NIM : B011201056
Kelas :B
Pengertian yang baku dan definitive terkait Tindak Pidana Terorisme belum ada
keseragaman. Definisi akademis tentang Terorisme tidak dapat diselaraskan menjadi
definisi yuridis. Bahkan di Amerika Serikat yang memiliki banyak undang-undang yang
menyebut kata terrorism atau terrorist didalamnya, sampai saat ini pun masih belum
dapat memberikan standar definisi tentang Terorisme, baik secara akademis
maupun yuridis.
Menurut M. Cherif Bassiouni bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian
yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan
pengawasan atas makna Teroris tersebut. Oleh karena itu menurut Brian Jenkins,
Teroris merupakan pandangan yang subjektif. Tidak mudahnya merumuskan definisi
Teroris, tampak dari usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan membentuk
Ad Hoc Committee on Terrorism Tahun 1972 yang bersidang selama tujuh Tahun
tanpa menghasilkan rumusan definisi.
Berangkat dari pandanganan bahwa teroris merupakan pandangan yang subjektif, untuk itu
masing-masing negara mendefinisikan menurut hukum nasionalnya untuk mengatur,
mencegah dan menanggulangi terorisme. Di Indonesia, Pengaturan mengenai Tindak Pidana
Terorisme telah dirumuskan dalam suatu ketentuan Undang-Undang. Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perppu Nomor 1 Tahun 2002 sekalipun merupakan suatu
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, tetapi tidak memberi definisi
tentang terorisme. Definisi terorisme nanti diberikan dalam perubahan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 di
mana Pasal 1 angka 2 bunyinya menjadi “ Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara
meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas
publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan”
Dewasa ini, mengenai tindak pidana terorisme yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh satu
orang saja melainkan dilakukan oleh sekumpulan orang (organisasi) yang mana apabila
mempidana satu per satu anggota dari organisasi tersebut tentu tidak efektif. Dalam ketentuan
Pasal 1 angka 9 UU 5/2018 secara terang dan jelas menyatakan bahwa selain orang
perseorangan, korporasi juga dapat dipidana. Pada Pasal 10 undang-undang ini pula
disebutkan bahwa korporasi adalah himpunan orang dan/atau kekayaan yang teratur, baik
yang ber-legal standing maupun bukan. Namun, terkait hal tersebut terdapat pertanyaan
apakah korporasi dapat dipersamakan dengan sekumpulan orang (organisasi). Mengacu pada
Pasal 1 angka 10 UU 5/2019, maka himpunan individu juga dianggap sebagai korporasi.
Kumpulan orang juga dianggap sebagai korporasi dengan syarat, kumpulan orang tersebut
merupakan kumpulan orang yang terorganisasi. Karakteristik utama dari himpunan indvidu
yang teratur adalah himpunan individu tersebut mempunyai seorang atau lebih pemimpin,
dimana himpunan individu yang tidak mempunyai seorang atau lebih pemimpin tidak dapat
dikatakan sebagai himpunan individu yang teratur. Selain itu,kumpulan orang tersebut dan
kepemimpinannya dapat bersifat tetap atau sementara. Suatu kumpulan orang dikatakan
bersifat sementara apabila hanya pada saat kejahatan dilakukan atau hanya teratur untuk
keperluan melakukan sebuah kejahatan tertentu. Himpunan individu yang bersifat tetap
maupun sementara tidak harus memiliki sebuah anggaran dasar sebagai suatu organisasi tapi
cukup memiliki satu orang atau lebih pemimpin Atas persamaan tersebut, maka organisasi
yang melakukan tindak pidana di Indonesia dapat disamakan dengan korporasi. Sehingga
organisasi yang melakukan tindak pidana di Indonesia dapat dimintakan pertanggungjawaban
pidana.
Secara tindak pidana terorisme mempunyai unsur-unsur sebagaimana telah diatur dalam
Ketentuan Pasal 6 – Pasal 16 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-
Undang.
Tindak pidana teroris dengan telah menimbulkan suasana terror diatur dalam ketentuan
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Yang unsur-unsur tindak
pidananya adalah sebagai berikut:
Tindak pidana teroris dengan tujuan/bermaksud menimbulkan suasana terror diatur dalam
ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorism. Yang unsur-unsur tindak pidananya
adalah sebagai berikut:
Perbuatan yang termasuk tindak pidana terorisme yang merupakan penjelasan lebih lanjut
dari ketentuan Pasal 6 tersebut di atas diuraikan dalam ketentuan Pasal 8 Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Terorisme.
Disamping perbuatan-perbuatan yang yang telah diuraikan di atas, masih terdapat lagi
perbuatan lainnya yang termasuk tindak pidana pidana terorisme lainnya sebagaimana
disebutkan dalam ketentuan Pasal 9 – Pasal 16 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
Undang-Undang, yaitu:
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 10A
(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum memasukkan ke wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, membuat, menerima, memperoleh, menyerahkan,
menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam
miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, atau mengeluarkan dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia senjata kimia, senjata biologi,
radiologi, mikroorganisme, nuklir, radioaktif atau komponennya, dengan maksud
untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puiuh) tahun, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana mati.
(3) Dalam hal bahan potensial atau komponen sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terbukti digunakan dalam Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 11
setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan
akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk
melakukan tindak pidana terorisme
Pasal 12
Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang dengan sengaja
menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau
patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan :
Pasal 12A
(1) Setiap Orang yang dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di negara lain, merencanakan,
menggerakkan, atau mengorganisasikan Tindak Pidana Terorisme dengan
orang yang berada di dalam negeri dan/ atau di luar negeri atau negara asing
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling Lama 12 (dua
belas) tahun.
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut
orang untuk menjadi anggota Korporasi yang ditetapkan dan/atau diputuskan
pengadilan sebagai organisasi Terorisme.
Pasal 12B
Pasal 13
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku
tindak pidana terorisme, dengan :
a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada
pelaku tindak pidana terorisme;
b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau
c. menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme,
Pasai 13A
Pasal 14
Dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme
Pasal 15
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan
untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme .
Pasal 16
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan,
kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme.
Referensi
Jurnal
Dwi, Melia dan Soponyono,Eko. “Kajian Penanganan Tindak Pidana Terorisme Dalam
Perspektif Hukum Internasional.” Jurnal Ilmiah Dunia Hukum Volume 6 Nomor 2
ISSN Print: 2528-6137 ISSN Online: 2721-0391 ( April 2022)
I Dewa Gede Pradnya Dwiditya, Anak Agung Ngurah Oka Yudistira Darmadi, 2020,
“Pertanggungjawaban Pidana Organisasi Yang Melakukan Tindak Pidana Terorisme Di
Indonesia.” Jurnal Kertha Wicara Vol. 9, No. 7 (2020): 6-7.
Website
Peraturan Perundang-Undangan