Anda di halaman 1dari 34

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

TOPIK 1

1.1 Pengertian korupsi dan integritas

Pengertian korupsi dan integritas

Korupsi merupakan masalah serius karena dapat membahayakan stabilitas dan keamanan
masyarakat,merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas, dan membahayakan pembangunan ekonomi, sosial
politik,dan menciptakan kemiskinan secara masif sehingga perlu mendapat perhatian dari pemerintah danmasyarakat
serta lembaga sosial. Salah satu upaya untuk menekan tingginya angka korupsi adalahupaya pencegahan. Upaya
serius KPK dalam memberantas korupsi dengan pendekatan pencegahanmerupakan upaya cerdas. Pendekatan ini
menunjukkan bahwa KPK menyadari bahwa masa depanbangsa yang lebih baik perlu dipersiapkan dengan orang-
orang yang paham akan bahaya korupsi bagiperadaban bangsa. Upaya pencegahan kejahatan korupsi harus
dilakukan sedini mungkin, dan dimulaidari anak. Salah satu isu penting yang harus mendapat perhatian dalam upaya
mencegah korupsi adalahmenanamkan pendidikan antikorupsi di kalangan anak pra usia sekolah sampai mahasiswa
juga padaPeserta Didik dari kalangan Komunitas dan Organisasi Masyarakat, Aparatur Sipil
Negara(Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah), BUMN/BUMD/Sektor Swasta, Masyarakat Politik, dan
Masyarakat Umum lainnya. Perlunya pemahaman terhadap dasar hukum, asas-asas, unsur-unsur, danmodus
operandi tindak pidana korupsi tersebut bagi peserta didik, maka Komisi Pemberantasan Korupsi menyusun modul
mengenai tindak pidana korupsi. Adapun tujuan penyusunan modul tersebut adalah untuk memberikan pemahaman
mengenai Dasar Hukum, Asas, Unsur Dan Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Mengenal 7 Delik Tindak
Pidana Korupsi, Proses Penanganan Tindak Pidana Korupsi DiKPK, Studi Kasus Perkara Korupsi yang pernah
ditangani oleh KPK, dan Kaitan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Tindak Pidana Korupsi.

1.2 Pengertian korupsi dalam UU

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp
150.000.000,000 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pengertian Tindak Pidana Korupsi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu:

a)Tindak pidana korupsi yaitu bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya dirisendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negaraatau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahundan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyakPp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)(Pasal

2 ayat (1)Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).

b)Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana

....”.Ketentuan lain yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yaitu:a.Barangsiapa melakukan tindak

pidana tersebut dalam KUHP yang ditarik sebagai tindak pidana korupsi, yang berdasarkan UndangUndang Nomor
20 Tahun 2001 rumusannya diubah dengan tidak mengacu

pasal-pasal dalam KUHP tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masingmasing
Pasal KUHP. Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

1.3 Pengertian korupsi

Penarikan perbuatan yang bersifat penggelapan, yakni pasal 415, 416, dan pasal 417 KUHP.

Penarikan perbuatan yang bersifat kerakusan (knevelarij, extortion), yakni pasal 423, dan 425 KUHP.

Penarikan perbuatan yang berkolerasi dengan pemborongan, leverensir dan rekanan, yakni pasal 387,

388, dan 435 KUHP. Tindak Pidana Korupsi Tipe KeempatKorupsi tipe keempat adalah tipe korupsi

percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat serta pemberian kesempatan sarana atau keterangan

terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang diluar wilayah Indonesia (Pasal 15 dan Pasal

16 UU PTPK).

Konkritnya, perbuatan percobaan/poging sudah diintrodusir sebagai tindak pidana korupsi oleh karena

perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat

pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi sehingga

percobaan melakukan tindak pidana korupsi dijadikan delik tersendiri dan dianggap selesai dilakukan.

Demikian pula mengingat sifat dari tindak pidana korupsi itu, permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana korupsi meskipun masih merupakan tindak persiapan sudah dapat dipidana penuh

sebagai suatu tindak pidana tersendiri. Tindak Pidana Korupsi Tipe KelimaKorupsi tipe kelima ini

sebenarnya bukanlah bersifat murni tindak pidana korupsi, tetapi tindak pidana lain yang berkaitan

dengan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 UU

PTPK. Apabila dijabarkan, hal-hal tersebut adalah: 1. Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau

menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. 2. Setiap orang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak

memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. 3. Dalam perkara korupsi, pelanggaran

terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429

atau Pasal 430 KUHP. 4. Ketentuan mengenai sanksi pidana yang diatur dalam Bab III Pasal 21- 24 UU

PTPK tersebut berturut-turut dari poin (a) sampai (d) adalah sebagai berikut: a)Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit

Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus

juta rupiah). b)Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

1.4 Perkembangan pengaturan tindak pidana korupsi

B.Perkembangan Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Perkembangan pengaturan perundang-undangan pidana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi

di Indonesia tidak dapat dilepaskan dariperkembangan dan proses pembaruan hukum pidana pada

umumnya.Pembaharuan hukum pidana itu sendiri erat kaitannya dengan sejarah perkembangan bangsa

Indonesia, terutama sejak proklamasi kemerdekaan sampai pada era pembangunan dan era reformasi

seperti sekarang ini. Barda Nawawi Arief menegaskan bahwa latar belakang dan urgensi dilakukannya

hukum pidana dapat ditinjau dari aspek sosiopolitik, sosiopilosofik, maupun dari aspek sosiokultural.

Disamping itu dapat pula ditinjau dari aspek kebijakan, baik kebijakan sosial (social policy), kebijakan

kriminal (criminalpolicy) maupun dari aspek kebijakan penegakan hukum pidana (criminal

lawenforcement) . Dasar Hukum dalam Penerapan Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut: 1)TAP MPR

Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN 2)UndangUndang Nomor
8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) 3)Undang-Undang Nomor

46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 4)Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006

tentang Ratifikasi UNCLC 2003 5)Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Korupsi 6)Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak

Pidana Korupsi 7)Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang Bersih dari KKN

8)Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2014

9)Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2013

10)Instruksi Presiden Nomor 56 Tahun 2012 Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi 2012 – 2025 11)Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi tahun 2012 12)Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi 13)Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Peran Aktif

Masyarakat.

1.5 Dasar Hukum Penerapan Tindak Pidana Korupsi


A. DASAR HUKUM PENERAPAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Sejarah Perundang-undanganKorupsi di IndonesiaSejarah perundang-undangan korupsi di Indonesia

dapat dikelompokkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang pernah lahir berkaitan

dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, diantaranya: a)Delik-delik Korupsi dalam KUHP.

b)Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat (Angkatan Darat dan Laut). c)UndangUndang Nomor
24 (PRP) Tahun 1960 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi. d)Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

e)Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. f)UndangUndang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

TOPIK 2

2.1 Nilai dan prinsip anti korupsi Nilai dan Prinsip Anti Korupsi

Dalam berbagai buku dan pembahasan disebutkan bahwa nilai-nilai anti korupsi berjumlah 9 buah, yaitu

1. Kejujuran

Kejujuran berasal dari kata jujur yang dapat di definisikan sebagai sebuah tindakan maupun ucapan yang

lurus, tidak berbohong dan tidak curang. Dalam berbagai buku juga disebutkan bahwa jujur memiliki

makna satunya kata dan perbuatan. Jujur ilah merupakan salah satu nilai yang paling utama dalam anti

korupsi, karena tanpa kejujuran seseorang tidak akan mendapat kepercayaan dalam berbagai hal,

termasuk dalam kehidupan sosial. Bagi seorang mahasiswa kejujuran sangat penting dan dapat

diwujudkan dalam bentuk tidak melakukan kecurangan akademik, misalnya tidak mencontek, tidak

melakukan plagiarisme dan tidak memalsukan nilai. Lebih luas, contoh kejujuran secara umum

dimasyarakat ialah dengan selalu berkata jujur, jujur dalam menunaikan tugas dan kewajiban, misalnya

sebagai seorang aparat penegak hukum ataupun sebagai masyarakat umum dengan membaya pajak.

2. Kepedulian

Arti kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan. Rasa kepedulian dapat

dilakukan terhadap lingkungan sekitar dan berbagai hal yang berkembang didalamnya.Nilai kepedulian

sebagai mahasiswa dapat diwujudkan dengan berusaha memantau jalannya proses pembelajaran,

memantau sistem pengelolaan sumber daya dikampus serta memantau kondisi infrastruktur di kampus.

Selain itu, secara umum sebagai masyarakat dapat diwujudkan dengan peduli terhadap sesama seperti

dengan turut membantu jika terjadi bencana alam, serta turut membantu meningkatkan lingkungan

sekitar tempat tinggal maupun di lingkungan tempat bekerja baik dari sisi lingkungan alam maupun
sosial terhadap individu dan kelompok lain.

3. Kemandirian

Di dalam beberapa buku pembelajaran, dikatakan bahwa mandiri berarti dapat berdiri diatas kaki

sendiri, artinya tidak banyak bergantung kepada orang lain dalam berbagai hal. Kemandirian dianggap

sebagai suatu hal yang penting harus dimiliki oleh seorang pemimpin, karena tampa kemandirian

seseorang tidak akan mampu memimpin orang lain.

4. Kedisiplinan

Definisi dari kata disiplin ialah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan. Sebaliknya untuk mengatur

kehidupan manusia memerlukan hidup yang disiplin. Manfaat dari disiplin ialah seseorang dapat

mencpai tujuan dengan waktu yang lebih efisien. Kedisiplinan memiliki dampak yang sama dngan nilainilai
antikorupsi lainnya yaitu dapat menumbuhkan kepercayaan dari orang lain dalam berbagai hal.

Kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik,

kepatuhan kepada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku, mengerjakan segala sesuatu dengan

tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.

5. Tanggung Jawab

Kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh

dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan). Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan memiliki

kecenderungan menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Seseorang yang dapat menunaikan tanggung

jawabnya sekecil apa-pun itu dengan baik akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Penerapan

nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh, lulus

tepat waktu dengan nilai baik, mengerjakan tugas akademik dengan baik, menjaga amanah dan

kepercayaan yang diberikan.

6. Kerja Keras

Kerja keras didasari dengan adanya kemauan. Di dalam kemauan terkandung ketekadan, ketekunan,

daya tahan, daya kerja, pendirian keberanian, ketabahan,

keteguhan dan pantang mundur. Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang

sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya

pengetahuan.

7. Kesederhanaa

Gaya hidup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi interaksi dengan masyarakat disekitar.
Dengan gaya hidup yang sederhana manusia dibiasakan untuk tidak hidup boros, tidak sesuai dengan

kemampuannya. Dengan gaya hidup yang sederhana, seseorang juga dibina untuk memprioritaskan

kebutuhan diatas keinginannya.

8. Keberanian

Keberanian dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani

mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan sebagainya. Keberanian sangat diperlukan untuk

mencapai kesuksesan dan keberanian akan semakin matang jika diiringi dengan keyakinan, serta

keyakinan akan semakin kuat jika pengetahuannya juga kuat.

9. Keadilan

Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Keadilan dari

sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila

sila ke-2 dan ke-5, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun

sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar

hukum. Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat

dipisahkan dengan kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat

sektoral tetapi meliputi ideologi. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam

kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

2.2 Prinsip anti korupsi (kewajaran)

Kewajaran Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi

(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran dalam

bentuk lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal penting komperehensif dan

disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran dan informatif. Komperehensif dan disiplin berarti

mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan,

pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget). Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan

tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam

perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.

Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses

perencanaan pembangunan. Kejujuran mengandung arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan

maupun pengeluaran yang disengaja yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran

merupakan bagian pokok dari prinsip fairness. Penerapan sifat informatif agar dapat tercapainya
sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif. Sistem informatif ini dijadikan sebagai dasar

penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan selain itu sifat ini merupakan ciri khas

dari kejujuran.

2.3 Prinsip anti korupsi (transparansi)

Transparansi Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi

dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk

penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi

seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dlam bentuk yang paling sederhana, transparansi

mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena

kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua

orang untuk melanjutkan hidupnya di masa mendatang.

Dalam prosesnya transparansi dibagi menjadi lima, yaitu :

– Proses penganggaran,

– Proses penyusunan kegiatan,

– Proses pembahasan,

– Proses pengawasan, dan

– Proses evaluasi.

Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan

pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.

Di dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan

tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).

Proses pembahasan membahas tentang pembutan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi

penggalangan (pemungutan dana), mekanisme

pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan

pertanggungjawaban secara teknis.

Proses pengawasan dalam pelksnaaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan

kepentingan publik dan lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri.

Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan

hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap output

kerja-kerja pembangunan.
2.4 Prinsip anti korupsi (kebijakan)

Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat

merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang

anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang

desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat

mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat

negara.

Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur

kebijakan. Kebijakan anti korupsi akan efektif apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait

dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas

pembuatnya.

Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah

kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi dan kesadaran masyarakat

terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi kultur kebijakan ini akan menentukan

tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

2.5 Prinsip anti korupsi (kontrol kebijakan) Kontrol Kebijakan

Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi

semua bentuk korupsi.

Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi.

Kontrol kebijakan partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam

penyusunan dan pelaksanaannya.

Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak.

Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada

hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem

demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di

negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum

menunjukkan hasil yang optimal.

Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari
kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan

berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Ini dapat menjadi

indikator bahwa nilai-nilai dan prinsip anti korupsi seperti yang telah diterangkan diatas penerapannya

masih sangat jauh dari harapan. Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan tidak dengan sungguh-sungguh

dijalani sehingga penyimpangannya menjadi hal yang biasa.

Tak dapat dipungkiri untuk menanamkan nilai dan prinsip-prinsip anti korupsi perlu diajarkan sejak dini

kepada seluruh masyarakat secara umum. Saat ini sebagain besar baru terpusat pada golongan tertentu

di tempat tertentu. Untuk langkah yang lebih serius, seharusnya penanaman nilai dan prinsip anti

korupsi ini harus di terapkan bukan hanya di bangku kuliah saja sebagai contohnya, tetapi juga dilakukan

secara merata di berbagai kalangan masyarakat agar hasil yang didapatkan juga bisa maksimal secara

merata.

Yang ironisnya lagi dalam berbagai sistem pemerintahan termasuk di berbagai lembaga negara praktik

korupsi seakan dibiarkan dengan sistem yang menuntun, bahkan memaksa yang berkepentingan untuk

melakukan korupsi. Contoh nyata sistem perkorupsian itu ialah

sistem pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, yang bernama Korupsi. Sehingga penulis

dapat menyebutkan bahwa “Pemilu merupakan sistem perkorupsian baru yang terselubung menjadi

penyakit di Indonesia”.

Rangkuman

Dalam tindak pidana korupsi, dalamundang-undang di gunakan, Prinsip transparansi penting karena

pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proseskebijakan dilakukan

secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik.

Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural

kelembagaan.

Dlam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk

saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini

merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk melanjutkan hidupnya di masa

mendatang.

Tujuan transparansi agar jelas, pengeluaran keuangan negara dikeluarkan untuk apa saja, dan

miminimaisir pelaku tindak pidana korupsi

TOPIK 3
3.1 Faktor-faktor penyebab korupsi

Korupsi adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang terjadi

dimasyarakat. Korupsi tersebut dianggap sebagai kejahatan. Karena mereka yang

melakukan korupsi tidak memikirkan di luar sana nasib orang-orang miskin dan mereka

hanya mementingkan kepentingan dan kepuasan tersendiri.

Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi

Faktor penyebab korupsi dibagi menjadi dua. Yaitu diantaranya faktor internal dan faktor

eksternal, yang masing-masing faktor tersebut memiliki beberapa poin-poin .

1. faktor internal

Yang menjadi penyebab akibat terjadinya korupsi pada faktor internal adalah :

• Sifat rakus atau tamak yang dimiliki oleh manusia.

• Pada sifat rakus tersebut artinya manusia tidak mudah puas dengan apa yang

dimilikinya saat ini. Mereka cenderung merasa kurang dengan apa yang mereka

miliki dan hal tersebut akan mendorong manusia tersebut untuk melakukan korupsi.

Gaya hidup yang konsumtif.

• Gaya hidup yang konsumtif yaitu dalam segi kehidupan mereka sehari-hari

berlebihan, atau dapat disebut juga dengan gaya hidup yang boros. Gaya hidup

yang semacam ini akan mendorong mereka untuk melakukan korupsi karena apabila

dari penghasilan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi gaya hidup mereka yang

boros.

• Moral yang kurang kuat.

• Faktor internal yang menyebabkan korupsi salah satunya yaitu akibat moral manusia

yang kurang kuat. Artinya moral yang mereka miliki sangat kurang dan mereka lebih

mementingkan kepentingan mereka sendiri.

2. Faktor eksternal

Penyebab korupsi dari faktor eksternal antara lain:

A. Politik

• Faktor politik mempengaruhi terjadinya korupsi karena pada dasarnya politik sendiri

berhubungan dengan kekuasaan. Artinya siapapun orang tersebut pasti akan

menggunakan berbagai cara, bahkan melakukan korupsi demi mendapatkan


kekuasaan tersebut. Faktor politik terbagi menjadi dua yaitu kekuasaan dan stabilitas

politik.

B. Hukum

• Pada faktor hukum dapat dilihat dari sistem penegakan hukum yang hanya pro pada

pihak-pihak tertentu saja yang memiliki kepentingan untuk dirinya sendiri. Faktor

hukum juga dibagi menjadi dua yaitu konsistensi penegakan hukum dan kepastian

hukum.

C. Ekonomi

• Faktor ekonomi juga salah satu faktor yang meyebabkan terjadinya korupsi. Hal

tersebut dapat dilihat dari apabila gaji atau pendapatan seseorang tersebut tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Faktor ekonomi

juga terbagi menjdai dua yaitu gaji atau pendapatan dan sistem ekonomi.

D. Organisasi

• Faktor organisasi memiliki beberapa aspek yang menyebabkan korupsi , diantaranya

yaitu :

• Kultur atau budaya

• Pimpinan

• Akuntabilitas

• Manajemen atau sistem

3.2 Kerugian keuangan Negara

• Tindak Pidana Korupsi

• Sebagaimana diuraikan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam buku Memahami

untuk Membasmi: Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi (hal. 15),

definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”)

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001”).

• Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan dalam tiga puluh bentuk/jenis

tindak pidana korupsi.


• Ketigapuluh bentuk tersebut kemudian dapat disederhanakan ke dalam tujuh

kelompok besar, yaitu kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan

dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam

pengadaan, dan gratifikasi (hal. 15-17).

Masing-masing kelompok kemudian dapat diuraikan sebagai berikut.

• 1. Kerugian Keuangan Negara

• Sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel UU Korupsi Menganut Kerugian Negara

Dalam Arti Formil, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Komariah Emong

Sapardjaja menguraikan bahwa UU Tipikor menganut konsep kerugian negara

dalam arti delik formal.

• Unsur ‘dapat merugikan keuangan negara’ seharusnya diartikan merugikan negara

dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis dapat

dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi

menimbulkan kerugian negara.

• Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUUXIV/2016 mengatur bahwa:

• Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

• Kata ‘dapat’ sebelum frasa ‘merugikan keuangan atau perekonomian negara’

menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal.

• Adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan

yang sudah dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat.

3.3 Suap menyuap

• Suap-menyuap

• Contoh perbuatan suap dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya diatur

dalam Pasal 5 UU 20/2001, yang berbunyi:

• Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

setiap orang yang:

• memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut

berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya; atau

• memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau

berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau

tidak dilakukan dalam jabatannya.

• Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau

janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan

pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

3.4 Penggelapan jabatan

• Penggelapan dalam Jabatan

• Contoh penggelapan dalam jabatan diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001 yang berbunyi:

• Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta

rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,

dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena

jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau

digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

• Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258), penggelapan

adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian.

• Bedanya ialah pada pencuriSan, barang yang dimiliki itu belum berada di tangan

pencuri dan masih harus ‘diambilnya’.


• Sedangkan pada penggelapan, waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si

pembuat, tidak dengan jalan kejahatan.

• Penggelapan dalam jabatan dalam UU Tipikor dan perubahannya, menurut hemat

kami, merujuk kepada penggelapan dengan pemberatan, yakni penggelapan yang

dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan

pekerjaannya atau jabatannya (beroep) atau karena ia mendapat upah.

3.5 Perbuatan curang dan Gratifikasi

• Perbuatan Curang

• Perbuatan curang dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya berbentuk:

• pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual

bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan

perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau

keselamatan negara dalam keadaan perang;

• setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan

bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang di atas;

• setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional

Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan

curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

• setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja

membiarkan perbuatan curang di atas.

3.6 Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

• Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di

mana seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung maupun

tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau

persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian

ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

3.7 Gratifikasi

• Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap


pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan

dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan:

• Yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan

merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.

• Yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap

dibuktikan oleh penuntut umum.

• Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi

adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun

dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling

banyak Rp1 miliar.

• Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang

diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, paling lambat 30 hari sejak

tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Rangkuman

• Korupsi adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang terjadi

dimasyarakat. Korupsi tersebut dianggap sebagai kejahatan. Karena mereka yang

melakukan korupsi tidak memikirkan di luar sana nasib orang-orang miskin dan

mereka hanya mementingkan kepentingan dan kepuasan tersendiri.

• Tindak Pidana Korupsi

• Sebagaimana diuraikan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam buku Memahami

untuk Membasmi: Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi (hal. 15),

definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”)

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001”).

• UU Korupsi Menganut Kerugian Negara Dalam Arti Formil, Guru Besar Hukum Pidana

Universitas Padjajaran Komariah Emong Sapardjaja menguraikan bahwa UU Tipikor

menganut konsep kerugian negara dalam arti delik formal.

• Unsur ‘dapat merugikan keuangan negara’ seharusnya diartikan merugikan negara


dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis dapat

dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi

menimbulkan kerugian negara.

TOPIK 4

4.1 Dampak masif korupsi (ekonomi)

Dampak Masif Korupsi

Di Indonesia sering terjadi kasus korupsi. Penyebab terjadinya korupsi di karenakan beberapa faktor

diantaranya :

- Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi.

- Tidak puasnya nafsu seseorang dalam bentuk materi

- Sedikitnya gaji pegawai sedangkan kebutuhan semakin meningkat

Dari faktor di atas dapat disimpulkan bahwa hidup selalu merasa kurang dan selalu tidak puas

dengansemua harta atau materi yang mereka punya. Oleh karena itu seseorang melakukan berbagai cara

agar kebutuhan hidupnya terpenuhi, seperti halnya korupsi. Dan ketika seseorang sudah melakukan

korupsi berbagaai dampak akan terjadi seperti :

1. Dampak korupsi terhadap ekonomi :

Tidak adanya motivasi pertumbuhan ekonomi dan investasi

Berkurangnya legitimasi dari peran pasar

Barang dan jasa berkualitas rendah

Mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontak proteksi)

Hutang negara semakin meningkat

Angka kemiskinan semakin meluas

4.2 Dampak korupsi sosial dan kemiskinan

Dampak korupsi terhadap sosial dan kemiskinan masyarakat :

Perilaku korupsi yang tertanam pada anak dibawah umur

Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik

Akses bagi masyarakat miskin semakin terbatas

Kriminalitas semakin meningkat, dan lambatnya penfentasan kemiskinan

4.3 Dampak korupsi terhadap birokrasi

pemerintahan dan politik


Dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan :

Peraturan dan perundang-undangan yang tidak efektif

Etika sosial politik yang kurang hidup

Tidak efisiennya birokrasi

Memperlambat peran negara dalam pengaturan alokasi

4. Dampak korupsi terhadap politik dan demokrasi :

Kepemimpinan yang berjiwa korup

Mahalnya biaya politik

Hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara

Hancurnya kedaulatan rakyat

4.4 Dampak korupsi terhadap penegakan hukum

Dampak korupsi terhadap penegakan hukum :

Tidak terwujudnya suatu keadilan dalam masyarakat

Fungsi pemerintahan tidak dapat berjalan dengan maksimal

Hilangnya kepercayaan publik terhadap proses dan lembaga hukum

Hukum yang bisa dibeli

6. Dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan :

Lemahnya alusista sehingga dapat menimbulkan Kerawanan Hankamnas

Garis batas yang lemah

Kekerasan dalam masyarakat semakin menguatkan

4.5 Dampak korupsi terhadap kerusakan

lingkungan

Dampak korupsi terhadap kerusakan lingkungan :

Menurunnya ekosistem bagi tumbuhan dan hewan

Berkurangnya kualitas lingkungan

Kualitas hidup yang rendah

Merosotnya kualitas tanah

Rangkuman

Mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontak proteksi)

.Hutang negara semakin meningkatg, dan angka kemiskinan semakin meluasOleh sebab itu, dibutuhkan
kesadaran buat diri kita untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi, dikarenakan akan menambah

kerugian keuangan negara, hanya karena untuk memperkaya diri sendiri.

TOPIK 5

5.1 Pemberantasan Korupsi

PEMBERANTASAN KORUPSI

Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu

banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas

yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini dapat

dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan pencegahan

korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi,

kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas

penindakan korupsi.

Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas

tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku[1]. Karenanya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu

‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.

Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya. Dari

mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building, paper-less information system yang

diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta

pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat, informasi elektronik sangat

dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan lebih

lama penyimpanannya[2]. KPK juga telah mengadakan berbagai lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan

masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA antikorupsi, lomba film pendek antikorupsi, lomba poster,

dan lomba-lomba lainnya.

5.2 Kemajuan teknologi informasi

KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PERBAIKAN LAYANAN PUBLIK

KPK menyambut baik tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang antara lain

adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik[3] disamping untuk berbagai

tujuan lain.
Pada awal kepemimpinan saya di KPK, saya beranggapan bahwa stigma salah satu negara korup yang

sering diberikan kepada Indonesia terkait secara langsung upaya penindakan terhadap para pelaku korupsi

oleh aparat penegak hukum. Namun setelah mempelajari berbagai survei yang menilai tingkat korupsi itu,

saya sadari betapa pentingnya peran pelayanan publik terutama yang terkait dengan perijinan usaha dalam

menentukan persepsi masyarakat terhadap tingkat korupsi di setiap negara. Sebagai contoh untuk Indeks

Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir oleh Transparency International. Tahun 2008 ini IPK Indonesia 2,6

sedikit meningkat dari 2,3 pada tahun sebelumnya dengan peningkatan peringkat dari peringat 143 di

tahun 2007 menjadi peringkat 126. Bisa dikatakan IPK ini merupakan survey on surveys, dimana untuk

kasus Indonesia angka 2,6 merupakan agregat dari 10 survei yang dilakukan oleh berbagai organisasi

internasional. Patut dicatat bahwa dari 10 survei tersebut hanya 1 survei yang secara langsung terkait

dengan penindakan korupsi, dan sisanya (90%) merupakan survei yang terkait dengan layanan publik,

khususnya di bidang investasi.

Saat ini telah ada beberapa pemerintah daerah yang menyelenggarakan one stop service untuk pelayanan

publik khususnya yang terkait dengan layanan perijinan. Kemudahan pemberian layanan publik ini

diharapkan akan mengurangi keengganan berinvestasi. Investasi diharapkan akan masuk karena

pemerintahan yang melayani dengan baik dipersepsikan sebagai pemerintahan yang bersih, baik karena

kemudahan yang diberikan, maupun karena tidak adanya biaya-biaya siluman yang memberatkan.

Berbagai penelitian nasional dan internasional mengaitkan secara langsung maupun tidak langsung antara

korupsi (yang diwakili oleh ketepatan mutu-prosedur/waktu-biaya layanan publik) dengan tingkat

investasi, tingkat kemiskinan, dan bahkan dengan berbagai tolok ukur pembangunan seperti angka

kematian bayi, tingkat pendapatan perkapita dan angka melek huruf[4]. Karena itu tidak mengherankan

jika dalam pengantar hasil surveinya Transparency International menyatakan bahwa pada negara-negara

miskin dengan level korupsi yang parah, korupsi bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati[5].

Kembali pada pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk mendorong

efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kemajuan teknologi informasi juga dapat menghemat APBN

dalam kegiatan pengadaan barang/jasa untuk kepentingan pemerintah. Diharapkan e-procurement yang

menyediakan fasilitas pengadaan melalui jaringan elektronik akan meningkatkan transparansi proses

pengadaan sehingga bisa menekan kebocoran yang mungkin terjadi. Di berbagai kesempatan selalu saya

tekankan bahwa transparansi merupakan syarat pertama dari perwujudan good governance. Mengapa?

Karena transparansi akan mempermudah akses informasi bagi masyarakat yang kemudian mempermudah
dan memancing partisipasi mereka. Dengan adanya kedua hal tersebut, maka pada gilirannya pemerintah

dituntut untuk lebih akuntabel dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Berbicara tentang penghematan yang dapat dilakukan dari pelaksanaaan e-procurement ini, beberapa

pihak mengklaim telah terjadi penghematan yang luar biasa. Dari berbagai sumber, disebutkan bahwa

penghematan yang terjadi berkisar antara 15% hingga 23,5%, angka yang tidak tanggung-tanggung untuk

ukuran APBN negara kita.

5.3 Penggunaan teknologi dalam pembuktian

tindak pidana korupsi

PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MEMPERKUAT PEMBUKTIAN KASUS

KORUPSI

Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi

sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak

orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.

Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani Pimpinan KPK

yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk

melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan

penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan

dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan

merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana

korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah.

Dalam melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo UU

No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor

11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK tidak

menganggap lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakan lawfull

interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan kehatihatian ekstra.

KPK tidak pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang pengadilan,

yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kesimpangsiuran informasi

terjadi, ketika salah satu stasiun televisi swasta menayangkan program yang memuat upaya penindakan
KPK lengkap dengan pemutaran rekaman hasil penyadapan yang dilakukan KPK. Terkait dengan

banyaknya tayangan dalam program tersebut yang menampilkan para terperiksa, terdakwa, dan terpidana

kasus-kasus yang ditangani KPK, ada sebagian masyarakat yang menduga ada andil KPK di dalamnya.

Sebagai catatan, gambar-gambar dan rekaman yang ditampilkan tersebut diambil dari ruang persidangan

atau di halaman dan lobby tamu KPK yang merupakan ruang publik. Parahnya lagi bukan hanya

masyarakat awam hukum yang berpendapat demikian. Dalam satu kesempatan talk show di salah satu

universitas di Yogyakarta medio September 2008 ini, seorang doktor hukumpun menyatakan bahwa KPK

telah melanggar hak asasi manusia para terdakwa kasus tindak pidana korupsi karena memperdengarkan

secara terus-menerus rekaman pembicaraan dengan tujuan sebagai hukuman asesoris yang diberikan

untuk mempermalukan mereka.

5.4 KPK dalam menjalankan UU

KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang dengan semaksimal mungkin

memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

akan kami cermati sebagai salah satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan bahwa : “……..Tindak pidana korupsi

yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi

masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai

kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa”.

Kalimat di atas bisa jadi merupakan salah satu alasan undang-undang ini mengatur kembali pemberian

kewenangan penyadapan kepada KPK, sekalipun kewenangan yang sama telah diberikan dalam UndangUndang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang dimungkinkannya alat bukti petunjuk berupa

informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu; dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan

atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas

kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan,

suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna[6].

Dari keinginan rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa korupsi

merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya membawa implikasi pada penanganan korupsi dengan caracara yang
luar biasa pula – sekalipun tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku.

5.5 Penindakan korupsi

kontroversi penyadapan dalam penindakan korupsi kita dapat mengambil penyadapan atas kasus
terorisme sebagai pembanding. POLRI telah lama melakukan penyadapan untuk kasus terorisme dan

tidak pernah ada yang mempermasalahkannya. Besar kemungkinan karena kita sudah memahami bahaya

terorisme. Hal ini menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih giat menyampaikan betapa seriusnya

implikasi dari korupsi ini. Betapa besar ongkos sosial korupsi yang harus dibayar seluruh rakyat

Indonesia. Ketika seorang Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan

dalam memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu orang lain, atau

bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan. Namun yang selama ini kurang kita sadari - kerusakan

sudah terjadi, ketika seseorang dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan tertentu

- karena dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal, menjual obat palsu,

atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan bermuara pada kesengsaraan rakyat

Indonesia.

Rangkuman

Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya. Dari

mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building, paper-less information system yang

diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta

pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat, informasi elektronik sangat

dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan
lebih

lama penyimpanannya.

TOPIK6

6.1 Tindak pidana korupsi dalam perundangundangan dan perkembangan nya

Tindak Pidana korupsi dalam perundang-undangan dan perkembangannya

Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi perlu melahirkan suatu peraturan perundang-
undang

yang mampu menerapkan ketentuan yang diatur di dalam undang-undang tersebut. Hal ini dapat

dilakukan dengan mendorong para penegak hukum yang berwenang untuk memberantas korupsi
dengan

cara yang lebih tegas, beran dan tanpa memandang bulu. Akan tetapi, di samping peraturan yang tegas
juga diperlukan kesadaran masyarakat dalam memberantas korupsi tersebut. Namun kesadaran ini
dapat

timbul apabila masyarakat memiliki pegetahuan dan pemahaman tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi yang diatur oleh undang-undang.

Tindak pidana korupsi merupakan suatu bentuk prilaku kejahatan yang dapat merugikan negara, moral

bangsa, hak asasi dan perekonomian. Orang yang melakukan korupsi harus di hukum sesuai dengan

peraturan undang-undang yang telah ditetapkan, Dan juga sesuai dengan kejahatan yang telah
diperbuat.

Korupsi sendiri dapat membawa dampak negatif yang sangat besar dan juga membawa negara pada titik

kehancuran.

6.2 Delik Korupsi

Delit Korupsi Yang Dirumuskan Oleh Pembuat Undang-Undang

Adapun delik yang dirumuskan oleh pembuat undang-undang adalah delik-delik yang dibuat dan

dirumuskan secara khusus sebgai delik korupsi oleh para pembuat undang-undang. Delik ini dibuat atau

dirumuskan hanya meliputi 4 pasal saja di antaranya yaitu Pasal 2, Pasal 3, Pasal 13, dan Pasal 15

undang-undang nomor 31 tahun 1999 juncto undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
sejarah

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, beberapa kasus dapat dikategorikan sebagai simbol

pemberantasan korupsi, baik sebagai kegagalan maupun sebagai keberhasilan.

6.3 Delik korupsi yang diambil dalam KUHP

Delik korupsi yang diambil dari KUHP, dan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

Delik korupsi yang ditarik secara mutlak dari KUHP

Maksud dari delik korupsi yang ditarik secara mutlak adalah delit-delit yang diambil dari KUHP dan

kemudian diadopsi menjadi delit korupsi sehingga delit tersebut tidak berlaku lagi dalam KUHP.

Delit korupsi yang di tarik secara tidak mutlak dalam KUHP

Maksud dari delit korupsi yang ditarik secra tidak mutlat dari KUHP adalah delit yang diambil dengan
keadaan tertentu yakni berkaitan dengan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Jadi berbeda dengan

penarikan secara mutlak, dimana ketentuan delik ini di dalam KUHP tetap berlaku dan dapat
diancamkan

kepada seorang pelaku yang perbuatannya memenuhi unsur.

Akan tetapi apabila ada kaitannya dengan pemeriksaan delik korupsi maka yang akan diberlakukan

adalah delik sebagaimana diatur dalam undang-undang pemberantasan korupsi. Adapun delik korupsi

yang ditarik secara tidak mutlak dari KUHP ini terdapat di dalam Pasal 23 undang-undang nomor 31

tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu diambil dari Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421,

Pasal 422, Pasal 429, dan Pasal 430 KUHP.

6.4 UU Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan undang-undang no. 31 tahun 1999 jo. uu no. 20 tahun 2001, terdapat beberapa pasal yang

mengatur perbuatan korupsi, antara lain:

Pasal 2

Setiap orang yang melawan hukum di mana melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

lain.

Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan

yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pasal 13

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau

wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.

Pasal 15

Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak

pidana korupsi. Maka akan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

6.5 Tindak pidana yang tidak selesai yang

memenuhi unsur-unsur tindak pidana

Tindak pidana yang tidak selesai dapat diancam dengan sanksi pidana sepanjang memenuhi syarat-
syarat

percobaan yang dapat dipidana yaitu:

Ada niat.

Adanya permulaan pelaksanaan.

Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku.

Dan apabila suatu perbuatan pidana yang tidak selesai telah memenuhi ketiga syarat di atas, maka
kepada

pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana tersebut.

Pasal 11

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab
Undangundang Hukum Pidana. Maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). (UU No. 31 Tahun 1999).

Pasal ini secara terbatas hanya dapat diterapkan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Rangkuman

Tindak pidana korupsi merupakan suatu bentuk prilaku kejahatan yang dapat merugikan negara, moral

bangsa, hak asasi dan perekonomian. Orang yang melakukan korupsi harus di hukum sesuai dengan

peraturan undang-undang yang telah ditetapkan, Dan juga sesuai dengan kejahatan yang telah
diperbuat.

Korupsi sendiri dapat membawa dampak negatif yang sangat besar dan juga membawa negara pada titik

kehancuran.
TOPIK 7

7.1 GERAKAN ORGANISASI

INTERNASIONAL

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat internasional
pada

saat ini. Korupsi tidak hanya mengancam pemenuhan hak-hak dasar manusia dan menyebabkan
macetnya

demokrasi dan proses demokratisasi, namun juga mengancam pemenuhan hak asasi manusia, merusak

lingkungan hidup, menghambat pembangunan dan meningkatkan angka kemiskinan jutaan orang di

seluruh dunia.Keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi dalam rangka


mewujudkan

pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih dan lebih bertanggung-jawab sangat besar.

Keinginan ini hendak diwujudkan tidak hanya di sektor publik namun juga di sektor swasta. Gerakan ini

dilakukan baik oleh organisasi internasional maupun Lembaga Swadaya Internasional (International

NGOs). Berbagai gerakan dan kesepakatan-kesepakatan internasional ini dapat menunjukkan keinginan

masyarakat internasional untuk memberantas korupsi. Gerakan masyarakat sipil (civil society) dan
sektor

swasta di tingkat internasional patut perlu diperhitungkan, karena mereka telah dengan gigih berjuang

melawan korupsi yang membawa dampak negatif rusaknya perikehidupan umat manusia.

A. GERAKAN ORGANISASI INTERNASIONAL

1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)

Setiap 5 (lima) tahun, secara regular Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) menyelenggarakan

Kongres tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau sering disebut United

Nation Congress on Prevention on Crime and Treatment of Offenders. Pada kesempatan pertama,

Kongres ini diadakan di Geneva pada tahun 1955. Sampai saat ini kongres PBB ini telah terselenggara 12

kali. Kongres yang ke-12 diadakandi Salvador pada bulan April 2010.

Dalam Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna (Austria) pada tahun 2000, isu mengenai Korupsi
menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam introduksi di bawah tema International Cooperation in

Combating Transnational Crime: New Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan bahwa tema

korupsi telah lama menjadi prioritas pembahasan. Dalam resolusi 54/128 of 17 December 1999, di
bawah

judul “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB menegaskan perlunya pengembangan

strategi global melawan korupsi dan mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review

terhadap seluruh kebijakan serta peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara


untuk

mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi.

2. Bank Dunia (World Bank)

Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau prakondisi dari bank dunia

(baik World Bank maupun IMF) memberikan pinjaman untuk negara-negara berkembang. Untuk

keperluan ini, World Bank Institute mengembangkan Anti-Corruption Core, Program yang bertujuan

untuk menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan masyarakat sipil untuk pemberantasan

korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan


rencana

aksi nasional untuk memberantas korupsi.

3. OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development)

Setelah ditemuinya kegagalan dalam kesepakatan pada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada

sekitar tahun 1970-an, OECD, didukung oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di

tingkat internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in International Business

Transaction didirikan pada tahun 1989. Pada awalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan OECD hanya

melakukan perbandingan atau me-review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai

bidang tidak hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan dan perdagangan serta
hukum

administrasi.
Pada tahun 1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction

disetujui. Tujuan dikeluarkannya instrumen ini adalah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

suap dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi ini menghimbau negara-negara untuk

mengembangkan aturan hukum, termasuk hukuman (pidana) bagi para pelaku serta kerjasama

internasional untuk mencegah tindak pidana suap dalam bidang ini.

4. Masyarakat Uni Eropa

Di negara-negara Uni Eropa, gerakan pemberantasan korupsi secara internasional dimulai pada sekitar

tahun 1996. Tahun 1997, the Council of Europe Program against Corruption menerima kesepakatan

politik untuk memberantas korupsi dengan menjadikan isu ini sebagai agenda prioritas. Pemberantasan
ini

dilakukan dengan pendekatan serta pengertian bahwa: karena korupsi mempunyai banyak wajah dan

merupakan masalah yang kompleks dan rumit, maka pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan

pendekatan multi-disiplin; monitoring yang efektif, dilakukan dengan kesungguhan dan komprehensif

serta diperlukan adanya fleksibilitas dalam penerapan hukum.

Pada tahun 1997, komisi menteri-menteri negara-negara Eropa mengadopsi 20 Guiding Principles untuk

memberantas korupsi, dengan mengidentifikasi area-area yang rawan korupsi dan meningkatkan cara-
cara

efektif dan strategi pemberantasannya. Pada tahun 1998 dibentuk GRECO atau the Group of States

against Corruption yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas negara anggota memberantas korupsi.

Selanjutnya negara-negara Uni Eropa mengadopsi the Criminal Law Convention on Corruption, the Civil

Law Convention on Corruption dan Model Code of Conduct for Public Officials.

7.2 GERAKAN LEMBAGA SWADAYA

INTERNASIONAL

B. GERAKAN LEMBAGA SWADAYA INTERNASIONAL

(INTERNATIONAL NGOs)

1. Transparency International
Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional non-pemerintah yang memantau

dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan korupsi

politik di tingkat internasional. Setiap tahunnya TI menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi serta daftar

perbandingan korupsi di negara-negara di seluruh dunia. TI berkantor pusat di Berlin, Jerman, didirikan

pada sekitar bulan Mei 1993 melalui inisiatif Peter Eigen, seorang mantan direktur regional Bank Dunia

(World Bank).

Pada tahun 1995, TI mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index). CPI

membuat peringkat tentang prevalensi korupsi di berbagai negara, berdasarkan survei yang dilakukan

terhadap pelaku bisnis dan opini masyarakat yang diterbitkan setiap tahun dan dilakukan hampir di 200

negara di dunia. CPI disusun dengan memberi nilai atau score pada negara-negara mengenai tingkat

korupsi dengan range nilai antara 1-10. Nilai 10 adalah nilai yang tertinggi dan terbaik sedangkan

semakin rendah nilainya, negara dianggap atau ditempatkan sebagai negara-negara yang tinggi angka

korupsinya.

POSISI INDONESIA DALAM INDEKS PERSEPSI KORUPSI TI

Tahun Score CPI Nomor / Peringkat Jumlah Negara Yang Disurvei

2002 1.9 96 102

2003 1.9 122 133

2004 2.0 133 145

2005 2.2 137 158

2006 2.4 130 163

2007 2.3 143 179

2008 2.6 126 166

Dalam survey ini, setiap tahun umumnya Indonesia menempati peringkat sangat buruk dan buruk.

Namun setelah tahun 2009, nilai rapor ini membaik sedikit demi sedikit. Tidak jelas faktor apa yang

memperbaiki nilai ini, namun dalam realita situasi dan kondisi korupsi secara kualitatif justru terlihat
semakin parah. Melihat laporan survey TI, nampak bahwa peringkat Indonesia semakin tahun semakin

membaik. Namun cukup banyak pula masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional yang tidak

terlalu yakin terhadap validitas survey tersebut. Walaupun tidak benar, secara sinis di Indonesia ada

gurauan

7.3 (INTERNATIONAL NGOs)

2. TIRI

TIRI (Making Integrity Work) adalah sebuah organisasi independen internasional non-pemerintah yang

memiliki head-office di London, United Kingdom dan memiliki kantor perwakilan di beberapa negara

termasuk Jakarta. TIRI didirikan dengan keyakinan bahwa dengan integritas, kesempatan besar untuk

perbaikan dalam pembangunan berkelanjutan dan merata di seluruh dunia akan dapat tercapai. Misi
dari

TIRI adalah memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang adil dan berkelanjutan dengan

mendukung pengembangan integritas di seluruh dunia. TIRI berperan sebagai katalis dan inkubator
untuk

inovasi baru dan pengembangan jaringan.

Organisasi ini bekerja dengan pemerintah, kalangan bisnis, akademisi dan masyarakat sipil, melakukan

sharing keahlian dan wawasan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan praktis yang

diperlukan untuk mengatasi korupsi dan mempromosikan integritas. TIRI memfokuskan perhatiannya

pada pencarian hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan tata pemerintahan yang buruk. Salah
satu

program yang dilakukan TIRI adalah dengan membuat jejaring dengan universitas untuk

mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan/atau Pendidikan Anti Korupsi di perguruan tinggi.

7.4 INSTRUMEN INTERNASIONAL

PENCEGAHAN KORUPSI

C. INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

1. United Nations Convention against Corruption (UNCAC).

Salah satu instrumen internasional yang sangat penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
korupsi adalah United Nations Convention against Corruption yang telah ditandatangani oleh lebih dari

140 negara. Penandatanganan pertama kali dilakukan di konvensi internasional yang diselenggarakan

di Mérida, Yucatán, Mexico, pada tanggal 31 Oktober 2003.

Tindak pidana korupsi dapat diberantas melalui Badan Peradilan. Namun menurut konvensi ini, salah
satu

hal yang terpenting dan utama adalah masalah pencegahan korupsi. Bab yang terpenting dalam
konvensi

didedikasikan untuk pencegahan korupsi dengan mempertimbangkan sektor publik maupun sektor
privat

(swasta). Salah satunya dengan mengembangkan model kebijakan preventif seperti :

• pembentukan badan anti-korupsi;

• peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye untuk pemilu dan partai politik;

• promosi terhadap efisiensi dan transparansi pelayanan publik;

• rekrutmen atau penerimaan pelayan publik (pegawai negeri) dilakukan berdasarkan prestasi;

• adanya kode etik yang ditujukan bagi pelayan publik (pegawai negeri) dan mereka harus tunduk pada

kode etik tsb;

• transparansi dan akuntabilitas keuangan publik;

• penerapan tindakan indisipliner dan pidana bagi pegawai negeri yang korup;

• dibuatnya persyaratan-persyaratan khusus terutama pada sektor publik yang sangat rawan seperti
badan

peradilan dan sektor pengadaan publik;

• promosi dan pemberlakuan standar pelayanan publik;

• untuk pencegahan korupsi yang efektif, perlu upaya dan keikutsertaan dari selu-ruh komponen

masyarakat;

• seruan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan organisasi non-
pemerintah

(LSM/NGOs) yang berbasis masyarakat, serta unsur-unsur lain dari civil society;
• peningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) terhadap korupsi termasuk dampak buruk

korupsi serta hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang mengetahui telah terjadi TP korupsi.

2. Convention on Bribery of Foreign Public Official in

International Business Transaction Convention on Bribery of Foreign Public Official in International

Business Transaction adalah sebuah konvensi internasional yang dipelopori oleh OECD. Konvensi Anti

Suap ini menetapkan standar-standar hukum yang mengikat (legally binding) negara-negara peserta
untuk

mengkriminalisasi pejabat publik asing yang menerima suap (bribe) dalam transaksi bisnis internasional.

Konvensi ini juga memberikan standar-standar atau langkah-langkah yang terkait yang harus dijalankan

oleh negara perserta sehingga isi konvensi akan dijalankan oleh negara-negara peserta secara efektif.

Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction adalah konvensi

internasional pertama dan satu-satunya instrumen anti korupsi yang memfokuskan diri pada sisi ‘supply’

dari tindak pidana suap. Ada 34 negara anggota OECD dan empat negara non-anggota yakni Argentina,

Brasil, Bulgaria dan Afrika Selatan yang telah meratifikasi dan mengadopsi konvensi internasional ini.

7.5 PENCEGAHAN KORUPSI : BELAJAR DARI

NEGARA LAIN

D. PENCEGAHAN KORUPSI : BELAJAR DARI NEGARA LAIN

India adalah salah satu negara demokratis yang dapat dianggap cukup sukses memerangi korupsi.

Meskipun korupsi masih cukup banyak ditemui, dari daftar peringkat negara-negara yang disurvey oleh

Transparency Internasional (TI), India menempati ranking lebih baik daripada Indonesia. Pada tahun

2005, dari survey yang dilakukan oleh TI, 62% rakyat India percaya bahwa korupsi benar-benar ada dan

bahkan terasa dan dialami sendiri oleh masyarakat yang di-survey. Di India, Polisi menduduki ranking

pertama untuk lembaga yang terkorup diikuti oleh Pengadilan dan Lembaga Pertanahan. Dari survey TI,

pada tahun 2007, India menempati peringkat 72 (sama kedudukannya dengan China dan Brazil). Pada

tahun yang sama, negara tetangga India seperti Srilangka menempati peringkat 94, Pakistan peringkat
138
dan Bangladesh peringkat 162. Pada tahun 2007 tersebut, Indonesia menempati nomor 143 bersama-
sama

dengan Gambia, Rusia dan Togo dari 180 negara yang di-survey. Peringkat yang cukup buruk jika

dibandingkan dengan India yang sama-sama negara berkembang.

Rangkuman

Tindak pidana korupsi dapat diberantas melalui Badan Peradilan. Namun menurut konvensi ini, salah
satu

hal yang terpenting dan utama adalah masalah pencegahan korupsi. Bab yang terpenting dalam
konvensi

didedikasikan untuk pencegahan korupsi dengan mempertimbangkan sektor publik maupun sektor
privat

(swasta). Salah satunya dengan mengembangkan model kebijakan preventif seperti :

• pembentukan badan anti-korupsi;

• peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye untuk pemilu dan partai politik;

• promosi terhadap efisiensi dan transparansi pelayanan publik;

• rekrutmen atau penerimaan pelayan publik (pegawai negeri) dilakukan berdasarkan prestasi;

• adanya kode etik yang ditujukan bagi pelayan publik (pegawai negeri) dan mereka harus tunduk pada

kode etik tsb;

• transparansi dan akuntabilitas keuangan publik;

• penerapan tindakan indisipliner dan pidana bagi pegawai negeri yang korup;

• dibuatnya persyaratan-persyaratan khusus terutama pada sektor publik yang sangat rawan seperti
badan

peradilan dan sektor pengadaan publik;

• promosi dan pemberlakuan standar pelayanan publik;

• untuk pencegahan korupsi yang efektif, perlu upaya dan keikutsertaan dari selu-ruh komponen

masyarakat;

• seruan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan organisasi non-
pemerintah
(LSM/NGOs) yang berbasis masyarakat, serta unsur-unsur lain dari civil society;

• peningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) terhadap korupsi termasuk dampak buruk

korupsi serta hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang mengetahui telah terjadi TP korupsi.

Anda mungkin juga menyukai