Anda di halaman 1dari 5

Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi Di Indonesia

1. TAP MPR RI No. XI/MPR/1998


Salah satu ketetapan MPR RI ini berisi tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ketetapan ini memiliki
posisi lebih dibandingkan dengan ketetapan MPR lainnya. TAP ini berisi cita-cita
reformasi yang mengharapkan Indonesia bersih dan bebas dari KKN. Inti dari
ketetapan ini adalah bahwa untuk menghindari praktisi-praktik KKN, seseorang yang
dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan harus mengumumkan dan
bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
Aturan ini berisi tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Ia dibuat sebagai amanat dari TAP MPR RI No.
XI/MPR/1998. Hal yang diatur dalam UU ini adalah asas-asas umum
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Masyarakat memiliki hak untuk
mendapat transparansi dalam hal penyelenggaraan negara. Diatur pula sebuah komisi
yang bertugas untuk memeriksa kekayaan
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Undang-undang ini berisi tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-
undang ini juga dibuat atas amanat TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Undang-undang
ini secara lengkap membahas tindakan apa saja yang termasuk dalam korupsi beserta
pidananya. Bahkan, mereka yang secara tidak langsung membantu para pelaku
korupsi juga dapat dikenai pidana. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan korupsi serta peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi juga
diatur dalam Undang-undang ini.
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Undang-undang ini membahas tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pembukaannya,
dengan adanya UU ini diharapkan dapat lebih menjamin kepastian hukum,
menghindari adanya keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil merata
dalam memberantas tindak pidana korupsi. Terdapat banyak pasal yang diubah dan
disisipkan pula pasal tambahan.
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Isi UU ini adalah tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adanya UU ini
tidak lepas dari amanat UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Di
dalamnya diatur hal-hal terkait tugas, wewenang, dan kewajiban KPK. Diatur pula
tata cara pelaporan dan penentuan status gratifikasi, tempat kedudukan, tanggung
jawab, dan susunan organisasi. Selain itu, hal-hal teknis seperti penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, rehabilitasi,
kompensasi, dan ketentuan pidana juga diatur.
6. Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2000
Isi peraturan pemerintah ini adalah tentang tata cara pelaksanaan peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan hak
dan tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari
tindak pidana korupsi. Di samping itu, dengan peran serta tersebut masyarakat akan
lebih bergairah untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data
atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan
pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang
memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur
dan tindakan diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak dan
tanggungjawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah
disertai dengan tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang
sebenarnya dengan mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui
umum serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Pemerintah ini
juga mengatur mengenai kewajiban pejabat yang berwenang atau Komisi untuk
memberikan jawaban atau menolak memberikan isi informasi, saran atau pendapat
dari setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat.
Sebaliknya masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran atau kritik tentang
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dianggap tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari menunjukan bahwa keluhan, saran, atau kritik masyarakat
tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang berwenang.
7. UU No.15 Tahun 2002
Isi UU ini adalah tentang tindak pidana pencucian uang baik yang dilakukan oleh
orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara
maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat.
Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan (bribery),
penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran,
perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, perdagangan budak,
wanita, dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian,
penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan kerah putih. Kejahatan-kejahatan
tersebut telah melibatkan atau menghasilkan Harta Kekayaan yang sangat besar
jumlahnya. Dalam konteks kepentingan nasional ditetapkannya Undang-undang
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa Pemerintah dan
sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari
penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan. Dengan
adanya Undang-undang tersebut diharapkan tindak pidana pencucian uang dapat
dicegah atau diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap
tahap proses pencucian uang.
8. UU No.3 Tahun 1971
Isi UU ini adalah tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang akan dikenakan
hukum pada siapapun yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka
olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara.

Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana


Korupsi
Didalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana korupsi, Bab 3 yaitu :
Pasal 21
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara
langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 22
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang
dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 23
Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undangundang
Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 24
Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp
150.000.000,000 (seratus lima puluh juta rupiah).
MAKALAH

TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENGENDALIAN


GRATIFIKASI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi

Disusun Oleh :

1. Yance Santi Kalla


2. Nidia Fantikasari
3. Nisa Arifiani
4. Titi Aisyah Holik
Kelompok 5

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA
MANUSIA KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN SURABAYA
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai