Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
menegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Negara hukum (The Rule
of Law). Pakar ilmu sosial, Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa
perlindungan HAM adalah salah satu elemen dari The Rule of Law, selain
hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip The Rule of Law dari putusan-
putusan pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa
dan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui
pembahasan antara the Rule of Law dan Hak Asasi Manusia. Pembukaan UUD
1945 menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas
persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945 harus mengandung ketentuan yang
“mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat
yang luhur”. UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa “negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(Machtstaat)”.
Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara
universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan
kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena
hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia,
tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang
kultural dan pula agama atau keparcayaan spiritualitasnya. Sementara itu
dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka padaa dasarnya hak-hak ini tidak sesaat
pun boleh dirampas atau dicabut.
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi salah satu mata pelajaran wajib
di perkuliahan. Mata kuliah ini mengajarkan para mahasiswa untuk lebih
mencintai tanah air dengan segala aturan yang berlaku. Dengan Pendidikan
Kewarganegaraan pula mahasiswa diajarkan bagaimana bersikap sebagai
warga negara yang baik dan taat akan hukum. Secara tidak langsung,

1
mahasiswa diajarkan untuk mengenal seluk-beluk Indonesia. Termasuk salah
satunya yaitu tentang HAM serta Rule of Law di Indonesia.
Dari uraian pendahuluan diatas, kami melihat penting dan menariknya
wawasan tentang HAM dan Rule of Law. Oleh sebab itu, kami berusaha
menjabarkan pembahasannya dalam bentuk makalah untuk menambah
wawasan kita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan
dibahas yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan HAM dan ruang lingkupnya?
2. Bagaimana perkembangan HAM?
3. Bagaimana HAM pada tataran global?
4. Apa permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia?
5. Apa pengertian dari Rule of Law?
6. Apa konsepsi Rule of Law?
7. Bagaimana prinsip Rule of Law secara formal di Indonesia?
8. Bagaimana prinsip Rule of Law secara hakiki dalam pemerintahan?
9. Bagaimana strategi pelaksanaan Rule of Law?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian HAM dan ruang lingkupnya.
2. Mengetahui perkembangan HAM.
3. Mengetahui HAM pada tataran global.
4. Mengetahui permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia.
5. Mengetahui pengertian dari Rule of Law.
6. Mengetahui konsepsi Rule of Law.
7. Mengetahui prinsip Rule of Law secara formal di Indonesia.
8. Mengetahui prinsip Rule of Law secara hakiki dalam pemerintahan
9. Mengetahui strategi pelaksanaan Rule of Law.

2
D. Manfaat Penulisan Makalah
Terdapat dua manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Manfaat secara teoritis
Dapat menjadi nilai tambah pengetahuan Pendidikan
Kewarganegaraan bagi para pembaca. Khususnya mengenai yang
bersangkutan dengan HAM dan Rule of Law.
2. Manfaat secara praktis

Adapun manfaat praktisnya yaitu pembaca dan penulis dapat


memenuhi hak dan kewajiban untuk mewujudkan hak asasi manusia dan
Rule of Law.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup HAM

Budiardjo (1978) mendifinisikan hak asasi manusia (human rights)


sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan
atas dasar bangsa, ras, agama, atau kelamin, dan karena itu bersifat asasi serta
universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia harus memperoleh
kesempatan unruk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.

Menurut Poerbopranoto (1976) hak asasi adalah yang asasi, artinya hak-
hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari
hakekatnya, sehingga bersifat suci. Jadi, hak asasi dapat dikatakan sebagai hak
dasar yang dimiliki oleh pribadi manusia sehingga hak asasi itu tidak dapat
dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.

Sehingga dapat disimpulakan bahwa HAM adalah hak-hak yang telah


dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal.
Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat
(Declaeation of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945
Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal
30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang
adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya
termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi
Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang
dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak
mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya,
Negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan
warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap
Negara, tanpa kecuali pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya
terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya,
termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan

4
menjadi sangat salah untuk mengidetikan atau menyamakan antara HAM
dengan hak-hak yang dimiliki warga Negara. HAM dimiliki oleh siapa saja,
sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Secara garis besar hak asasi manusi itu antara lain meliputi hak hidup,
hak untuk merdeka, dan hak untuk memiliki sesuatu. Oleh karena hak asasi
manusia itu merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, maka siapa
pun tidak boleh merusakdan mengancamnya, bahkan harus dilidungi dan
dihormati baik oleh antar individu sendiri maupun Negara. Namun demikian,
HAM perlu juga diberi pembatasan yang ditentukan oleh Negara sesuai dengan
pandangan hidup, tingkat kebudayaan dan dasar Negara itu.

Jenis hak asasi manusia yaitu:

a. Hak untuk hidup


b. Hak untuk memperoleh pendidikan
c. Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain
d. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
e. Hak untuk mendapatkn pekerjaan

Pembagian Bidang, Jenis, dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia:

a. Hak Asasi Pribadi/personal right


- Hak kebebasan untuk bergerak, berpergian dan berpindah-
pindah tempat.
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau
perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan
agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
b. Hak asasi politik/political right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- Hak ikut serta dalam kegiatan parpol / partai politik dan
organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
c. Hak asasi hukum/legal equality right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan
- Hak untuk menjadi di pegawai negeri sipil / pns

5
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
d. Hak asasi Ekonomi/property right
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-
piutang
- Hak kebebasan untuk memilih sesuatu
- Hak memiliki dan mendapatkkan pekerjaan yang layak
e. Hak Asasi Peradilan/procedural rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan dan penyelidikan di mata hukum
f. Hak asasi sosial budaya/social culture right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapat pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat
dan minat

Alasan di atas pula yang meyebabkan HAM menjadi bagian integral


dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenanya bukan
sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian
serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran
komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat
dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan
perlindungan individu terhadap kekuasaan Negara yang sangat rentan untuk
disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia
sendiri.

HAM adalah hak asasi manusia yang diperoleh dan dibawanya bersama
dengan kelahiran serta kehadirannya dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa
membedakan bangsa, ras, agama dan jenis kelamin karena sifatnya yang asasi
dan universal. Maka pengakuan HAM mengandung arti, bahwa HAM harus
dilindungi, baik terhadap tindakan para pemegang kekuasaan maupun terhadap
tindakan perseorangan secara melanggar atau mengurangi hak tersebut.

Secara umum HAM dapat dibedakan menurut sifatnya sebagai berikut:

6
a. Personal rights, yaitu hak pribadi yang meliputi kemerdekaan bersikap,
bertindak/bergerak, berpendapat, memeluk agama idealism, hubungan sex
dsb.
b. Political rights, yaitu hak politik pemerintahan yang meliputi turut memilih
dan dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi, demonstrasi,
berkumpul, berpartisipasi, dalam politik dsb.
c. Property rights, yaitu hak asasi ekonomi yang meliputi hak milik benda,
membeli dan menjual, mengadakan janji dagang dsb, tanpa campur tangan
pemerintah secara berlebihan, kecuali peraturan bea cukai, pajak dan
pengaturan perdagangan pemerintahan.
d. Social and cultural rights, yaitu hak mendapat perlakuan yang sama
menurut hukum dan pmerintahan.
e. Procedural rights, yaitu hak tata cara peradilan dan jaminan perlindungan
yang meliputi proses dan prosedur tata cara peradilan menurut peraturan
yang sah dan legal sebagai bukti pelaksanaan HAM, misalnya perihal
penahanan, penggeledahan, peradilan, dan vonis.

Adapun pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan


seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mancabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan
atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 ayat 6 UU Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM).

Berbagai pelanggaran HAM diadili di Pengadilan HAM yang


merupakan Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
HAM meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

1. Kejahatan Genosida

Dalam Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang


Pengadilan HAM disebutkan bahwa kejahatan genosida adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau

7
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, kelompok agama, dengan cara:

a. Membunuh anggota kelompok;


b. Mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok;
c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya;
d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran didalam kelompok; atau
e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.
2. Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Dalam pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 disebutkan bahwa


kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuata yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut dirujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:

a. Pembunuhan;
b. Pemusnahan;
c. Perbudakan;
d. Penggusuran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan
pokok hukum internasional;
f. Penyiksaan;
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-
bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;

8
i. Penghilangan orang secara paksa; atau
j. Kejahatan apartheid.

Seseorang yang melanggar HAM bertentangan dengan hukum yang berlaku


di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus
permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM). Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang
masih banyak yang belum terselesaika/tuntas, seperti penindasan dan
membatasi hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang, hukum
(aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi,
manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan penguasa partai
tiran/otoriter, tragedy Tanjung Priok, penembakan terhadap mahasiswa
Trisakti, pembunuhan terhadap Munir dan sebagainya. Diharapkan
perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih
baik.

B. Perkembangan HAM

Perjuangan penegakkan hak asasi manusia timbul akibat


kesewenangan-wenangan para penguasa yang bertindak otoriter. Sehingga
rakyat dijadikannya sebagai objek kepuasan nafsu kekusaannya. Rakyat
dianggap tidak bereksistensi baik dalam pemilikan kekayaan, kebebasan,
bahkan hidupnya. Mereka adalah seonggok daging yang bernyawa,yang tidak
memiliki rasa dan kehendak. Karena pengalaman hidup yang begitu pahit dan
menyakitkan akhirnya rakyat pun bangkit, berjuang menegakkan eksistensinya
sebagai manusia yang oleh tuhan yang maha esa telah dibekali pemilikan hak
yang sama.

Berdasarkan uraian di atas, akhirnya manusia sadar bahwa


sesungguhnya sejak semula (semasih dalam kandungan) setiap manusia
mempunyai hak asasi yang harus diakui dan dihormati semua pihak. Ha ini
lebih agung sifatnya dari pada hak raja selaku pemegang kekuasaan duniawi,
karena langsung merupakan pemberian Tuhan. Tuhan membekali setiap
manusia tiga peralatan hidup, yakni nyawa, rohaniah, dan jasmaniah. Manusia
yang bersangkutan selaku penerima yang diserahi Tuhan, adalah berhak penuh
menggunakan ketiga peralatan hidup tersebut untuk hidupnya. Inilah disebut
HAM yang dibawa lahir dan dikenal sebagai hak pribadi.

9
Manusia hidup bermasyarakat, maka agar kehidupan bersama dalam
masyarakat itu berlangsung harmonis sudah barang tentu ada ketentuan umum
yang tidak boleh dilanggar, berupa nilai-nilai dan norma. Keberadaan nilai dan
norma itu secara otomatis mengurangi HAM pribadi, bahkan dapat membatasi
kemerdekaan perseorangan. Ini yang disebut HAM masyarakat. Karena nilai
dan norma kemasyarakatan tidak selalu sama dalam berbagai bangsa, maka
HAM masyarakat pun berbeda untuk setiap bangsa.

Riwayat perjuangan menegakkan hak asasi begitu panjang, dimulai


sejak awal jaman mesir kuno (lebih kurang 6000 sm) telah terjadi perjuangan
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam perjuangan tersebut,
Socratas dan Plato (filosofis dan negarawan yunani) dianggap sebagai pelopor
dan peletak dasar pengakuan hak-hak asasi manusia. Mereka mengajarkan
bagaimana mengkritik pemerintah yang tidak berdasarkan keadilan dan
kebijaksanaan.

Masa berikutnya yaitu abad ke-13 terjadi kesewenang-wenangan raja


Inggris John Lackland (1199-1216) dalam memerintah, sehingga timbul protes
keras dikalangan para bangsawan. Protes tersebut melahirkan sebuah pigam
agung yang dikenal dengan nama magna charta. Di dalam piagam ini
pengertian hak-hak asasi manusia belum sempurna karena terbatas hanya
memuat jaminan perlindungan terhadap hak-hak kaum bangsawan dan gereja.

Pada tahun 1628 di inggris pula terjadi pertentangan antara raja Charles
I dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (the house of sommons) yang
meghasilkan petition of right. Petisi ini membuat ketentuan bahwa penetapan
pajak dan hak-hak istimewa harus dengan izin parlemen, dan bahwa siapapun
tidak boleh ditangkap tanpa tuduhan-tuduhan yang sah. Perjuangan hak asasi
yang lebih nyata terjadi pada tahun 1689 ketika raja Willem III revolusi.
Revolusi ini besar mengawali babak baru kehidupan demokrasi di Inggris
dengan perpindahan kekuasaan dari tangan raja ke parlemen.

Pemikiran John Locke mempengaruhi Montesquieu dan Rousseau,


sehingga mereka menentang kekuasaan mutlak raja. Montesquieu menyusun
teori trias politica, yaitu konsepsi pemisahan kekuasaan antara legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Sedangkan dalam hukum du contract social Rousseau
menyatakan bahwa Negara dilahirkan bebas yang tak boleh dibelenggu oleh
manusia lain termasuk oleh raja. Pandangan demikian ini menimbulkan

10
semangat bagi rakyat tertindas, khususnya di Perancis, untuk memperjuangkan
hak asasinya.

Pemerintahan raja yang sewenang-wenang dan kaum bangsawan yang


feodalistik menimbulkan kebencian di kalangan rakyat Perancis. Pada masa
pemerintahan Raja Louis XVI yang lemah, rakyat Perancis baru berani
membentuk Assemblee Nationale, yaitu dewan nasional sebagai perwakilan
bangsa Perancis. Masyarakat Perancis baru berani mengubah strukturnya dari
feodalistis menjadi kerajaan dihapuskan dan disusunlah pemerintah baru.

Hak asasi manusia (HAM), baru disadari lalu diperjuangkan agar diakui
dan dihormati semua orang semenjak falsafah individualism. Juga munculnya
Negara nasional yang pemerintahnya berkuasa penuh dan berhak mencampuri
bidang kehidupan warganya, ternyata menyadarkan manusia betapa perlunya
ada wakil rakyat turut serta dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan guna
menjamin kepentingan orang perseorangan. Selain itu, agama juga sudah
memberitahukan bahwa semua manusia sama dan sederajat selaku ciptaan
Tuhan.

Dalam sejarah memperjuangkan pengakuan terhadap HAM sebagai


mana kita kenal dewasa ini, maka dikenal adanya beberapa dokumen penting
cetusan tuntunan HAM sebagai berikut:

1. Magna charta;
Tanggal 15 Juni 1225 pemimpin pemberontak di Inggris, Stepen Langton,
Archbishop Canterbury dkk, dilapangan rumput daerah Lembah Sungai
Thames, yang diberi nama Runnymede, membacakan dan menyerahkan
dokumen tuntunan kepada Raja John, tentang:
a. Pernyataan kemerdekaan bagi Gereja Inggris.
b. Pernyataan kemerdakaan bagi rakyat/penduduk kerajaan Inggris yang
bebas. Pernyataan ini menyatakan bahwa para petugas keamanan
maupun para pemungut pajak tidak diperbolehkan mengambil gandum
atau hewan tanpa pembayaran yang segera dalam bentuk uang, kecuali
atas kehendak si pemilik sendiri.
c. Pernyataan bahwa para petugas polisi serta kejaksaan tidak akan
menuduh atau menuntut seseorang tanpa saksi dan fakta yang dapat
dipercaya.

11
d. Pernyataan bahwa tidak seorang pun dapat ditahan, ditangkap, dibuang
atau dibunuh tanpa alasan hukum/pertimbangan dari Kepala Distrik
yang bersangkutan. Atau berdasarkan Undang-undang yang berlaku
atau yang harus dibuat. Keadilan haruslah berdasarkan hukum dan hak-
hak itu tidak diperjual belikan, dan semua berhak atas hal itu.
2. Petition of Rights;
Tahun 1628 dalam Badan Perwakilan Rakyat Inggris diajukan berbagai
pertanyaan kepada Raja mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya.
Semua jawaban yang diberikan raja dianggap sebagai suatu ketegasan
hukum terutama mengenai hal-hal yang sebelumnya masih kabur, tidak
jelas atau tidak terdapat ketentuannya berupa peraturan tertulis.
3. Habeas Corpus Act;
Tahun 1670 diberlakukan Habeas Corpus Act, yakni undang-undang
penegasan panahanan, berupa surat perintah raja atau atas nama raja kepada
seoranag petugas yang diperkirakan telah menangkap atau menahan
seseorang secara tidak adil atau tidak manusiawi. Berdasarkan surat
perintah itu, maka orang yang ditangkap/ditahan harus diperiksa, sehingga
ada ketegasan tentang alasan penahanannya menurut fakta perbuatan dan
hukum. Jadi dengan Habeas Corpus Act, maka HAM mengenai
kmerdekaan pribadi menjadi lebih nyata.
4. Bill of Rights;
Tahun 1689 diumumkan The Bill of Rights, yakni Undang-undang HAM
Amerika Serikat. Undang-undang ini merupakan amandemen tambahan
terhadap konstitusi USA yang diatur secara tersendiri dalam 10 pasal
tambahan, meskipun secara prinsip HAM telah termuat dalam Declaration
of Independence mereka.
5. Declaration Des Droits de L’home et du citoyen;
Tahun 1789 diberlakukan penyataan HAM dan hak warga Negara Perancis.
Dalam deklarasi itu dinyatakan bahwa manusia dilahirkan merdeka, lalu
dimuat daftar hak-hak manusia dan warga Negara Perancis, misalnya hak
milik dianggap suci dan tidak boleh di ganggu gugat oleh siapapun.

Selanjutnya bermunculan dokumen pernyataan HAM dalam UUD


Negara merdeka. Selain itu organisasi dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada 10 Desember 1948 telah meresmikan Universal Declaration of
Human Rights (Pernyataan sedunia tentang Hak asasi manusia) yang diterima

12
secara aklamasi. Akan tetapi usul dalam bentuk Covenant atau convention tidak
berhasil diterima, namun tahun 1966 Sidang Umum PBB menerima Covenant
of Economic, Social and Cultural Rights serta Covenant on Civil and Political
Rights.

Problema yang dihadapi PBB dalam mengubah bentuk Declaration


(Pernyataan) menjadi Convention (persetujuan/perjanjian) menyangkut
kenyataan perbedaan mencolok di belahan dunia tentang tradisi hak
mngeluarkan pendapat, hak kedudukan yang sama, hak kepemilikan, hak
penghidupan layak dan hak sosial lainnya. Dalam hal ini diperlukan perubahan
sikap dan pengetahuan masing-masing bangsa dan harus disosialisasikan lebih
dahulu agar dapat menerima konvensi internasional. Timbul persoalan, sejauh
manakah PBB berusaha memperluas pengakuan HAM tersebut.

Dalam hubungan ini perlu kita tinjau maksud dan tujuan PBB seperti
tertuang dalam mukaddimah piagamnya, sebagai berikut:

a. Hendak menyelamatkan keturunan manusia yang ada dan yang akan datang
dari bencana perang.
b. Hendak meneguhkan sikap dan keyakinan tentang hak asasi manusia yang
asasi, tentang harkat dan derajat manusia dan tentang persamaan kedudukan
antara laki-laki dan perempuan, juga antara bangsa yang besar dan yang
kecil.
c. Hendak menimbulkan suasana, di mana keadilan dan penghargaan atas
berbagai kewajiban yang muncul dari segala perjanjian dan lain-lain
sumber hukum internasional menjadi dapat dipelihara.
d. Hendak memajukan masyarakat dan tingkat hidup yang lebih baik dalam
suasana kebebasan yang lebih leluasa.

Dalam Atlantic Charter yang ditandatangani oleh Franklin D. Roosevelt


dan Winston Churchill pada 14 Agustus 1941 dinyatakan juga sebgai berikut:

“Bahwa selenyapnya kekuasaan Nazi yang zalim itu akan tercapai suatu
kedamaian yang memungkinkan tiap-tiap Negara hidup dan bekerja dengan
aman menurut batas-bats wilayahnya masing-masing serta jaminan kepada
setiap manusia suatu kehidupan yang bebas dari rasa takut dan kesengsaraan”.

13
Dalam pidato kenegaraan Franklin D. Roosevelt yang ditujukan kepada
semua manusia di dunia pada Juli 1940 disebutkan lima kebebasan dasar
manusia, yaitu:

a. Freedom from fear (bebas dari rasa takut),


b. Freedom of religition (bebas memeluk agama),
c. Freedom of expression (babas menyatakan pendapat/perasaan),
d. Freedom of information (bebas pemberitaan),
e. Freedom of want (bebas dari kekurangan/kemelaratan).

Dalam pandangan ini tercermin betapa pentingnya hak politik, seperti


hak suara dalam pemilihan umum, hak berpendapat harus dibarengi pemenuhan
sandang, pangan, dan papan secara primer.

Terdapat fakta penting yang patut diketahui oleh bangsa Indonesia


diantaranya yaitu:

 Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 telah lebih dahulu merumuskan


hak-hak asasi manusia dari pada deklarasi universal hak-hak asasi
manusia PBB.
 Fakta sejarah menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 beserta
pasal-pasalnya disahkan pada tanggal 18 agustus 1945, sedangkan
deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pada tahun 1948.
Dalam UUD 1945 telah diangkat hak-hak asasi manusia dan
melindunginya dalam kehidupan bernegara. Melalui Pembukaan UUD
1945 dinyatakan dalam alinea IV bahwa Negara Indonesia sebagai
persekutuan hidup bersama, bertujuan untuk melindungi warganya
terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya.
Adapun tujuan Negara tersebut adalah sebagai berikut :
“…… Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa……”
Dalam perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia pelaksanaan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia di Indonesia mengalami
kemajuan. Antara lain sejak kekuasaan rezim Soeharto telah dibentuk
KOMNASHAM, walaupun pelaksanaan belum optimal.

14
jaminan hak-hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam
UUD 1945 manjadi semakin efektif terutama dengan diwujudkannya
UU Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, tentang hak asasi manusia
dalam konsiderans dan ketentuan umum pasal I dijelaskan, bahwa hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya
dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,dan
merupakan anugrahNya yang wajib dihormati ,dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum,pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tersebut terdiri dari 105
pasal yang meliputi berbagai macam hukum tentang hak asasi manusia,
pembatasan terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNASHAM
yang merupakan lembaga pelaksaan atas prlindungan hak-hak asasi
manusia. Hak-hak asasi manusia tersebut meliputi: hak-hak hidup, hak
berkeluarga, dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak
memperoleh keadilan, hak atas kebebassan pribadi, hak atas rasa aman
, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita
dan hak anak.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 , telah memberikan
jaminan secara eksplisit tentang hak-hak asasi manusia yang terutama
dalam BAB X A, pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J. Jikalau
dibandingkan dengan UUD 1945 hasil amandemen 2002
dikembangkan menjadi tambah pasalnya dan lebih rinci. Adapun juga
ketentuan pasal-pasal dalam Deklarasi Universal tentang Hak- Hak
Asasi Manusia yang diatur dalam pasal 1 sampai dengan 30.

C. HAM pada Tataran Global

Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep


utama mngenai HAM, yaitu:

a. HAM menurut konsep Negara-negara Barat:


 Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
 Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, Negara sebagai
coordinator dan pengawas.
 Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.

15
 Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
b. HAM menurut konsep sosialis
 Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
 Hak asasi manusia tidak ada sebelum Negara ada.
 Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi
menghendaki.
c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
 Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan
kodratnya.
 Masyarakat sebagai keluarga besar artinya penghormatan utama untuk
kepala keluarga.
 Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan
kewajiban.
d. HAM menurut konsep PBB
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin
oleh Elenor Roosevelt (10 Desember 1948) dan secara resmi disebut
“Universal Declaration of Human Rights”. Didalamnya mnejelaskan
tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang
dinukmati manusia di dunia yang mendorong penghargaan terhadap hak-
hak asasi manusia. Sejak tahun 1957, konsep HAM tersebut dilengkapi
dengan tiga perjanjian, yaitu: (1) Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (2)
Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik internasional. Pada
Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 dokumen tersebut diterima
dan diratifikasi.
Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap
orang mempunyai:
- Hak untuk hidup
- Hak untuk kemerdekaan dan keamanan badan
- Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum
- Hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain
menurut hukum
- Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah
kecuali ada bukti yang sah
- Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara

16
- Hak untuk mendapat hak milik atas benda
- Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
- Hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan
mengeluarkan pendapat
- Hak untuk berapat dan berkumpul
- Hak untuk mendapatkan jaminan sosial
- Hak untuk mendapatkan pekerjaan
- Hak untuk mendapatkan pendidikan
- Hak untuk turut serta dalam dalam gerakan kebudayaan dalam
masyarakat
- Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan
keilmuan

D. Permasalahan HAM dan Penegakannya di Indonesia

Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa


pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-
hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan,
maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005).

Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya


pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep
kerjasama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling mengormati,
kesederajatan, dan hubungan antar negara serta hukum internasional yang
berlaku.

HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu:


Pembukaan UUD 1945 (alinea I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945
(pasal 27, 29 dan 30), UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000
tentang pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak
memperoleh keadilan, ha katas kebebasan, hak atas kesejahteraan, hak turut
serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.

Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi
pemberantasan korupsi, antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM

17
harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten. Kegiatan-
kegiatan pokok meliputi:

a. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan


Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM)
dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
c. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana
terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga/instusi hukum maupun
lembaga yang berfungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas
korupsi.
e. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga/instusi hukum maupun
lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap
warganegara di depan hukum melalui keteladanan Kepala Negara dan
pimpinan lainnya untuk mamatuhi dan mentaati hukum dan hak asasi
manusia secara konsisten dan konsekuen.
g. Penyeleggaraan audit regular atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah
dan pejabat Negara.
h. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka
mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, rapat dan
dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
i. Peningkatan berbagai kegiataan operasional penegakan hukum dan
HAM dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika
masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
j. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin
akses public, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan
akuntabel.
k. Pembangunan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
l. Penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa
dokumen/arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk
mendukung penegakan hukum dan HAM.
m. Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektifitas
penegakan hukum dan HAM.

18
n. Pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan
korupsi.
o. Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan
perjalanan baik keluar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p. Peningkatan fungsi intelegen agar aktivitas terorisme dapat dicegah
pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi
keamanan dan ketertiban.
q. Peningkatan penaanganan dan tindakan hukum terhadap
penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya.

Penegakan HAM di Indonesia patut diapresiasi dan wajib kita dukung.


Namun sayang sejuta sayang, pendefinisian HAM dalam UUD dan UU HAM
yang ada masih merujuk kepada definisi HAM Barat, sehingga pada prakteknya
menjadi bertolak belakang dengan pilar-pilar bangsa dan Negara Indonesia.
Buktinya, Komnas HAM di Indonesia banyak melakukan tindakan yang
bertentangandenga Asas Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi inti
Pancasila dan UUD 1945 sebagai dua pilar utama Negara.

Pertama, pembelaan Komnas HAM terhadap aliran sesat Ahmadiyah


dan aliran-aliran sesat lainnya, yang secara terang-terangan telah menodai
ajaran Islam. Padahal sesuai dnegan UU Penodaan Agama yang tertuang dalam
Penpres No.1 / 1965, UU No. 5 Th. 1969 dan KUHP Pasal 156a tentang
larangan Penodaan Agama, mestinya semua aliran sesat yang telah menodai
dan menistakan agama ditolak keras oleh Komnas HAM, bukan dijustifikasi
dan dilegitimasi dengan pembelaan hingga tingkat internasional. Apalagi sesuai
Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dalam Resolusi Majelis
Umum PBB No. 2200 A (XXI) Pasal 18 ayat 3 yang meberikan hak kepada
negara untuk melakukan pembatasan hukum yang diperlukan untuk melindungi
keselamatan, ketertiban, kesehatan atau moral umum, atau hak asasi dan
kebebasan orang lain. Ditambah lagi dengan putusan Sidang PBB di Jenewa-
Swiss pada tanggal 26 Maret 2009 bahwa penodaan agama adalah pelanggaran
HAM.

Kedua, pembelaan Komnas HAM secara terang-terangan terhadap


LGBT. Itu terlihat dalam pembelaan Komnas HAM terhadap Irsyad Manji dan
Lady Gaga yang merupakan icon LGBT Internasional. Bahkan Komnas HAM
pernah terlibat langsung dalam rangkaian acara “Kontes Waria” di Hotel Bumi

19
Wiyata Jl. Margonda Raya, Depok Jawa Barat, pada tanggal 30 April 2010.
Dan kini sudah kesekian kali Komnas HAM mengajukan atau merestui para
Aktivis LGBT ikut Fit and Proper Tes di DPR RI untuk jadi anggota Komnas
HAM. Padahal, LGBT itu bertentangan dengan ajaran agama Islam dan
bertentangan juga dengan empat pilar utama Negara dan bangsa Indonesia,
yaitu: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Ketiga, pembelaan Komnas HAM secara terang-terangan terhadap


gerakan Anti Perda Syariah dan aksi penolakan UU pornografi, dengan dalih
menolak diskriminasi dan perlindungan terhadap minoritas serta pelestarian
budaya dan adat istiadat. Padahal, pemberlakuan Syariat Islam hanya kepada
mayoritas muslim dan tidak dipaksakan kepada minoritas non muslim,
sehingga tidak ada tindakan diskriminatif yang merugikan kalangan non
muslim. Bahkan manakala mayoritas diwajibkan tunduk dan patuh secara
syariat islam, justru minoritas akan terlindungi, karena syariat islam adalah
syariat rahmat untuk semesta alam. Soal adat dan budaya, Islam selalu memberi
ruang pelestarian dan pengembangannya selama tidak melanggar norma
agama. Adapun yang melanggar mesti diluruskan, seperti adat telanjang tanpa
pakaian di depan umum, itu bukan budaya terpuji, tapi keterbelakangan. Nah,
keterbelakangan itu harus dibina agar berperadaban, bukan dilestarikan agar
tetap primitif.

E. Pengertian Rule of Law


Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun
penyelenggara Negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan
perundang-undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala
peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of
Law.
Menurut Friedman, antara pengertiaan Negara hukum
atau rechtsstaat dan Rule of Law sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960:
546). Oleh karena itu berdasarkan bentuknya, Rule of Law adalah kekuasaan
publik yang diatur secara legal.
Menurut Friederich J. Stahl rechtsstaat dibagi menjadi 4 unsur, yaitu:
1) Hak-hak manusia.
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.

20
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan (Muhtaj, 2005: 23).
Adapun prinsip-prinsip Rule of Law yaitu:
 Negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-
prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule
of Law itu sendiri.
 Menurut Albert Venn Dicey dalam Introduction to the Law of
The Constitution, memperkenal istilah the Rule of Law yang secara
sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum.
 Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of
Law, yaitu:
1) Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum,
jikalau memang melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di muka hukum.
3) Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-
keputusan pengadilan.
Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad
ke-19, berrsamaan dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir
sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen
dalam penyelenggaraan Negara, dan sebagai reaksi terhadap Negara absolut
yang bekembang sebelumnya. Rule of Law merupakan konsep tentang common
law dimana segenap lapisan masyaarakat dan Negara beserta seluruh
kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas
prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law dan bukan
rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja,
nigrat dan kerajaan, menggeser Negara kerajaan dan memunculkan Negara
konstitusi dari manna doktrin Rule of Law ini lahir. Ada tidaknya Rule of Law
dalam suatu Negara ditentukan oleh “kenyataan” apakah rakyatnya benar-benar
menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil, baik sesame warga Negara,
maupun dari pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum
yang berlaku disuatu Negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah
yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang
menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.

21
Untuk membangun kesadaran di masyarakat tentang pentingnya rule by
the law, not rule by the man, maka dipandang perlu memasukkan materi
instruksionl Rule of Law sebagai salah satu materi didalam Pendidikan
Kewarganegaraan.

Berikut merupakan latar belakang kelahiran Rule of Law:

a. Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan


kekuasaan pemerintahan negara.
b. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu demokrasi konstitusional.
c. Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi Negara
hukum.
Menurut Prof. Sunarjati Hartono, mengutip pendapat yang
digunakanFriedman bahwa kata “Rule of Law” dapat dipakai dalam arti
formil (in the formalsense) dan dalam arti materil (ideological sense). Dalam
arti formil ini, maka th e Rule of Law adalah “organized public power ” atau
kekuasaan umum yang terorganisir, misalnya negara. Sedangkan dalam
arti materil,the Rule of Law adalah berbicara tentang just law yakni hukum
yang mengandung keadilan.
Menurut T.D.Weldon, pengertian mengenai negara yang menganut
paham the Rule of Law yang berarti negara tersebut tidak hanya memiliki
suatu peradilanyang sempurna di atas kertas saja, akan tetapi ada atau
tidaknya the Rule of Law dalam suatu negara tergantung daripada
kenyataan apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam
arti perlakuan yang adil, baik dari sesama warganegaranya, maupun dari
pemerintahnya. Secara umum, hukum adalah kumpulanaturan-aturan yang
ditetapkan negara yang dikenakan sanksi atau konsekuensi
bilamelanggarnya. Dapat dikatakan bahwa negara demokrasi pada
dasarnya adalahnegara hukum.
Secara hakiki, Rule of Law terkait dengan penegakan hukum,
karenamenyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust
law). Rule of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung
gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem
peraturan dan prosedur yang bersifat objektif,tidak memihak, tidak
personal, dan otonom.Dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan
kekuasaan negaraterhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak
bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap

22
warganya dibatasi oleh hukum. Dengan demikian sejak kelahirannya
konsep negara hukum atau rule oflaw ini memeng dimaksudkan sebagai
usaha untuk membatasi
kekuasaan penguasa negara agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk
menindasrakyatnya (abuseof power, abuse the droit).

F. Konsepsi Rule of Law


Ruang lingkup materi pembelajaran Rule of Law meliputi: Pengertian
dan lingkup Rule of Law, issue-issue yang terkait dengan Rule of Law, Prinsip-
prinsip Rule of Law secara hakiki (materiil) dalam penyelenggarakan
pemerintahan di Indonesia, dan strategi pelaksanan Rule of Law.
a. Pengertian dan Lingkup Rule of Law
Rule of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan
bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan proseur
ysng berniat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
b. Isu-isu Rule of Law
Hal-hal yang sering mengemuka dalam kaitannya dengan ntara lain : (1)
masih relevankah Rule of Law. (2) bagaimanakah seharusnya Rule of Law itu
dilaksanakan. (3) sejauh mana komitmen pemerintah untuk melaksanakan
prinsip-prinsip Rule of Law. (4) apa yang harus dilakukan agar Rule of Law
dapat berjaalan efektif.

G. Prinsip Rule of Law Secara Formal di Indonesia

Di Indonesia prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera dalam


pembukaaan UUD 1945 yang menyatakan: (1) bahwa kemerdekaan itu hak
segala bangsa, … karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri
keadilan”; (2) … kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
“adil”, dan makmur; (3) … untuk memajukan “kesejahteraan umum”, … dan
“keadilan sosial”; (4) … disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu
“Undang-undang Dasar Negara Indonesia”; (5) … “kemanusiaan yang adil dan
beradab”; dan (6) … serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Pada hakikatnya, prinsip-prinsip tersebut merupakan jaminan secara


formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan

23
sosial”, sehingga Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi
penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-
prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi
penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang
berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.

Adapun penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal termuat


di dalam pasal UUD 1945, yaitu: (1) Negara Indonesia adalah negara
hukum(pasal 1 ayat 3); (2) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan (pasal 24 ayat 1); (3) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1); (4) Dalam Bab
X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
(pasal 28 D ayat 1); (5) Setiap orag berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D
ayat 2).

H. Prinsip Rule of Law Secara Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki (materiil) sangat erat


kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan
pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-
prinsip Rule of Law. Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian
menunjukkan bahwa keberhasilan “the enforcement of the rules of law”
tergantung kepada kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati
Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa Rule of Law
merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan
mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of Law ini juga merupakan
legalisme suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkandung wawasan
sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, yang
memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung
gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan
dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan

24
otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Rule of Law telah banyak dihasilkan di Negara kita, namun
implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa
keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law belum dirasakan
sebagian besar masyarakat.

I. Strategi Pelaksanaan Rule of Law

Agar pelaksanaan (pemgembangan) Rule of Law berjalan efektif sesuai


dengan yang diharapkan, maka:

a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada


corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional
masing-masing bangsa;
b. Rule of Law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar
budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa;
c. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan Negara, harus dapat
ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif


(Satjipto Rahardjo, 2004), yang memihak hanya keadilan itu sendiri, bukan
sebagai alat politik yang memihak kepada kekuasaan seperti yang selama ini
diperlihatkan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara
untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna.
Asumsi dasar hukum progresif bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan
sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut dan final, hukum
selalu berada dalam proses untuk terus menerus menjadi (law as process, law
in the making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat,
karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani,
melainkan suatu institusi yang bermoral yaitu kemanusiaan. Hukum progresif
peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil untuk tampil melindungi
rakyat untuk menuju ideal hukum. Hukum progresif menolak keadaan status
quo, ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas serta aksi-aksi, karena
“hukum untuk manusia”.

25
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan
yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia, atau “back to
law and order”, kembali kepada orde hukum dan ketaaan dalam konteks
Indonesia. Artinya, Bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila”
sebagai alternatif dalam membangun “negara berdasarkan hukum” versi
Indonesia sehingga dapat menjadi “Rule of Moral” atau “Rule of Justice” yang
bersifat “ke-indonesia-an” yang lebih mengedepankan “olah hati nurani”
daripada “olah otak”, atau lebih mengedepankan komitmen moral.

Data dan fakta: Indonesia merupakan salah satu Negara terkorup di


dunia (Masyarakat Transparansi Internasional, 2005).

Kasus dan ilustrasi: kasus korupsi KPU dan KPUD, kasus illegal
logging, kasus dana reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah
Agung, kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotropika, dan kasus
perdagangan perempuan dan anak.

26
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus
dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu.
Sedangkan Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki
bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur
melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam
hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan.
Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat
bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam
konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP
MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan
peraturan pelaksanaan lainnya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Meskipun hak asasi manusia secara luas diakui dalam konstitusi dan
sejumlah instumen hukum, namun di sisi lain masih ada sejumlah hukum yang
menindas. Dalam situasi penindasan tersebut, mendorong peran pendidikan
tinggi untuk memperkuat hak asasi manusia melalui perlindungan dan advokasi
pembuatan kebijakan. Hal ini, pengajar HAM dan pusat-pusat studinya perlu
bergandeng tangan memperkuat kolaborasi dan pendidikan yang lebih efektif
dan strategis.

27
B. Saran
Rule of Law (penegakkan hukum) di Indonesia sesungguhnya masih
sangat jauh dari apa yang semestinya dilaksanakan. Untuk itulah, sebagai war
ga negarayang baik, masyarakat semestinya mentaati setiap aturan atau hukum
yang telahdibuat. Aturan yang dibuat semata-mata bertujuan agar dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat berjalan selaras tan
pa adanyakericuhan atau kekacauan. Sebagai warga negara Indonesia yang
dikenalmenganut negara hukum, kita juga semestinya menunjukkan hal
tersebut kepada dunia internasional bahwa bangsa yang baik adalah bangsa
yang taat kepada hukum.

28
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:


Paradigma.

Dr. Marsono, M.Si. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila. Bogor: In


Media.

Junaidi, Muhammad. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

29

Anda mungkin juga menyukai