B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Apa isi dan ketentuan umum UU RI No. 39 Tahun 1999?
2. Apa asas dasar HAM menurut UU RI No. 39 Tahun 1999?
3. Apa yang dimaksud dengan kebebasan dasar manusia?
4. Apa yang dimaksud dengan kewajiban dasar manusia?
5. Apa saja kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap HAM menurut UU RI
No. 39 Tahun 1999?
6. Apa yang dimaksud dengan pembatasan dan larangan dalam UU RI No. 39 Tahun
1999?
7. Apakah yang dimaksud Komnas HAM?
8. Bagaimana partisipasi masyarakat terhadap penegakkan HAM?
9. Apa yang dimaksud dengan pengadilan HAM?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan isi dan ketentuan umum UU RI No. 39 Tahun 1999.
2. Menjelaskan asas dasar HAM menurut UU RI No. 39 Tahun 1999.
3. Menjelaskan maksud kebebasan dasar manusia.
4. Menjelaskan maksud kewajiban dasar manusia.
5. Menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap HAM menurut UU
RI No. 39 Tahun 1999.
6. Menjelaskan maksud pembatasan dan larangan dalam UU RI No. 39 Tahun 1999.
7. Menjelaskan tentang Komnas HAM.
8. Menjelaskan partisipasi masyarakat terhadap penegakkan HAM.
9. Menjelaskan pengadilan HAM.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu memahami dan memantapkan pengetahuannya tentang HAM
dalam UU RI No. 39 Tahun 1999.
2. Bagi Pendidik
Manfaat bagi pendidik adalah mampu menambah wawasan yang sudah dimiliki
dalam memberikan materi kepada peserta didik.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui tentang HAM dalam UU RI No. 39 Tahun 1999.
4. Bagi Penulis
Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan tentang materi HAM dalam UU RI
No. 39 Tahun 1999.
I. PEMBAHASAN
Pembatasan ini hanya dapat dilakukan demi ketertiban umum dan kepentingan
bangsa, yaitu untuk keutuhan bangsa dan bukan merupakan kepentingan penguasa. Untuk itu,
tidak ada satu ketentuan pun dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 (pasal 74) boleh
diartikan bahwa pemerintah, partai, golongan, atau pihak manapun dibenarkan mengurangi,
merusak, atau menghapuskan Hak Asasi Manusia atau kebebasan dasar manusia.
Oleh karena itu, siapapun tidak dibenarkan mengambil keuntungan sepihak dan atau
mendatangkan kerugian pihak lain dalam mengartikan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999, sehingga mengakibatkan berkurang dan hapusnya Hak Asasi
Manusia yang dijamin Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 hanya
dapat dibatasi oleh dan berdasarkan Undang-Undang, semata-mata untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain,
kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.
Tidak satu ketentuan dalam Undang-Undang tersebut boleh diartikan bahwa
pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau
menghapus hak azasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-Undang
tersebut.
G. Komnas HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya. Komnas HAM merupakan lembaga yang didirikan guna untuk
melindungi hak-hak asasi dari pelanggaran HAM yang dilakukan. Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang, dalam hal ini termasuk aparat negara, baik
yang disengaja maupun yang tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, membatasi, menghalangi atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang.
Hambatan dan tantangan utama dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia
adalah masalah ketertiban dan keamanan nasional, rendahnya kesadaran hak asasi manusia,
dan minimnya perangkat hukum dan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, upaya
penegakan hak asasi manusia sering mengalami kendala dan hambatan. Hambatan tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut
1. Kondisi sosial-budaya yang berbeda sebagai konsekuensi logis dari bentuk negara
kepulauan, yang juga memiliki banyak adat dan budaya. Dengan masih adanya
stratifikasi dan perbedaan status sosial di Indonesia, seperti pendidikan, usia,
keturunan, pekerjaan, dan hal lainya dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan
konflik horizontal.
2. Sebagai negara kepulauan yang besar tentu membutuhkan cara untuk menyampaikan
informasi secara merata kepada masyarakat. Dibutuhkan komunikasi yang baik
melalui cara personal maupun teknologi. Komunikasi dan informasi inilah yang
kemudian menjadi hambatan dalam pemajuan dan penegakan HAM.
3. Untuk mengatasi permasalahan di negeri ini, pemerintah tidak jarang mengambil
kebijakan yang dapat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Kebijakan tersebut
terkadang harus mengabaikan perbedaan kondisi masyarakat sehingga tak jarang
terdapat hak-hak manusia yang dilanggar.
4. Dibuatnya peraturan perundangan bertujuan untuk mengatur hak-hak manusia agar
tidak saling bersinggungan. Namun, sejumlah peraturan perundangan yang diambil
dari konvensi internasional, tidak seluruh klausul dalam konvensi tersebut sesuai
dengan kondisi Indonesia. Hal ini mengakibatkan pelanggaran HAM masih sering
terjadi.
5. Penindakan yang lemah mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan seperti korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang melanggar hak orang lain.
6. Rendahnya pemahaman warga negara tentang arti penting HAM sehingga masih
sering dijumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan warga negara.
7. Rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum di Indonesia sehingga korupsi dan
kolusi, masih dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum.
8. Lemahnya instrumen penegakan hukum dan HAM di Indonesia.
Upaya pemajuan dan penghormatan HAM harus didukung oleh sikap dan perilaku
warga negara. Sebagai warga negara sudah seharusnya bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain.
Diperlukan juga peran aktif warga negara untuk secara bersama-sama membantu
menyelesaikan masalah pelanggaran HAM sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumuskan dalam Pasal 28 J bahwa
kita wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Hal ini mengandung arti bahwa sudah
sepantasnya kita menghormati hak-hak orang lain dan kemudian kita wajib memperjuangkan
hak asasi tersebut sesuai dengan kodratnya.
Kita sebagai generasi penerus bangsa, sudah semestinya membantu pemerintah untuk
terus menegakkan HAM di Indonesia. Kondisi HAM di Indonesia sudah saatnya dibenahi
dan ditata ulang agar terbentuk good goverment. Segala jenis hambatan dan tantangan yang
dapat mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM harus segera dihilangkan.
Sebagai warga negara, sikap yang patut kita munculkan dalam upaya penegakan hak
asasi manusia antara lain dapat berupa hal berikut
1. Menolak dengan tegas setiap terjadinya pelanggaran HAM dengan alasan bahwa
pelanggaran hak asasi manusia pada dasarnya adalah pelanggaran atas harkat dan
martabat manusia. Pelanggaran HAM juga bertentangan dengan berbagai peraturan
HAM. Pelanggaran HAM akan mengancam hak kemerdekaan bagi seseorang dalam
berbagai segi kehidupan.
2. Mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM dengan cara
mendukung upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah maupun
lembaga perlindungan HAM lainnya. Upaya dukungan kita terhadap tindakan tegas
terhadap para pelaku pelanggaran HAM perlu terus dilakukan. Bentuk dukungan lain
yang dapat kita lakukan adalah memberikan bantuan kemanusiaan.
3. Masalah penegakan HAM di negara ini tidak hanya bergantung pada peran
pemerintah tetapi juga pada peran serta warga negara. Keberhasilan penegakan hak
asasi manusia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut :
a. Instrumen HAM (peraturan-peraturan yang berhubungan dengan HAM).
b. Aparatur pemerintah, seperti kejaksaan, kepolisian, kehakiman, dan
sebagainya.
c. Proses Peradilan hak asasi manusia, seperti tata cara penangkapan,
perlindungan saksi, dan sebagainya.
Menurut Prof Dr. Muladi, SH, Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat menjelaskan bahwa penegakan hak asasi manusia di Indonesia sering
mengalami beberapa tantangan dan hambatan, di antaranya sebagai berikut.
1. Instrumen penegakan HAM, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2000 hanya mengambil sebagian norma hukum internasional dalam
International Crime Court (ICC).
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tidak secara tuntas
memperhitungkan konsekuensi penyesuaian jenis-jenis tindak pidana sesuai dengan
Statuta Roma Tahun 1998.
3. Jika di dunia terdapat 11 kategori kejahatan Kemanusiaan, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 hanya mengambil 10 kategori. Satu kategori yang
hilang adalah tentang kejahatan kemanusiaan yang memiliki karakter merendahkan
martabat kemanusiaan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000
belum mengaturnya.
4. Tidak masuknya masalah kejahatan perang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2000.
5. Perlindungan saksi yang tidak maksimal.
6. Hukum Acara Peradilan HAM masih menggunakan Hukum Acara KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana).
Penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan
dan tidak perlu ada tekanan dari pihak manapun untuk melaksanakannya. Pembangunan
bangsa dan negara pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga
negara. Hak asasi tidak sebatas pada kebebasan berpendapat ataupun berorganisasi, tetapi
juga menyangkut pemenuhan hak atas keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendidikan,
kesehatan, hak memperoleh air dan udara yang bersih, rasa aman, penghidupan yang layak,
dan lain-lain.
Dalam rangka memahami lebih jauh tentang tantangan dalam penegakan HAM di
Indonesia, berikut ini beberapa upaya Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
No Bidang Tantangan Solusi terhadap Tantangan
. yang
Dihadapi
1. Politik Golongan Golput ditentukan kesuksesan dalam hal pendaftaran
Putih atau pemilih. Jika pendaftaran pemilih bagus, maka
Golput semakin kecil golput masalah administratif dicegah.
I. Pengadilan HAM
Penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia
mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 disahkannya Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan kemudian diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini
merupakan undang-undang yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang
mendasari adanya pengadilan HAM di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para
pelaku pelanggaran HAM berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya
pengadilan HAM Ad Hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat
yang terjadi di masa lalu.
Pengadilan HAM ini merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus
karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah
pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara tertentu.
Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah peradilan pidana karena
memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan kewenangan pengadilan HAM juga
merupakan perbuatan pidana. UU No. 26 Tahun 2000 yang menjadi landasan berdirinya
pengadilan HAM ini mengatur tentang beberapa kekhususan atau pengaturan yang berbeda
dengan pengaturan dalam hukum acara pidana. Pengaturan yang berbeda atau khusus ini
mulai sejak tahap penyelidikan dimana yang berwenang adalah Komnas HAM sampai
pengaturan tentang majelis hakim dimana komposisinya berbeda denga pengadilan pidana
biasa. Dalam pengadilan HAM ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan tiga
orang diantaranya adalah hakim Ad Hoc.
UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM telah dijalankan dengan
dibentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi
di Timor-timur. Dalam prakteknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami banyak kendala
terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang memadainya instrumen hukum.
UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap
tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara secara khusus.
Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan tentang UU No. 26 Tahun 2000 lebih banyak
didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di pengadilan.
Jadi, pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU No.26 Tahun 2000 yaitu pengadilan
khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat.