Anda di halaman 1dari 6

Materi tipikor

Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang


Perdagangan orang menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang adalah tindakan pengangkutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penculikan penyekapan, pemalsuan,
penipuan, larangan atau kekuasaan posisi rentan, penjeratan utang
atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang terkesploitasi.

Unsur-unsur TPPO

1. Subjek atau pelaku


2. Objek
3. Pembuatan

Subjek atau Pelaku


Pelaku tindak pidana perdagangan orang adalah orang perseorangan
ataupun korporasi.

Pembuatan
Perbuatan yang termasuk dalam perdagangan orang adalah:

1. Perekrutan, adalah tindakan yang meliputi mengajak,


mengumpulkan, membawa, atau menyimpulkan seseorang dari
kelaurga atau komunitasnya.
2. Pengangkutan.
3. Penanggungan.
4. Pengiriman, adalah tindakan memberangkatkan atau
melabuhkan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain.
5. Pemindahan.
6. Penerimaan.

Unsur-unsur perbuatan tersebut dilakukan dengan cara:


1. Ancaman kekerasan.
2. Penculikan.
3. Penyekapan.
4. Pemalsuan.
5. Penipuan.
6. Penyalahgunaan kekuatan atau posisi rentan.
7. Penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat.

Objek
Maksud dari perbuatan perbuatan-perbuatan tersebut di atas adalah
untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang lain yang memang menjadi objek perdagangan
orang. Tujuan dari persetujuan persetujuan tersebut adalah untuk
mengeksploitasi atau mengakibatkan orang terekspolitasi.

Pengertian eksploitasi dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-


Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan
korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau
pelayanan paksa, hiburan atau praktik serupa dengan periklanan,
periklanan, pemerasan , pemanfaatan fisik, seksual, reproduksi
organ, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan
tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk
mendapatkan keuntungan baik material maupun immateriil.

Hukuman ataupun sanksi :

1.setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,


pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang
tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 2)
2.Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia
dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau
dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 3)

3.Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara
Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara
Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 4)

4.Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu


atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(Pasal 5)

5.Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri
dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah). (Pasal 6)

Penambahan pidana

1. Mengakibatkan korban luka berat. Jika tindak pidana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat,
penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan,
atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2
ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. Pasal 7
2. Mengakibatkan matinya korban. Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan
pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 7
ayat 2)
3. Pelakunya adalah pejabat. Setiap penyelenggara negara yang
menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak
pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal
3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal
5, dan Pasal 6. pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. (Pasal 8)
4. Pelakunya adalah korporasi (perusahaan). Sanksi 3 kali lipat dan
tambahan pidana denda dan tambahan sanksi berupa: a).pencabutan izin
usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana; pencabutan status
badan hukum; pemecatan pengurus; dan/atau pelarangan kepada
pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang
sama. (Pasal 15)
5. Pelaku Kelompok (pasal 16). oleh kelompok yang terorganisasi, maka
setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang
terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga). (Pasal 16)
6. Korbannya anak. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). (Pasal 17)

2. Pengertian tindak pidana terorisme

menurut Pasal 1 angka 2 Perpu 1/2002jo. UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang
dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran
terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan
motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Tindak Pidana Terorisme merupakan kejahatan serius yang dilakukan dengan menggunakan Kekerasan
atau Ancaman Kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan terencana, yang menimbulkan suasana teror atau
rasa takut secara meluas dengan target aparat negara, penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi, serta
Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup, dan Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dan
cenderung tumbuh menjadi bahaya simetrik yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara,
integritas teritorial, perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun
internasional

Unsur-unsur tindak pidana terorisme

Perumusan tindak pidana terorisme dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menggunakan cara perumusan baik
itu perumusan dengan cara merumuskan unsur-unsurnya saja maupun mengunakan cara
perumusan dengan menguraikan unsur-unsur dan memberikan klasifikasi terhadap tindak pidana
tersebut.
Contoh dari pasal yang menggunakan perumusan tindak pidana dengan menguraikan unsur-
unsurnya saja tanpa memberikan kualifikasi tindak pidananya adalah Pasal 6 Undang-Undang (UU)
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang
isinya menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya
nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-
obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional,
dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Secara rinci, ketentuan pasal tersebut dapat diuraikan berdasarkan unsur subjektif dan unsur
objektifnya (J. M. Van Bemmelen, "Hukum Pidana I: Pidana Material Bagian Umum", diterjemahkan
oleh Hasan, tt: Bina Cipta, 1984, hlm. 102-103) sebagaimana berikut di bawah ini :

1. Unsur subjektif, yang terdiri dari :


o Setiap orang;
o Dengan sengaja;
o Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal.
2. Unsur objektif , yang terdiri dari :
o Merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain;
o Mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis;
o Atau lingkungan hidup atau fasilitas umum;
o Atau fasilitas internasional.

Pasal 6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme tersebut hanya menguraikan unsur-unsur dari tindak pidana terorisme,
tetapi tidak memberikan klasifikasi tindakan tersebut sebagai tindakan terorisme.

Berikut perbuatan yang terkena tindak pidana terorisme :


1. Memperdagangkan bahan potensial sebagai bahan peledak, atau
memperdagangkan senjata kimia, senjata biologi, mikro organisme, nuklir dan
radio aktif dan komponennya.
2. Setiap orang yang melakukan tindak pidana terorisme di wilayah kesatuan RI,
atau di negara lain, merencanakan menggerakkan atau mengorganisasikan tindak
pidana terorisme dengan orang yang berada di dalam negeri, dan atau di luar
negeri, atau negara asing.
3. Setiap orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut anggota,
merekrut orang untuk menjadi anggota korporasi yang di tetapkan atau di
putuskan pengadilan sebagai organisasi terorisme.
4. Pendiri, pemimpin pengurus atau orang yang mengendalikan kegiatan
korporasi terorisme.
5. Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti
pelatihan militer, pelatihan para militer, atau pelatihan lain baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan mempersiapkan atau
mempersiapkan tindak pidana terorisme.
6. Setiap orang yang dengan sengaja merekrut, menampung atau mengirim orang
untuk mengikuti pelatihan.

UU yg mengatur :

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme lahir sebagai
konsekuensi dari diratifikasinya International Convention for the Suppression of
the Financing of Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan
Pendanaan Terorisme, 1999).

Anda mungkin juga menyukai