Anda di halaman 1dari 6

MATERI X

GOOD GOVERNANCE

A. Pengertian

Istilah Good Governance di Indonesia diartikan sebagai pemerintahan yang


baik, baik dalam artian bersih dari praktek merusak tatanan pemerintahan
yang telah dibangun sedemikian rupa, dalam rangka mencapai kesejahteraan
umum bangsa Indonesia, sebagaimana yang telah digariskan dalam
Ketetapan MPR-RI nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara
yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Politik hukum yang
dikehendaki dalam Ketetapan MPR ini karena berbagai alasan bahwa :
• Penyelenggaraan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudiktif.
• Dalam penyelenggaraan negara telah terjadi pemusatan kekuasaan ,
wewenang dan tanggung jawab ditangan Presiden /Mandataris MPR,
yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik lembaga tertinggi negara
dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Serta tidak berkembangnya
partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
• Tuntutan hati nurani rakyat menghendaki adanya penyelenggara negara
yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh
dan penuh tanggung jawab agar reformasi pembangunan dapat berdaya
guna dan berhasil guna.
• Dalam penyelenggaraan negara telah terjadi praktek usaha yang lebih
menguntungkan sekelompok tertentu yang menyuburkan korupsi, kolusi
dan nepotisme yang melibatkan para pejabat negara dengan para
pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam
berbagai aspek kehidupan nasional.
• Dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional yang
berkeadilan, dibutuhkan penyelenggara negara yang dapat dipercaya
melalui usaha pemeriksaan harta kekayaan para pejabat negara dan
mantan pejabat negara serta keluarganya yang diduga berasal dari praktek
korupsi, kolusi dam nepotisme dan mampu membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dengan alasan tersebut diatas maka MPR telah berketetapan untuk
memfungsikan secara proporsional dan benar Lembaga Tertinggi Negara,
Lembaga Kepresidenan dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya,
sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan UUD-1945.
Penyelenggaraan negara pada lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif
harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung
jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara
harus jujur, adil, terbuka dan terpercaya serta mampu membebaskan diri
dari parktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Untuk menghindarkan praktek KKN, seseorang yang dipercaya menjabat
suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai
dengan agamanya , harus mengumumkan dan bersedia diperiksa
kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
Upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap
siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan
kroninya maupun pihak swasta/konglomerat ternasuk mantan Presiden
Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan
hak asasi manusia

B. Prinsip Good Governance


Prinsip pemerintahan yang baik menurut UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, pasal 3 yaitu ada 7 asas, sbb :

1. Kepastian hukum
Mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kapatutan, dan
keadilan dalam setiap penyelenggara negara.
2. Tertib penyelenggaraan Negara
Landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangandalam pengendalian
penyuelenggara negara.
3. Kepentingan umum
Mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif
dan selektif.
4. Keterbukaan
Membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan dan rahasia negara.
5. Proporsionalitas
Mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
negara.
6. Profesionalitas
Mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Akuntabilitas
Setiap kegiatan dan hasl akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

C. Peraturan Tentang Good Governance


Upaya pemberantsan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan
melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi,
sehingga pemerintahan berjalan dengan baik dan bersih dari praktek KKN.
Adapun undang-undang dimaksud yaitu

1. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan


Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
2. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3. UU No. 21 Tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999.
4. UU No. 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
5. UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption, 2003
6. UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
7. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

D. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Yang dimaksud dengan perbuatan korupsi yang ditetapkan oleh KPK
berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 yucto UU No. 21 Tahun 2001, yaitu
1. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. (Pasal 2 UU 31/1999)
2. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan dengan tujuan untuk
menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dan dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (Pasal 3 UU
31/1999)
3. Menyuap pegawai negeri agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan
cara menjanjikan sesuatu padanya. (Pasal 5 ayat 1 huruf a, b UU
20/2001)
4. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya. (Pasal 13
UU 31/1999)
5. Pegawai negri menerima suap . (Pasal 5 ayat 2, pasal 12 huruf a, b UU
20/2001.
6. Pegawai negeri terima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya.
(pasal 11 UU 20/2001).
7. Menyuap hakim (Pasal 6 ayat 1 huruf a UU 20/2001)
8. Menyuap advokat (Pasal 6 ayat 1 huruf b UU 20/2001)
9. Hakim dan Advokat terima suap (pasal 6 ayat 2 UU 20/2001)
10. Hakim terima suap (Pasal2 huruf c UU 20/2001)
11. Advokat terima suap ((Pasal 12 huruf d UU 21/2001)
12. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan terjadinya
penggelapan uang. (pasal 8 UU 20/2001)
13. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi.
(pasal 9 UU 20/2001)
14. Pegawai negeri merusakan bukti. (pasal 10 huruf a UU 20/2001)
15. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakan bukti (pasal 10 huruf
b UU 20/2001)
16. Pegawai negeri membantu orang lain merusakan bukti. (pasal 10 huruf c
UU 20/2001)
17. Pegawai negeri memeras (pasal 12 huruf c dan huruf g UU 20/2001)
18. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain. (pasal 12 huruf f UU
20/2001)
19. Pemborong berbuat curang (pasal 7 ayat 1 huruf a UU 20/2001)
20. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang. (pasal 7 ayat 1 1 huruf
b UU 20/2001)
21. Rekanan TNI / POLRI berbuat curang. (pasal 7 ayat 1 huruf c UU
20/2001)
22. Pengawas rekanan TNI / POLRI membiarkan perbuatan curang (pasal 7
ayat 1 huruf d UU 20/2001)
23. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang. (pasal 7 ayat
2 UU 20/2001)
24. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang
lain. (pasal 12 huruf h UU 20/2001)
25. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya. (pasal 12
huruf I UU 20/2001)
26. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor KPK. (pasal 12
B UU 20/2001)
Selanjutnya KPK menetapkan pula atas dasar UUTPK bahwa suatu tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dapat berupa:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi. (pasal 21 UU 31/1999)
2. Tidak memberi keterangan atau member keterangan yang tidak benar.
(pasal 22 UU 31/1999)
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka. (Pasal 22
UU 31/1999)
4. Saksi atau ahli yang tidak member keterangan atau memberi keterangan
palsu. )Pasal 22 dan 35 UU 31/1999)
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan
atau memberi keterangan palsu.(pasal 22 UU 31/1999)
6. Saksi yang membuka identitas pelapor. (Pasal 24 UU 31/2001)

Yang dimaksud dengan pegawai negeri menurut UU No. 31 Tahun 1999


tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 angka 2. adalah
1. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang
Kepegawaian.
2. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP.
3. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah.
4. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah.
5. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai