Anda di halaman 1dari 24

Artikel

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menyatakan bahwa “Negara Republik Indonesia berdasarkan atas

Hukum”. Ketentuan ini mempunyai arti bahwa dalam melaksanakan kehidupan

bermasyarakat dan bernegara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku baik

bagi masysrakat itu sendiri maupun pemerintah dalam menjalankan roda

pemerintahan, jadi dapat dikatakan bahwa setiap segi kehidupan diatur oleh hukum.

Negara hukum artinya setiap perbuatan yang dilakukan harus berdasarkan

ketentuan hukum yang berlaku, baik bagi penguasa ataupun bagi pemerintah dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya harus tunduk dan taat dengan hukum yang

berlaku. Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa setiap orang, supaya

masyarakat mentaati segala ketentuan yang sudah diatur dalam hukum tersebut

serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku pelanggaran hukum.

Di Indonesia mengatur berbagai macam jenis kejahatan yang mana salah

satunya adalah kejahatan perdagangan orang atau human trafficking. Kejahatan

perdagangan orang adalah satu objek kejahatan yang semakin perkembang di

Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) Pasal 1 angka 1 menyebutkan definisi

perdagangan orang adalah sebagai berikut:

“Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, penampungan,


pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang

1
atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi
atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Materi pengaturan pasal mengenai kejahatan perdagangan orang atau

human trafficking sudah diatur pada pasal 297 KUHP, namun sampai sejauh ini

masih belum dirasakan kemanfaatannya. Perlu ada tindakan observasional yang

berani oleh para penegak hukum kita agar corak hukum pidanan kita semakin

humanis.1 Arif gosita, yang merupakan salah satu pakar hukum pidana mengatakan

bahwa sistem hukum pidana kita masih condong menyoroti sebuah kejahatan dari

sudut pandang pembuat kejahatan. Menurutnya, bahwa ada yang kurang dan tidak

seimbang jika sudut pandang korban diabaikan. Bagaimanapun juga bahwa unsur

penyebab kejahatan tidak tidak akan terjadi jika tidak ada korban.2

Pasal perdagangan orang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam UU

21/2007 tersebut, diterangkan sejumlah ancaman pidana bagi pelaku perdagangan

orang. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,


pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang
atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi
orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan

1
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan Dan Pengembangan
Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti:Bandung,1998,Hal.55
2
Arif gosita, Masalah Korban Kejahatan Edisi Pertama, Akademika Pressindo:Jakarta,
1983,Hal.87

2
pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

2. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik


Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik
Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara
paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

3. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara
Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah
negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat
tiga dan paling lama lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

4. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan


sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi
dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama
lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).”

5. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri
dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi
dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama
lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus

3
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).”

Faktor terjadinya tindak pidana perdagangan orang yaitu faktor ekonomi.3

Faktor ekonomi menjadi penyebab terjadinya perdagangan orang yang di latar

belakangi kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada atau tidak memadai dengan

besarnya jumlah penduduk, sehingga kedua hal inilah yang menyebabkan seseorang

untuk melakukan sesuatu, yaitu mencari pekerjaan meskipun harus keluar dari daerah

asalnya dengan resiko yang tidak sedikit. Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya

kesempatan kerja endorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di

dalam dan ke luar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan

keluaraga mereka sendiri. Disamping kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan

antar negara juga menyebabkan perdagangan orang. Negara-negara yang tercatat

sebagai penerima para korban perdagangan orang dari Indonesia relatif lebih kaya dari

Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Thailand dan Saudi Arabia. Oleh

karena itu orang yang bermigrasi memiliki harapan akan lebih sejahtera jika bermigrasi

ke negara lain.

Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun

di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya perdagangan orang dan tidak

mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam

pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan. Orang

dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan

kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan

yang tidak membutuhkan keahlian.

3
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, 2010,
Hal.145

4
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga merumuskan mengenai ruang

lingkup tindak pidana perdagangan orang yaitu:

1. Membawa Warga Negara Indonesia (WNI) ke luar wilayah NKRI untuk tujuan

eksploitasi;

2. Mengangkat anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu untuk

maksud eksploitasi;

3. Mengirimkan anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun; dan setiap

orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban TPPO dengan cara melakukan

persetubuhan atau pencabulan, mempekerjakan korban untuk tujuan eksploitasi atau

mengambil keuntungan;

4. Setiap orang yang memberikan dan memasukan keterangan palsu pada dokumen

negara atau dokumen lain untuk mempermudah TPPO;

5. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan bukti palsu atau

barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum;

6. Setiap orang yang menyerangan fisik terhadap saksi atau petugas dipersidangan

perkara TPPO; setiap orang yang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara

langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan persidangan di sidang

Pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPPO; setiap

orang yang membantu pelarian pelaku TPPO;

7. Setiap orang yang memberikan identitas saksi atau korban padahal seharusnya

dirahasiakan. 4

Jika kita melihat mengenai ruang lingkup tindak pidana perdagangan orang

atau kejahatan perdagangan orang (human trafficking) maka dapat kita ambil

4
Ibid, Hal.98-99.

5
kesimpulan bahwa sesuai dengan ruang lingkup tindak pidana perdagangan orang

seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 angka ke 3 yang

mana isinya adalah setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak

pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau pencabulan,

mempekerjakan korban untuk tujuan eksploitasi atau mengambil keuntungan maka

dapat dikatakan mempekerjakan orang untuk dikerjakan sebagai penjaja seksual juga

merupakan tindak pidana perdagangan orang. Hal ini dapt dilihat dari banyaknya

pekerja seks dari luar kalimantan yang didatangkan dan dipekerjakan oleh mucikari

untuk melayani para pria hidung belang yang ada di Kalimantan Tengah. Sebagai

contoh dapat dilihat dari surat kabar elektronik mana mana memberitakan Polda

Sulawesi Utara mengungkap kasus perdagangan orang atau human trafficking yang

terjadi lintas pulau Sulawesi dan Kalimantan. Kasus perdagangan orang ini terjadi di

wilayah Kalimantan Tengah pada Kamis tanggal 2 bulan Juni Tahun 2022) lalu.

Mulyatno mengatakan, pelaku kasus perdagangan orang masing-masing berinisial DT

(27), warga Kota Manado, Sulut, dan SK (38), warga Barito Utara, Kalimantan Tengah.

Sedangkan korbannya adalah dua orang perempuan di bawah umur yakni, RD (13) dan

IM (17). Kedua korban dipekerjakan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).5

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas penulis ingin

mengetahui lebih jauh dalam hal tindak pidana perdagangan orang, oleh karena itu

penulis mengangkat hal tersebut dalam karya ilmiah berupa skripsi dengan judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG.

5
https://www.liputan6.com/regional/read/5026929/nestapa-2-gadis-belia-asal-manado-
dijadikan-pekerja-seks-di-kalimantan-tengah, diakses pada tanggal 10 Januari 2022, pukul 19.l24
WIB

6
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan

yang perlu dianalisis dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan

orang?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana

perdagangan orang?

Dalam penulisan proposal skripsi ini, maka penulis membatasi penegakan

hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dan perlindungan hukum

terhadap korban tindak pidana perdagangan orang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah penegakan hukum terhadap

tindak pidana perdagangan orang.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah perlindungan hukum

terhadap korban tindak pidana perdagangan orang.

Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini

adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah

perbendaharaan kajian ilmu hukum dan dapat memberikan suatu gambaran

yang nyata serta memberikan sumbangan pemikiran dalam pengetahuan

mengenai hukum pidana, khususnya tentang penegakan hukum terhadap

7
tindak pidana perdagangan orang dan perlindungan hukum terhadap korban

tindak pidana perdagangan orang.

2. Manfaat Praktis memberikan kegunaan untuk lebih mengembangkan

penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus dapat menambah

pengetahuan baik untuk kepentingan penegakan hukum terhadap tindak

pidana perdagangan orang dan perlindungan hukum terhadap korban tindak

pidana perdagangan orang.

3. Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya.

D. Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian forensik yang

bersifat deskriptif dan analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan ciri-ciri

individu, kondisi, gejala atau kelompok tertentu untuk mengetahui

penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan apakah ada adalah hubungan

antara suatu gejala dengan gejala lain dalam suatu masyarakat. Penulis ingin

memaparkan pengetahuan dan pemahaman tentang penegakan hukum

terhadap tindak pidana perdagangan manusia dan perlindungan hukum

terhadap korban tindak pidana perdagangan manusia.

8
2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif

yaitu penelitian yang mengkaji asas-asas hukum khususnya kaidah-kaidah

hukum dalam peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan yang

berkaitan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan

orang dan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan

orang.

3. Tahapan Penelitian

Dalam penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan:

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian dengan melakukan studi terhadap bahan pustaka yang bersifat

primer maupun sekunder tentunya dengan mengutamakan bahan-bahan

dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, makalah, artikel dan

tulisan-tulisan lainnya yang mempunyai relevansi dengan materi yang

diteliti, dari studi kepustakaan ini diperoleh konsep pemikiran secara

teoritis untuk mencari alternatif solusi permasalahan yang dihadapi yaitu

penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dan

perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang,

selanjutnya dalam studi kepustakaan dengan melakukan inventarisir bahan

hukum. Bahan hukum yang diutamakan dalam penelitian terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer, antara lain:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ;

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ;

9
c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang.

2) Bahan Hukum Sekunder, antara lain berupa tulisan-tulisan ilmiah

hukum dari buku literatur hukum, rancangan undang-undang dan hasil

penelitian yang ada hubungannya dengan substansi materi penelitian.

3) Bahan Hukum Tersier, antara lain berupa bahan-bahan yang bersifat

menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus bahasa, kamus hukum dan bahan lainnya yang memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder seperti katalog

dan bibliografi secara langsung maupun media online (website).

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer

sebagai input utama data pendukung dalam melakukan analisis hukum

terhadap hasil penelitian. Penelitian lapangan yang diperlukan untuk

mendapatkan data secara langsung dari responden tentang penegakan

hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dan perlindungan

hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang. Penelitian

lapangan ini dengan mengambil responden antara lain :

1). Kepolisian

2). Pengadilan

4. Alat yang Digunakan Dalam Penelitian

a. Studi Kepustakaan, dengan mempelajari ketentuan-ketentuan perundang-

undangan yang berkaitan dengan substansi materi penelitian, yaitu

10
penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dan

perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang.

b. Observasi, yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah observasi

langsung, yaitu teknik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan

pengamatan secara langsung dalam situasi yang sebenarnya yang penulis

lakukan sebagai data/bahan pendahuluan sebelum mendapatkan

permasalahan yang akan menjadi topik skripsi, yaitu penegakan hukum

terhadap tindak pidana perdagangan orang dan perlindungan hukum

terhadap korban tindak pidana perdagangan orang.

c. Wawancara, yaitu peneliti melakukan wawancara dengan sistem bebas

terpimpin dengan responden dimana penulis tidak terikat pada teks dengan

pertanyaan kepada pihak yang berkopenten sebagai sumber informasi

(responden).

5. Analisis Data dan Bahan Hukum

Dari data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan, observasi

dan wawancara, akan diolah atau dianalisis dengan metode kualitatif yang

menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden

secara tertulis ataupun lisan dan perilaku nyata, yang akan menarik

kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang bersifat

umum kepada khusus.

Data sekunder dan data primer sebagaimana penelitian yang sifatnya

deskriptif analitis dengan yuridis normatif, maka analisis data dilakukan

secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus statistik.

11
6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kota Palangka Raya.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan Proposal Skripsi ini bertolak dari masalah pokok seperti telah

dikemukakan di atas dan berisikan 4 (empat) Bab yang sistematikanya sebagai

berikut :

BAB I Merupakan bagian pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Merupakan landasan teoritis dan faktual tentang tindak pidana

perdagangan orang, yang terdiri aspek hukum pidana pada umumnya,

pengertian dan dasar hukum tindak pidana perdagangan orang dan

modus operandi tindak pidana perdagangan orang.

BAB III Merupakan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perlindungan

hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang, yang terdiri

atas penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dan

perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan

orang.

BAB IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

12
13

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG

A. Penegakan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang

Dalam Bahasa Inggris, penegakan hukum disebut law enforcement.

Sementara dalam bahasa Belanda rechtshandhaving. Istilah ini membawa pada

pemikiran selalu dengan force untuk menegakkan hukum dan hanya terkait dengan

pidana saja yang dikuatkan dengan kebiasaan menyebut penegak hukum ialah

polisi, hakim, dan jaksa. Handhaving menurut Notitie Handhaving Millieurecht,

ialah upaya mengawasi dan menerapkan penggunaan instrument administratif,

pidana, atau perdata, hingga tercapai hukum dan aturan yang tertata bagi umum dan

individu.6

Menurut Laurance M. Friedman, pelaksanaan hukum diibaratkan sebuah

organisme kompleks yang struktur, substansi, juga budayanya saling berinteraksi.

Ada tiga komponen sistem hukum syarat penegakan hukum dikatakan berhasil:

1. Struktur hukum

Bergerak dalam sistem atau fasilitas yang ada dan di siapkan. Jadi

lebih kepada institut penegak hukum. Di aparat penegak hukum,

seperti kejaksaan sebagai lembaga penuntutan dan kepolisian

sebagai Lembaga pelaksanaan penegakan serta lembaga represi

mengalami menurunnya kepercayaan, dikarenakan kualitas siding

dan putusan hakim pada isu nasional yang tak selesai-selesai dan

polisi lamban menangani kasus terkait dengan perdagangan

6
Jur Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008,Hal. 48.
14

manusia. Ketika ada kasus atau kejadian yang berkaitan dengan

tindak pidana perdagangan orang atau manusia baru polisi

melakukan Tindakan penegakan hukum. Ketika dilakukan

wawancara polisi bersifat pasif, baru melakukan penyelidikan dan

penyidikan ketika ada laporan atau perkara. Laporan dan perkara

tersebut juga harus memenuhi minimal 2 alat bukti untuk dapat

pelakukanya ditetapkan menjadi tersangka. Terkait dengan

perdagangan orang seperti yang kasus dimana mendatangkan orang

dari Sulawesi tepatnya Manado untuk diperkerjakan di Kalimantan

Tengah sebagai pekerja seks komersil penyidik di Polresta hanya

mengatakan bahwa pelaku sudah dipidana dengan pidana penjara

selama 2 tahun 3 bulan karena memang pelaku terbukti

mempekerjakan anak-anak dibawah umur untuk menjadi pekerja

seks komersial di daerah Kalimantan Tengah tepatnya di daerah

Barito Utara.7

2. Substansi hukum

Aturan yang mengatur suatu perbuatan pidana, dalam hal ini yang

mengatur tindak pidana perdangan orang selain apa yang sudah

diatur didalam KUHP juga sudah diatur sevara khusus didalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang.

7
Hasil wawancara dengan Penyidik Pembantu Brigadir Nur Cholifah Yuli Astuti,
87071766 unit PPA di Polresta Palangka Raya, pada hari Senin 17 April 2023, Pukul. 10.15 WIB
15

3. Budaya hukum

Perbuatan publik yang mendorong faktor penentu hukum mendapat

tempat di budaya masyaraka.8 Budaya hukum masyarakat yang

masih suka melawan hukum, tidak disiplin dan taat pada hukum,

mencari untung walaupun melakukan perbuatan hukum seperti

melakukan tindak pidana penjualan atau perdagangan manusia. Ini

menjadi cermin bahwa masyarakat masih kurang menghargai nilai

hukum. Masyarakat atau korban juga tidak mencari tau betul-betul

siapa yang mengajak untuk bekerja. Korban tidak mencari kerja

pada orang yang tepat atau tidak mimiliki badan hukum dalam

merekrut tenaga kerja sihingga korban perdangan orang mudah

untuk dikelabui dengan iming-iming gajih yang tinggi.

Terkait dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang yang

dapat dilakukan oleh penegak hukum seperti penyidik kepolisian adalah

mengenakan ancaman pidana sebagaimana yang sudah diatur di dalam pasal 297

KUHP, namun sampai sejauh ini masih belum dirasakan kemanfaatannya. Selain

itu juga menggunakan peraturan yang lebih khusus terkait dengan perdagangan

orang, Pasal perdagangan orang yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam UU 21/2007

tersebut, diterangkan sejumlah ancaman pidana bagi pelaku perdagangan orang.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

8
Moh Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana umum dan Pidana Khusus,
Yogyakarta: Liberty Cet.1, 2009,Hal.51
16

1. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,


pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara
Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

2. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik


Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara
Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan
pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).”

3. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah


negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar
wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara
paling singkat tiga dan paling lama lima belas tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

4. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan


sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi
dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling
17

lama lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit


Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

5. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

“Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar


negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut
tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama lima belas tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Terkait dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan

orang dirasa masih belum maksimal karena jika dilihat dari unsur subtansi polisi

yang merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum tidak bersifat aktif untuk

mencegah tindak pidana perdagangan orang. Hal itu dapat dibuktikan dengan masih

banyaknya perdagangan orang yang terjadi di Kalimantan Tengah. Masih

banyaknya mucikari yang memperjualbelikan Wanita kepada pria hidung belang

seperti yang dapat dilihat pada tempat hiburan malam atau di sepanjang jalan lintas

Palangka Raya. Tidak ada upaya aktif yang dilakukan oleh polisi untuk menindak

pelaku tindak pidana perdagangan orang. Polisi akan melakukan penegakan hukum

jika ada laporan dari korban atau kejadia sudah tersebar di masyarakat, baru polisi

bertindak melakukan penegakan hukum, dari unsur subtansi sudah ada aturan

hukumnya yaitu pasal 297 KUHP dan mulai dari pasal 2 sampai dengan pasal 6

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang.
18

B. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perlindungan hukum adalah perlindungan hak asasi manusia yang dilanggar

oleh orang lain dan perlindungan ini diberikan kepada masyarakat agar mereka

dapat menikmati semua hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain

perlindungan hukum mencakup banyak tindakan. hukum harus memberi mereka.

hukum. aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman baik lahir maupun

batin terhadap gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.9 Perlindungan

hukum merupakan penyempitan dari arti perlindungan, dalam hal ini hanya

perlindungan oleh hukum. Perlindungan yang diberikan oleh hukum juga terkait

dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini hak dan kewajiban yang dimiliki

oleh orang sebagai subjek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia dan

lingkungannya. Sebagai subyek hukum, masyarakat memiliki hak dan kewajiban

untuk menuntut.10

Perlindungan hukum perdagangan manusia di Indonesia memang diatur

sedemikian rupa, namun dalam penegakan hukumnya, aparat dan pemerintah

kurang serius. Produk hukum yang menjadi lokomotif utama dan fundamental

penegakan hukum yaitu KUHP masih cenderung tidak berpihak pada korban,

karena masih mengenalkan istilah-istilah abstrak Terkait dengan. Sedangkan

penerapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang juga dirasakan belum maksimal karena tidak

memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana perdagangan orang.

9
Satjipto Rahardjo, Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang Berubah.
Jurnal Masalah Hukum, Hal.74
10
CST Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka
,Jakarta,1989,Hal.102
19
20

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dirasa masih

belum maksimal karena jika dilihat dari unsur subtansi polisi yang merupakan

garda terdepan dalam penegakan hukum bersifat pasif untuk mencegah tindak

pidana perdagangan orang. Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya

perdagangan orang yang terjadi di Kalimantan Tengah. Masih banyaknya

mucikari yang memperjualbelikan wanita kepada pria hidung belang seperti

yang dapat dilihat pada tempat hiburan malam atau di sepanjang jalan lintas

Palangka Raya. Tidak ada upaya aktif yang dilakukan oleh polisi untuk

menindak pelaku tindak pidana perdagangan orang. Polisi akan melakukan

penegakan hukum jika ada laporan dari korban atau kejadia sudah tersebar di

masyarakat, baru polisi bertindak melakukan penegakan hukum, dari unsur

subtansi sudah ada aturan hukumnya yaitu pasal 297 KUHP dan Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang tepatnya pada pasal 2 sampai dengan pasal 6. Dari unsur

kultur atau budaya yang mana masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap

hak asasi manusia itu sendiri yang didak boleh memperlakukan orang lain

dengan curang bahkan mempekerjakan orang lain diluar hal yang sewajarnya,

sedangkan untuk korban sendiri tidak berani untuk melaporkan atas suatu hal

yang diduga merupakan bagian dari tindak pidana perdagangan orang.


21

2. Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang berhak

untuk mendapatkan perlindungan hukum dan berhak untuk mendapatkan apa

yang sudah menjadi haknya. Perdangangan orang merupakan salah satu

kejahatan yang melanggar aturan baik itu secara agama, kebiasaan, adat istiadat

maupun hukum yang berlaku baik secara internasional maupun hukum yang

berlaku di negara Indonesia. Oleh karena itu korban dari tindak pidana

perdagangan orang harus mendapatkan perlindungan hukum karena korban

adalah pihak yang lemah dan harus mendapatkan perlindungan hukum baik dari

aparat penegak hukum sendiri maupun perlindungan hukum dari pemerintah

untuk mendapatkan keadilan hukum yang sebanding denga napa yang sudah

dirasakan oleh korban akibat dari tindak pidana perdagangan orang.

B. Saran

1. Tindak pidana perdagangan orang merupakan suatu perbuatan pidana yang

kejam karena yang diperdagangkan bukan barang akan tetapi orang dengan

berbagaimacam tujuan seperti mempekerjakan orang sebagai pekerja seks

dengan ancaman kekerasan yang diterima oleh korban, oleh karena itu

hendaknya apparat penegak hukum dapat memberikan sanksi yang berat kepada

pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut.

2. Partisepasi masyarakat yang mengetahui jika ada tindak pidana perdagangan

orang agar dapat segera melaporkan tindak pidana perdagangan orang tersebut

kepada pihak penegak hukuim agar segera dilakukan Tindakan hukum terhadap

pelaku tindak pidana perdagangan orang.


22

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi,Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori


Teori Peemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana , PT Raja Grafindo
Persana, Jakarta, 2011.

Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makassar, 2016.

Arif gosita, Masalah Korban Kejahatan Edisi Pertama, Akademika


Pressindo:Jakarta, 1983.

Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangka Education, Yogyakarta, 2012.

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.


23

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan Dan Pengembangan


Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti:Bandung,1998.

Chairul Huda, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menjadi Kepada Tiada


Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta, 2013.

CST Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka
,Jakarta,1989.

Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011.

Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta,


2010.

Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Sinar Grafika:Jakarta,2013.

Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia Prinsip-Prinsip dan Implemenasi Hukum di


Indonesia.

Moh Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana umum dan Pidana
Khusus, Yogyakarta: Liberty Cet.1, 2009.

Philipus M. Hadjon, dkk, Hukum Administrasi Negara, Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta, 2005.

Romli Atmasasmita dan Kodrat Wibowo, Analisis Ekonomi Mikro Tentang Hukum
Pidana Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta,2016.

Satjipto Rahardjo, Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang


Berubah. Jurnal Masalah Hukum

Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum


Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004.

Siswanto Sunarso, Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, Sinar Grafika,


Jakarta, 2012.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum,Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,


2010.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana: Kajian
Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi,Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2005.

Peraturan Perundang-Undangan
24

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ;

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ;

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang.

Internet

https://www.liputan6.com/regional/read/5026929/nestapa-2-gadis-belia-asal-
manado-dijadikan-pekerja-seks-di-kalimantan-tengah.

http://achmadrhamzah.blogspot.co.id/2011/01/skripsi-hukum-tinjauan-
yuridis.html diakses pada tanggal 10 Juli 2022, pukul 09.00 WIB

http://www.tenagasosial.com/2013/08/unsur-unsur-tindak-pidana.html diakses
pada tanggal tanggal 11 Juli 2022, pukul 11.00 WIB

http://pendapathukum.blogspot.co.id/2014/01 diakses pada tanggal 11 Juli 2022


Pukul 11.30 WIB.

Hasil wawancara dengan Penyidik Pembantu Brigadir Nur Cholifah Yuli Astuti,
87071766 unit PPA di Polresta Palangka Raya, pada hari Senin 17 April
2023, Pukul. 10.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai