MenurutRoeslanSaleh :
adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang
penyelundupan senjata.
perhatian luas di asia bahkan seluruh dunia. Perdagangan orang terjadi tidak
antar pulau, tetapi juga perdagangan orang di luar negara Indonesia dimana
tidak berkesudahan.4
yang diatur dalam Pasal 297 KUHP. Akan tetapi, karena perdagangan orang
perdagangan perempuan dan anak dan gugus tugas yang beranggotakan lintas
4
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hlm 4.
3
masyarakat.5
daya yang besar dan waktu yang lama, apalagi perdagangan orang merupakan
5
Ghandi Lapian dan Hetty A. Geru, Traficking Perempuan dan Anak, (Yayasan Obor
Indonesia, 2010), hlm 1.
6
Farhana, Op.cit, hlm 7.
4
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berkaitan dengan perdagangan orang
sesuai saksi hukum dalam Pasal297 KUHP masih ringan, yaitu ancaman 0-6
Orang pada April 2007 yang merupakan pengaturan yang khusus yang
orang.7
7
Ibid., hlm 19-20.
5
materiilnya.8
8
Chairul Huda, “Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” Menuju Kepada “Tiada
Pertanggung jawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Putra Grafika), hlm 40.
6
ini, jelas bahwa subyeknya paling sedikit dua orang, yaitu seorang pelaku dan
“mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana adalah mereka yang
ikut mengerjakannya”.10
sebagai “turut serta melakukan” niscaya harus memenuhi seluruh unsur dalam
hakim.11
9
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1997), hlm 615.
10
Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasan, (Jakarta:
Aksara Baru, 1981), hlm 98.
11
Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Tama, 2003), hlm 317.
7
mengemukakan dua syarat bagi adanya turut serta melakukan tindak pidana,
yaitu:
a. Kerja sama yang disadari antara para pelaku, yang merupakan suatu
kehendak bersama (afspraak) diantara mereka.
b. Mereka harus bersama-sama melakukan kehendak itu.12
1410/PID.B/2005/PN.TNG )
1. Identifikasi Masalah
trafficking).
12
Wirjono Prodjodikoro, Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003), hlm 123.
8
itu hal ini terkait juga mengenai perlu atau tidaknya ketentuan penyertaan
dimaksud.
2. Pembatasan Masalah
3. Perumusan Masalah
dengan ajaran penyertaan dalamPasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal
Pengadilan NegeriNomor:1410/PID.B/2005/PN.TNG?
1. Landasan Teori
Roeslan Salehberpendapat :
13
Roeslan Saleh, Tentang Delik Penyertaan, (Pekanbaru: Fakultas Hukum Universitas
Islam Riau, 1989), hlm 3.
10
kriteria dari pembuat itu sendiri. Mereka yang menganut ajaran pembuat
yang sesuai dengan rumusan delik” 14, menurut pendapat ini disebut
ekstensif”.
itu, untuk menemukan siapa pembuat fungsional tersebut, ada dua masalah
bersangkutan.
14
Ibid, hlm4.
15
Ibid., hlm6.
11
pembuat.16
setiap orang yang tersangkut itu dapat disebut sebagai peserta. Karena
dalam pasal tersebut. Diluar daripada itu, tidak ada yang disebut dalam arti
hukum pidana.
permulaan dari niatnya. Lain halnya dengan toeri obyektif, pada teori ini
daripada pandangan yang lama yang lebih sempit sebagaimana yang telah
melakukan (medelpegen)”.20
mewujudkan delik bekerja sama secara sadar dan oleh karenanya tiap-tiap
2. Definisi Opersional
19
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3 Tentang Percobaan dan
Penyertaan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm97.
20
Andi Zainal Abidin dan Andi Hamzah, Loc.cit.
21
Ibid., hlm194.
22
Moeljatno, Hukum Pidana “Delik-Delik percobaan, Delik-Delik penyertaan”,(Jakarta:
Bina Aksara, 1983), hlm113.
13
perluasan pertanggungjawaban.
dengan fungsional)”.25
Pasal 55 ayat (1) dan (2) KUHPidana, yaitu meliputi: pelaku (Pleger),
23
Andi Zainal Abidin dan Andi Hamzah, Op.cit, hlm146.
24
Ibid., hlm 191.
25
Jan Remmelink, Op.cit, hlm 308.
26
Andi Zainal Abidin dan Andi Hamzah, Op.cit, hlm 146.
14
hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja pada itu diingat bahwa
itu”.27
D. Metodologi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
27
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm 54
28
Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, (Jakarta: USAID,
2003), hlm 14-15.
15
sudah sesuai dengan ajaran penyertaan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1
bahan hukum primer), dan bahan hukum tersier (bahan hukum yang
sekunder).29
turut serta melakukan (medeplegen) dari Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
3. Metode Penelitian
1945.
PerdaganganOrang.
31
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Loc.cit.
17
4. Analisis Data
5. Kegunaan Penelitian
menemukan asas atau doktrin hukum positif ajaran tentang pembuat dan
konsep turut serta melakukan (medeplegen) dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1
satu orang.
perdagangan orang.
E. Sistematika Penulisan
teoritis akan dibahas dalam hubungannya dengan ciri atau karekteristik tindak
pidana perdagangan orang, dalam hal ini juga pada bab tersendiri. Khusus
skripsi ini, dibahas dalam satu bab. Kemudian dalam bab terakhir, akan
berikut:
tentang apa yang menjadi latar belakang masalah sehingga judul ini penting
permasalahan yang ada. Pada bab ini dikemukakan pula mengenai landasan
penulisan.
dalam hubungan dengan tindak pidan yang dilakukannya. Beberapa sub bab
yang menjadi ruang lingkup pembahasan pada bab ini adalah pertama-tama
perdagangan orang.
khususnya pada Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, guna menentukan apakah
pembuat lebih dari satu. Hal ini terkait dengan perlu tidaknya ketentuan