Anda di halaman 1dari 25

MATERI KULIAH XI

KELUARGA DAN SEKOLAH SEBAGAI


PILAR PEMBUDAYAAN PERILAKU ANTI
KORUPSI

Kamis, 10 Desember 202008.00-08.50


Yel Yel Kita
Selamat Pagi

Semangat pagi ….
Yes-yes-yes,
Sehat tanpa korupsi,
Bahagia-bahagia-bahagia…..
Sub Pokok Bahasan
1. Pembudayaan antikorupsi di lingkungan keluarga
2. Pembudayaan antikorupsi di lingkungan sekolah
A. PERAN KELUARGA DALAM
PEMBUDAYAAN PERILAKU ANTIKORUPSI
Pada usia anak-anak, keluarga  mempunyai andil
yang besar untuk memberi pesan moral.  Keberhasilan
anak tidak hanya diukur dari tinggi rendahnya nilai,
akan tetapi juga kejujuran, akhlak atau budi pekerti
yang dimiliki.
Menurut Syaharudin (2009) upaya pemberantasan
korupsi dalam jangka panjang akan menuai
keberhasilan apabila dilakukan dengan kombinasi
antara represif, preventif dan edukatif secara integral.
Dari penyelidikan psikolog perkembangan Piaget dan Kohlberg
(dalam Santrock, 2006) diketahui bahwa proses perkembangan
moral adalah proses perkembangan otak. Karena itu perkembangan
moral berhubungan erat dengan perkembangan kognitif seseorang.
Anak-anak dan remaja membentuk pemikiran moral mereka seiring
dengan perkembangan mereka dari tahap yang satu ke tahap
berikutnya, dan bukan hanya bersikap pasif dengan menerima saja
moralitas suatu kebudayaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.      Usia 2 sampai 7 tahun Dari penyelidikan diketahui bahwa
anak diantara usia 2-7 tahun belum mampu membuat
pertimbangan-pertimbangan tentang baik atau buruk suatu
perbuatan. Mereka patuh untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu, tujuannya untuk menyenangkan orang tua dan mendapat
pujian, serta tidak melakukan suatu perbuatan yang dilarang adalah
karena takut akan hukuman.
Mengajar anak kejujuran dalam fase ini dapat
dilakukan terutama melalui penguatan positif
terhadap kejujuran, dengan memuji dan
menghargai perbuatan jujurnya dan penguatan
negatif terhadap perbuatan tidak jujur dengan
mencela dan menghukum perbuatan tidak jujur
serta mengajar melalui peneladanan oleh orang
tua atau guru.
2.      Usia 7 sampai 10 tahun Anak usia ini mulai memahami
dan mengunakan konsep. Maka konsep kejujuran mulai
dapat diajarkan, demikian juga konsep tentang
ketidakjujuran dan akibatnya. Hati nurani anak mulai
terbentuk dan anak mulai mengetahui tentang baik buruknya
sebuah perbuatan. Cara berpikirnya masih sangat terbatas
terhadap perbuatan yang nyata (konkret) dan anak belum
sanggup melihat dari sudut pandang orang lain. Mengajari
anak tentang kejujuran dalam fase ini selain dengan
peneladanan dan penguatan positif dan negatif, juga melalui
cerita dan kasus nyata yang dapat dibayangkan anak. Lalu
ditanyakan apa akibatnya dari perbuatan tidak jujur orang
tersebut. Pada usia ini motivasi untuk melakukan hal yang
baik sudah harus berpindah dari menyenangkan orang tua,
kepada alasan bahwa melakukan perbuatan baik membawa
rasa senang dan damai pada diri sendiri, karena sesuai
dengan hati nuraninya.
3.      Usia 11 sampai 13 tahun Pada usia ini, anak sudah mulai
dapat berpikir kearah abstrak dan sanggup melihat dari sudut
pandang orang lain. Ia sudah dapat membedakan motivasi
yang ada dibelakang sebuah perbuatan dan dapat
mempertimbangkan perbuatan dari segi motivasi atau niat itu.
4.      Usia 13 sampai dewasa Remaja dan pemuda telah sanggup
berpikir abstrak dan membuat hipotesa. Mereka mempunyai
standar tentang yang baik atau buruk perbuatan dari diri
mereka sendiri. Pada usia ini tingkah laku moral yang
sesungguhnya baru timbul. Masa ini perlu digunakan baik-
baik untuk menanamkan kesanggupan berpikir mandiri dan
bertanggung jawab dalam membuat penalaran moral. Para
remaja sanggup menginterpretasi penilaian moral dan
menjadikannya sebagai nilai pribadi. Dari penelitian diketahui
bahwa perkembangan mempribadikan
konsep (internalisasi) terjadi melalui identifikasi dengan tokoh
yang dianggap sebagai contoh atau model (hero worship).
Pada prinsipnya penanaman sikap anti korupsi di Keluarga antara lain
dalam bentuk :
1. Menerapkan budaya malu
2. Mengajarkan budaya tanggung jawab dengan amanah
3. Melatih bersikap jujur dan senantiasa takut kepada
Allah SWT dalam segala hal
4. Menerapkan efek jera
5. Mengajarkan pendidikan moral
6. Menolak segala perbuatan yang mengarah kepada
perbuatan korupsi
7. Menjalin sikap keterbukaan
8. Menerapkan gaya hidup sederhana
Kalau kita ingat kembali-9 nilai-nilai anti korupsi yang harus diterapkan
dlm kehidupan sehari hari al :
Kejujuran, Kedisiplinan, Tanggung Jawab, Keadilan,
Keberanian, Kepedulian, Kerja Keras, kesederhanaan,
Kemandirian.
Karena ada perilaku korupsi di lingkungan
keluarga
1. Mencuri uang
2.Berbohong
3.Tidak melaksanakan tugas, tanggung jawab
4.Pulang sekolah , kerja terlambat, main
5.Melaporkan hal yang tdk senyatanya
6.Penghasilan halal, dll.
B. PERAN SEKOLAH DALAM
PEMBUDAYAAN PERILAKU ANTIKORUPSI

Sekolah sebagai lingkungan kedua bagi anak, dapat


menjadi tempat pembangunan karakter dan watak.
Sekolah dapat memberikan nuansa yang mendukung
upaya untuk menginternalisaksikan nilai-nilai dan
etika yang hendak ditanamkan, termasuk di dalamnya
perilaku antikorupsi. Upaya yang dapat dilakukan
untuk penanaman pola pikir,  sikap dan perilaku
antikorupsi yaitu melalui sekolah, karena sekolah
adalah proses pembudayaan (Hassan, 2004:9).
Pendidik merupakan profesi yang mulia, pekerjaan yang
bukan hanya mengajarkan menulis, membaca, menghitung,
membedakan warna atau mengenal bentuk mata uang, akan tetapi
pendidik adalah orang yang mentranformasikan
pengetahuan (knowledge) sekaligus prilaku (behavior) kepada
peserta didik. Kalau pengetahuan yang salah di transferkan
kepada peserta didik tentunya itu dapat diperbaiki oleh
waktu , akan tetapi kalau prilaku yang salah dan di
justifikasi lalu ditansformasikan kepada peserta didik
tentunya ini akan melahirkan generasi-generasi yang
menyimpang. Dari sini muncul pameo, kalau profesi guru itu
lebih bahaya dari pada dokter, artinya jika dokter salah dalam
mendiagnosa penyakit seorang pasien dapat menyebabkan
seorang pasien tersebut meninggal, sedangkan guru kalau salah
dalam mentansformasikan ilmu dan prilaku akan
“membunuh” empat puluh orang dalam satu lokal. Untuk itu
pendidik/guru harus memiliki hati nurani.
Perilaku korupsi di sekolah
1. Bolos sekolah
Siapa yang dulu sering bolos sekolah?
Ternyata bolos sekolah juga merupakan bentuk
korupsi, lebih tepatnya korupsi waktu, lho.
Bolos sekolah termasuk ke dalam jenis korupsi karena
seorang siswa yang kewajibannya adalah untuk belajar, tapi
malah meninggalkan kewajibannya tersebut untuk
melakukan hal lain yang lebih menyenangkan, bahkan tak
jarang mereka sampai berbohong kepada orangtuanya.
Perilaku menyeleweng tersebut itulah yang dimaksud
dengan korupsi waktu.
2. Datang terlambat ke kelas
Sama seperti bolos sekolah, korupsi jenis ini juga
termasuk ke dalam korupsi waktu. Mirisnya, pelaku dari
korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh siswa, tetapi juga
oleh guru.
Misalnya, ada siswa yang ketika jam pelajaran, tetapi ia
malah pergi ke kantin untuk jajan tanpa rasa bersalah
sedikit pun. Sedangkan untuk guru, biasanya korupsi
waktu pelajaran dilakukan ketika ia dengan sengaja
datang telat di kelas karena sedang asyik bercengkrama
dengan guru-guru lain di ruang guru.
3. Melebih-lebihkan jumlah uang iuran sekolah
Melebih-lebihkan biaya sekolah sudah jelas
merupakan tindakan korupsi yang mirip seperti yang
dilakukan oleh koruptor-koruptor besar. Parahnya,
oknum-oknum yang melebih-lebihkan biaya sekolah
ini bukan hanya siswa yang ingin mengambil uang
iuran untuk keperluan pribadinya.
Tak jarang kedapatan kasus kalau justru sekolah lah
yang melebihkan jumlah biaya sekolah dengan alasan
untuk membantu pembangunan sekolah. Padahal hal
tersebut bisa saja merupakan pungutan liar, terutama
jika dilakukan oleh oknum sekolah negeri.
4. Menyebarkan kunci jawaban ketika ujian
Ujian yang seharusnya dilakukan untuk mengukur tingkat
keberhasilan siswa dalam menguasai pelajaran ternyata juga
tidak lepas oleh perilaku korup oknum-oknum yang
mencari keuntungan di balik hasil ujian.
Untuk siswa sendiri, waktu malam sebelum ujian sering kali
dimanfaatkan untuk mencari kunci jawaban dari siapa pun
yang memilikinya agar mendapatkan nilai ujian yang baik.
Mirisnya, pada beberapa kasus juga kedapatan kalau kunci
jawaban tersebut justru disediakan oleh gurunya dengan
berbagai alasan. Misalnya untuk memperbaiki akreditasi
sekolah agar mendapat predikat lebih baik jika hasil ujian
siswa-siswanya juga baik.
5. Guru yang memberi nilai kepada murid secara
subjektif
Tak berhenti pada penyebaran kunci jawaban, terkadang
guru-guru di sekolah juga memberikan nilai yang sifatnya
bukan berasal dari hasil jerih payah siswa itu sendiri,
melainkan hasil subjektivitas mereka, sehingga oknum guru
tersebut bisa dengan sesuka hati memberi nilai siswanya. Hal
tersebut tentu juga merupakan bentuk tindakan korupsi.
Biasanya alasan oknum guru tersebut memberikan nilai secara
subjektif adalah untuk memperbaiki akreditasi sekolah. Selain
itu, pemberian nilai secara subjektif tersebut bisa saja
dilakukan karena pandangan baik atau buruknya seorang
siswa di mata guru, sehingga ia tidak akan melihat prestasi,
melainkan perilaku siswanya.
Dengan demikian perlu ditanamkan kepada anak bahwa korupsi
itu tidak hanya berupa penggelapan uang atau dana suatu
kegiatan atau pembangunan. Sehingga, anak memiliki jiwa
antikorupsi yang tertanam dan diaktualisasikan hingga akhir
hayat.
Jiwa anti korupsi merupakan suatu kesadaran seorang individu,
di mana ia mengetahui apa itu korupsi, bahayanya dan ia
berusaha untuk menghindari dan juga melawannya. Anak juga
tidak terbawa dengan keadaan lingkungan negatif. Karena telah
memiliki suatu jiwa yang mana telah ditanami dengan sikap
antikorupsi.
Kegiatan menanamkan jiwa antikorupsi dapat dilakukan dengan
berbagai cara atau tindakan. Di mana cara atau tindakan itu
dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Beberapa
cara tersebut, di antaranya melalui:
1. Melalui keteladanan
Memberi contoh tindakan yang berat dilakukan oleh siapa pun,
termasuk oleh guru. Sifat anak adalah suka meniru, oleh karena itu
sebagai guru hendaknya harus selalu memberi contoh yang baik
sesuai dengan norma dan aturan yang ada.
Maksud memberi contoh di sini bukan sekedar menjelaskan contoh
perilaku antikorupsi. Tetapi dia sendiri mengamalkan perilaku yang
diajarkan kepada anak-anak atau siswa.
Sehingga, dapat dicontoh para siswa. Seperti halnya sikap jujur,
tidak berbohong dan tidak memakan apa yang bukan haknya.
Merujuk pada nasihat Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar
Dewantara, sekolah dan guru yang tidak bisa ‘ing ngarso sung
tuladha’ (memberikan keteladanan), maka akan menyebabkan
siswa ‘nyaru bebaya lan cilaka’ (mendapatkan bahaya dan celaka) di
kemudian harinya.
2. Melalui pembiasaan
Pembiasaan adalah merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mendidik siswa. Dengan cara ini
diharapkan siswa akan terbiasa melalukan hal-hal yang baik.
Contoh untuk menanamkan jiwa antikorupsi ialah dengan
jujur, seperti diadakannya kantin kejujuran dalam sekolah.
Di situlah siswa dilatih untuk bersikap jujur, karena ia yang
mengambil jajanan, ia yang membayar, ia yang menghitung
dan ia juga yang mengambil kembalian uang sisa jajan.
Sementara bagi siswa yang ketahuan tidak jujur, maka
diberikan hukuman yang sesuai agar dapat menimbulkan
efek jera terhadap siswa. Sehingga, siswa tidak mengulangi
kesalahannya.
3. Melalui Kurikulum
Cara ketiga ini dapat ditempuh dengan memasukkan
konsep karakter antikorupsi pada para siswa melalui
kurikulum/program sekolah. Di sini peran guru sangat
penting dan diharapkan melalui kurikulum/program
sekolah dengan kelengkapan silabus dan Rencana Program
Pembelajaran (RPP).
Melalui kurikulum, guru dapat menanamkan jiwa dan
karakter anti korupsi agar para siswa menjadi anak bangsa
Indonesia yang tertanam dalam dirinya sifat- sifat anti
korupsi.
Memahami sembilan pilar karakter
Guru dan siswa harus mengetahui sembilan pilar
karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal.
Yaitu: karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-
Nya; kemandirian dan tanggungjawab;
kejujuran/amanah; diplomatis; hormat dan santun;
dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong/kerjasama.
Kemudian pilar ketujuh percaya diri dan pekerja
keras, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan baik
dan rendah hati, dan pilar kesembilan karakter
 toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Pada akhirnya :
Penerapannya dengan metode pembelajaran : Knowing
the good  guna memahami, setelah itu feeling loving the
good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai
kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang
senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan.
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau
melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan
perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan
kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi
kebiasaan.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak
usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli
psikologi sebagai usia emas (golden age). Karena usia ini
terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya.
Dengan pendidikan karakter, penerapan, penanaman dan
pembentukan jiwa antikorupsi yang diterapkan secara
sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi
cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Karena
seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi
segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan
untuk melawan korupsi.
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai