingga penyidik kepolisian meminta lagi perpanjangan masa penahanan selama 30 hingga
akhir Mei 2016.

Kejaksaan Tinggi DKI akhirnya menerima berkas perkara dari penyidik kepolisan pada dua
hari menjelang berakhirnya masa penahanan Jessica pada akhir Mei 2016. Berkas yang
dinyatakan lengkap (P21) menandai dimulainya proses persidangan Jessica.
Persidangan perdana dan para saksi kunci

Sidang perdana Jessica digelar 15 Juni 2016 dengan agenda pembacaan eksepsi oleh
pengacara Jessica Kumala Wongso. Dalam nota keberatan yang dibacakan Sordame Purba,
disampaikan beberapa kejanggalan yang dirasakan terdakwa dan kuasa hukum. Jaksa
menyebut dakwaan jaksa terhadap kliennya terlalu dangkal untuk tuduhan pembunuhan
berencana.

Pada 28 Juni 2016, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak seluruh eksepsi
yang diajukan kuasa hukum Jessica karena menurut hakim, dakwaan yang disusun jaksa telah
lengkap dan jelas.

Persidangan dilanjutkan pada 12 Juli 2016 di mana para keluarga Mirna memberikan
keterangan antara lain Edi Dharmawan Salihin, Arief Soemarko dan Sendy Salihin.
Keterangan yang diberikan ketiga saksi itu mengarahkan kecurigaan kepada Jessica yang
bertindak aneh setelah Mirna meninggal dunia.

Saksi kunci, Hanie Juwita Boon, dihadirkan pada persidangan tanggal 13 Juli 2016. Hanie
yang sempat mencicipi es kopi Vietnam merasakan rasa panas di lidah. Ia juga menceritakan
situasi saat datang bersama Mirna, bertemu Jessica, Mirna kejang hingga dibawa ke RS Abdi
Waluyo.

Pegawai Kafe Olivier dan ahli dari jaksa

Persidangan untuk menghadirkan pegawai Kafe Olivier digelar sebanyak empat kali antara
lain tanggal 20, 21, 27 dan 28 Juli 2016. Saksi-saksi yang dihadirkan antara lain Aprilia
Cindy Cornelia (resepsionis), Marlon Alex, Agus Triyono (pelayan), Rangga Dwi (barista),
Yohanis (bartender), Devi (manajer kafe) dan pegawai Olivier lainnya.

Dari seluruh keterangan yang diberikan, tidak satu pun pegawai Olivier yang melihat Jessica
memasukan sesuatu ke dalam gelas kopi es Vietnam yang diminum Mirna. Sejumlah pegawai
Olivier hanya melihat warna es kopi yang semestinya cokelar berubah menjadi kuning.
Setelah menghadirkan saksi pegawai Kafe Olivier, jaksa penuntut umum menghadirkan
sejumlah ahli di antaranya dokter forensik Slamet Purnomo yang menegaskan Mirna
meninggal keracunan sianida karena ada 0,2 miligram per liter sianida di lambung Mirna.

"Yang menyebabkan kematian adalah sianida apalagi dalam lambung (Mirna) ditemukan zat
itu," kata Slamet Purnomo di PN Jakarta Pusat kemudian menambahkan terdapat korosif di
lambung Mirna hingga muncul bercak-bercak hitam bekas pendarahan.

Pada 10 Agustus 2016, ahli digital forensik Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh Al Azhar,
membuka rekaman kamera pengawas (CCTV) yang memperlihatkan Jessica membuka tas
menggunakan kedua tangan pada pukul 16.29.50 WIB kemudian kepala Jessica menoleh ke
kiri dan kanan pada satu menit kemudian. Pada rekaman CCTV juga terlihat Jessica seperti
sedang menggaruk tangan.

Persidangan 15 Agustus 2016, psikolog Antonia Ratih Andjayani menyebut Jessica sosok
cerdas dan tenang namun memiliki kepribadian narsis yang seringkali menggunakan
kebohongan untuk berdalih. Tiga hari kemudian, jaksa menghadirkan psikiater forensik
Natalia Widiasih Raharjanti yang menyatakan Jessica berisiko melakukan kekerasan terhadap
diri sendiri maupun orang lain jika tertekan.

Pada persidangan pekan berikutnya dihadirkan toksikolog forensik I Made Gelgel yang
menyatakan Mirna tewas karena sianida. Di hari yang sama turut hadir pakar hukum pidana,
Edward Omar Sharif, yang menjelaskan dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan
berencana tidak diperlukan motif dan pembuktian hukumnya bisa saja tidak menggunakan
bukti langsung.

Kriminolog Ronny Nitibaskara pada persidangan awal September 2016 bilang Jessica
memiliki kepribadian yang berpotensi menyakiti orang lain. Adapun ahli psikologi
Universitas Indonesia Sarlito Wirawan menduga Jessica penyuka sesama jenis.

Ahli dari penasihat hukum Jessica

Penasihat hukum Jessica menghadirkan beberapa ahli guna memberikan penjelasan kepada
majelis hakim bahwa kliennya tidak bersalah dalam tewasnya Mirna. Ahli psikologi
Universitas Indonesia, Dewi Taviana Walida Haroen, mengutarakan bahwa sifat amorous
narcissist yang dimiliki Jessica bukanlah faktor atau kecenderungan yang mendorong aksi
pembunuhan.

Ahli Psikiater Klinis RS Marzuki Mahdi Bogor, Irmansyah, menjelaskan bahwa kecil
kemungkinan Jessica Kumala Wongso melakukan pembunuhan terhadap Wayan Mirna
lantaran merasa sakit hati.

Saksi ahli teknologi informasi dan digital forensik dari Universitas Mataram, Rismon
Hasiholan Sianipar, menduga rekaman CCTV dari Kafe Olivier yang menampilkan Jessica
menggaruk tangan telah melalui proses rekayasa tempering atau mencerahkan pixel pada
video.

Sebelumnya, ahli toksikologi kimia Universitas Indonesia Dr. rer. nat. Budiawan mengatakan
sisa sianida di lambung Wayan Mirna Salihin adalah hasil dari proses alamiah atau
postmortem.

Direktur Pemasaran PT Kia Mobil Indonesia, Hartanto Sukmono, juga memberikan kesaksian
pada pukul 16.00 WIB tanggal 6 Januari 2016 melihat Jessica di kafe tersebut tengah berdiri
dan menggunakan sambungan telepon melalui ponselnya.

Ahli patologi forensik asal Australia, Profesor Beng Beng Ong, ahli patologi forensik Djaja
Surya Atmadja, dan ahli toksikologi Budiawan, mengatakan hal yang sama bahwa penyebab
kematian Mirna hanya bisa diketahui dengan autopsi. Mereka juga meragukan kematian
Mirna disebabkan oleh sianida.

Keterangan Jessica

Jessica diperiksa dalam persidangan pada 28 September 2016. Jessica mengaku tidak pernah
menuangkan apa pun ke dalam kopi es vietnam yang diminum Mirna. Jessica juga
menjelaskan alasan enggan mencicipi kopi es vietnam yang diminum Mirna, yakni lantaran
sebelumnya korban telah mengatakan bahwa rasa kopi itu tidak enak. Jessica juga mengaku
tidak pernah menyentuh es kopi vietnam tersebut.
Tuntutan Jaksa

Pada 5 Oktober 2016 jaksa penuntut umum (JPU) berketetapan memberikan tuntutan
hukuman 20 tahun penjara kepada Jessica dengan alasan tewasnya Mirna memberikan
kesedihan yang mendalam. Jaksa bahkan menyatakan bahwa Jessica melakukan aksi
pembunuhan yang keji dan sadis dengan racun untuk menewaskan Mirna.

Pleidoi

Jessica membacakan nota pembelaan (pleidoi) berisi curahan hatinya selama 12 menit pada
persidangan tanggal 12 Oktober 2016. Jessica membaca pleidoinya dengan suara parau
sambil menahan tangis dengan menyampaikan bahwa ia tidak membunuh Mirna dan
hidupnya sangat menderita di sel tahanan.

Otto Hasibuan, pengacara Jessica, dalam nota pembelaan (pledoi) setebal tiga ribu lembar
pada persidangan itu meragukan keaslian barang bukti yang menyudutkan posisi kliennya.
Pengacara kembali menegaskan kematian Mirna bukan karena sianida dan meminta majelis
hakim menolak bukti rekaman CCTV karena dianggap tidak sah.

Replik

Pada replik tanggal 17 Oktober 2016, jaksa penuntut menyatakan nota pembelaan yang
disampaikan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso hanya berisi keterangan spekulatif
karena dipenuhi asumsi tak berdasar dan kering dari sumber hukum untuk menopang
argumentasi kuasa hukum. Jaksa juga menyindir Jessica yang menangis saat membacakan
pleidoi dan ruang tahanan Jessica yang dianggap mewah.

Duplik

Duplik digelar pada 20 Oktober untuk menanggapi replik yang disampaikan Jaksa. Dalam
duplik itu, Jessica menjelaskan foto-foto sel mewah yang ditampilkan jaksa dalam replik
bukanlah sel tahanan melainkan ruang konseling di Polda Metro Jaya. Jessica juga mengaku
cemas akan adanya intervensi dalam pengadilan karena keluarga Mirna dinilai dekat dengan
jaksa.
Jessica menyebutkan informasi dari seseorang bernama Amir Papalia yang melihat adanya
pertemuan antara diduga Arief Soemarko dengan barista Olivier, Rangga Dwi Saputra, di
Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, satu hari sebelum Mirna meninggal.

Di bagian akhir duplik, Otto Hasibuan memohon kepada Presiden RI Joko Widodo untuk
menjadikan kasus Jessica sebagai momentum reformasi hukum. "Bapak presiden, kami
mohon dan juga mengusulkan jadikanlah kasus ini sebagai momentum untuk reformasi
penegakkan hukum, momentum reformasi hukum," kata Otto.

Putusan hakim

Pada 27 Oktober 2016, majelis hakim menyatakan Jessica Kumala Wongso terbukti bersalah
melakukan pembunuhan berencana dalam perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin dan
menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara, sama dengan tuntutan yang diajukan oleh
jaksa penuntut umum.

Hal yang memberatkan terdakwa, menurut hakim, perbuatan terdakwa mengakibatkan Mirna
meninggal dunia dan perbuatan terdakwa terbilang keji dan sadis.

Jessica dan kuasa hukum menyatakan akan mengajukan banding terhadap putusan majelis
hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara.

Editor: Suryanto

COPYRIGHT © ANTARA 2016

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/592814/perjalanan-kasus-kematian-mirna-
hingga-vonis-jessica
Hakim Minta Ahli Kubu Jessica Jujur soal
Kasus Pembunuhan di AS

Nafiysul Qodar

21 Sep 2016, 23:59 WIB

12
Ahli Patologi Forensik dari Australia, Michael David Robertsondi menjadi saksi ahli dalam
sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala
Wongso di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu, (21/9). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Fakta menarik tersaji di persidangan ke-23 kasus pembunuhan


Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Muncul informasi bahwa
ahli toksikologi forensik bernama Michael David Robertson, yang dihadirkan kubu Jessica
diduga terlibat pembunuhan di Amerika Serikat yang dikenal sebagai kasus 'American
Beauty' pada 2000 silam.

Informasi itu pertama kali dilontarkan oleh tim jaksa penuntut umum dalam persidangan
siang tadi. Setelah melewati jeda istirahat, persidangan kembali dilanjutkan.

Pada season kedua persidangan ke-23 ini, anggota majelis hakim Binsar Gultom kembali
menyinggung informasi kasus 'American Beauty' sebagaimana tertulis di dialymail. Binsar
ingin memastikan kebenaran keterlibatan Michael dalam kasus tersebut seperti yang
ditudingkan media asing itu.

"Saya minta ahli jujur, terkait informasi dari jaksa (keterlibatan Michael di kasus 'American
Beauty'). Yang bersaksi di persidangan adalah orang yang baik," ujar Binsar dalam
persidangan di PN Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2016).

Mendapatkan pertanyaan tersebut dari Binsar, Michael hanya diam. Ahli toksikologi forensik
dari Monash University, Australia itu kemudian mengungkapkan keengganannya menanggapi
pertanyaan seputar kasus 'American Beauty'. Ia hanya bersedia menjawab pertanyaan terkait
keahliannya dalam kasus kematian Mirna ini.

"Saya tidak mau berkomentar soal masalah pribadi," tegas Michael.

Hakim menghormati sikap ahli tersebut. Binsar pun segera mengalihkan pertanyaan seputar
kasus 'kopi sianida' yang menewaskan Mirna.

Sebelumnya, JPU mempertanyakan kebenaran informasi terkait pemberitaan bahwa Michael


Robertson terlibat dalam pembunuhan yang dilakukan Kristin Margarethe Rossum terhadap
suaminya di Amerika Serikat pada 2000 lalu. Michael disebut-sebut sebagai kekasih
sekaligus bos Kristin.
Otoritas Amerika Serikat disebut telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Michael
yang berdomisili di Australia itu. Dia juga turut dikenai denda USD 100.000 dalam kasus
tersebut.

Michael sendiri membenarkan jika nama yang tertulis dalam artikel tersebut adalah dirinya.
Namun dia meragukan tuduhan yang ditujukan kepada dirinya atas keterlibatan dalam kasus
pembunuhan yang dikenal dengan sebutan 'American Beauty' itu.

Sumber : http://news.liputan6.com/read/2607772/hakim-minta-ahli-kubu-jessica-jujur-soal-
kasus-pembunuhan-di-as

Anda mungkin juga menyukai