Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PSIKOLOGI HUKUM

KELAS D

Analisis Kasus Ibu Bunuh Anak di Brebes Berdasarkan Psikologi Hukum

Oleh :

ADELIA AZIS
B011201056

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Publik kerap kali dihadapkan dengan kasus pembunuhan. Seperti pada kasus
pembunuhan yang terjadi di Brebes, Jawa Tengah. Kanti Utami adalah seorang ibu
yang tengah menjadi perbincangan di masyarakat karena tega membunuh anaknya
sendiri. Wanita yang berprofesi sebagai MUA (Makeup Artis) menganiaya tiga
anaknya yaitu, AR (7), KS (10), dan EM (5) di rumahnya di Dukuh Sokawera, Desa
Tonjong, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Aksi sadis tersebut
dilakukan Wanita berusia 35 Tahun itu di hari Minggu, 20 Maret 2022 sekitar pukul
04:00 WIB. Korban AR tewas di tempat kejadian akibat luka sayatan di leher,
sementara dua lainnya, KS dan EM mengalami luka serius dan dilarikan ke rumah
sakit. Diduga, pembunuhan terhadap korban dilatarbelakangi oleh permasalahan
kondisi psikologis pelaku. Selain itu, di Klaten, Jawa Tengah, seorang ibu membakar
diri bersama anak-anaknya. Di Lumajang, Jawa Tengah, seorang ibu mengajak anak-
anaknya menenggak racun tikus. Ada banyak kejadian serupa: Surabaya pada 2012,
Bojongsoang pada 2012, Cakung 2013, Bandung pada 2014, Jakarta Barat pada 2017,
Ogan Komering Ulu dan Manado pada 2018, Jakarta Barat pada 2019, dan Surabaya
pada 2021.

Hal ini tentunya menambah daftar kasus pembunuhan yang terjadi di


Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, kasus kejahatan pembunuhan
pada tahun 2018 sebanyak 1.024, 2019 sebanyak 964 kasus dan 2020 sebanyak 898
kasus. Walaupun berdasarkan data setahun terakhir tersebut menunjukkan penurunan
grafik kasus pembunuhan. Namun, hal tersebut masih saja marak terjadi apalagi pada
tahun 2022 ini, khususnya pada kasus felicide (filisida) atau pembunuhan anak.
Diketahui bahwa tindak pembunuhan merupakan salah satu perilaku agresif
yang sangat tidak dibenarkan dan menyimpang dari norma-norma yang berkembang
dalam masyarakat. Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
pembunuhan sering diartikan sebagai kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.

Dewasa ini, pembunuhan marak terjadi karena adanya berbagai macam faktor,
seperti faktor ekonomi, percintaan, maupun psikologis. Diantara faktor tersebut, yang
paling mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembunuhan adalah faktor
psikologis. Seorang manusia menampilkan suatu perilaku selalu di dorong karena
adanya proses psikologis dalam diri manusia tersebut. Menurut Albert Bandura
(1973) perilaku kejahatan manusia merupakan hasil proses belajar psikologis,
mekanismenya diperoleh melalui pemaparan perilaku kejahatan yang dilakukan oleh
orang-orang disekitarnya dan kemudian terjadi pengulangan paparan yang disertai
dengan penguatan sehingga semakin mendukung orang untuk meniru perilaku
kejahatan yang mereka lihat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya
permasalahan tertentu yang dialami oleh seorang individu dan didukung karena
adanya lingkungan seperti media yang selalu memaparkan tindak kriminalitas,
keimanan yang kurang stabil, pikiran yang tidak jernih, dan emosi yang tidak
terkontrol mengakibatkan sesorang nekat melakukan tindak pidana pembunuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan psikologi hukum terhadap kasus ibu bunuh anak di
Brebes?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Psikologi Hukum

1. Pengertian Psikologi Hukum

Defenisi psikologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang


mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan daripada perkembangan jiwa manusia.
Cabang ilmu pengetahuan ini mempelajari perilaku atau sikap tindakan hukum, yang
mungkin merupakan perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga
landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan tersebut. Dewasa ini hasil tentang
hubungan hukum dengan faktor kejiwaan, tersebar dalam publikasi hasil-hasil
penelitian berbagai ilmu pengetahuan seperti psikologi, sosiologi, antropologi dan
ilmu hukum sendiri. Pada umumnya hasil-hasil penelitian tersebut menyoroti
hubungan timbal balik antara faktor-faktor tertentu dari hukum, dengan berbagai
aspek khusus dari kepribadian manusia. Masalah-masalah yang ditinjau pada
umumnya berkisar pada soal-soal sebagai berikut :

a. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaedah hukum;


b. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi dari pola-pola penyelesaian terhadap
pelanggaran kaedah hukum;
c. Akibat-akibat dari pola-pola penyelesaian sengketa tertentu;

Suatu kamus menggambarkan psikologi sebagai suatu disiplin yang secara


sistematis mempelajari perkembangan dan berfungsinya faktor-faktor mental dan
emosional dari manusia.Pada dewasa ini ilmu tersebut menelaah:
1. Studi secara sistematis terhadap beberapa aspek perilaku dari manusia,
terutama pada faktor-faktor mental seperti persepsi, proses belajar,
inteligensia, emosi dan seterusnya.
2. Penanganan psikologi terhadap individu-individu yang mengalami kesulitan
dalam penyesuaian dirinya.

Psikologi dan hukum adalah suatu bidang ilmu yang relatif muda. Secara
konseptual memiliki cakupan luas, bidang ini mencakup pendekatan-pendekatan yang
berbeda-beda terhadap psikologi. Setiap subdevisi dari psikologi umum, telah
mendukung penelitian tentang berbagai isu hukum, mencakup masalah-masalah yang
bersifat :

1) Kognitif (contohnya kesaksian saksi mata);


2) Pengembangan (contohnya kesaksian anak-anak);
3) Sosial (contohnya perilaku dewan juri);
4) Klinis (contohnya penilaian tentang kompetensi seseorang);
5) Biologi (contohnya polygraph);
6) Psikologi pengorganisasian industrial (contohnya godaan seksual
dalam tempat kerja).

Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa hal dari sekian banyak ruang
lingkup psikologi yang mungkin berguna dalam kaitannya dengan ilmu hukum dan
yang lazim ditonjolkan dalam karya-karya psikologi seperti :

a. Kepribadian

Setiap manusia punya pandangan baik terhadap dirinya sendiri maupun


terhadap lingkungannya. Pandangan-pandangan tersebut mungkin bersifat khas. Hal
ini berarti bahwa seseorang mungkin memandang dirinya berbeda dengan pandangan
orang lain terhadap dirinya, terlepas dari masalah apakah orang lain menyukainya
atau tidak. Demikian pula mungkin dia mempunyai pandangan yang berbeda dengan
lingkungannya, apabila dibandingkan dengan pandangan orang lainnya. Itulah yang
kurang lebih merupakan kepribadian, yaitu pandangan yang konstan atau khas dari
seseorang terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya.

b. Proses Belajar

Proses belajar seringkali dianggap sebagai topik utama dalam psikologi, oleh
karena proses tersebut menyangkut segala sesuatu yang dirasakan manusia,
mempengaruhi perilakunya dan mempunyai efek terhadap kepribadiannya.

c. Kondisi-kondisi Emosional

Merupakan hal yang lazim bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia


dipengaruhi oleh rasa senang, atau mungkin perasaan kurang senang. Wujudnya
adalah kegembiraan, terkejut, marah-marah dan seterusnya. Kadang manusia
dipengaruhi perasaan yang mendalam, perasaanperasaan tersebut biasanya disebut
emosi. Kondisi-kondisi emosionil yang biasanya dialami manusia adalah antara lain:
kekecewaan, konflik dan kekhawatiran.

d. Kelainan-kelainan

Didalam kehidupan sehari-hari,karena faktor-faktor tertentu mungkin saja


manusia mengalami gangguan pada jiwanya. Orang-orang mengalami hal itu,
biasanya disebut sebagai orang yang mengalami “neurosis” dan/atau “psikhosis”.
Cabang psikologi yang khususnya menyoroti gejala-gejala tersebut adalah psikologi
abnormal atau psikopatologi, sedangkan penanganannya dilakukan oleh psikologi
klinis. Seorang neurotik biasanya menampakkan gejala-gejala tertentu, seperti
misalnya, kekhawatiran yang berlebihan, phobia,depresi dan lain sebagainya. Hal ini
terutama disebabkan oleh karena penderitanya senantiasa menonjolkan mekanisme
petahanannya yang berlebih-lebihan. Seorang psikosis biasanya mengalami proses
dimana dia menyangkal beberapa aspek dari realitas yang dihadapinya. Salah satu
gejalanya adalah yang disebut “schizophrenia”, misalnya tidak mengacuhkan hal-hal
yang terjadi disekitarnya.
B. Pembunuhan

1. Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan secara Bahasa diartikan sebagai perkara membunuh atau


perbuatan membunuh, sementara itu membunuh adalah mematikan yakni
menghilangkan nyawa.

Dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa


orang lain. Tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik
tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang
atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang.

Dalam KUHP, Ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan


terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal,
yakni Pasal 338 sampai Pasal 350 KUHP.

A. Filicide
1. Pengertian Filicide

Filicide adalah salah satu sub-klasisfikasi pembunuhan seorang anak oleh


orang tua asuh atau orang tua tiri yang membunuh putra dan putrinya sendiri
dalam keadaan sadar. Menurut penelitian, risiko filicide tidak hilang bahkan
Ketika anak-anak tumbuh cukup besar untuk hidup sendiri.

Filicide sering dilihat sebagai tindakan yang jahat. Terry goldworthy, seorang
professor krimininologi di Bond University menemukan, satu atau lebih dari
tiga elemen yang diperlukan untuk menyebut pembunuhan anak oleh orang
tua sebagai tindakan yang jahat. Pertama ketidakberdayaan yang dirasakan
dari tindakan pembunuhan. Kedua, ketidakbersalahan korban. Ketiga,
keunikan dari tindakan pembunuhan. Sebaba, kasus filicide pasti mengandung
ketiganya.

Melansir dari National Library of Medicine, Resnick (1969) membagi faktor


penyebab terjadinya filicide menjadi lima, yaitu:

1) Filicide Altruistik
filicide altruistik yang mana terjadi karena orangtua tidak ingin
melihat anaknya menderita. Mereka meyakini bahwa kematian akan
mengurangi beban hidup, dibandingkan harus hidup dengan berbagai
macam penderitaan seperti penyakit, permasalahan ekonomi, dan
lainnya.
2) Psikotik Akut
Pada faktor psikotik akut, yakni membunuh sang buah hati tanpa
memiliki alasan yang jelas atau komprehensif. Bisa jadi orangtua yang
melakukan tindakan keji ini berada di bawah pengaruh halusinasi,
perintah, epilepsi, atau delirium.
3) Anak yang Tidak Diinginkan
Faktor ketiga yaitu adalah anak yang tidak diinginkan. Pada faktor ini,
umumnya terjadi ketika orangtua merasa tak lagi menginginkan
anaknya atau bahkan menganggap anaknya sebagai penghalang
hidupnya.
4) Penganiayaan Anak
Pembunuhan pada faktor ini terjadi karena penyiksaan anak yang
dilakukan oleh orang tuanya. Penyiksaannya tentu saja tidak hanya
sekali atau dua kali, melainkan terus terjadi hingga membuat nyawa
sang anak melayang. Ini adalah salah satu-satunya dari lima kategori
di mana kematian anak mungkin tidak disengaja
5) Balas Dendam
Faktor terakhir yaitu balas dendam. Orangtua yang melakukan filicide
pada kategori ini adalah sebagai ajang balas dendam kepada pasangan
mereka, atau ingin melihat pasangan mereka menderita. Pemicu
umumnya biasanya perselingkuhan, perceraian, serta perselisihan hak
asuh.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pandangan Psikologi Hukum terhadap kasus Ibu bunuh anak di Brebes

Kasus ibu bunuh anak di Brebes merupakan salah satu dari sekian kasus
filisida (filicide) atau pembunuhan anak di Indonesia. Ini bukan kejadian baru. Meski
Indonesia belum punya data komprehensif tentang filisida, tetapi kasusnya berulang
terjadi. Tahun 2020, di Nias, Sumatera Utara, seorang ibu juga menggorok tiga
anaknya hingga tewas. Kasus tersebut memberikan gambaran nyata bahwa sosok
orang tua tidak selalu dapat mengayomi, memberi kasih sayang serta kehangatan di
dalam suatu keluarga.

Di pertengahan bulan maret tahun 2022, nama Kanti Utami menjadi


perbincangan hangat di masyarakat. Kanti Utami, nama sang ibu, rela menggorok
ketiga anaknya dengan pisau, seorang anak meninggal dunia dan dua lainnya luka-
luka.

Peristiwa penganiyaan ini terjadi di rumah mereka di Dukuh Sokawera,


Tonjong, Brebes, Minggu (20/3) pukul 04:00 WIB. Menurut keterangan saksi, N,
tetangga tersangka, usai salat Subuh terdengar teriakan dari dalam rumah yang
seketika mengundang tetangga. Menurut saksi Warga kemudian mendobrak pintu
kamar dan menemukan ketiga anaknya mengalami luka-luka serius. AR (7) tewas
ditempat dengan kondisi leher hampir putus, sementara KS (10) dan EM (5) berhasil
diselamatkan oleh warga sekitar setelah berhasil lari bersembunyi di Kamar.

Dalam memahami beberapa hal mengenai psikologi hukum mengkaji isu-isu


yang berkaitan dengan kajian aplikasi psikologi dalam bidang hukum berkenaan
dengan persepsi keadilan (bagaimana sesuatu putusan dikatakan adil, kenapa orang
berbuat kejahatan, bagaimana mengubah perilaku orang untuk tidak berbuat
kejahatan). Aplikasi secara detail dalam bidang ini antara lain: forensik, kriminalitas,
pengadilan (hakim, jaksa, terdakwa, saksi, dll), pemenjaraan, dan yang berkaitan
dengan penegakan hukum seperti kepolisian, dan lain-lain.

Menurut teori yang dikemukakan Mark Constanzo, hampir setiap bidang ilmu
psikologi (yaitu perkembangan, sosial, klinis, dan kognitif) relevan dengan aspek
hukum tertentu. Yang salah satu contohnya ialah terhadap psikologi sosial. Dimana
psikologi sosial ini melihat bagaimana polisi yang melaksanakan introgasi
menggunakan prinsip-prinsip koersi dan persuasi untuk membuat tersangka mengakui
tindak kejahatannya.

Berdasarkan video yang beredar di media sosial. Ketika ditangkap polisi,


Kanti Utami sempat mengatakan alasannya membunuh buah hatinya, ia merasa
khawatir anak-anaknya akan mendapat bentakan dari ayah mertuanya, amin. Ia pun
merasa harus menyelamatkannya anak-anaknya agar tidak menderita.

Kanti juga mengungkapkan hanya ingin disayang oleh suaminya. Ia sedih


karena suaminya sering menganggur karena kontrak kerjanya tak diperpanjang.

Saat dirinya digelandang polisi dari TKP, Kanti meminta agar dirinya jangan
dipukul, ekspresinyapun tidak memperlihatkan raut kesedihan terhadap perbuatan
yang dilakukannya, sehingga mendorong Kapolres Brebes mendalami kasus tersebut,
termasuk melakukan tes kejiwaan terhadap pelaku yang pada proses penyidikan yang
bersangkutan masih belum stabil atau ngelantur saat dimintai keterangan oleh
penyidik mulai dari alasan ekonomi hingga alasan mistis seperti bisikan gaib yang
diungkapkan pelaku sebagai dasar tega melakukan pembunuhan terhadap ketiga
anaknya.

Polisi telah melakukan langkah yang tepat dengan melakukan pemeriksaan


lebih lanjut mengenai kondisi kejiwaan pelaku Dalam hasil pemeriksaan kejiwaan
Kanti Utami, terduga pelaku pembunuhan dan penganiayaan kepada tiga anak
kandungnya sendiri mengalami gangguan jiwa berat. Pemeriksaan dilakukan tim
dokter kejiwaan sekitar satu bulan di RSUD Soeselo Slawi. berdasarkan hasil
observasi tim dokter kejiwaan, gangguan kejiwaan Kanti Utami sudah terjadi sejak
kecil hingga sekarang. Gangguan jiwa ini akibat pelaku sering mendapatkan
kekerasan saat ia masih kecil dan dipendam hingga dewasa. Menurut pengakuan
terduga pelaku, saat saat masih kanak-kanak sering mendapatkan kekerasan verbal,
kekerasan fisik, dan juga pelecehan yang telah ia pendam sendiri. Pembunuhan yang
dilakukan terduga pelaku merupakan puncak dari gangguan jiwa yang selama ini
dialami.

Psikologi hukum ialah suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia


serta sebagai pencerminan perilaku manusia terhadap suatu kenyataan. Dalam Kajian
Psikologi Forensik, dikenal beberapa pendekatan teoritis yang digunakan untuk
menjelaskan perilaku kejahatan. Pada Teori Sosial yang menjelaskan bahwa perilaku
kejahatan adalah hasil kerusakan sistem dan struktur sosial. Dalam perspektif ini,
kesannya individu dilihat sebagai pasif bentukan sistem disekelilingnya. Namun
sebenarnya pada pendekatan Bioekologis oleh Urie Brofenbenner, terdapat interaksi
faktor personal (si Individu itu sendiri, termasuk di dalamnya aspek kepribadian,
trauma, aspek biologis) dengan faktor sistem sosial di sekelilingnya. Artinya perilaku
kejahatan akan muncul sebagai interaksi antara faktor personal dan faktor lingkungan
yang harus dapat diidentifikasi. Apa yang dilakukan oleh Kanti Utami adalah perilaku
kejahatan yang muncuklsebagai interaksi antar faktor personal dan faktor lingkungan.
Yang bersangkutan mengalami depresi, pola pengasuhan traumatis, dan lingkungan
yang tidak mendukung dirinya sehingga membuatnya lebih mudah melakukan
kejahatan.

Perbuatan yang dilakukan Kanti Utami merupakan Filisida (filicide),


pembunuhan anak yang umumnya terjadi karena masalah Kesehatan mental.
Pernyataan ini didukung riset Fillicide: Mental Ilness in Those Who Kill Their
Children (2013) oleh peneliti sandra Flynn, dkk. Dalam kasus yang diteliti di Inggris
dan Wales pada 1997 sampai 2006, 40 persen di antaranya memiliki Riwayat
gangguan mental.

Sementara faktor lainnya adalah pelaku berusia muda, rusaknya relasi antara
orang tua, dan perselisihan dalam pengasuhan setelah berpisah. Faktor-faktor itu juga
dapat didorong oleh konsumsi alkohol, obat-obatan, kecenderungan bunuh diri dan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Acapkali, orang tua melihat anak sebagai
sosok jahat yanag menggangu hingga muncul dorongan untuk mengorbankan nyawa
anak dan dianaggap memperbaiki kondisi hidup.

Namun, sebenarnya kasus pembunuhan anak dilatarbelakangi oleh lima motif,


seperti dijelaskan psikiater forensik Phillip Resnick dalam Child Murder by Parents:
A Psychiatric Review of Filicide (1969). Salah satunya yang dilakukan oleh Kanti
Utami, ialah Filisida Altruistik, dilakukan karena orang tua meyakini kematian adalah
pilihan terbaik bagi anak dan mengurangi beban mereka, dibandingkan hidup
menderita karena disabilitas, mengidap penyakit, maupun sengsara seperti
kekhawatiran pelaku. selain itu, Kemiskinan berkontribusi besar pada kasus filisida.
Pada kasus Kanti, ia mewakili rumah tangga paling miskin di Indonesia. Jangankan
bermimpi tentang masa depan, demi hak dasar saja mereka kesulitan. Kanti mewakili
wajah perempuan yang terjerembab dalam kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan
yang dialami oleh kelompok sosial tertentu karena faktor struktur sosial, ekonomi,
dan politik.

Psikogi dalam hukum melihat bahwa Penegakan hukum merupakan kegiatan


yang menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaedah-kaedah atau
pandangan-pandangan menilai yang baik dalam sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan atau memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Kalau tinjauan diarahkan pada
perilaku, maka ada perilaku yang sesuai dengan hukum dan ada yang melanggar
hukum. Apa yang dilakukan oleh Kanti Utami merupakan perilaku melanggar
hukum. Masalah perilaku melanggar hukum, antara lain dapat dikembalikan pada
kegagalan untuk menyesuaikan diri. Setiap manusia pasti akan mengalami
kekecewaan, konflik maupun kekhawatiran, yang kesemuanya merupakan tekanan-
tekanan terhadap dirinya. Apabila mekanisme tersebut diterapkan secara tepat, maka
masalah-masalah yang dihadapi manusia akan dapat diatasi. Yang menjadi
permasalahan ialah tidak sesederhana itu, kadang-kadang manusia mengalami
gangguan pada pribadinya oleh karena terjadinya gangguan perkembangan
kepribadiannya. Jadi, gangguan pada pribadinya mungkin disebabkan karena :

1. Tekanan-tekanan kekecewaan, konflik dan kekhawatiran yang tidak teratasi,


yang menimbulkan gejala neurosis dan psikosis.
2. Gangguan pada perkembangan kepribadian, sehingga terjadi gejala sosiopatik
“sosiopathic personality disorder”.

Dalam Pertanggung jawaban pidana, pada prinsipnya ibu bunuh anak sebagaimana
dinyatakan atau pelaku pembunuhan secara umum dapat dijerat dengan pasal
pembunuhan. Adapun hukuman pidana bagi pelaku tertuang dalam ketentuan pasal
338 KUHP. Meski unsur-unsur dalam rumusan pasal terpenuhi belum tentu orang
yang melakukan tidak pidan tersebut dipidana, sebab orang hanya akan dipidana jika
ia mempunya pertanggungjawaban pidana. Salah satu kondisi yang mengakibatkan
sesorang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana adalah jiwanya cacat
dalam pertumbuhan atau karena penyakit sebagaimana dalam pasal 44 ayat (1)
KUHP:

“ Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan


kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena
penyakit, tidak dapat dipidana.”

Dalam hal ini, hasil pemeriksaan kejiwaan Kanti Utami, terduga pelaku pembunuhan
dan penganiayaan kepada tiga anak kandungnya sendiri mengalami gangguan jiwa
berat, setelah diperiksa oleh dokter yang berwenang selama satu bulan di RSUD
Soeselo Slawi. Maka terhadapnya pelaku tidak dapat dimintai pertanggungjawaban
pidana dan konsekuensinya, ia terlepas dari tuntutan hukum.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kasus ibu bunuh anak di Brebes merupakan salah satu dari sekian kasus
filisida (filicide) atau pembunuhan anak di Indonesia. Filisidia merupakan
pembunuhan anak yang umumnya terjadi karena masalah Kesehatan mental. pada
kasus Kanti Utami dapat digolongkan sebagai filicide altruistic. Artinya, terdapat
gangguan kejiwaan yang dialami orang tua sehingga menimbulkan dorongan untuk
mengakhiri nyawa anak kandungnya sebagai suatu bentuk rasa cintanya pada anak.
Kanti Utami, terduga pelaku pembunuhan dan penganiayaan kepada tiga anak
kandungnya sendiri mengalami gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa ini akibat pelaku
sering mendapatkan kekerasan saat ia masih kecil dan dipendam hingga dewasa. Apa
yang dilakukan Kanti Utami adalah perilaku kejahatan yang muncul sebagai interaksi
antar faktor personal dan faktor lingkungan. Yang bersangkutan mengalami depresi,
pola pengasuhan traumatis, dan lingkungan yang tidak mendukung dirinya sehingga
membuatnya lebih mudah melakukan kejahatan. Selain itu, kemiskinan berkontribusi
besar pada kasus filisida. Kanti mewakili wajah perempuan yang terjerembab dalam
kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang dialami oleh kelompok sosial tertentu
karena faktor struktur sosial, ekonomi, dan politik. Karena kondisi pelaku, maka
terhadapnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan konsekuensinya, ia
lepas dari tuntutan hukum.

B. Saran

Apa yang telah dilakukan oleh Kanti Utami memang sama sekali tidak dapat
dibenarkan. Apapun alasannya, entah itu untuk melindungi atau menghindarkan
anaknya dari penderitaan, hal itu tetaplah salah. Saran penulis ialah ke depannya
perlu peran lebih dari lingkungan sekitar untuk memberikan dukungan kepada orang-
orang yang memiliki masalah, seperti apa yang terjadi pada Kanti Utami. Dengan
memberikan pendampingan atau rehabilitasi psikologis, serta mencoba membangun
kepekaan atau menyediakan ruang bagi mereka bercerita tanpa menghakimi mereka
bisa menjadi salah satu caranya. Masyarakat harus diberikan pengetahuan dan
pemahaman agar ke depannya tidak abai lagi terhadap hal-hal seperti ini. Begitu juga
dengan aturan hukum yang mesti disusun sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto.Beberapa Catatan tentang Psikologi Hukum.Citra Aditya Bakti.

Achmad Ali,.Buku Bahan Ajar Psikologi Hukum,Fakultas Hukum Unhas,2009.

Mark constanzo,Aplikasi Psikologi dalam bidang Hukum , PustakaPelajar , 2008.

Rini Hartono.2022. “Kanti Utami, Potret Perempuan Di Bawah Kemiskinan


Struktural Dan Patriarki.” https://www.berdikarionline.com. Diakses pada 13
Oktober 2022.

Aurelia Gracia. 2022. Yang tak dibicarakan dari “Filicide”, Tragedi Orang Tua
Bunuh Anaknya. https://magdalene.co. Diakses pada 12 Oktober 2022.

Margaretha. “Mengapa Orang Melakukan Kejahatan?”. https://Psikologi.unair.ac.id.


Diakses pada 12 Oktober 2022.

Erizka Permatasari, S.H. “Ibu Bunuk Anak di Brebes, Bagaimana Hukumnya?”


https;//hukumonline.com. Diakses pada 13 Oktober 2022.

Dasar Hukum

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai