PENGATURAN DAN
PERKEMBANGANNYA DALAM
KUHP NASIONAL
KUHP: Pasal 209, 210, 387, PERPPU No. 24 Tahun 1960 Undang-Undang Nomor 3
388, 415, 416, 417, 418, 419, tentang Pengusutan, Tahun 1971 tentang
420, 423, 425, dan 435 KUHP Penuntutan dan Pemberantasan Tindak
(sudah tidak berlaku berdasar
Pemeriksaan Tipikor Pidana Korupsi
Pasal 43B UU 20/2001)
Ketentuan Ketentuan
hukum pidana materiil hukum pidana formil
Penyelenggara Negara :
Pejabat Negara yang
menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau yudikatif, dan
pejabat lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 1 angka 1 UU
28 Tahun 1999).
Penyelenggara negara menurut UU 28/1999:
a. Pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara;
b. Pejabat negara pada lembaga tinggi negara;
c. Menteri;
d. Gubernur;
e. Hakim;
Penyelenggara f. Pejabat lain yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lain. Misal: Kepala
Negara: Perwakilan Republik Indonesia di LN sbg
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh), Wakil Gubernur, dan
Bupati/Walikotamadya;
g. Pejabat yang mempunyai fungsi strategis
dalam penyelenggaraan negara sesuai
ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Penyelenggara Negara juga meliputi Pejabat yang
mempunyai fungsi strategis dalam penyelenggaraan
negara diartikan sebagai pejabat yang tugas dan
wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan
negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme, yaitu:
1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada BUMN dan BUMD;
2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional;
3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
4. Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer,
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Jaksa;
6. Penyidik;
7. Panitera Pengadilan; dan
8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
PEMBAGIAN TINDAK
PIDANA DALAM UU PTPK
Tindak Pidana
Tindak Pidana
yang Berhubungan
Korupsi Pasal 2,
dg Korupsi
3, 5-13
Pasal 21-24
• Ps 21: Sengaja mencegah, merintangi,
atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung terhadap peradilan
tersangka/terdakwa/para saksi dalam
tipikor (Ps 21);
TINDAK • Ps 22: Tidak memberikan keterangan
PIDANA yang benar atas:
1. Harta bendanya, harta benda
YANG suami/istri, anak, setiap orang, atau
BERHUBU korporasi, terkait tipikor;
2. Gubernur BI yang tidak memberi
NGAN keterangan kepada aparat hukum
tentang keadaan keuangan
DENGAN tersangka/terdakwa;
3. Orang yang tidak mau memberikan
KORUPSI keterangan sebagai saksi atau ahli
dalam perkara tipikor, kecuali ayah,
ibu, kakek, nenek, saudara kandung,
istri atau suami, anak, dan cucu dari
terdakwa.
TINDAK
PIDANA 3. Ps 23: Melakukan delik sebagaimana
diatur dalam Pasal 220, 231, 421, 422,
YANG 429 atau 430 KUHP.
BERHUBU 4. Ps 24: Saksi yang menyebut nama atau
NGAN alamat pelapor, atau hal-hal lain yang
memberikan kemungkinan dapat
DENGAN diketahuinya identitas pelapor.
KORUPSI
TINDAK PIDANA
KORUPSI
1. Korupsi terkait kerugian negara (Pasal
2, 3)
2. Korupsi terkait suap (Pasal 5, 6, 11, 12
huruf a, b, c, d, 13)
3. Korupsi terkait penggelapan dalam
jabatan (Pasal 8, 9, 10 huruf a, b, c)
4. Korupsi terkait pemerasan (Pasal 12
huruf e, f, g)
5. Korupsi terkait perbuatan curang (Pasal
7, 12 huruf h)
6. Korupsi terkait dengan benturan
kepentingan dalam pengadaan barang
atau jasa (Pasal 12 huruf i)
7. Korupsi terkait dengan menerima
gratifikasi (Pasal 12 B, C)
Formulasi Tindak Pidana
Korupsi dalam UU PTPK
Pasal 2
Pasal 20:
(5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi
menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan
supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilann
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka
panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan
tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus
atau di tempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya
pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3
(satu pertiga).
Alat Bukti dalam Peradilan
Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26A :
Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi
juga dapat diperoleh dari :
a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu; dan
b.dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat
dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan
atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas,
benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara
elektronik, yang berupa tulisan, suara,
Pembalikan Beban Pembuktian dalam
TP Korupsi (omkering van
het bewijslat/ Reversal burden of proof)
• Pasal 66 KUHAP : Tersangka atau terdakwa tidak
dibebani kewajiban pembuktian.
• Pasal 8 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan : Demi keadilan dan kebenaran
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa
melakukan penuntutan dengan keyakinan
berdasarkan alat bukti yang sah.
Pembalikan Beban Pembuktian dalam
TP Korupsi (omkering van
het bewijslat/ Reversal burden of proof)
PASAL 37 UU PTPK :
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia
tidak melakukan tindak pidana korupsi.
(2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi, maka keterangan
tersebut dipergunakan sebagai hal yang menguntungkan
baginya.
(3) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak,
dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang
bersangkutan.
Pembalikan Beban Pembuktian dalam
TP Korupsi (omkering van
het bewijslat/ Reversal burden of proof)
PASAL 37 UU PTPK :
(4) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan
tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan
penghasilannya atau sumber penambah kekayaannya,
maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk
memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa
terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
(5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penuntut umum
tetap berkewajiban untuk membuktikan
dakwaannya.
Pembalikan Beban Pembuktian dalam
TP Korupsi (omkering van het bewijslat/
Reversal burden of proof )
PENJELASAN PASAL 37 UU PTPK :
Ketentuan ini merupakan suatu penyimpangan dari
ketentuan Kitab Undang-undang ukum Acara Pidana yang
menentukan bahwa jaksa yang wajib membuktikan
dilakukannya tindak pidana, bukan terdakwa. Menurut
ketentuan ini terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi. Apabila terdakwa dapat
membuktikan hal tersebut tidak berarti ia tidak terbukti
melakukan korupsi, sebab penuntut umum masih tetap
berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Ketentuan
pasal ini merupakan pembuktian terbalik yang terbatas,
karena jaksa masih tetap wajib membuktikan dakwaannya.
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI DALAM TATARAN APLIKATIF
(LAW IN CONCRETO)
Pasal 1 butir 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling
banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewaj ibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji sebagaimana dimaksud pada ayat (l), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda
paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
Pasal 606