Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adelia Azis

NIM : B011201056
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Kelas :A

Wewenang Aparat Penegak Hukum Acara Pidana

Definisi Aparat Penegak Hukum

Aparat penegak hukum atau disingkat (APH) secara umum merupakan institusi atau lembaga
yang bertanggung jawab dalam mewujudkan penegakan hukum, mereka diberi kewenangan
bukan hanya untuk melaksanakan proses peradilan, tetapi juga memiliki kewenangan untuk
menangkap, mengawasi, membela atau menjalankan perintah menurut hal atau cara yang
diatur dalam Undang-Undang di bidangnya masing-masing.

Dalam literature yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, menyatakan
bahwa Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum
dan aparat (orangnya) penegak hukum. Beliau menekankan bahwa pendefinisian terkait
aparat penegak hukum tidak hanya terfokus kepada institusinya, tetapi juga subjek atau orang
yang menjalankan tugas dan wewenang dari institusi penegak hukum. Yang dalam arti
sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari
Saksi, Polisi, Penasehat Hukum, Jaksa, Hakim, dan Petugas Sipir Pemasyarakatan. Setiap
aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau
perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan
kembali (resosialisasi) terpidana lembaga pemasyarakat termasuk institusi yang juga
memiliki tanggung jawab terhadap penegakan wibawa hukum.

Di Indonesia, dalam sistem penegakan hukum dikenal dengan istilah “ Empat Pilar”. Empat
pilar penegak hukum tersebut ialah Kepolisian, Jaksa, Hakim, dan Advokat. Keempatnya
sama-sama penting. Sehingga apabila salah satu penegak hukum telah ternodai akibat dari
tindakan dari salah satu oknum aparat penegak hukum, maka dipastikan hukum tak akan bisa
berjalan dengan baik, dan menghilangkan rasa kepercayaan oleh masyarakat terhadap
penegak hukum tersebut.

Pihak-Pihak Aparat Penegak Hukum

Dari pernyataan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam proses beracara hukum
acara pidana, ada lima pilar aparat penegak hukum yang mendukung jalannya proses
persidangan hingga ditetapkannya hukuman bagi si terdakwa. yang berkekuatan hukum tetap.
Kelima aparat penegak hukum ini menjalankan tugas dan kewenangannya dimulai dari
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan
vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali. Adapun kelima pihak
tersebut ialah; Kepolisian, Jaksa, Advokat, Hakim, dan Lembaga Pemasyarakatan.
Tugas dan Wewenang Aparat Penegak Hukum Acara Pidana

Sebagai pilar aparat penegak hukum Kepolisian, Jaksa, Advokat, Hakim, dan Lembaga
Pemasyarakatan memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-berbeda. Adapun tugas aparat
penegak hukum serta wewenang aparat penegak hukum tersebut adalah sebagai berikut :

A. Kepolisian

Dalam proses beracara hukum acara pidana, kepolisian memiliki wewenang dalam hal
melakukan penyelidikan dan penyidikan. Terkait kedudukan polisi untuk melakukan
penyelidikan diatur dalam Pasal 1 butir 4 dan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP. Kemudian kedudukan melakukan penyidikan diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal
6 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP. Kepolisian dalam hal kewenangannya melakukan
penyelidikan, diatur dalam Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, yaitu karena
kewajibannya mempunyai wewenang : 1) menerima laporan atau pengaduan dari seorang
tentang adanya tindak pidana; 2) mencari keterangan dan barang bukti; 3) menyuruh berhenti
seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 4) mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Selain itu, atas perintah penyidik
dapat melakukan tindakan berupa: 1) penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan penahanan; 2) pemeriksaan dan penyitaan surat; 3) mengambil sidik jari
dan memotret seorang; 4) membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Di lain sisi, Kepolisian dalam hal kewenangannya melakukan penyidikan diatur dalam Pasal
7 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, yaitu karena kewajibannya mempunyai
wewenang: 1) menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana; 2) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; 3) menyuruh berhenti
seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; 4) melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 5) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6)
mengambil sidik jari dan memotret seorang; 7) memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 8) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 9). mengadakan penghentian penyidikan; dan 10)
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Terkait kewenangan
Kepolisian dalam tugas di bidang proses pidana juga tercantum dalam Pasal 16 Undang-
undang No. 2 Tahun 2002.

B. Jaksa Penuntut Umum

Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim sesuai ketentuan yang diatur
dalam Pasal 13 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Pada proses beracara hukum acara
pidana, Penuntut Umum mempunyai wewenang yang tercantum dalam Pasal 14 UU No. 8
Tahun 1981 Tentang KUHAP, yaitu: 1) menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
dari penyidik atau penyidik pembantu; 2) mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan
pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan
memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; 3) memberikan
perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4) membuat surat dakwaan; 5)
melimpahkan perkara ke pengadilan; 6) menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa
tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; 7)
melakukan penuntutan; 8) menutup perkara demi kepentingan hukum; 9) mengadakan
tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut
ketentuan undang-undang ini; 10) melaksanakan penetapan hakim. Adapun ketentuan lain
yang menerangkan terkait tugas dan wewenang Jaksa diatur UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.

C. Advokat

Setiap orang yang tersangkut perkara pidana berhak memperoleh bantuan hukum sesuai
ketentuan pada Pasal 37 UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam
UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, hak didampingi oleh pemberi bantuan hukum diatur
dalam Pasal 54 KUHAP. Pejabat pemberi bantuan hukum tersebut ialah Advokat atau
Penasihat Hukum, yaitu seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau
berdasarkan undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Advokat dalam kedudukannya
sebagai penegak hukum diberi wewenang untuk memberikan jasa hukum berupa konsultasi
hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan kliennya, dan dalam hubungan tersebut,
Advokat diberi kebebasan, perlindungan hak dan kewajiban, sebagaimana diatur pada Pasal
14,15,16,17,18 dan Pasal 19 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

D. Hakim

Di dalam hukum acara pidana, Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir (8) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP). Dalam melaksanakan peradilan, memeriksa dan memutus perkara Hakim itu
terjamin kebebasannya, ia tidak boleh berada di bawah pengaruh kekuasaan siapapun.
Bahkan Ketua Pengadilan tidak berhak ikut campur dalam soal peradilan yang dilakukannya.
Hakim bertanggung jawab sendiri dan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
putusan yang telah diambilnya. Dalam melaksanakan tugasnya Hakim tidak boleh menolak
untuk memeriksa perkara (Mengadili), mengadili adalah serangkaian tindakan Hakim untuk
menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak
memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini ( Pasal 1 ayat (9) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP), ia tidak boleh menolak
perkara dengan alasan tidak ada aturan hukumnya atau aturan hukumnya kurang jelas. Oleh
karena Hakim itu dianggap mengetahui hukum ( Asas Ius Curia Novit).
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh
kecermatan kekuatan pembuktian dari pemeriksaan dan kesaksian dalam sidang pengadilan
(Pasal 188 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP), sesudah itu Hakim akan
mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan yang didasarkan atas surat
dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang. Pada pelaksanaan
musyawarah tesebut Hakim ketua majelis akan mengajukan pertanyaan dimulai dari Hakim
yang termuda sampai Hakim yang tertua sedangkan yang terakhir mengemukakan
pendapatnya adalah Hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan
beserta alasannya (Pasal 182 ayat (2) sampai (5) KUHAP). Bila dalam pelaksaanaan
musyawarah tersebut tidak tercapai mufakat maka keputusan diambil dengan suara
terbanyak, apabila tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat Hakim
yang paling menguntungkan bagi Terdakwa. Pelaksanaan putusan ini dicatat dalam buku
himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut rahasia
sifatnya. Terdakwa akan diputus bebas jika pengadilan berpendapat bahwa dari pemeriksaan
di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan (Pasal 191 ayat (1) KUHAP). Terdakwa akan dituntut lepas dari
segala tuntutan hukum apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti tapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191
ayat (2) KUHAP). Tetapi jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana (Pasal 193
ayat (1) KUHAP).

E. Lembaga Pemasyarakatan

lembaga pemasyarakat termasuk institusi yang juga memiliki tanggung jawab terhadap
penegakan hukum. Lembaga pemasyarakatan bertugas untuk melaksanakan pemasyarakatan
narapidana atau anak didik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, lembaga pemasyarakatan
melakukan fungsi atau berwenang atas hal-hal berikut: 1) melakukan pembinaan narapidana
atau anak didik; 2) memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana, dan mengelola hasil
kerja; 3) melakukan bimbingan sosial atau kerohanian; 4) melakukan pemeliharaan keamanan
dan tata tertib; dan melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai