Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah


Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap
manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir
kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan
antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal
inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang
individu terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun
sebaliknya.
Pada tanggal 6 Januari 2016, Wayan Mirna Salihin, 27 tahun,
meninggal dunia setelah meminum Kopi es vietnam di Olivier
Café, Grand Indonesia. Saat kejadian, Mirna diketahui sedang
berkumpul bersama kedua temannya, Hani dan Jessica Kumala
Wongso. Menurut hasil otopsipihak kepolisian, ditemukan pendarahan
pada lambung Mirna dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif
masuk dan merusak mukosa lambung. Belakangan diketahui, zat korosif
tersebut berasal dariasam sianida. Sianida juga ditemukan oleh
Puslabfor Polri di sampel kopi yang diminum oleh Mirna. Berdasarkan
hasil olah TKP dan pemeriksaan saksi, polisi menetapkan Jessica
Kumala Wongsosebagai tersangka. Jessica dijerat dengan pasal
340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dari latar belakang tersebut di atas maka kami menyusun makalah
yang berjudul “Kasus Pembunuhan Wayan Mirna Sholihin”, untuk
memberikan informasi tentang kejadian kasus pembunuhan Wayan
Mirna Salihin.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
yang dapat kita ambil adalah bagaimana alur cerita dari kasus
pembunuhan Wayan Mirna Salihin terhadap tersangka Jessica Kumala
Wongso.

C.      Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui cerita
dari kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin terhadap tersangka
Jessica Kumala Wongso.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Korban
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, adalah anak dari seorang
pengusaha. Ayahnya, Edi Darmawan Salihin memiliki beberapa
perusahaan, antara lain di bidang pengiriman dokumen penting di
Petojo, Jakarta Pusat, dan perusahaan yang bergerak di bidang garmen
di Cengkareng, Jakarta Barat. Mirna diketahui memegang salah satu
perusahaan milik ayahnya tersebut.
Mirna pernah bersekolah di Jubilee School di
kawasan Sunter, Jakarta Utara. Ia kemudian melanjutkan pendidikan
di Billy Blue College of Design, dan Swinburne University of Technology,
keduanya berada di Australia. Setelah lulus, Mirna bekerja di
perusahaan yang bergerak di bidang desain, Misca Design dan Monette
Gifts & Favors.
Pada bulan November 2015, Mirna menikah dengan Arief
Soemarko di Bali, Indonesia, setelah sebelumnya berpacaran selama 10
tahun. Mirna dan Arief diketahui mulai berpacaran sejak berada di
Australia. Saat itu, Mirna tinggal di Sydney, sedangkan Arief
di Melbourne. Mirna juga diketahui memiliki saudara kembar yang
bernama Sendy Salihin.

B.       Kronologi
Terdapat beberapa kronologi berbeda dari kasus pembunuhan ini,
dikarenakan keterangan saksi yang sering berubah-ubah. Kronologi
pertama adalah keterangan dari teman berkumpul Mirna pada saat
kejadian, Jessica, dan kronologi kedua diungkapkan oleh teman Mirna
lainnya yang juga berada di TKP, yaitu Hani, kepada pihak kepolisian.

1.    Kronologi versi Jessica


Tiba di Grand Indonesia (pukul 14.00 WIB). Jessica janjian bertemu
dengan tiga temannya, Mirna, Hani, dan Vera, di Kafe Olivier pada pukul
17.00.
Pesan tempat. Begitu tiba, Jessica langsung memesan meja nomor
54. Kafe Olivier merupakan pilihan Mirna.
Jalan-jalan. Jessica berkeliling mal dan membeli tiga bingkisan
berisi sabun untuk oleh-oleh bagi ketiga temannya.
Kembali ke kafe (Sekitar pukul 16.00 WIB). Jessica memesan
minuman setelah bertanya dulu di grup perbicangan media
sosial mereka.
Minuman datang. Minuman yang datang pertama adalah kopi es
Vietnam pesanan Mirna. Dua minuman lainnya, fashioned sazerac
(Hani) dan cocktail (Jessica) datang belakangan.
Sang teman tiba (pukul 16.40). Mirna dan Hani datang. Vera tak
terlihat. Posisi duduk: Mirna (tengah), Jessica (kiri), dan Hani (kanan)
Mirna meminum kopi Mirna merasa bau kopinya aneh dan meminta
kedua temannya ikut mencium. “Baunya aneh,” kata Jessica.
Belakangan diketahui bahwa kopi yang diminum oleh Mirna memiliki
warna seperti kunyit.
Mirna meminta air putih. Jessica meminta air kepada pelayan. Ia
ditanya balik pilihan minumannya.
Mirna sekarat. Ketika ia kembali, tubuh Mirna sudah kaku, mulutnya
mengeluarkan busa, kejang-kejang, dengan mata setengah tertutup.
Panik. Jessica dan Hani panik sembari mengoyangkan tubuh Mirna.
Mereka berteriak memanggil pelayan kafe.
Dibawa ke klinik dan rumah sakit Mirna dibawa menggunakan kursi
roda ke klinik, kemudian dibawa dengan mobil suaminya, Arief
Soemarko, ke Rumah Sakit Abdi Waluyo. Dokter klinik mal Grand
Indonesia, Joshua, mengatakan denyut nadi Wayan Mirna Salihin
sebelum wafat adalah 80 kali per menit. Sementara pernapasannya 16
kali per menit. Pada saat dibawa ke klinik, Mirna diketahui pingsan.
Selama lima menit Joshua mengaku hanya melakukan pemeriksaan dan
tidak menemukan masalah pada pernapasan dan denyut nadi. Dirinya
hanya memberi alat bantu pernapasan. Kemudian atas kemauan suami,
Mirna kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo.

2.    Kronologi versi Hani kepada Polisi


Tiba di kafe (pukul 16.00 WIB) Jessica tiba di kafe.
Hani dan Mirna datang (pukul 16.40 WIB). Minuman sudah tersedia.
Menurut Hani, setelah meminum es kopi, Mirna mengatakan “It's awful,
it's bad”. “Minumannya ada apa-apanya kali,” kata Hani.
Mirna sekarat Mirna merasa kepanasan dan mulutnya berbusa
sehingga dibawa ke klinik. Mirna meninggal di Rumah Sakit Abdi
Waluyo.

3.    Kronologi versi Edi Darmawan Salihin (Ayah Mirna)


Wawancara yang dilakukan oleh Karni Ilyas dalam acara Indonesia
Lawyers Club di tvOne, Edi Darmawan Salihin mengungkapkan
beberapa fakta terkait kematian anaknya. Fakta tersebut ia peroleh
salah satunya setelah melihat rekaman CCTV yang berada di Olivier
Café. Ia menjelaskan, bahwa apa yang di ucapkan oleh Jessica Kumala
Wongso di media-media itu bohong.
Kebohongan tersebut antara lain mengenai air mineral yang diakui
Jessica dipesan olehnya, nyatanya tidak tercantum dalam tagihan
pesanan. Lalu penempatan goody bag yang diakui Jessica ditaruh di
atas meja setelah minuman datang, menurut Edi, nyatanya goodybag
ditaruh sebelum minuman pesanan diantarkan oleh pelayan. Edi pun
mengatakan, hanya Jessica yang tidak menangis saat keluarga dan
teman-teman Mirna berada di Rumah Sakit Abdi Waluyo.

C.      Hasil Laboratorium Forensik


Hasil otopsi yang dilakukan terhadap jenazah Mirna, ditemukan
adanya pendarahan pada lambung dikarenakan adanya zat yang
bersifat korosif masuk dan merusak mukosa lambung. Belakangan
diketahui, zat korosif tersebut berasal dari Sianida.
Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri juga sudah
mengeluarkan hasil pemeriksaan sampel kopi yang diminum Wayan
Mirna Salihin. Hasilnya, dari sampel kopi itu ditemukan 15 gram
racun sianida. Sebagai perbandingan, 90 miligram sianida bisa
menyebabkan kematian pada orang dengan berat badan 60 kilogram.
Sekitar 90 miligram, jika dalam bentuk cairan, dibutuhkan 3-4 tetes saja.
Sedangkan 15 gram, sekitar satu sendok teh.

D.      Penyelidikan Kepolisian
Pada awal perkembangan kasus kematian Mirna, kepolisian
sempat menemui jalan buntu karena pihak keluarga Mirna tidak
mengizinkan untuk dilakukan otopsi terhadap jenazah Mirna. Namun,
setelah dilakukan musyawarah dan dijelaskan oleh pihak kepolisian,
akhirnya pihak keluarga mengizinkan polisi untuk melakukan otopsi. Dari
hasil otopsi tersebut diketahui bahwa terdapat pendarahan di lambung
Mirna.
Berdasarkan penemuan tersebut, polisi berkeyakinan bahwa
kematian Mirna tidak wajar. Polisi kemudian melakukan prarekonstruksi
di Olivier Café pada tanggal 11 Januari 2016 dengan menghadirkan dua
orang teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Polisi juga meminta
keterangan dari pegawai Olivier Café.
Polisi pun mengembangkan penyelidikan dengan memanggil
beberapa saksi termasuk pihak keluarga Mirna yang diwakili oleh
ayahnya, juga dua orang teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Jessica
sendiri diperiksa oleh pihak kepolisian sebanyak 5 kali. Jessica tidak
hanya dimintai keterangan, namun polisi juga menggeledah rumahnya
pada tanggal 10 Januari 2016. Polisi diketahui mencari celana yang
dipakai oleh Jessica pada saat kejadian. Namun hingga kini, celana
tersebut belum ditemukan.
Tidak hanya memeriksa para saksi, polisi pun meminta keterangan
dari para ahli diantaranya ahli IT, hipnoterapi, psikolog, dan psikiater
untuk menguatkan bukti dugaan terhadap pelaku.
Kepolisian RI juga meminta bantuan kepada Kepolisian Federal
Australia untuk mendalami latar belakang Jessica selama berada
di Australia.

E.       Tersangka
Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin,
polisi akhirnya mengumumkan pelaku pembunuhan berencana
ini. Jessica Kumala Wongso ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal
29 Januari 2016 pukul 23:00 WIB. Jessica yang diketahui sebagai
teman Mirna yang juga memesankan minuman, ditangkap keesokan
harinya di Hotel Neo Mangga Dua Square, Jakarta Utara, pada tanggal
30 Januari 2016 pukul 07:45 WIB. Setelah menjalani pemeriksaan
selama 13 jam sebagai tersangka, Jessica pun ditahan oleh pihak
kepolisian.

G.      Persidangan
Setelah melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala
Wongso pada akhirnya dituntut 20 tahun penjara atas tindak pidana
pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Dalam tuntutannya,
jaksa menyebutkan bahwas Jessica diyakini terbukti bersalah meracuni
Mirna dengan menaruh racun sianida dengan kadar 5 gram. Jessica
disebut menutupi aksinya dengan cara meletakkan 3 kantong kertas di
meja nomor 54.
Pada 27 Oktober 2016, Jessica Kumala Wongso dijatuhi vonis
pidana penjara selama 20 tahun.
BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pembunuhan berencana merupakan salah satu perbuatan yang
diancam dengan pidana mati, selain itu juga ancaman hukumannya
adalah pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun. Ancaman pidana bagi pelaku pembunuhan
berencana yaitu hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

B.       SARAN
Hukum di Indonesia harus lebih di tegakkan lagi agar
permasalahan kasus-kasus hukum pidana di indonesia bisa diatur lebih
baik lagi dan yang melanggar hukum harus diberi hukuman yang
setimpal sesuai dengan Undang-undang yang telah di tetapkan.
Hukum acara pidana merupakan hukum yang bertujuan untuk
mempertahankan hukum materil pidana. Dengan kata lain acara pidana
merupakan proses untuk menegakkan hukum materil, proses atau tata
cara untuk mengetahui apakah seseorang telah melakukan tindak
pidana. Acara pidana lebih dikenal dengan proses peradilan pidana.

Menurut sistem yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum


Acara Pidana maka tahapan-tahapan yang harus dilalui secara
sistematis dalam peradilan pidana adalah:
1. Tahap Penyidikan oleh kepolisian
2. Tahap Penuntutan oleh kejaksaan
3. Tahap pemeriksaan di pengadilan oleh Hakim
4. Tahap pelaksanaan Putusan (eksekusi) oleh kejaksaan dan
lembaga pemasyarakatan
Tahapan-tahapan peradilan pidana

Adanya tindak pidana


Bagaimana mengetahui adanya tindak pidana?  Agar penyidik
(polisi) bisa melakukan tindakan (melakukan penyidikan) tentang tindak
pidana maka ada 3 sumber untuk mengetahuinya yaitu :

 Laporan yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang


tentang sedang atau telah atau diduga terjadi tindak pidana (Pasal 1
KUHAP)
 Pengaduan yaitu pemberitahuan disertai permintaan dari pihak
yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang (dalam hal ini
polisi) untuk menindak secara hukum seseorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikan
 Tertangkap tangan yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah
beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,
atau sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu. Benda
tersebut menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya, turut melakukan,
atau membantu melakukan tindak pidana itu.

pasal 340 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja dan


dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20
tahun."

Perjalanan kasus kematian Mirna hingga vonis


Jessica

 
Jumat, 28 Oktober 2016 07:31 WIB

Terdakwa kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang diduga diracun


menggunakan kopi bersianida, Jessica Kumala Wongso mengikuti
sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis
(20/10/2016). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) ()

Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 32 kali persidangan telah


diselesaikan dari awal hingga putusan majelis hakim terhadap Jessica
Kumala Wongso atas perkara kematian Wayan Mirna Salihin. Jessica
akhirnya divonis hukuman 20 tahun penjara atau sesuai dengan
tuntutan yang diajukan jaksa penuntut.
Kasus ini bermula dari pertemuan antara Jessica, Mirna, dan
Hanie Boon Juwita di Kafe Olivier Grand Indonesia pada 6 Januari 2016.
Jessica memesan tempat dilayani resepsionis bernama Cindy yang
menawarkan meja nomor 54. Jessica kemudian meninggalkan lokasi
dan kembali lagi membawa tas kertas lalu memesan es kopi Vietnam
dan dua koktil. 
Jessica membayar seluruh pesanan dan minuman diantarkan oleh
penyaji ke meja nomor 54. kemudian Mirna dan Hani datang secara
bersamaan, setelah saling menyapa ketiga wanita itu duduk. 
Mirna meminum es kopi Vietnam yang sudah tersedia di meja
setelah bertanya kepada Jessica siapa pemilik minuman itu. Mirna
sempat mengatakan bahwa rasa es kopi Vietnam itu begitu tidak enak
sambil mengibaskan tangan di depan mulutnya. Beberapa saat
kemudian tubuh Mirna kejang, tidak sadarkan diri, kemudian
mengeluarkan buih dari mulutnya. 
Mirna dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia menggunakan
kursi roda. Kemudian, suami Mirna, Arief Soemarko, datang untuk
membawanya ke Rumah Sakit Abdi Waluyo menggunakan mobil
pribadi. Jessica dan Hanie menemani Arief memboyong Mirna ke rumah
sakit itu. 
Sayang, nyawa Mirna tak tertolong dan dinyatakan meninggal
dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Setelah keluarga datang, dan ayah
Mirna Edi Dharmawan Salihin bergegas melaporkan kematian anaknya
ke Polsek Metro Tanah Abang karena dinilai tewas tidak wajar.
Setelah melapor, Dharmawan Salihin tidak langsung mengizinkan
polisi mengautopsi jenazah Mirna. Tiga hari setelah kematian, Direktur
Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi
Krishna Murti, berbicara dengan Dharmawan Salihin agar mengizinkan
anaknya diautopsi. Namun, ternyata Mirna tidak diautopsi, melainkan
hanya diambil sampel dari bagian tubuhnya saja untuk diteliti.
Pada 10 Januari 2016, jenazah Mirna dikebumikan di Gunung
Gadung, Bogor, kemudian hasil pemeriksaan sampel menemukan zat
racun di dalam tubuh Mirna yang membuat lambungnya korosif
sehingga tewas dalam hitungan menit setelah menelan es kopi itu.

Tuntutan Jaksa
Pada 5 Oktober 2016 jaksa penuntut umum (JPU) berketetapan
memberikan tuntutan hukuman 20 tahun penjara kepada Jessica
dengan alasan tewasnya Mirna memberikan kesedihan yang mendalam.
Jaksa bahkan menyatakan bahwa Jessica melakukan aksi pembunuhan
yang keji dan sadis dengan racun untuk menewaskan Mirna
Putusan hakim
Pada 27 Oktober 2016, majelis hakim menyatakan Jessica
Kumala Wongso terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana
dalam perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin dan menjatuhkan vonis
hukuman 20 tahun penjara, sama dengan tuntutan yang diajukan oleh
jaksa penuntut umum.
Hal yang memberatkan terdakwa,menurut hakim, perbuatan
terdakwa mengakibatkan Mirna meninggal dunia dan perbuatan
terdakwa terbilang keji dan sadis.
Jessica dan kuasa hukum menyatakan akan mengajukan banding
terhadap putusan majelis hakim pengadilan Negri Jakarta Pusat yang
menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara.
Pengacara Tak Kaget Banding Jessica Wongso Ditolak, Kenapa?
Jessica Wongso
Liputan6.com, Jakarta - Ketua tim penasihat hukum Jessica
Kumala Wongso, Otto Hasibuan kecewa atas putusan banding
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan PT DKI Jakarta menguatkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 777/2016/PN Jakarta
Pusat terkait kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin.

Kendati demikian, Otto mengaku tidak kaget dengan penolakan


tersebut.

"Sedih, tapi tidak kaget karena memang itu sudah diprediksi," ujar
Otto kepada wartawan, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Menurut dia, tim pengacara Jessica tak pernah berharap lebih


pada pengadilan tinggi. Hal itu tak lepas dari pengalamannya
menangani beberapa perkara yang selalu ditolak pada upaya banding.

Namun, bagi dia, semua upaya hukum perlu dicoba untuk mencari
kebenaran. Setelah upaya bandingnya dimentahkan pengadilan tinggi,
kini pihaknya menaruh harapan di Mahkamah Agung (MA) dengan
mengajukan kasasi.

"Saya sih kayak dulu-dulu, enggak pernah berharap banyak. Saya


hanya berharap di MA," tutur Otto.

Sebelumnya, upaya banding Jessica Wongso ditolak setelah


majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kasus pembunuhan berencana
terhadap Wayan Mirna Salihin.
Putusan yang keluar pada 27 Oktober 2016 menyatakan Jessica
Wongso bersalah. Pada perkara ini, Jessica divonis hukuman penjara
selama 20 tahun.

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi


mengatakan, Jessica Kumala Wongso yang divonis bersalah melakukan
pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin tetap dihukum
20 tahun penjara. Sebab, Mahkamah Agung menolak permohonan
kasasi yang diajukan pihak Jessica. "Tetap 20 tahun. Jadi kalau tolak itu
berlaku (putusan) sebelumnya," ujar Suhadi di Gedung MA, Jalan
Medan Merdeka Utara, Kamis (22/6/2017).

(Baca juga: Mahkamah Agung Tolak Kasasi Jessica Kumala


Wongso) Menurut Suhadi, majelis hakim MA yang mengadili perkara
tersebut menilai bahwa permohonan kasasi Jessica tidak dibenarkan.
Namun, Suhadi belum dapat menjelaskan alasan lengkap permohonan
kasasi Jessica ditolak karena pihaknya masih menunggu salinan amar
putusan.

"Singkatnya bahwa alasan permohonan kasasi dari yang


bersangkutan tidak dapat dibenarkan dan putusan yang telah diambil
sudah sesuai dengan ketentuan hukum," kata Suhadi. Perkara kasasi
dengan nomor register 498K/Pid/2017 itu diputuskan pada Rabu
(21/6/2017).

Perkara itu ditangani oleh hakim ketua Artidjo Alkostar serta hakim
anggota Salman Luthan dan Sumardiyatmo. Tim penasihat hukum
Jessica mengajukan kasasi untuk menguji putusan Pengadilan Tinggi
DKI Jakarta yang menolak banding Jessica dan menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapun majelis hakim PN Jakarta
Pusat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Jessica pada
Oktober 2016.

Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, mengaku akan mengambil


langkah hukum selanjutnya setelah MA menolak permohonan kasasi
mereka. "Sekarang, jalan yang akan kami ambil tentu akan mengajukan
PK (peninjauan kembali). Kami akan bawa bukti-bukti baru kalau Jessica
benar-benar tidak bersalah. Kasihan Jessica dihukum atas perbuatan
yang tak dilakukannya," kata Otto, Rabu malam.

Seperti diketahui, Mirna meninggal beberapa saat setelah minum


es kopi vietnam yang dibelikan Jessica di sebuah kafe di Jakarta Pusat
pada awal 2016. Majelis hakim PN Jakarta Pusat memutuskan, Jessica
terbukti membunuh Mirna dengan memasukan racun sianida ke dalam
es kopi tersebut

MAKALAH KASUS PIDANA


“PEMBUNUHAN MIRNA”

Disusun Oleh:
Natalia Ratnasari
XII - IPA 3

SMA KATOLIK WR.SOEPRATMAN 020


TAHUN AJARAN 2018/2019
SAMARINDA
Konfigurasi Elektron

S:2 P:6 D:10 F:14

Anda mungkin juga menyukai