Anda di halaman 1dari 36

A.

Judul

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 98 /TUN/2020.

B. Identitas Mahasiswa

Nama : Al Mahathir

Nim : 200374201446

Prodi : Hukum

Bidang Konsentrasi : Hukum

C. Pendahuluan

1. latar Belakang

Indonesia sebagai negara hukum memiliki makna bahwa segala aspek kehidupan di wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia harus didasarkan pada hukum dan segala produk

perundang-undangan serta turunannya yang berlaku di wilayah NKRI.

Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara hukum harus mampu menegakkan hukum yang

berlaku secara adil dan merata bagi seluruh warga negaranya. Selain itu, Indonesia sebagai

negara hukum juga harus mampu memenuhi tuntutan akal budi dan mengesahkan demokrasi.

Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang baik dan benar dalam mengatur

semua hal yang ada di dalam negara, maka peran serta warga negara yang patuh serta

menjalani hukum yang berlaku dengan taat sangatlah penting. Karena hukum merupakan

tatanan atau kaidah yang harus dijunjung tinggi oleh rakyat di dalam suatu negara.

1. Keberadaan Hukum yang Mengikat

Indonesia sebagai negara hukum berarti bahwa hukum memiliki kekuatan mengikat

yang harus dipatuhi oleh seluruh warga negara dan pemerintah. Hukum menjadi

landasan bagi tindakan dan keputusan yang diambil oleh individu, kelompok,
lembaga, maupun pemerintah. Tidak ada kekuatan atau otoritas yang berada di atas

hukum.

2. Prinsip Kedaulatan Hukum

Makna ini menunjukkan bahwa hukum berlaku setara bagi semua individu dan

lembaga, termasuk pemerintah. Tidak ada orang atau lembaga yang dikecualikan dari

kewajiban atau bertindak di luar batas hukum. Prinsip kedaulatan hukum menjamin

perlakuan yang adil, penegakan hukum yang tidak memihak, dan kepastian hukum

bagi semua warga negara.

3. Perlindungan Hak dan Kebebasan


Sebagai negara hukum, Indonesia mengakui dan melindungi
hak-hak asasi manusia serta kebebasan individu yang dijamin
oleh konstitusi dan perundang-undangan. Hak-hak tersebut
termasuk hak hidup, kebebasan berekspresi, hak beragama,
hak berpendapat, hak memiliki properti, dan sebagainya.
Hukum memberikan landasan untuk melindungi hak-hak ini dan
menjamin setiap orang dapat hidup dengan martabat dan tanpa
diskriminasi.

4. Kepastian Hukum
Indonesia sebagai negara hukum juga berarti adanya kepastian
hukum. Hukum harus jelas, dapat diakses, dan diterapkan
secara konsisten. Semua warga negara harus dapat
mengetahui hak dan kewajiban mereka, serta konsekuensi
hukum dari tindakan mereka. Kepastian hukum memberikan
dasar yang stabil bagi individu, bisnis, dan investasi untuk
beroperasi.

5. Penegakan Hukum dan Keadilan


Negara hukum menjamin penegakan hukum yang efektif dan
adil. Hukum harus diterapkan dengan konsisten dan tidak
memihak kepada siapa pun, tanpa adanya intervensi politik
atau kepentingan pribadi. Sistem peradilan independen dan
transparan berperan dalam menjamin keadilan dan
menyelesaikan sengketa secara adil.

6. Tanggung Jawab Pemerintah


Indonesia sebagai negara hukum menempatkan pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan yang harus bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai
dengan hukum. Pemerintah diharapkan menjalankan tugasnya
dengan prinsip-prinsip keadilan, integritas, dan akuntabilitas.

Hak dan kewajiban adalah dua konsep penting dalam kehidupan


bermasyarakat, termasuk dalam konteks warga negara. Di
Indonesia, hak dan kewajiban warga negara telah diatur dalam
Undang – Undang Dasar 1945 serta berbagai peraturan lainnya.
Hak warga negara yang dijamin dalam UUD meliputi hak asasi
manusia seperti kebebasan beragama, berserikat, berkumpul,
pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, hak
bekerja dan perlakuan yang adil, serta hak atas status
kewarganegaraan.

Sementara itu, kewajiban warga negara mencakup membayar pajak


sebagai kontribusi utama kepada negara, membela tanah air,
berpartisipasi dalam pertahanan dan keamanan negara,
menghormati hak asasi manusia orang lain, mematuhi pembatasan
peraturan, dan kewajiban lainnya yang diatur dalam undang-undang.

Pengertian Hak Menurut Para Ahli


Srijanti
Menurut Srijanti, hak adalah unsur normatif yang berfungsi sebagai
pedoman perilaku, melindungi kebebasan individu, serta menjamin
kesempatan bagi manusia untuk menjaga harkat dan martabatnya.

Notonegoro
Hak adalah kuasa atau hak istimewa untuk menerima atau
melakukan sesuatu yang semestinya, dan hak tersebut tidak dapat
dilakukan oleh pihak lainnya. Hak ini juga pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa oleh pihak yang berkepentingan.

Pengertian Kewajiban Menurut Para Ahli


John Salmond
John Salmond memaknai kewajiban sebagai suatu hal yang harus
dikerjakan oleh seseorang. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi,
maka seseorang bisa mendapatkan sanksi atau konsekuensi.
Notonegoro
Notonegoro, kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu
yang semestinya diberikan atau dilakukan oleh pihak tertentu.
Kewajiban ini tidak dapat digantikan oleh pihak lain dan pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh

Hak dan Kewajiban Warga Negara


Menurut UUD Tahun 1945
Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki hak-hak yang harus
dihormati dan dipenuhi, serta kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan sebagai bentuk tanggung jawab kita terhadap negara
dan masyarakat. Berikut adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
warga negara Indonesia yang perlu dipahami dan diterapkan:

Hak Warga Negara Indonesia


1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan” (Pasal 27 ayat 2).
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan : “setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya.”(Pasal 28A).
3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah” (Pasal 28B ayat 1).
4. Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang”.
5. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia.” (Pasal 28C ayat 1)
6. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya.” (Pasal 28C ayat 2).
7. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.”
(Pasal 28D ayat 1).
8. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi. Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
(Pasal 28I ayat 1)

Kewajiban Warga Negara Indonesia


1. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1)
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 berbunyi : “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat
(3) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan : “setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.”
3. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J
ayat 1 mengatakan : “Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain.”
4. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang- undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.”
5. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara. Pasal 30 ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.”
6. Hak asasi manusia merupakan hak yang dianugerahkan oleh
Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap individu di bumi. Setiap
orang wajib menjaga, melindungi serta menghormati haknya
setiap orang.
7. HAM juga telah diatur dalam undang-undang nomer 39 tahun
1999, menjelaskan bahwa hak asasi manusia merupakan
seperangkat haknya telah melekat pada setiap individu
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan wajib dijunjung
tinggi, dihormati dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang.
8. Hak-hak tersebut antara lain haknya untuk hidup, keamanan,
tidak diganggu, kebebasan dari perbudakan serta penyiksaan.
Jika seseorang atau sekelompok orang tidak memberikan hak
semestinya terhadap seseorang atau sekelompok orang maka
akan diberi hukum pidana penjara sementara atau paling berat
penjara seumur hidup.

9. Pengertian dari Hak Asasi


Manusia dan Macamnya
10. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, apa yang
dimaksud dengan hak asasi manusia adalah memiliki haknya
untuk dilindungi secara internasional (PBB) seperti berhak
buat hidup, merdeka, kebebasan berpendapat sampai
kebebasan buat memiliki.
11. HAM telah didapatkan setiap individu sejak dirinya lahir
ke bumi dan tidak dapat diambil atau dirampas oleh siapa saja.
karena telah dilindungi juga oleh PBB dalam deklarasi PBB
tanpa memandang ras, suku bangsa, agama dan status sosial.

12. Macam-Macam Hak Asasi


Manusia
13. Berikut ini macam-macam HAM yang tidak dapat dicabut
oleh seseorang dari setiap individu.
14. 1. Personal Rights
15. Personal rights adalah setiap orang memiliki kebebasan
untuk berpendapat, bebas untuk memeluk agama apapun,
dibebaskan untuk beribadah menurut keyakinannya masing-
masing dan diberikan kebebasan untuk berorganisasi atau
berserikat.
16. 2. Property Rights
17. Property rights (hak asasi ekonomi) merupakan
pemberian kebebasan untuk memiliki sesuatu, bebas untuk
menjual serta membeli sesuatu barang atau jasa, serta bebas
untuk mengadakan suatu perjanjian kontrak dan memiliki
pekerjaan.
18. 3. Rights of Legal Equality
19. Rights of legal equality berkaitan dengan berhak untuk
mendapatkan perlakuan atau pengayoman sama sesuai
dengan keadilan hukum. Semua akan dilihat sama pada mata
hukum.
20. 4. Political rights
21. Political rights merupakan hak asasi manusia
memberikan Anda kesempatan untuk bebas berpolitik.
Memiliki berhak sama untuk ikut serta dalam pemerintahan,
pemilihan umum, mendirikan partai politik dan mengajukan
petisi kritis serta saran.
22. 5. Social cultural rights
23. Hak asasi manusia social cultural rights berkaitan
dengan dibebaskannya setiap orang untuk memilih pendidikan
yang diinginkannya, pemberian haknya untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan serta mengembangkan kebudayaan.
24. 6. Procedural rights
25. Terakhir, setiap individu berhak untuk mendapatkan
perlakukan mengenai tata cara peradilan serta perlindungan
hukum oleh pemerintah. Setiap orang memiliki hak asasi
manusia berhak mendapatkan perlakuan adil dalam
penggeledahan, penangkapan serta pembelaan hukum.

26. Contoh Pelanggaran Hak


Asasi Manusia Berat dan Ringan
27. Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan hak asasi
manusia serta macam-macamnya. Berikutnya kami akan
memberikan contoh kasus pelanggaran HAM pernah terjadi di
Indonesia baik ringan maupun berat.
28. 1. Kerusuhan tanjung priok tahun
1984
29. Contoh kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
pertama terjasi pada tanggal 12 September 1984, korban
tercatat pada peristiwa tersebut antara lain 24 orang teras, 26
luka berat dan 19 orang luka ringan. Saat itu majelis hakim
menyatakan 14 terdakwa dinyatakan bebas atas kasus ini.
30. 2. Penembakan Mahasiswa Trisakti
1998
31. Peristiwa ini juga dikenal dengan nama tragedi trisaksti
yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 terhadap mahasiswa
sedang melakukan demonstrasi guna menuntut presiden
Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden.
32. Dari kejadian tragedi trisakti tersebut, terdapat empat
mahasiswa trisakti tewas serta puluhan orang mengalami luka
berat dan ringan. Mahkamah militer melakukan sidang
terhadap beberapa terdakwa yang diduga telah menyebabkan
adanya korban jiwa.
33. Tetapi, mahkamah militer pada saat itu hanya memvonis
dua terdakwa dengan hukuman pidana selama 4 bulan saja,
empat terdakwa lainnya divonis 2-5 bulan pidana sedangkan
sembilan orang divonis 3-6 tahun penjara.
34. Saling menghormati dan menghargai setiap orang
merupakan sikap harus dimiliki setiap warga negara untuk
menjaga HAM setiap individu. Selain itu, setiap negara juga
wajib untuk memberikan perlindungan dan menjaga hak asasi
manusia setiap warganya.***(Editor/UMSU)
Kekuasaan Kehakiman merupakan suatu kekuasaan negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Hal tersebut terdapat didalam undang-undang nomor 48 tahun 2009


kekuasaan kehakiman

Sedangkan dalam konstitusi pasal 24 menjelaskan bahwa


kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum keadilan.

Mengapa kekuasaan kehakiman itu penting ?


Fungsi utama kekuasaan kehakiman yaitu untuk memutuskan
keputusan dalam suatu perkara dengan penerapan hukum secara
paksa. Selain itu bisa juga diartikan bahwa kekuasaan kehakiman
itu penting dikarenakan adanya kewenangan untuk memutuskan
perkara demi mewujudkan keterlibatan umum di masyarakat melalui
putusan yang adil.

Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman


sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung


dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.

Dalam melaksanakan tugasnya Mahkamah Agung (MA) merupakan


pemegang kekuasaan kehakiman yang terlepas dari kekuasaan
pemerintah.

Kewajiban dan wewenang MA menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah :


1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-
Undang
2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi
dan rehabilitasi

Legal Standing Pemohon Kasasi ( Pasal 44 ayat (1) UU MA)


Permohonan kasasi diajukan pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk
itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama,
dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus
oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan
Peradilan Militer.

Perkara yang dapat diajukan kasasi (Pasal 43)


Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya
hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undang- undang.
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.
Alasan Permohonan Kasasi (Pasal 30)

 Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;


 Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
 Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Prosedur Pengajuan Kasasi (Pasal 46-48 UU MA)


Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera
Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila
tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh
pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.
Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat permohonan kasasi dalam
buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas
perkara.
Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera
Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis
mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang
memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang
dimaksud dicatat dalam buku daftar.
Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas
penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan
dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada Panitera sebagaimana
dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan
memori kasasi.
Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal
47, Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama, mengirimkan permohonan
kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar dengan
membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya, dan
melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.
Prosedur Penyampaian Tambahan Memori Kasasi
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 dan 47 Pasal 70, 71, dan 72 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, prosedur pengajuan permohonan kasasi/peninjauan kembali,
penyampaian memori dan kontra memori kasasi harus disampaikan kepada pengadilan tingkat pertama
yang memutus perkara yang diajukan upaya hukum dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.
Ketentuan tersebut juga secara analogis diberlakukan bagi tambahan memori/kontra memori
Bahwa apabila dokumen tambahan memori/kontra memori tersebut disampaikan langsung ke Mahkamah
Agung, maka akan dokumen tersebut akan dikembalikan ke pengadilan tingkat pertama yang terkait;
Bahwa terhadap dokumen tambahan memori kasasi/PK yang disampaikan melewati ketentuan jangka
waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang hal tersebut hanya bersifat informasi biasa (ad informandum)
bukan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim; Perhatikan SEMA 20 Tahun 1983 ;
“Tambahan Memori Kasasi yang disampaikan di luar tenggang waktu 14 hari, maka tambahan tersebut
hanya berlaku sebagai bahan ad informandum bagi Mahkamah Agung dan tidak dipertimbangkan sebagai
alasan kasasi yang membatalkan putusan”

Pencabutan Permohonan Kasasi (Pasal 49 UU MA)


Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka permohonan tersebut dapat dicabut
kembali oleh pemohon, dan apabila telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan
kasasi dalam perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau.
Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dilakukan sebelum berkas perkaranya
dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.
Bahwa permohonan pencabutan oleh Pemohon Kasasi/PK yang perkaranya sudah diregister di Mahkamah
Agung, harus disampaikan melalui pengadilan tingkat pertama dan dibuatkan akta pencabutan oleh
Panitera Pengadilan, selanjutnya dikirim oleh pengadilan kepada Panitera Mahkamah Agung. [an]

Muhammadiyah merupakan salah satu gerakan Islam Besar di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 8

Dzulhijjah 1330 H atau 18 Nopember 1912 M oleh almarhum K H Ahmad Dahlan, di Yogyakarta. Sebagai

Gerakan Islam yang dinamis, Muhammadiyah terus melakukan ekspansi serta menyebar sampai ke seluruh

pelosok Nusantara, Indonesia, sejalan dengan cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-

benarnya.

Dalam posisinya sebagai Gerakan Tajdid (pembaharuan), maka Muhammadiyah dalam aktivitasnya

tampil dengan cara-cara yang lebih modern, elegan serta mengambil langkah-langkah yang tepat, terorganisir

secara rapi serta profesional dalam tatanan kehidupan masyarakat yang terus berkembang dan berubah sejalan

dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, Muhammadiyah harus mampu tampil berwibawa, bahkan mampu

memberikan informasi yang akurat, tepat dan sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan masyarakat luas.

Sesuai dengan berbagai perubahan serta terobosan yang telah dilakukan Muhammadiyah, baik secara

nasional ataupun kedaerahan (Provinsi), maka dalam kehidupan Muhammadiyah juga dituntut dengan tampilan

yang modern, sebagai usaha memenuhi keinginan masyarakat modern di era globalisasi ini. Maka yang paling

penting dilakukan Muhammadiyah adalah melakukakan pendataan yang akurat tentang potensi yang dimiliki

Muhammadiyah itu sendiri.

Muhammadiyah Aceh yang memiliki potensi yang besar dan terus berkembang harus hadir dengan

kebenaran data yang ada, sehingga dapat tampil prima di tengah kehidupan masyarakat yang membutuhkan

serta berusaha untuk ikut serta menjalin kerjasa yang seseuai dengan perkembangan dunia. Hal ini semua

dilakukan dalam rangka menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik, sesuai dengan cita-cita

Muhammadiyah yang ingin menciptakan masyarakat utama. Oleh karena itu, Muhammadiyah Aceh juga harus
mampu tampil dengan data yang baik untuk kebutuhan kehidupan masyarakat modern yang semakin cerdas

menyikapi segala perkembangan yang berlaku di dunia.

Dengan demikian, ditempuh usaha untuk menampilkan Profil Muhammadiyah Aceh yang disusun

berdasarkan pada data empirik, kuantitatif serta kualitatif yang dimiliki, baik data primer maupun skundair dari

aspek fisik ataupun non-fisik, anggota, serta berbagai kekayaan amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah Aceh.

B. SELINTAS SEJARAH MUHAMMADIYAH ACEH

Pada awalnya Muhammadiyah di Aceh diperkenalkan oleh almarhum Djajasoekarta pada tahun 1923,

beliau adalah seorang pegawai pemerintah Belanda yang berasal dari Sunda ditugaskan oleh Pemerintah

Belanda untuk mengunjungi daerah-daerah, salah satunya adalah ke Aceh. Hal ini dimanfaatkan beliau untuk

mengembangkan Muhammadiyah di daerah Aceh. Oleh karena itu, gagasan tentang Muhammadiyah telah

muncul sejak tahun 1923. Oleh karena itu, Djajasoekarta disebutkan sebagai penggagas atau pelopor, bahkan

“bapak” Muhammadiyah Aceh.

Berdasarkan catatan sejarah kehadiran Muhammadiyah di Aceh pada tahun 1927, yakni setelah 15

tahun berdiri di Yogyakarta, dan juga setelah sekitar empat tahun diperkenalkan di Aceh. Muhammadiyah Aceh

didirikan di Kutaradja (Banda Aceh sekarang), pada waktu itu berada di Jalan Merduati (Jalan KH Ahmad Dahlan

No. 7, sekarang), yang dimulai dengan pengajian, selanjutnya berkembang dalam bentuk pendidikan sekolah,

yaitu Sekolah Dasar Muhammadiyah (SDM) di Lorong Melati, Merduati, kemudian Sekolah Menengah Pertama

Muhammadiyah (SMPM) dan Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah (SMAM/SMUM) di Jalan Merduati.

Terakhir SMU Muhammadiyah pidah ke Kampung Setuy dan SMP Muhammadiyah pindah ke Jalan Prof. A.

Majid Ibrahim sekarang. Selanjutnya kegiatan Muhammadiyah terus berkembang di sekitar Kampung (Desa)

Merduati, ke daerah Jalan Taman Siswa, ke Punge Blang Cut II, dan kampung (Desa) Setuy, Sukaramai, Keudah

dan Kota Baru (Lampriek) Banda Aceh. Kemudian Muhammadiyah terus berkembang ke sekitar kota Banda

Aceh. Sementara itu, di luar kota Banda Aceh Muhammadiyah berdiri di Seulimum, Sibreh, Samahani, Saree,

Lhoknga dan Lhong, yaitu di sekitar Aceh Besar dan Sabang sebagai kota pelabuhan yang sudah cukup dikenal

serta banyak disinggahi kapal-kapal penumpang yang mengisi bahan bakar dan bekalan air untuk keperluan

berlayar. Konsul Muhammadiyah pertama di Kutaradja (Banda Aceh) adalah Teuku Hasan Geulumpang Payong,

merupakan tokoh yang sangat berjasa mengembangkan Muhammadiyah ke daerah-daerah seluruh Aceh

lainnya. Berbagai amal usaha dalam bentuk sekolah dan yang lainnya terus berkembang di seluruh Aceh,

demikian juga era abad ke 20 diikuti dengan perkembangan pendidikan melalui perguruan tinggi Muhammadiyah

Aceh.

Kemudian sesudah berdirinya Muhammadiyah di Kutaradja (Banda Aceh) terus menyebar di daerah-

daerah lainnya. Dalam penyebarannya juga tidak sama, sesuai dengan kondisi serta sejalan dengan penerimaan

serta perkembangan masyarakatnya, ada daerah yang dapat didirikan organisasi Muhammadiyah sesudah

zaman penjajahan Jepang. Demikian pula, perkembangan Muhammadiyah di sepanjang pesisir Timur Aceh ikut

berperan pula seorang ulama muda, yang mendakwahkan menyampaikan ajaran-ajaran Muhammadiyah

bernama A R Sutan Mansur, beliau juga berprofesi sebagai seorang montir. A R Sutan Mansur tinggal beberapa

tahun di Lhokseumawe (Aceh Utara), dan juga beliau turut meresmikan berdirinya Muhammadiyah di Sigli (Pidie)

pada 1 Juli 1927, tetapi sebelumnya beliau juga mendirikan Muhammadiyah di Lhokseumawe (Aceh Utara).

Selanjutnya beliau mengembangkan Muhammadiyah di Takengon (Tanah Gayo/Aceh Tengah) tahun 1928.

Tahap berikutnya Muhammadiyah berdiri di Kuala Simpang, Aceh Timur (Sekarang Aceh Tamiang)

pada 4 Oktober 1928 yang diresmikan oleh M Yunus Anis Wakil Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kemudian
berkembang ke Langsa (Aceh Timur). Untuk Kuala Simpang lebih dahulu lahir Aisyiyah yaitu 28 September 1928,

sementara untuk daerah lainnya Aisyiyah lahir setelah didirikan Muhammadiyah. Kemudian Muhammadiyah di

Aceh Tenggara berdiri pada tahun 1937, meskipun sebelumnya beberapa pemuda telah menyebarkan ajaran

Muhammadiyah di Aceh Tenggara sejak 1930-an, setelah mereka kembali dari menuntut ilmu di Tawalib School,

di Minangkabau (Sumatra Barat).

Demikian pula perkembangan Muhammadiyah di pesisir Barat dan Selatan Aceh, meskipun sejak

Muhammadiyah didirikan di Kutaradja gagasan Muhammadiyah sudah mulai masuk menyebar di daerah-daerah

tersebut, tetapi 15 tahun kemudian baru dapat berdiri Muhammadiyah di Tapak Tuan (Aceh Selatan) pada tahun

1933, sementara itu pada tahun yang sama Muhammadiyah telah hadir di Labuhan Haji (Aceh Selatan) yang

dikembangkan oleh alumni Tawalib School Minangkabau. Kemudian di Meulaboh (Aceh Barat) pada 31 Mei 1942

didirikan oleh Said Aboebakar yang berasal dari Kampung Aceh di Penang, Malaysia. Meskipun ajaran

Muhammadiyah juga sudah dikenal sejak Muhammadiyah didirikan di Kutaradja pada tahun 1927.

Oleh karena itu, perkembangan Muhammadiyah sebelumnya ada yang cepat serta ada pula yang

lamban sampai dengan tahun 1942, bertepatan dengan masuknya Jepang ke Aceh. Selanjutnya Muhammadiyah

demikian aktif terutama dalam memberikan pengajian-pengajian khususnya untuk anggota Muhammadiyah.

Kemudian setelah penjajahan Jepang Muhammadiyah mendapatkan peluang yang baik untuk melaksanakan

aktivitas organisasinya, sehingga Muhammadiyah berkembang dengan pesat.

Demikian pula, pada awal perkembangan Muhammadiyah di Aceh ada kantong-kantong potensial

ajaran Muhammadiyah hidup secara baik serta mantap yang disebut sebagai “daerah modal”. Di Banda Aceh

yaitu, Merduati, Sukaramai, Keudah dan Bandar Baru atau Lampriet, Lhong Blang-me (Aceh Besar), Meureudu

(Pidie), Bireuen (Aceh Utara atau Aceh Bireuen sekarang), Tritit (Aceh Tengah), Kuala Simpang (Aceh Timur

atau Aceh Tamiang sekarang), Jeuram (Aceh Barat), Blang Pidie (Aceh Selatan atau Aceh Barat Daya sekarang)

dan Kota Kutacane (Aceh Tenggara). Kemudian setelah itu Muhammadiyah terus berkembang secara

menyeluruh dengan berbagai aktivitas serta amal usahanya.

C. MUHAMMADIYAH DAN ORTOM DI ACEH


Muhammadiyah Aceh secara organisatoris mempunyai organisasi otonom (Ortom) pada tingkat Pimpinan
Wilayah, mengikut ketentuan organisasi pada tingkat Pimpinan Pusat di Yogyakarta dan Jakarta, dalam hal ini
aktivitasnya sesuai dengan perkembangan yang berlaku pada tingkat Pusat juga sebagaimana keberadaannya di
seluruh Indonesia, yaitu:
1. ‘Aisyiyah.
2. Pemuda Muhammadiyah.
3. Nasyi’atul ‘Aisyiyah (NA).
4. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
5. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM).
6. Tapak Suci Putera Muhammadiyah.

Seluruh Aktivitas organisasi yang dilakukan oleh Ortom Muhammadiyah sesuai dengan Program Kerja

serta sejalan dengan hasil Muktamar (Musyawarah) yang berlaku pada tingkat nasional, namun demikian seluruh

aktivitasnya juga selaras dengan garis ketentuan ataupun khittah organisasi induknya, yaitu Muhammadiyah.

Oleh karena itu, sebagaimana Muhammadiyah sebagai induk mempunyai struktur organisasi pada

tingkat propinsi disebut Pimpinan Wilayah, selanjutnya Pimpinan Daerah di tingkat Kabupaten/Kota, kemudian

Pimpinan Cabang di tingkat Kecamatan dan Pimpinan Ranting di Desa/Kampung. Struktur kepemimpinan pada

tingkat Ortom juga demikian, kecuali struktur organisasi untuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yaitu,
tungkat propinsi Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Dewan Pimpinan Cabang di tingkat Kabupaten/Kota dan

Komisariat pada Perguruan Tinggi.

Dalam perjalanan organisasi otonom Muhammadiyah di Aceh juga penuh dengan dinamika, hal ini

sejalan dengan perkembangan zaman serta mengikuti peredaran kepemimpinan yang berlangsung di

Muhammadiyah itu sendiri. Pada organisasi otonom Muhammadiyah (Ortom)Aceh pula, para Pimpinan

Muhammadiyah menaruh harapan besar bagi kelangsungan pergerakan Muhammadiyah pada masa yang akan

datang. Hal yang tidak dapat dipungkiri, tantangan masa depan pergerakan Muhammadiyah Aceh yang terus

berkembang dengan berbagai aktivitas, amal usaha serta pelbagai tantangan masa depan dipercayakan kepada

seluruh Ortom Muhammadiyah. Sehingga kehidupan Muhammadiyah yang penuh dengan tantangan serta

dinamika kehidupan yang realitis harus siap dihadapi serta disikapi oleh pengurus Muhammadiyah Aceh pada

masa depan.

Harapan yang realistis adalah masa depan Muhammadiyah Aceh yang berhadapan dengan globalisasi

dunia telah dipersiapkan menjadi tanggung jawab generasi mendatang, yakni dengan mempersiapkan kader

pimpinan yang bermoral Akhlaqul karimah, berkualitas serta bertanggung jawab, baik secara jasmani maupun

rohani untuk mengemban amanah Ummat serta amanah Allah yang demikian dirasakan semakin berat, sehingga

kepemimpinan yang Akhlaqul karimah merupakan cita-cita Pimpinan Muhammadiyah Aceh untuk kepemimpinan

masa depan, disamping terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Muhammadiyah yang profesional.

Dengan demikian kader Pimpinan Muhammadiyah masa depan harus siap secara mental, fisik,

intelektualitas serta kematangan organisatoris menerima tongkat estafet kepemimpinan Muhammadiyah Aceh,

selaras dengan perkembangan zaman, perkembangan kebangsaan, perkembangan organisatoris. Paling prinsipil

adalah kesiapan secara moral sebagai Pemimpin organisasi Islam Amar Makruf Nahi Mungkar, yang bergerak

dalam bidang dakwah, pendidikan dan kemasyarakatan atau sosial.

D. PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH ACEH

Sejalan dengan perkembangan serta konsolidasi organisasi Muhammadiyah Aceh, dalam pelaksanaan

organisatoris di seluruh Daerah Provinsi Aceh sebagai perpanjangan tangan Pimpinan Muhammadiyah tingkat

Pusat di Yogykarta dan Jakarta, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh yang berkedudukan di Jalan K H A

Dahlan No. 7, telepon/fax (0651) 24840, Banda Aceh. Pimpinan Wilayah Muahmmadiyah Aceh sebagai

koordinator organisasi tingkat provinsi, selanjutnya Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang mengkoordinir

berbagai aktivitas yang berada di Daerah, Cabang serta Ranting. Oleh karena itu, kedudukan Pimpinan

Muhammadiyah sejalan dengan bentuk struktur kepemimpinan Pemerintahan yang berlaku, hal ini sebagai salah

satu usaha mengikuti perkembangan yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat, sehingga mempermudah

melakukan konsolidasi organisasi pada tingkat yang lebih rendah.

Pada Pimpinan Pusat, kepemimpinan dipilih berdasarkan hasil Muktamar, pada tingkat Provinsi Pimpinan

dipilih berdasarkan hasil Musyawarah Wilayah (Musywil), pada tingkat Pimpinan Daerah yaitu Musywarah

Daerah (Musyda), untuk tingkat Pimpinan Cabang dipilih berdasarkan hasil Musyawarah Cabang (Musycab), dan

pada tingkat Pimpinan Ranting berdasarkan Musyawarah Ranting. Hal ini semua dilakukan lima tahun sekali

sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Muhammadiyah. Oleh karena itu,

untuk melihat kondisi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh tidak terlepas dari pada keberadaan serta

berbagai aktivitas Muhammadiyah dari berbagai tingkatan, dimulai dari Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,

Pimpinan Cabang serta Pimpinan Ranting. Disamping itu, keberadaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh

sangat didukung oleh berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Pimpinan Majlis serta Bidang yang ada dalam
struktur kepemimpinan Muhammadiyah tingkat Wilayah yang dikoordinasi langsung oleh Pimpinan Wilayah, dan

juga seluruh amal usaha dibawah koordinasi serta tanggung jawab Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh yang

terus berkembang signifikan dengan perkembangan zaman, dan sangat penting didukung oleh fasilitas perangkat

keras serta perangkat lunak yang refreshentatif untuk aktivitas organisasi sosial keagamaan, hal ini juga sangat

menyita perhatian tersendiri dan serius untuk terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.

Dalam hal ini Muhammadiyah Aceh terus melakukan aktivitasnya dalam kehidupan masyarakat, ini

dilakukan berkonsentrasi pada gerakan dakwah, pendidikan serta yang berhubungan langsung dengan

kepentingan sosial kemasyarakatan. Disamping itu, secara fisik serta kualitas kepemimpinan juga terus

ditingkatkan, sejalan dengan cita-cita agar Muhammadiyah Aceh juga mampu menjawab berbagai persoalan

masyarakat yang demikian kompleks.


Dalam aktivitasnya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh mempunyai aktivitas yang demikian banyak
serta komprehensif, sehingga harus dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada dalam kehidupan
Muhammadiyah itu sendiri, serta berbagai persoalan masyarakat dan perkembangan yang berlaku. Oleh karena
itu, maka struktur kepengurusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh masa jabatan 2010 – 2015, disamping
adanya Pimpinan Harian dibantu oleh Majelis dan Lembaga sebagai berikut:
a. Majlis Tarjih dan Tajdid
b. Majlis Tabligh, Pustaka dan Informasi
c. Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).
d. Majlis Pendidikan Kader, Seni Budaya dan Olah Raga
e. Majelis Pembina Kesehatan Umum.
f. Majelis Pelayanan Sosial
g. Majlis Ekonomi, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup
h. Majlis Wakaf dan Kehartabendaan.
i. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia
j. Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan (LPPK).
k. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah
l. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR)

Oleh karena itu juga, dalam aktivitas sehari-hari yang demikian banyak serta luas

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dibantu oleh para sekretaris eksekutif yang mengurus dan mengelola

kelancaran administrasi organisasi.

E. PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH SE ACEH

Secara organisatoris pada tingkat Kabupaten/Kota Pimpinan Muhammadiyah mempunyai struktur

organisasi, dalam hal ini Pimpinan Daerah Muhammadiyah pada seluruh daerah tingkat II berkedudukan pada

ibukota Kabupaten/Kota sebagai berikut:

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Banda Aceh, Sekretariat Jalan Punge Blang Cut II Lr. Penyantun No. 5

Kompleks Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh, telepon (0651) 43040, Banda Aceh. Pimpinan Daerah kota

Banda Aceh terdiri dari 4 Pimpinan Cabang yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Syiah Kuala, Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Kuta Alam, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baiturrahman dan Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Meuraxa.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Besar, Sekretariat Jalan Banda Aceh-Medan Km 25 (Toko Ragam Tani)

Indrapuri dan Km 9 (Simpang Bundaran) Lambaro No. 7, Aceh Besar. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh

besar terdiri dari 6 Pimpinan Cabang yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Peukan Bada, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Suka Makmur, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Indrapuri, Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Darul Imarah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Montasik dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Lhoong.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Timur, Sekretariat Jalan W R Supratman No. 7, telepon (0641)

20027, Langsa. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Timur terdiri dari 3 Pimpinan Cabang Muhammadiyah

yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Langsa Timur, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Langsa Barat dan

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kuala Simpang.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Tenggara, Sekretariat Jalan Ahmad Yani No. 13, telepon (0629)

21093, Kutacane. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Tenggara terdiri dari 3 Pimpinan Cabang yaitu:

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kutacane, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Lawe Sigala-gala dan Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Gayo Luwes Blangkejeren.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Selatan, Sekretariat Jalan Merdeka No. 7 telepon (0656) 21114 (Miswar

Basri) Tapak Tuan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Selatan terdiri dari 11 Pimpinan Cabang yaitu:

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Panton Pauh, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kampung Pisang Labuhan

Haji, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Labuhan Haji Barat, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Labuhan Haji

Timur, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Buloh, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ie Dingeen, Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Sawang Alur Paku, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Samadua, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Klut Utara, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Klut Selatan dan Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Bakongan.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Barat Daya, Sekretariat Masjid At-Taqwa, telepon (0629) 91305, Blang

Pidie. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Blang Pidie terdiri dari 9 Pimpinan Cabang Muhammadiyah yaitu:

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kuala Batee Barat, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kuala Batee Timur,

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bahagia Kuala Batee, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Blang Pidie,

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Alur Sungai Pinang, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Susoh, Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Manggeng, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Suak Beurambang dan Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Tangan-tangan.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Singkil, Sekretariat Jalan Syekh Abdurrauf No. 1, Singkil. Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Aceh Singkil terdiri dari 4 Pimpinan Cabang yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Singkil, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pulau Banyak, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Simpang Kiri dan

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Simpang Kanan.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Tengah, Sekretariat Jalan Baleatu/SMU Muhammadiyah 5 Mampang

Kebayakan, telepon (0643) 21445, Takengon. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Tengah terdiri dari 5

Pimpinan cabang yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Takengon, Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Pegasing, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Silih Nara, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebayakan dan

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bebesen.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bener Meriah, Sekretariat d.a H Binakir Kecamatan Bandar-Pondok Baru,

telepon (0643) 22483, Bener Meriah. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bener Meriah terdiri dari 3 Pimpinan

Cabang Muhammadiyah yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bandar, Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Bukit dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Teritit. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bener Meriah merupakan

pemekaran dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Tengah.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Utara, Sekretariat Jalan T Umar No. 1, telepon (0645) 44773-43402, fax

(0645) 42580, Lhokseumawe. Pimpinan Daerah Aceh Utara terdiri dari 14 Pimpinan Cabang Muhammadiyah

yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Lhokseumawe (Banda Sakti), Pimpinan Cabang Lhoksukon dan

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Panton Labu, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Muara Batu, Pimpinan
Cabang Muhammadiyah Kutamakmur Keude Krueng, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baktiya, Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Gandapura, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Matangkuli, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Dewantara, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Krueng Geukeuh, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Krueng Mane, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Peusangan, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Matang Glumpang Dua dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Blang Jruen.

Pimpinan Muhammadiyah Bireuen, Sekretariat Jalan Banda Aceh-Medan No. 17, telepon (0644) 21568, dan

Toko Kain Bina Baru Jalan Andalas Bireuen. Pimpinan Daerah Aceh Bireuen terdiri dari 4 Pimpinan Cabang

Muhammadiyah yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Bireuen dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Jeumpa, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Jeunib dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Samalanga (laporan

lainnya belum diperoleh).

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Barat, Sekretariat Jalan Teungku Dirundeng No. 67, telepon (0655)

21693-91324-91305,.Meulaboh. Pimpinan Daerah Aceh Barat terdiri dari 15 Pimpinan Cabang yaitu: Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Meulaboh, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Jeuram, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Alue Bilie, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Feureumeun, Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Suak Timah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Alue Raya, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Teunom,

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Keude Linteung, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Woyla, Pimpinan cabang

Muhammadiyah kampong Baru, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Panga, Pimpinan cabang Muhammadiyah

Krueng Sabee Calang, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Alue Peunyareng, Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Kuala dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Lageun.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Simeulue, Sekretariat Jalan Teungku Diujung No. 13, telepon (0650) 21099-

21093, Sinabang. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Simeulu terdiri dari 5 Pimpinan Cabang Muhammadiyah

yaitu: Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sinabang, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kampung Aie, Pimpinan

Cabang Muhammadiyah Sibigo, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Nasreuhe dan Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Labuhan Bajau.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Pidie, Sekretariat Jalan Iskandar Muda No. 19 Blok Sawah, Sigli. Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Pidie terdiri dari 8 Pimpinan Cabang yaitu:, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Sigli,

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Meureudu, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tangse, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Kembang Tanjong, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Trienggadeng, Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Beureneun, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Bakti dan Pimpinan Cabang

Muhammadiyah Titeu Keumala.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Sabang, Sekretariat Jalan KHA Dahlan No. 1, telepon (0652) 22091,

Sabang. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sabang terdiri dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sukakarya.

Oleh karena itu ada beberapa Pimpinan Daerah Muhammadiyah baru sesuai dengan pemekaran

daerah pemerintahan Aceh yang berlaku yaitu, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Tamiang, sekretariat

Jalan Ade Irma Suryani No. 9 Kuala Simpang, Aceh Tamiang, merupakan pemekaran dari Aceh

Timur. Selanjutnya, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gayo Luwes, sekretariat Jalan Besar Blangkejeren Masjid

Taqwa Lt. II Blangkejeren Gayo Luwes, merupakan pemekaran Aceh Tenggara.Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Langsa, pemekaran dari Aceh Timur, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Pidie

Jaya, pemekaran dari Kabupaten Pidie, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Lhokseumawe, pemekaran dari

Aceh Utara, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Nagan Raya, pemekaran dari Aceh Barat, Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Aceh Jaya, pemekaran dari Aceh Barat, dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Subulussalam, pemekaran dari Aceh Singkil.

F. AMAL USAHA MUHAMMADIYAH ACEH

Dalam berbagai aktivitas yang mendukung keberlangsungan eksistensi Muhammadiyah di Aceh, semua

ini sangat berhubungan erat dengan berbagai program yang dilakukan, diharapkan bermanfaat bagi

kemaslahatan ummat serta kemasyarakatan. Hal ini didukung oleh berbagai amal usaha Muhammadiyah serta

pelbagai aktivitas yang mendukung program kegiatan Muhammadiyah secara nyata. Hal yang paling dominan

adalah amal usaha dalam bidang pendidikan, panti asuhan serta pelayana kesehatan, namun demikian aktivitas

keagamaan melalui pengajian tersebar ke seluruh daerah ataupun cabang melalui Mushalla milik

Muhammadiyah ataupun masjid serta Mushalla milik masyarakat umumnya. Hal ini dapat dilihat secara statistik

baik jumlah maupun bentuk serta jenis amal usaha Muhammadiyah Aceh.

Penyelenggaraan pendidikan ini dilakukan mulai tingkat yang paling rendah serta mendasar, keagamaan

serta pendidikan tinggi. Perhatian dibidang pendidikan diusahakan sebagai pondasi pergerakan Muhammadiyah

serta partisipasi aktif Muhammadiyah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya diikuti

dengan penyediaan sarana ibadah, panti asuhan, pelayanan kesehatan serta harta milik berupa tanah

Muhammadiyah sebagai sarana penunjang yang juga sangat penting terhadap keberadaan serta kekayaan

Muhammadiyah yang tidak ternilai.

2. Hipotesis Atau asumsi Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh hipotesis atau asumsi penelitian

yang meliputi:

a. Apakah proses kasasi sengketa tata usaha negara no 98 / k/ tun / 2020 bisa di ajukan persidangan
kembali .

b. Apakah Muhammadiyah melakukan pelanggaran hak asasi manusia atau melakukan pelanggaran
satu pihak pejapat tata usaha negara .

3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan hipotesis atau asumsi penelitian di atas,

maka fokus penelitian ini adalah terdiri dari beberapa identifikasi masalah, yaitu

sebagai berikut:

a . Bagaimana tindak lanjut sengketa tata usaha negara no /98/k/tun/2020


yang tidak memihak kepada pemohon?
b . apakah sengketa tata usahan negara no / 98 /k /tun /2020. Bisa di gudat kan
kembali untuk mendapatkan keadilan yang telah di perbolehkan oleh uud 1945 pasal 28 I ?
4. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian
a Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah bagian dari kajian

hukum tata negara yang ruang lingkupnya membahas tentang Analisis yuridis putusan

Mahkamah agung no 98 / k/ tun/2020 . penelitian di lakukan secara analisis dengan

membuka web putusan mahkamah agung .

b. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini
Tujuan Penelitian
adalah:

a . untuk mengetahui bahwasanya Putusan kasasi tersebut menguntungkan tidak nya kepada
pemohon .

b. untuk mengetahui kendala apa saja yang di hadapi oleh pemohon dalam putusan kasasih mahkamah
agung no 98 /k /tun/2020.

5 . Keunaan Penelitian

a . Secara Teoritis

1. Mengembangkan Pengetahuan di bidang hukum tata negara dan hukum admistrasi negara .

a. Secara teoritis

1) Mengembangkan pengetahuan di bidang hukum pidana dan hukum

acara pidana.

2) Memberikan sumbangan referensi bagi ilmu hukum pidana, hukum

acara pidana dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana

pengancaman kekerasan melalui media sosial.

b. Secara praktis

1) Memberikan sumbangan pemikiran dan wacana yang luas bagi Polres

Bireuen dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana

pengancaman kekerasan melalui media sosial.


2) Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan dan menambah

pengetahuan kepada masyarakat tentang kejahatan pengancaman di

media sosial agar masyarakat menggunakan internet dengan bijak serta

mewujudkan masyarakat yang damai, dan saling melindungi hak dan

martabat kehormatan sesama manusia.


2. Definisi Operasional Variabel Penelitian atau Definisi Konsepsional

a. Penegakan hukum

Penegakan hukum pidana adalah suatu keharusan yang dijalankan oleh

negara untuk melindungi warga negara dengan menegakkan keadilan serta

untuk menangulangi kejahatan yang pada hakikatnya adalah suatu bagian

dari penegakan hukum pidana. Secara umum penegakan hukum dapat

diartikan sebagai tindakan yang menerapkan hukum untuk melakukan

sanksi melalui suatu kebijakan hukum.

b. Media Sosial

Media sosial adalah sebuah alat sarana komunikasi masa kini yang berbasis

online yang dapat menghubungkan seseorang dengan orang lain yang

tujuanya yaitu untuk memudahkan penggunanya dalam berinterkasi

melalui pesan yang berbentuk jejaring sosial atau semacamnya.

3. Keaslian Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang

relevan dengan permasalahan yang akan diteliti oleh penulis yaitu “Penegakan

Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pengancaman Kekerasan Melalui Media

Sosial (Studi di Polres Bireuen)”.

Skripsi yang ditulis Yolanda Oktaviani Nim: 13150076 berjudul

“Perundungan Dunia Maya (Cyber Bullying) Menurut Undang-Undang RI No 19

Tahun 2016 Tentang Informasi Transaksi Elektronik Dan Hukum Islam” mahasiswi

Universitas Islam Negeri Radah Fatah Palembang, Fakultas Syariah dan Hukum,

Program Studi Perbandingan Madzab, skiripsi ini dibuat pada tahun 2017, di

Palembang. Adapun yang menjadi pokok permasalahan atau rumusan masalah yang
dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah 1) Bagaimana peraturan sanksi perbuatan

tindak pidana kejahatan perundungan dunia maya (cyberbullying) menurut Undang-

Undang RI No. 19 Tahun 2016?. 2) Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap

perundungan dunia maya?. 3) Bagaimanakah perbedaan dan persamaan perundungan

dunia maya (cyberbullying) menurut Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 dan

Hukum Islam. Penelitian Skripsi ini mengunakan metode penelitian kuantitatif

(penelitian kepustakaan) dengan pendekatan yuridis normatif yang bersifat deksriptif

analisi komperatif. Adapun hasil dari penelitian skripsi ini memberikan pandangan

tentang ketetapan hukuman dan sanksi yang diterima dari tindakan penghinaan di

dunia maya (cyberbullying) dalam UU RI No 19 Tahun 2016 dan menurut pandangan

hukum Islam. Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah UU RI No. 19 Tahun 2016

pada Pasal 27 ayat 1,3, dan 4 dan Pasal 29 mengatur ketetapan hukum tindak

kejahatan di dunia maya (cyberbullying) dan menurut Hukum Islamnya dikenakan

jarimah ta’zir karena menyakiti orang lain dan dilarang.3

Skripsi Antonius Sanda, Nim: B11109485, mahasiswa Universitas Hasanuddin

Makasar Jurusan Ilmu Hukum yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Fenomena

Cyberbullying sebagai Kejahatan Di Dunia Cyber Dikaitkan Dengan Keputusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008”. Skripsi ini dibuat pada tahun 2016,

di Makassar. Adapun yang menjadi pokok permasalahan atau rumusan masalah yang

dibahas pada penelitian skripsi ini adalah 1). Bagaimanakah unsur-unsur dari

cyberbulyiing sebagai sebuah tindak kejahatan? 2). Bagaimanakah relevansi putusan

dari Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 terkait dengan fenomena

3
Yolanda Oktaviani, Perundungan Dunia Maya (cyber Bullying) Menurut Undang-Undang Ri
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Transaksi Elektronik dan Hukum Islam, Skripsi Universitas
Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, 2017.
cyberbullying?. Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian kuantitatif

(kepustakaan) yang mana Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008 sebagai bahan hukum

primer terkait fenomena cyberbullying dalam menemukan isu hukum. Adapun hasil

dari penelitian ini memberikan pandangan terhadap unsur-unsur dari kejahatan

cyberbullying dan mengetahui putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008. Adapun

kesimpulan dari penelitan ini adalah, Cyberbullying sebuah kejahatan jenis baru jika

dilihati dari media yang digunakan yaitu media elektronik. Fenomena cybebullying

dalam hukum di Indonesia dapat dikategorikan pencemaran nama baik atau

penghinaan. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi telah mempertegas adanya

kepastian hukum dalam penerapan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun

2008 tentang ITE serta membedakanya dari pasal 310 KUHP yang bersifat limtatif.4

B. Kerangka Teoritis

1. Definisi Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan segala bentuk cara untuk menegakkan aturan-

aturan dari norma-norma kehidupan masyarakat bernegara yang ada dan memliki

kaitanya dengan hukum yang bertujuan untuk menghukum perilaku yang melanggar

aturan hukum yang sudah ditetapkan. Pengertian penegakan hukum juga memiliki

artian lain yaitu suatu upaya untuk mewujudkan terciptanya keadilan, kepastian, dan

memanfaatkan hukum sosial dari masyarakat menjadi nyata. Sarjipto Raharjo

menyatakan pendapat bahwa penegakan hukum adalah suatu tindakan yang belom

pasti dalam menerapkan hukuman terhadap kejadian yang berkaitan dengan hukum

4
Antonius Sanda, Tinjauan Yuridis Terhadap Fenomena Cyberbullying Sebagai Kejahatan Di
Dunia Cyber Dikaitkan Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Skripsi
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2016.
sehingga diibaratkan garis lurus ditarik bersamaan diantara dua titik. 5 Pendapat lain

kemudian dikemukakan oleh Soerjono Soekanto mengenai pengertian penegakan

hukum yang dimana penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah upaya

untuk menciptakan, memelihara serta mempertahankan kedamaian dalam kehidupan

sosial masyarakat dengan cara mencocokan nilai-nilai pada suatu kegiatan yang

dijabarkan dalam kaidah-kaidah hukum.

Penegakan hukum secara jelas merupakan upaya memberlakukan serta

menegakkan hukum positif yang bertujuan untuk memberikan keadialan dalam suatu

kasus untuk memutuskan hukum in concerto yang menjamin mempertahankan hukum

materil dengan melakukan upaya prosedural yang sudah ditetapkan dalam hukum

formal.6

Penegakan hukum dibagi menjadi dua yang masing-masing memiliki

perbedaan yaitu penegakan hukum menurut subjeknya dan penegakan hukum

menurutn objeknya. Penegakan hukum menurut subjeknya yaitu penegakan hukum

dalam arti luas yang melibatkan hubungan hukum dengan subjek hukum dijalankan

atau tidak dijalankan harus dijalankan dengan aturan normatif tersebut. Dalam arti

sempit penegakan hukum ialah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum

untuk menjalankan aturan hukum yang menjamin dan memastikan tegaknya hukum.

Penegakan hukum menurut objeknya ialah penegakan hukum yang memiliki arti luas

yang melibatkan keadilan yang berisi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang

ada dalam masyarakat. Dalam arti sempit penegakan hukum adalah peraturan formal

dalam penegakan hukum yang hanya tertulis saja.

5
Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Sinar
Grafika, Yogyakarta, 2002, hlm. 190.
6
Delyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, Sinar Grafika, Yogyakarta, 1988, hlm. 33.
Pada dasarnya penengakan hukum merupakan salah satu bentuk upaya yang

dilakukan untuk menerapkan nilai-nilai dan normanorma hukum agar terwujudkan

suatu kepastian hukum serta terlaksananya suatu keadilan dengan menerapkan sanksi

hukuman terhadap aturan hukum yang dilanggar. Dalam menegakkan hukum ada tiga

hal yang harus diperhatikan, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

a. Keadilan

Keadilan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto terdiri dari dua yaitu

yang pertama asas kesamaan dan yang kedua kebutuhan yang mana semua

orang sama untuk mendapatkan bagian yang sesuai dengan kebutuhanya agar

menghasilkan kesetaraan dalam bidang hukum. Untuk melaksanakan

penegakan hukum harus mencapai keadilan namun keadilan menurut peraturan

hukum tidak identik. Dari segi sosiologis memilki pandangan bahwa hukum

adalah suatu kenyataan sosial yang menjadi alan pengendali sosial As a Tool

Social Engineerning.7 Pada dasarnya penegakan hukum memiliki inti yang

harus dilakukan untuk menjalankan kegiatan dengan cara menyesuaikan nilai-

nilai dengan kaidah-kaidah agar terciptanya kedamaian dalam kehidupan

sosial.

b. Kemanfaatan

Kemanfaatan sangatlah dibutuhkan dalam pelaksanaan penegakan hukum

karena hukum dibuat untuk masyarakat maka harus diperhatikan kegunaan dan

kemanfaatannya. Agar tidak menjadi keresahan bagi masyarakat dalam

7
Darmodiharjo dan Darji, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta,
2002, hlm. 23.
pelaksanaan penegakan hukum, masyarakat harus diberikan manfaat terkait

pelaksanaan penegakan hukum.

c. Kepastian Hukum

Penerapan hukum haruslah jelas aturan-aturannya agar terciptanya kepastian

hukum yang jelas bagi masyarakat. Dalam pelaksanaannya hukum harus

ditegakkan seadil-adilnya agar masyarakat mengetahui bagaimana

hukumannya. Hukum haruslah ditegakkan bagaimanapun juga sebagaimana

perumpamaan “meskipun kiamat, hukum harus tetap ditegakkan” yang mana

kepastian hukum ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban masyarakat.

2. Faktor-Faktor Penegakan Hukum

Penegakan hukum di Indonesia mempunyai faktor-faktor yang menghambat

berjalannya dan tujuan dari penegakan hukum tersebut. Berikut, faktor-faktor yang

menghambat penegakan hukum di Indonesia menurut Soerjono Soekanto:8

a. Faktor Hukum

Semakin baik peraturan hukum, maka semakin baik juga penegakan

hukumnya. Di Indonesia penyelengaraan hukum dalam melaksanakan

praktiknya di lapangan menimbulkan konflik dengan kepastian hukum yang

prosedurnya sudah ditentukan secara normatif dan konsepsi keadilan yang

bersifat abstrak. Penyelengaraan hukum hakikatnya bukan sekedar melingkupi

law enforcement saja, akan tetapi mencangkup peace maitenance, sebab

penyelenggaraan hukum merupakan proses penyesuaian antara kaedah dan

pola perilaku yang bertujuan untuk mencapai ketentraman dan kedamaian.

8
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta,
2010, hlm. 5.
Secara umum peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang

berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis.

b. Faktor Penegakan Hukum

Dalam menjalankan hukum, aparat penegakan hukum tentunya harus memiliki

mentalitas dan kepribadian yang baik guna menjalankan peraturan hukum,

karena penegak hukum memiliki peranan penting dalam menjalankan

peraturan hukum. Jika peraturan hukum dijalankan dengan baik, akan tetapi

aparat penegak hukum kurang baik, berarti ada masalah. Maka dari itu, sifat

mentalitas yang baik dan kepribadian yang baik menjadi kunci sukses serta

keberhasilan aparatur penegak hukum dalam menegakkan hukum.

c. Faktor Sarana dan Prasarana atau Fasilitas Pendukung

Polisi sebagai penegak hukum mengalami hambatan dalam menyelesaikan

tugasnya seperti menangani kasus kejahatan yang berbasis komputer

dikarenakan pendidikan yang diterima polisi lebih cenderung dalam hal-hal

kontroversi sehingga dalam kasus tindak pidana yang berbasis komputer ini

wewenang diberikan oleh jaksa karena polisi secara teknik yuridis dianggap

belom mampu menangani tindak pidana khusus ini.

d. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mecapai

kedamaian di masyarakat. Setiap warga masyarakat maupun kelompok

masyarakat setidaknya sudah memiliki kesadaran hukum serta kepatuhan

terhadap hukum, persoalan yang timbul adalah kepatuhan hukum yang tinggi,

sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat merupakan

indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.


e. Faktor Kebudayaan

Menurut Soerjono Soekanto, kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar

bagi masyarakat, yaitu agar manusia mengetahui bagaimana bertindak, berbuat

dan menentukan sikap dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan

demikian, kebudayaan menjadi suatu garis pokok mengenai keperilakuan yang

menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan serta yang dilarang.

3. Pengancaman di dalam KUHP

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat dua macam

pemerasan. Tindak pemerasan yang pertama adalah Bentuk tindak pidana pemerasan

yang kedua adalah “pengancaman”. Dalam bahasa Inggris tindak pidana

“pengancaman” ini dikenal dengan nama blackmail, sedang dalam bahasa Perancis

dikenal dengan istilah chantage. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa

tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 dan 369 KUHP sama-sama merupakan

pemerasan. Perbedaannya hanya terletak pada cara-cara yang digunakan dalam kedua

tindak pidana itu. Tindak pidana dalam Pasal 368 KUHP yang lazim disebut

“pemerasan” menggunakan “kekerasan atau ancaman kekerasan” sedangkan tindak

pidana dalam Pasal 369 KUHP yang lazim disebut sebagai “pengancaman”

menggunakan cara “pencemaran baik lisan maupun tertulis”. Ketentuan Pasal 369

KUHP selengkapnya berbunyi:

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik lisan maupun

tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang

supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang
lain, atau supaya memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam

dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena

kejahatan.

Unsur-unsur tindak pidana pengancaman dalam Pasal 369 KUHP adalah:

1) Unsur-unsur obyektif, yang meliputi:

a) Memaksa.

b) Orang lain.

c) Dengan ancaman pencemaran baik lisan maupun tulisan atau ancaman

akan membuka rahasia.

d) Supaya memberi hutang

e) Menghapus piutang.

2) Unsur-unsur subyektif, yang meliputi:

a) Dengan maksud.

b) Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 369 ayat (2) KUHP tindak pidana pengancaman

ini merupakan delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut atas pengaduan.

Dengan demikian, tanpa adanya pengaduan, tindak pidana pengancaman ini tidak

dapat dituntut.

4. Pengancaman di Dalam Undang-undang ITE

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-

nakuti yang ditujukan secara pribadi.


Pasal 45 ayat (3)

Setiap orang yang memenuhi unsur sebagimana dimaksud dalam Pasal 29

dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

C. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

empiris. Penelitian Hukum Empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang

menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku

verbal yang didapat dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui

pengamatan langsung. Penelitian empiris juga digunakan untuk mengamati hasil dari

perilaku manusia yang berupa peninggalan fisik maupun arsip.9

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dengan merujuk pada pandangan Lofland. Menurut Lofland, sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. 10 Sebagaimana layaknya penelitian

empiris dengan pendekatan kualitatif, tentunya penelitian ini menghasilkan penelitian

yang bersifat deskriptif karena melakukan kajian keadaan di lapangan secara

langsung.

9
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif, Pustaka
Pelajar, Jakarta, 2010, hlm. 280.
10
Lofland dalam Lexy J. Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2013, hlm. 157.
3. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian untuk penelitian ini sesuai dengan hipotesis

penelitian atau asumsi penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian dan kegunaan

penelitian. Karena lokasi penelitian yang dipilih adalah Polres Bireuen.

4. Populasi Penelitian

Populasi penelitian secara umum terdiri dari populasi atau universal, sub-

populasi, element populasi, populasi sasaran (target population), dan kerangka

(frame). Karenaya populasi penelitian dalam penelitian ini diantaranya adalah seluruh

Anggota Polres Bireuen (Populasi), Kapolres Bireuen, Kasat Reskrim, Kanit Pidsus

dan Penyidik (elemen populasi), Anggota Satreskrim Polres Bireuen dan tersangka

pidana (populasi sasaran), dan daftar dari orang-orang atau unit-unit yang merupakan

bagian dari sampel maupun populasi di Polres Bireuen.

5. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambila sampel dalam penelitian ini merupakan suatu proses dalam

memilih suatu bagian yang representative dari seluruh populasi. Penelitian ini tidak

meneliti populasi secara keseluruhan, mengingat sangat banyaknya populasi yang ada

dan tersebar di Polres Bireuen. Karenanya perlu dipilih sampel untuk dijadikan

responden dengan menggunakan teknik probability sampling.

Menurut Sugiyono, probability sampling adalah teknik pengambilan sampel

yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (Anggota) populasi untuk

dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random sampling,

proprionate stratified random sampling, disproportionate stratifies random sampling,

sampling area (cluser).


Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kepala Polres Bireuen

b. Kasat Reskrim

c. Kanit Pidsus

d. Penyidik

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

cara:

a. Study kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan data yang

diperoleh dari sumber-sumber literarure, karya ilmiah, peraturan

perundangan perundang-undang, sumber-sumber tertulis lainnya yang

berhubungan dengan masalah yang teliti sebagai landasan teori.

b. Observasi, merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan terhadap kegiatan penegakan hukum terhadap pelaku tindak

pidana pengancaman kekerasan melalui media sosial.

c. Wawancara, merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau

keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin/tidak

terstruktur, yaitu peneliti dalam melakukan wawancara menggunakan

pedoman wawancara yang tidak tersusun secara sistematis, hanya

menyiapkan pokok-pokok pertanyaan untuk pengumpulan datanya.

Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis besarnya saja,

dan kepada orang yang diwawancarai di beri kebebasan untuk memberikan

jawaban sesuai dengan korelasi, kompetensi dan kapabilitasnya.


7. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian hukum memiliki sifat deskriptif. Sifat analisis

deskriptif maksudnya adalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk

memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana

hasil penelitian yang dilakukannya dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan

data deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau

lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu

yang utuh.11

D. Jadwal Penelitian

Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
Okt Nov Des Jan Febr Mar
No Kegiatan
2022 2022 2022 2023 2023 2023
1. Persiapan Penyusunan
Proposal
2. Seminar Proposal
3. Persiapan Penelitian
4. Pengolahan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Skripsi
7. Sidang Skripsi
8. Perbaikan
9. Penjilidan
10. Pengesahan

11
Mukhti Fajar dan Yulianti Achmad, Op. Cit, hlm. 180.
E. Kerangka Penelitian

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Ruang Lingkup dan Tujuan Penulisan
D. Kegunaan Penelitian
E. Keaslian Penelitian
F. Kerangka Pemikiran Teoritis
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Sifat Penelitian
3. Jenis Pendekatan
4. Sumber Data
5. Teknik Pengumpulan Data
6. Analisis Data
H. Sistematika Pembahasan

BAB II TINDAK PIDANA PENGANCAMAN KEKERASAN

MELALUI MEDIA SOSIAL

A. Pengertian Hak Cipta


B. Konsep Penegakan Hukum
C. Konsep Tindak Pidana
D. Tindak Pidana Pengancaman
E. Konsep Media Sosial

BAB III PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENGANCAMAN KEKERASAN MELALUI

MEDIA SOSIAL

A. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pengancaman


Kekerasan Melalui Media Sosial di Polres Bireuen
B. Kendala Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pengancaman Kekerasan Melalui Media Sosial di Polres Bireuen

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

H. Daftar Pustaka
1. Buku

Darmodiharjo dan Darji, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Umum,


Jakarta, 2002.

Delyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, Sinar Grafika, Yogyakarta, 1988.


Lofland dalam Lexy J. Meleong, Metodelogi Penelitian
Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Empiris &
Normatif,
Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010.

Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode Dan Pilihan


Masalah, Sinar Grafika, Yogyakarta, 2002.

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,


Rajawali, Jakarta, 2010.

2. Jurnal

Ahmad Setiadi, Pemanfaatan Media Sosial Untuk Efektifitas


Komunikasi, Jurnal Ilmiah Matrik 16, no. 1 (2014).

Antonius Sanda, Tinjauan Yuridis Terhadap Fenomena Cyberbullying


Sebagai Kejahatan Di Dunia Cyber Dikaitkan Dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Skripsi Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2016.

Kiki Andrian, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana


Pengancaman Dengan Kekerasan Melalui Media Sosial, Jurnal
Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik, 2022.

Yolanda Oktaviani, Perundungan Dunia Maya (cyber Bullying) Menurut


Undang- Undang Ri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi
Transaksi Elektronik dan Hukum Islam, Skripsi Universitas Islam
Negeri Raden Fatah, Palembang, 2017.
3. Undang-Undang

Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik UU Nomor 19 Tahun


2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008
UU (ITE).
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE

Anda mungkin juga menyukai