Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN

KASUS KOPI DENGAN ASAM SIANIDA

PENDIDIKAN PANCASILA

Dosen: Diana Anggraeni

Nama Anggota:

Ahmad Muhammad

171424002

Muhammad Azman Hizburrohman

171424020

Muhammad Naufal Mahdy

171424024

Nadya Amelinda Zahar

171424025

Syifa Ruri Sandyanti

171424031
Kasus yang Diangkat

KOPI SIANIDA

I. Kronologis Kejadian

Kasus kematian Wayan Mirna Salihin menjadi salah satu hal yang paling menyita perhatian
masyarakat selama tahun 2016. Sosok terdakwa Jessica Kumala Wongso yang diduga meracuni
temannya itu seolah tak lepas dari sorotan publik.

Perjalanan kasus ini dimulai ketika empat orang yang berteman sejak kuliah di Billy Blue College,
Australia, memiliki rencana untuk bertemu di Indonesia. Mereka adalah Mirna, Jessica, Hani Boon
Juwita, dan Vera.

Pertemuan berlangsung pada 6 Januari 2016 lalu di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Namun, Vera tidak ikut dalam pertemuan tersebut dan namanya tak banyak disebut dalam kasus ini.
Hari itu, Jessica tiba terlebih dahulu di Olivier sebelum pukul 16.00 untuk menghindari bonceng
bertiga. Dia berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail. Sementara Mirna tiba bersama
Hani.

Saat keduanya tiba, Jessica sudah menunggu di meja 54 dengan pesanan minuman yang sudah
dihidangkan. Es kopi vietnam sengaja dipesan untuk Mirna. Tak lama setelah bertegur sapa, Mirna
langsung meminum es kopi vietnam dan kejang-kejang. Dia meninggal dalam perjalanan menuju
Rumah Sakit Abdi Waluyo.

Pada 16 Januari 2016, polisi menemukan kandungan zat sianida di dalam tubuh Mirna. Dia diduga
meninggal karena keracunan. Oleh karena itu, polisi meningkatkan penyelidikannya menjadi
penyidikan.

II. Jessica jadi tersangka

Polisi menetapkan Jessica sebagai tersangka pada 29 Januari 2016 setelah gelar perkara dilakukan.
Jessica ditangkap keesokan harinya di sebuah hotel di Jakarta Utara.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Jessica, Hani, dan keluarga Mirna sudah diperiksa sebagai
saksi. Jessica juga beberapa kali muncul di televisi dan menjelaskan bahwa dia bukan orang yang
meracuni Mirna.

III. Puluhan saksi dan ahli di sidang Jessica

Kejari Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara Jessica ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8
Juni 2016 untuk disidangkan.
Sidang perdana digelar pada 15 Juni 2016, dipimpin ketua majelis hakim Kisworo serta dua anggota
majelis hakim, Binsar Gultom dan Partahi Tulus Hutapea.

Pada sidang perdana, Jessica didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 340 KUHP tentang
pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Kasus kopi sianida
terdakwa dijerat pasal 340 KUHP yang berbunyi "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih
dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun" Tim pengacara Jessica langsung mengajukan
eksepsi atau nota keberatan yang ditanggapi jaksa pada persidangan berikutnya, yakni 21 Juni 2016.

Setelah mendengarkan eksepsi pihak Jessica dan tanggapan jaksa, majelis hakim menolak semua
eksepsi Jessica dan melanjutkannya ke pokok perkara. Dalam sidang kematian Mirna tersebut,
tercatat puluhan saksi dan ahli yang memberikan keterangan, baik dari kubu Jessica maupun jaksa.
Saksi yang dihadirkan jaksa di antaranya Dermawan, Arief Soemarko (suami Mirna), Sendy Salihin
(kembaran Mirna), dan belasan karyawan Olivier. Sementara kubu Jessica menghadirkan tiga orang
saksi yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) dan mengalami kejadian serupa dengan Mirna.

Kemudian, baik jaksa maupun pengacara Jessica menghadirkan ahli-ahli dari berbagai bidang, mulai
dari dokter forensik, ahli toksikologi, psikolog, psikiater, ahli pidana, hingga ahli digital forensik.
Ahli-ahli yang dihadirkan jaksa menyatakan 0,2 miligram per liter sianida di sampel lambung Mirna
yang diambil beberapa hari setelah kematian merupakan bukti dia diracun. Sementara para ahli yang
dihadirkan pengacara Jessica menyatakan 0,2 miligram per liter tersebut merupakan sianida yang
dihasilkan pasca-kematian.

Sebabnya, pada barang bukti cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah kematian tidak
ditemukan sianida.

IV. Pemeriksaan Jessica

Jessica diperiksa di persidangan pada 28 Oktober 2016. Dia menyatakan tidak menyentuh dan
memasukkan apa pun ke dalam gelas es kopi vietnam Mirna.

Setelah pemeriksaan Jessica sebagai terdakwa, jaksa akhirnya menuntut 20 tahun hukuman penjara
terhadap Jessica dengan motif sakit hati karena

Jaksa menyebut Jessica tidak mengakui perbuatannya dan tidak menyesal sedikit pun. Jaksa juga
menilai keterangan Jessica dalam persidangan berbelit-belit dan membangun alibi untuk
mengaburkan fakta dengan menyebarkan informasi yang menyesatkan.

Sementara itu, tim pengacara Jessica menilai motif sakit hati tidak masuk akal. Mereka juga
menyebut kematian Mirna bukan karena sianida.

Pleidoi pihak Jessica dilangsungkan selama dua kali persidangan karena banyaknya materi yang
disampaikan. Hingga akhirnya Jessica divonis dihukum 20 tahun Penjara.
Pasal yang Dilanggar

Kasus kopi sianida terdakwa dijerat pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman
mati atau penjara seumur hidup.

Pasal 340 KUHP berbunyi "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama 20 tahun"

Analisa Keterkaitan Kasus dengan Pancasila

Sebagai warga negara Republik Indonesia, pancasila tentunya menjadi dasar utama dalam kehidupan
bernegara. Setiap butir yang tertuang dalam pancasila hendaknya selalu diterapkan dalam keseharian
sehingga tidak ada perbuatan menyeleweng yang tidak diinginkan. Rendahnya kesadaran Warga
Negara akan nilai-nilai pancasilalah yang menyebabkan masih maraknya pelanggaran di Indonesia.
Seperti kasus kopi sianida yang kami bahas.

Berikut pemaparan ketidakselarasan nilai pancasila dengan kasus kopi sianida.

Sila 1 : Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada kasus pembunuhan berencana yang menggunakan sianida ini berarti pelaku bertentangan
dengan sila ke 1 karena membunuh seseorang yang sudah jelas tidak diperbolehkan di semua agama.

Sila 2 : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kasus ini bertentangan dengan sila ke 2 karena tidak memperlihatkan sikap saling mencintai antar
sesama manusia, serta tidak memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Ditinjau dari sisi lain, ini dapat juga menjadi kesalahan penjual bahan-bahan kimia. Belakangan ini,
setiap orang dari semua kalangan dapat membeli bahan-bahan kimia berbahaya dari para pedagang
dengan bebas tanpa resep. Inilah yang membuat kebanyakan orang berfikir seolah bahan kimia
berbahaya itu hanya sekedar gurauan belaka.

Maka dari itu, sudah seharusnya pemerintah melakukan penegasan kepada para penjual bahan-bahan
kimia untuk hanya melayani orang-orang yang membeli dengan resep atau rujukan resmi. Dengan
begitu, angka pelanggaran karena penyalahgunaan bahan kimia berbahaya dapat ditekan.

Anda mungkin juga menyukai