Anda di halaman 1dari 22

MATERI KULIAH XIV TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM


ATURAN PERUNDANG
UNDANGAN

Senin, 14 Desember 2020


09.40-10.30
Yel Yel Kita
Selamat Pagi

• Semangat pagi ….
• Yes-yes-yes,
• Sehat tanpa korupsi,
• Bahagia-bahagia-bahagia…..
Tindak Pidana Korupsi Dalam Aturan
Perundang Undangan
• Pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam mengemban amanat Undang-Undang Dasar
NKRI Tahun 1945 seperti yang termuat dalam pembukaan alinea
ke-4, yaitu membentuk Pemerintahan Negara Indonesia untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Di samping itu, ada konsensus nasional yang tertuang
dalam Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme. TAP MPR ini lahir sebagai desakan agar Indonesia
bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme seiring dengan
beralihnya era reformasi setelah orde baru berakhir. Pada
pelaksanaanya upaya pemberantasan korupsi memerlukan payung
hukum dan koordinasi antar lembaga penegak hukum. Payung
hukum sangat penting untuk memberikan arah, kebijakan, dan
sistem hukum yang berlaku dalam tindak pidana korupsi.
• Peraturan perundangan yang terkait dengan korupsi di Indonesia
sebenarnya sudah lama diberlakukan sejak Orde Lama yaitu pada
tahun 1957
• saat dikeluarkannya Peraturan Penguasa Militer Nomor
PRT/PM/06/1957. Peraturan militer ini terbit karena militer
mengganggap tidak ada kelancaran dalam usaha memberantas
perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara
sehingga perlu ada tata kerja yang dapat menerobos kemacetan
usaha pemberantasan korupsi. Tujuan diadakannya peraturan
penguasa perang ini agar perbuatan korupsi yang saat itu merajalela
dapat diberantas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Santoso
P., 2011). Pada perkembangannya undang-undang yang terkait
dengan korupsi mengalami pembaruan/revisi. Sistem perundangan
yang terkait dengan korupsi di antaranya dalam bentuk Ketetapan
MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan
Presiden.
• 1. Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat
(MPR) Ketetapan MPR yang terkait dengan
korupsi adalah TAP MPR Nomor I/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Namun, setelah adanya
amendemen UUD 1945 dan dipertegas dengan adanya
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Urutan
Perundangan-undangan disebutkan bahwa jenis dan
hierarki perundangan-undangan adalah UUD 1945,
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Daerah. Dengan demikian,
Ketetapan MPR tidak lagi masuk dalam hierarki
peraturan perundang-undangan.
• 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pada pasal 1 ayat 1
disebutkan:
• a. barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara
dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka
olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara;
• b. barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu Badan, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
• 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang
Pidana Suap Pada pasal 2 dan 3 disebutkan:
• Pasal 2 Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya
orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam
tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
• Pasal 3 Barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan
ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian
sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum.
• 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme Undang-undang tersebut memuat prinsip-
prinsip atau asas-asas kepas tian hukum, tertib
penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keter bukaan,
proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas, yang
dijabarkan dalam penjelasan pasal 3 sebagai berikut:
• a. asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara;
• b. asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyeleng garaan negara;
• b. asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyeleng garaan negara;
• c. asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif;
• d. asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara;
• e. asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
negara;
• f. asas profesionalitas, yaitu asas yang
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
• g. asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
• 5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Diubah
dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
• Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
• Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
• Pasal 21 Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi,
atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara
korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
• Pasal 22 Apabila seseorang dengan sengaja tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
• Pasal 23 Hukuman pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) bagi yang melakukan korupsi.
• 6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga
negara yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun. Undang-
undang tersebut memuat tugas, fungsi, dan
kewenangan KPK dalam pemberantasan
korupsi.
• 7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi Instruksi
Presiden ini ditujukan kepada seluruh Pejabat
Pemerintah yang termasuk dalam kategori
penyelenggara sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari korupsi dan nepotisme untuk segera
melaporkan kepada komisi pemberantasan ko rup si.
Salah satu instruksi presiden ini ditujukan kepada
Menteri Pendidikan Nasional untuk menyelenggarakan
pendidikan yang berisikan substansi penanaman
semangat dan perilaku antikorupsi pada setiap jenjang
pendidikan formal dan nonformal.
• 8. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun
2014 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2014 Inpres ini
memuat sepuluh Instruksi Presiden dalam
menyusun aksi pencegahan dan pemberantasan
korupsi tahun 2014 dengan berpedoman pada
visi dan misi serta fokus kegiatan jangka
menengah strategi nasional pencegahan dan
pemberantasan korupsi 2012–2014 disesuaikan
den
• 9. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2O18
• Pasal I Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
• 1. Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut
Stranas PK adalah arah kebljakan nasional yang memuat fokus dan
sasaran pencegahan korupsi yang sebagai acuan kementerian,
lembaga, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya
dalam melaksanakan aksi Indonesia. korupsi di
• 2. Aksi Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut Aksi PK
adalah penjabaran fokus dan sasaran Stranas PK dalam bentuk
program dan kegiatan.
• 3. Pemangku Kepentingan lainnya adalah orang perseorangan,
kelompok masyarakat, badan hukum, badan usaha, organisasi
praktisi, akademisi, asosiasi, mitra pembangunan, dan media massa
yang terkait dengan penyelenggaraan Stranas PK.
• 10. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19
TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
• Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
• 1. Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
• 2. Penyelenggara Negara adalah pejabat negara yang menjalankan
kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi
dan tugas berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• 3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun
kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini.
• 4. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian
kegiatan untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak
pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang
pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• 5. Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan,
merekam, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik
menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan nirkabel,
seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi
maupun alat elektronik lainnya.
• 6. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur
sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.”
• 11. Perpres Nomor 91 Tahun 2019 tentang
Organ Pelaksana Dewan Pengawas Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Pasal 1
• 1. Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dalam menjalankan tugas
membentuk organ pelaksana pengawas yang
selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut
dengan Sekretariat Dewan Pengawas Komisi
Pemberantasan Korupsi.
• 2. Sekretariat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan
Korupsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris
Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi.
• 3. Sekretariat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan
Korupsi dipimpin oleh Kepala Sekretariat.
• Pasal 2
• Sekretariat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan
Korupsi mempunyai tugas memberikan dukungan
administratif dan teknis operasional kepada Dewan
Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi.
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai