PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
agustus 1945, tidak dapat dilepaskan dari cita-cita pembaharuan hukum. 1termasuk
Indonesia tersebut juga terkandung pernyataan untuk merdeka dan bebas dari
disamping merupakan rrahmat tuhan yang maha Esa juga didorong oleh
1945.
yang bebas dalam keteraturan suatu tertib tatanan hukum. Bertitik tolak dari
penjabaran tersebut tersirat bahwa setiap bangsa Indonesia berhak untuk hidup
dan hak-hak kemerdekaan yang telah dibuatnya. Tidak terlepas dari adanya
1
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif, dalam penanggulangan kejahatan dengan pidana penjara,
Yogyakarta, Genta Publising, 2010, hlm 1
2
Ibid
1
2
Tidaklah ada artinya hak kemerdekaan, apabila dilain pihak tetap ada
selalu bertumpu pada cita-cita nsional, pandangan hidup bangasa dan rasa
harus berlandaskan pada pancasila yang menjadi sumber ideologi serta falsafah
bangsa.
lahirnya UUD 1945 tidak dapat dilepaskan pula dari landasan dan sekaligus
tujuan yang ingin dicapai seperti telah dirumuskan juga dalam pembukaan UUD
1945. Tujuan yang telah digariskan dalam pembukaan UUD 1945 itu secara
menjadi landasan dan sekaligus tujuan politik hukum di Indonesia. Ini pulalah
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegekan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan kejahatan,
3
di Indonesia.4
seluruhtumpah darah Indonesia dapat pula berati upaya keras dan nyata
28Tahun 1999 tentang penyelenggaraaan Negara yang bersih dan bebas dari
4
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif, dalam penanggulangan kejahatan dengan pidana
penjara,Op Cit, hlm 10
5
Ibid hlm 75
4
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme tidak saja melibatkan pejabat yang bersangkutan
tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang jika dibiarkan maka rakyat Indonesia
Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme diIndonesia,Semarang,
6
eksistensi negara.7
dankemakmuran.
7
Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme diIndonesia,Op Cit,
2005, hlm 6
8
Ibid
6
tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela, terkutuk dan
sangat dibenci oleh sebagian besar masyarakat tidak hanya oleh masyarakat dan
korupsi juga diharapkan korupsi menjadi musuh bersama yang harus ditekan dan
yang sangat akut bagi bangsa Indonesia, karena hampir di setiap lembaga
pelayanan publik suap sudah menjadi hal yang biasa, yang pada akhirnya ada
Dunia modern sepenuhnya menyadari akan problema yang akut ini. Orang
demikian sibuk melakukan penelitian, seminar-seminar,konferensi-konferensi
internasionaldan menulis buku-buku untukmencoba memahami masalah
kejahatan dan sebab-sebabnya agar dapat mengendalikannya. Tetapi hasil bersih
dari semua usaha ini adalah sebaliknya, kejahatan bergerak terus.11
Khan tersebut, merupakan suatu perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang
dalam meraih keuntungan secara tidak halal, seolah-olah tidak pernah berhenti
dan habis untuk dibicarakan baik dalam forum ilmiah maupun oleh setiap
masyarakat setiap hari, tetapi hasil nyatanya adalah perbuatan jahat ini terus
bergerak tiada henti menggerogoti setiap sendi kehidupan yang dapat berpengaruh
11
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara, Semarang, Badan Penerbit Undip, hlm 17
9
Jayamenjelaskan bahwa harus diakui, dewasa ini Indonesia sesuai dengan hasil
bahwa korupsi di Indonesia sudah bersifat sistemik dan endemik sehingga tidak
hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan
terjadi sejak puluhan tahun yang lalu dibiarkan saja berlangsung tanpa diambil
Thailand, Malaysia, dan Cina berada padaposisi keempat. Sementara negara yang
korup beradapada nilai 9,25 derajat, sementara India 8,9, Vietman 8,67,
Singapura 0,5dan Jepang 3,5 derajat dengan dimulai dari 0 derajat sampai 10.16
ini termasuk yang paling tinggi di dunia.Bahkan koran Singapura, The Straits
Mantan ketuaBappenas, Kwik Kian Gie, menyebut lebih dari Rp.300 triliun dana
Indonesia sebagai salah satu negara terkorup didunia, pejabat dan birokrat
dinegara ini dicap sebagai tukang rampok,pemalak, pemeras, benalu, self seeking,
dan rent seeker, khususnya dihadapan pengusaha baik kecil maupun besar, baik
asing maupun pribumi.Ini berbeda dengan, konon, birokrat Jepang dan Korea
16
Moh Khasan, Reformulasi Teori Hukuman Tindak Pidana Korupsi Menurut HukumPidana Islam,
Semarang : IAIN Walisongo, 2011, hlm. 1
17
Ibid, hlm 3
11
terdistribusi secara tidak sehat atau dengan kata lain tidakmengikuti kaidah-
dilakukan oleh para pejabat dan hanya di tingkatpusat, sekarang hampir semua
orang baik itu pejabat pusat maupun daerah,birokrat, pengusaha, bahkan rakyat
biasa bisa melakukan korupsi. Hal inibisa terjadi barangkali karena dahulu orang
18
M Ismail Yusanto, Islam dan Jalan Pemberantasan Korupsi, http: / b.domaindlx.com /samil /
2014 / read news. tajuk.
19
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional danInternasional, Jakarta
: PT RajaGrafindo. 2007, hlm. 10
12
perilaku korup yangdilakukan orang-orang Orde Baru. Alasan lain yang hampir
olehmasyarakat biasa. Hal yang lebih berbahaya lagi, korupsi ini tidak hanya
rasa malu. Misalnya korupsi yang dilakukan seluruh atausebagian besar anggota
menjinakkan korupsi.
c. Kolonialisme.
d. Kurangnya pendidikan.
20
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0412/06/metro/1417612.htm
13
e. Kemiskinan.
g. Struktur pemerintahan.21
21
http://www.lawskripsi.com/index.php?optioncomcontent&viewarticle&id96&Itemid96,diakses pada
7 November 2014, Pukul 11.00
22
Robert Klitgaard (alih bahasa oleh Masri Maris), Penuntun Pemberantasan Korupsi
DalamPemerintahan Daerah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005: hlm 1-2
14
orang-orang yang pada masa OrdeBaru ikut melakukan korupsi masih banyak
ofLaw), tetapi justru hukum dijadikan alat untuk mengabdi kepadakekuasaan atau
kepada orang-orang yang memiliki akses pada kekuasaandan para pemilik modal
(Rule by Law).23
dihukum penjara sementarapara pejabat korup yang berdasi tidak tersentuh oleh
memberantaspenyakit ini.24
23
Moh. Mahfud MD, Setahun Bersama Gus Dur Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit,Jakarta :
Murai Kencana, 2010, hlm. 167
24
.http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=96&Itemid=96,
diakses pada 7 November 2014, Pukul 11.00.
15
hak-hak ekonomi masyarakat,dan karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi
kejahatan luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
25
Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya dengan Perundang-Undangan PidanaKhusus di
Indonesia, Badan LITBANG dan Diklat Kemenag RI, 2010, hlm. 97-98
26
Ibid hlm 101
16
negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak
atau suatu korporasi secara “melawan hukum” dalam pengertian formil dan
merumuskan suatu perbuatan korupsi sebagai delik Formil, yaitu delik yang
Perumusan delik formil tersebut terlihat pada kata “dapat” sebelum frase
perbuatan yang dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Jadi korupsi tidak
selalu menunggu adanya akibat asal ada potensi negara dirugikan atasperbuatan
bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
rumusan mengenai tindak pidana korupsi juga masih bersifat parsial dan tersebar
jarimah hudud ada enam jenis jarimah hudud yaitu: zina, qodhaf, (meneudh zina),
sahriqoh (pencurian), hirabah (perampokan) sudah dijelaskan detail dalam nas al-
beda dengan hukum pidana islam. Sedangkan tindak pidana korupsi dalam nas
tidak diatur secara jelas dalam hukum pidana islam karena tindak pidana korupsi
termasuk perbuatan maksiat. Larangan memakan harta orang lain secara batil baik
27
Lihat penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
TentangPemberantasanTindak Pidana Korupsi, dalampenjelasan tersebut ditegaskan bahwa
dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana
alam nasional , penanggulangan akibat kerusuhan socsal yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi
dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
18
1. korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan
stabilitas politik.
artinya:
Hafinuddin, Didin KKN dan Solusinya Menurut Islam, Sabili. No02. TH.X, 8 Agustus 2002 hlm 23
28
19
yang diberikan seseorang kepada orang lain yang mempunyai jabatan tertentu
untuk membatalkan atau memperoleh sesuatu hak dengan jalan yang tidak benar.
Dengan demikian jika seseoarang mengambil harta orang lain dengan cara yang
batil atau yang bukan haknya sehingga merugikan orang lain, islam melindungi
hak milik individu dan tidak menghalalkan perampasan harta milik orang lain
dipihak yang benar dengan kata lain, bahwa yang disuap adalah hakim barada
dipihak yang salah. Penulis ketahui sudah menjadi kewajiban seorang hakim
Maka jika memungut suap dari pencari keadilan maka ia telah melanggar sumpah
jabatan. Begitu juga menyuap dengan tujuan meraih jabatan atau pekerjaan berarti
Dari Adzi bin Imrah Al-Kindya bahwa Rosulallah SAW bersabda: hai
manusia, barang siapa yang telah kupekerjakan lalu ku upah dengan sesuatu gaji
lalu yang diambilnya diluar gaji, maka itu merupakan penipuan yang akan datang
di balas pada hari kiamat.30
Hadist di atas menunjukkan bahwa orang yang mengambil sesuatu diluar
dirinya sebagaimnana ditetagaskan oleh firman Allah QS. Ali Imron ayat 161
yang artinya:
menjadi kewajiban, maka harta benda yang diterimanya adalah risywah (suap).
Begitu juga dengan orang yang mempunyai jabatan maupun kekuasaan seperti,
menerima hadiah, hal ini untuk menjaga hal-hal yang tidak baik dampaknya.
Apalagi menerima hadiah dari orang yang semula belum perbah memberi hadiah
30
Mualim, Amir dan Yusdaniianatan, konfigurasi pemikiran hukum islam, yogyakarta, UII, Pers, 1999
hlm 46
21
maupun dukungan. Kalau sudah demikian bentuknya, maka itu bukan hadiah lagi
merupakan bentuk suap. Perbuatan di atas adalah salah satu bentuk korupsi. Dan
Perangkat dan sistemhukum yang belum berfungsi optimal menjadi akar masalah
di sisi lain.31
No. PRT/PM/06/1957, peraturan penguasa perang pusat angkatan darat No. PRT/
31
Moh Khasan, Reformulasi Teori Hukuman Tindak Pidana Korupsi Menurut HukumPidana Islam,
hlm 5
22
Indonesia itu, awalnya tidak ada pidana mati untuk korptor. Pidana mati untuk
koruptor baru dimunculkan pada tahun 1999 melalui UU No. 31/1999 untuk
menampung aspirasi dan tuntutan masyarakat yang sangat kuat di era reformasi
umum”UU No. 31/1999 dinyatakan, bahwa ancaman pidana mati itu diadakan
“dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan
Pidana mati pun menjadi salah satu harapan yang muncul dimasyarakat
koruptor tidak terlepas dari tingkat korupsiyang dilakukan oleh para pejabat
negara. Dari kasus Bank Century, WismaAtlet, sampai kasus Pajak yang
Maka untuk memberikan efek jera kepada para koruptor maka hukuman pidana
mati dianggap sebagai salahsatu solusi yang cocok utuk memberikan efek jera
bagi koruptor.
32
Barda Nawawi Arif, Pidana mati pespektif global, pembaharuan hukum pidana dan alternative
pidana unutk koruptor, Pustaka magister, semarang 2012 hlm 46
23
korupsi telah diputus. Dari 90,27 persen koruptor yang divonisbersalah, tercatat
269 perkara atau 60,68 persen yang terdakwanya divonisantara 1 hingga 2 tahun
tahun sebanyak 28 perkara atau 6,33persen. Tercatat ada 43 perkara atau 9,73
yang terbaru pada tahun2011, hanya 1 atau 2 tahun saja dan denda 100-an juta
Yaitu, Pasal 2 Ayat (2) Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 jo. 20 Tahun 2001
Moh Khasan, Reformulasi Teori Hukuman Tindak Pidana Korupsi Menurut HukumPidana Islam
33
34
Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor.20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
24
lelucon.35
Indonesia melalui UU No. 31/1999, merupakan hal yang wajar. Alasan yang
dapat dikemukakan adalah dilihat dari sudut kebijakan hukum pidana (penal
policy) digunakan dan dipilihnya suatu jenis sanksi pidana (termasuk pidana mati)
daloam kebijakan hukum pidana (penal policy), pada dasarnya merupakan bagian
dari kebijakan criminal (criminal policy) dan kebijakan social (social policy) yaitu
tentu termasuk hal yang harus diperangi Islam karena dapat menimbulkanmasalah
35
http://wwwyasirsfarel.blogspot.com/2010/12/pandangan-islam-terhadap-korupsi.html.diakses pada
7November 2014, Pukul 11.29
36
Barda Nawawi Arif, Pidana mati pespektif global, pembaharuan hukum pidana dan alternative
pidana unutk koruptor, hlm 47
25
besar. Dengan kata lain, Islam harus ikut pula bertanggungjawabmemikirkan dan
hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka
pidana korupsi saat ini sebagai upaya penanggulangan tindak pidana korupsi di
Indonesia?
2. Bagaimana kontribusi kebijakan sanksi pidana mati dalam hukum pidana islam
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, makasebagai
datang.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian inidan
1. Manfaat Praktis.
korupsi.
2. Manfaat Teoritis
E. Kerangka Pemikiran.
27
tindak pidana korupsi) menurut Barda Nawawi Arief bahwa,dilihat dari sudut
37
Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta, KPK Republik Indonesia,2001
hlm.31
28
penegakan hukum.38
tahap yang strategis. Hal ini sebagaimana dikatakanoleh Barda Nawawi Arief,
/formulasi ini merupakan tahap awal yangsangat strategis dari proses penegakan
mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan sebagai suatu yang
abstrak, termasuk ide tentang keadilan, kepastian dan kemanfaatan sosial, apabila
penegakan tentang ide-ide serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak
tersebut.41
41
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta, GentaPublishing,
2009, hlm 12
42
Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan Hukum Pidana,Bandung,
Citra Aditya Bakti, 2008, hlm52
30
“pidana”(straf/punishment/poena).43
Hukum Pidana Islam tidak banyak dipahami secara benar danmendalam oleh
masyatakat, bahkan oleh kalangan ahli hukum itu sendiri,sebagian besar kalangan
kejam, Incompatible dan out of date dalamkonsep hukum pidana yang dimiliki
tindak pidana pada dua aspek dasar, yaitu ganti rugi/balasan(retribution) dan
43
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman pemidanaan, Semarang, Bandan PenerbitUndip 2009,
hlm 5
31
banyak membahas tentangaspek retributive ini. Dalam beberapa ayat secara jelas
dua hal secara inheren yang mendasari, (1) kekerasansuatu hukuman, (2)
tindakan pencegahanagar kejahatan serupa tidak terjadi lagi. Ada dua tujuan yang
44
Drs. H. Ahmad wardi muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,
SinarGrafika, Cet II, 2006, Jakarta.hlm 106
32
unsur yang paling utama dalam pemidanaan. Pandangan seperti ini dapat dilihat
teori ini di lapangan sebagaimana yang dipraktekkan diArab Saudi. Adanya klaim
Ali bin Muhammad bin Habib Mawardi, al Ahkam al-Sulthaniyah, hlm. 221
45
tinggi dari kasus pencurian, maka hukumanyang diterapkan adalah delik Hirabah.
Hal ini menegaskan bahwa terhadaptindak pidana korupsi, diantara para ulama
rakyat. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah menurut M. Solly
Lubisberarti, melindungi dengan alat-alat hukum dan alat kekuasaan yang ada,
sehingga di negara ini terdapat orde atau tata tertib yang menjamin kesejahteraan
moril dan materiil, fisik dan mental, melalui hukum yang berlaku.48
F. Metode Penelitian
Permaslaahan utama dalam penelitian ini difokuskan pada kebijakan
pelaku tindak pidana korupsi. Pendekatan terhadap masalah ini tidak dapat
47
Muhammad Syahrur, Limitasi Hukum Pidana Islam, Cet, I, 2008, Walisongo Pres, Semarang, hlm
36
48
M. Solly Lubis, Pembahasan UUD 45, Bandung, Alumni, 1985, hlm 24
34
pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi di masa yang akan datang (Ius
Constituendum)
Dalam hal ini dibutuhkan data yang akurat, baik melalui data primer,
maupun data sekunder. Data tersebut diperoleh melalui penelitian. Adapun yang
berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
a. Metode Pendekatan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum
hukum yang diterapkan, guna menemukan konsistensi suatu peraturan atau norma
hukum di masyarakat.51
b. Spesifikasi Penelitian
dan termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research) yang akan
disajikan secara deskriptif. Tipe penelitian ini memberikan data tentang suatu
c. Jenis Data
Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif maka jenis data yang
kepustakaan, sehingga data sekunder atau data pustaka lebih diutamakan dari
pada data primer. Data Sekunder dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer
51
Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode Dan Dinamika Masalahnya, Jakarta:
ELSAM HUMA, 2002, hal. 146.
52
Surjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI Perss), 2005,
hal.10.
36
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam metode riset data
sekunder yang berupa bahan pustaka memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut :53
a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap ( ready made).
b. Bentuk maupun data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari
1945.
53
Surjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Rajawali, 1985, Hal 39.
37
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum,
denganpenelitian ini.
yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif berarti analisis
38
data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-
informasi.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
D. Manfaat Penelitian
E. Kerangka Pemikiran
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
2. Spesifikasi Penelitian
3. Jenis Data
G. Sitematika Penulisan
a. Ta’zir
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
40