Anda di halaman 1dari 5

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI

WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

Oleh
I Gede Suryadi
Suatra Putrawan

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract
This article discussed the protection that can be given to women and children who are
victims of human trafficking. Victims of human trafficking are not just for purpose of
prostitution or other forms sexual exploitation, but also includes other form of exploitation,
such as forced labor, slavery or practices similar to slavery. The government establishes
various legislations to provide legal protection for woman and children from becoming
victims of human trafficking. The problems faced are : what sort of modus operandi is
practiced in human trafficking? And what kinds of legal protection can be given over the
victims of human trafficking in terms of human right. The method of this research is
normative method.
From the result of the research it can be seen that the modus operandi of trafficking is
the exploitation and human trafficking occurs to final destination including domestic service,
forced marriage and hard labor power with low wages. Legal protection that can be
provided is through preventive and repressive efforts undertaken by the government through
the community and law enforcement officers.
Keywords: protection, victims, human trafficking, human rigth

Abstrak
Artikel ini membahas mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi
perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan perdagangan manusia.Korban
perdagangan manusia tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual
lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, seperti kerja paksa, perbudakan atau
praktek serupa perbudakan itu.Pemerintah membentuk berbagai macam peraturan perundang-
undangan untuk memberikan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak agar tidak
menjadi korban perdagangan manusia. Adapun permasalahan yang dihadapi yaitu:
bagaimanakah modus operandi dari perdagangan manusia? Dan bagaimanakah perlindungan
hukum yang dapat diberikan atas korban kejahatan perdagangan manusia ditinjau dari segi
hak asasi manusia? Metode penelitian yang diergunakan yaitu penelitian yuridis normative
beranjak dari adanya kekaburan dalam norma/asas hukum.
Hasil dari penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa modus operandi
dari perdagangan manusia yaitu untuk melakukan eksploitasi, perdagangan manusia terjadi
untuk berbagai tujuan akhir termasuk layanan rumah tangga, kawin paksa dan tenaga kerja
yang diperas tenaganya dengan upah rendah.Perlindungan hukum yang dapat diberikan
dengan jalan perlindungan hukum melalui upaya preventif maupun represif yang dilakukan
oleh masyarakat maupun pemerintah melalui aparat penegak hukumnya.
Kata kunci : perlindungan, korban, perdagangan manusia, hak asasi manusia
I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perdagangan orang (Trafiking in person) mungkin bagi banyak kalangan merupakan


hal yang sudah sering atau biasa untuk di dengar oleh karena tingkat terjadinya kasus
perdagangan orang yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia. Perdagangan orang
adalah suatu bentuk praktik kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, paling konkrit yang sering memangsa
mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Fenomena
perdagangan orang dapat diasumsikan bagaikan “fenomena gunung es di samudera yang
luas”, yaitu jumlah korban yang terdeteksi atau terungkap dan tertangani baru merupakan
puncak gunung es yang tampak di permukaan samudera luas. Artinya, masih jauh lebih
banyak korban perdagangan orang yang belum terungkap, seperti bagian es yang berada di
permukaan samudera. Hal itu juga menandakan, bahwa upaya pengendalian dan
penanggulangan kejahatan perdagangan orang melalui sarana penegakan hukum masih sangat
jauh dari memadai, sehingga dibutuhkan berbagai upaya yang lebih efektif untuk
mengendalikan dan memberantasnya, terutama dalam hal penegakan hukum. Dalam upaya
melindungi warga negara dari praktik perdagangan orang dan eksploitasi, Pemerintah
Indonesia terus meningkatkan melalui berbagai upaya pencegahan, rehabilitasi dan
reintegrasi korban, pengembangan norma hukum dan penegakan hukum yang dilakukan
secara konsisten dan berkelanjutan. Komitmen juga dilakukan secara lebih terencana dan
terintegrasi dengan upaya mengatasi kemiskinan, pengangguran, kurangnya pendidikan dan
ketrampilan, kurangnya akses kesempatan dan informasi, serta nilai-nilai sosial budaya yang
memarjinalkan dan mensubordinasikan kaum perempuan1.
Menyadari akan pentingnya perempuan dan anak-anak memperoleh perlindungan
hukum yang memadai, khususnya dari berbagai bentuk upaya perdagangan orang (trafficking
in person) di tengah-tengah semakin menipisnya sikap tenggang rasa dan hormat-
menghormati antar sesama warga masyarakat, maka penulis tertarik untuk menuangkan nya
ke dalam karya tulis ini.

2. Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui modus
operandi dari perdagangan manusia dan untuk mengetahui perlindungan hukum yang dapat
diberikan atas korban kejahatan perdagangan manusia ditinjau dari segi hak asasi manusia.

II. METODE PENELITIAN

Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini yaitu metode
penelitian hukum normatif beranjak dari adanya kekaburan dalam norma/asas hukum.
Adapun penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum,

1
Syaufi, Ahmad. "Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan
Orang." MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender 3.2 (2013).
penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian
perbandingan hukum.2
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian ini merupakan penelitian yang
menggambarkan,menelaah, menjelaskan serta menganalisa permasalahan dalam perlindungan
korban kejahatan perdagangan manusia sebagai wujud dari perlindungan hak asasi manusia.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Modus Operandi Dari Perdagangan Manusia

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1,
dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :3
“Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat,
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.
Dalam melancarkan aksinya para pelaku sindikat perdagangan manusia menggunakan
beberapa modus operandi diantaranya :4
1). Pertama, perdaganan orang dengan modus prostitusi atau ekspolitasi seksual. Pelaku
perdaganan orang selain mengetahui sisi sisi emosional korbannya juga mengetahui benar
bagaimana memanfaatkan media sosial untuk memuluskan aksinya. Teknologi memainkan
peran yang lebih besar dalam perdagangan manusia, hal ini memungkinkan beberapa pelaku
perdagangan untuk dapat mengeksploitasi anak muda tanpa bertemu langsung. Tetapi setelah
relasi dan kepercayaan terbangun maka para pelaku perdagangan orang ini akan mengajak
bertemu calon korbannya.
2). Kedua, perdagangan orang dengan modus tenaga kerja ilegal. Untuk modus-modus
pemanfaatan tenaga atau kemampuan secara ilegal yang biasa dilakukan pelaku agar iklannya
menarik berdasarkan informasi dari informan antara lain melalui rekrutmen tenaga kerja
palsu di medsos yang bisa jadi modus perdagangan orang terselubung.
3). Ketiga, perdagangan orang dengan modus adopsi secara ilegal. Proses pengangkatan anak
yang tidak mengikuti prosedur yang semestinya tentunya akan menyebabkan minimnya
pengawasan terhadap kasus penelantaran anak.

b. Perlindungan Korban Kejahatan Perdagangan Manusia Sebagai Wujud


Perlindungan Hak Asasi Manusia

2
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, h. 51
3
Kitab Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
4
Purwanegara, Dian Sukma. "Penyidikan Tindak Pidana Perdagangan Orang Melalui Media Sosial." Jurnal
Sosiologi Dialektika 15.2 (2020): 118-127.
Perlindungan hukum terhadap korban perdagangan orang adalah melindungi hak
setiap orang yang menjadi korban kejahatan perdagangan orang untuk mendapatkan
perlakuan dan perlindungan yang sama oleh hukum dan undang-undang, oleh karena itu
untuk setiap pelanggaran hukum yang telah terjadi atas korban serta dampak yang diderita
oleh korban, maka korban tersebut berhak untuk mendapat bantuan dan perlindungan yang
diperlukan sesuai dengan asas hukum. Sedangkan yang dimaksudkan bantuan dan
perlindungan terhadap korban adalah berkaitan dengan hak-hak asasi korban seperti hak
mendapatkan bantuan fisik, hak mendapatkan bantuan penyelesaian permasalahan, hak
mendapatkan kembali haknya, hak mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi, hak
memperoleh perlindungan dari ancaman dan hak memperoleh ganti kerugian
(restitusi/kompensasi) dari pelaku maupun negara. KUHAP hanya memberikan perlindungan
hukum kepada korban dalam bentuk pemberian ganti kerugian melalui penggabungan
perkara, dan tidak mengatur mengenai bentuk perlindungan hukum lainnya. Tidak diaturnya
secara khusus perlindungan hukum untuk korban kejahatan khususnya korban perdagangan
manusia telah menimbulkan ketidakadilan, karena seringkali jaksa penuntut umum yang
mewakili korban hanya menjatuhkan tuntutan atau hakim hanya memberikan hukuman yang
relatif ringan terhadap pelakunya.5
Perlindungan korban perdagangan orang dapat mencakup bentuk perlindungan yang
bersifat abstrak (tidak langsung) maupun yang konkret (langsung). Perlindungan yang abstrak
pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa dinikmati atau dirasakan
secara emosional (psikis), seperti rasa puas (kepuasan). Sementara itu, perlindungan yang
kongkret pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang dapat dinikmati secara nyata,
seperti pemberian yang berupa atau bersifat materii maupun nonmateri. Pemberian yang
bersifat materi dapat berupa pemberian kompensasi atau restitusi, pembebasan biaya hidup
atau pendidikan. Pemberian perlindungan yang bersifat nonmateri dapat berupa pembebasan
dari ancaman, dari pemberitaan yang merendahkan martabat kemanusiaan. Perlindungan
terhadap korban perdagangan orang dapat dilakukan melalui hukum, baik hukum
administrasi, perdata, maupun pidana. Penetapan tindak pidana perdagangan orang dan upaya
penanggulangan perdagangan orang dengan hukum, melalui berbagai tahap, sebenarnya
terkandung pula upaya perlindungan bagi korban perdagangan orang, meski masih bersifat
abstrak atau tidak langsung. Namun, dapat dikatakan bahwa dewasa ini, pemberian
perlindungan korban kejahatan oleh hukum pidana masih belum menampakan pola yang
jelas. Perumusan (penetapan) perbuatan perdagangan orang sebagai tindak pidana (dengan
sanksi pidana) dalam peraturan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan pemberian
perlindungan secara tidak langsung, terhadap korban kejahatan.
Salah satu upaya perlindungan korban dalam kasus perdagangan orang adalah melalui
putusan pengadilan atas peristiwa tersebut. Asumsinya, semakin tinggi jumlah ancaman
pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku perdagangan orang berarti korban telah mendapatkan
perlindungan hukum, karena dengan pengenaan pidana yang berat terhadap pelaku
diharapkan tidak akan terjadi peristiwa serupa, dengan kata lain para calon pelaku akan
berfikir dua kali kalau akan melakukan perdagangan orang mengingat ancaman yang berat
tersebut.
5
Syaufi, Ahmad. "Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan
Orang." MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender 3.2 (2013).
Perlindungan juga dapat diberikan dalam bentuk lain, misalnya pelayanan medis,
maupun psikologis juga diperlukan terhadap para korban untuk memulihkan kepercayaan diri
mereka, mengembalikan semangat hidupnya, juga santunan berupa biaya ganti kerugian
sebagai kompensasi sebagai biaya pengobatan bagi korban.Perlindungan ini sangat
diperlukan bagi korban perdagangan manusia yang memang sangat memerlukan pemulihan
kerugian, baik fisik (ekonomi, kesehatan) maupun psikis (trauma). Pemberian perlindungan
korban perdagangan manusia ini dapat dilakukan negara dengan pertimbangan bahwa negara
gagal dalam memberikan rasa aman kepada warga negaranya yang dalam hal ini adalah
korban perdagangan manusia tersebut. Salah satu upaya konkret perlindungan adalah
penyediaan shelter (rumah aman). Kebijakan perlindungan pada korban pada hakikatnya
merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perlindungan.
Berdasarkan konsep tersebut, peran negara guna menciptakan suatu kesejahteraan sosial tidak
hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan materiil dari warga negaranya, tetapi
lebih dari itu guna terpenuhinya rasa kenyamanan dan keamanan dalam beraktivitas. 6

IV. PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Beberapa modus operandi sindikat perdagangan orang diantaranya : Pertama, perdaganan


orang dengan modus prostitusi atau ekspolitasi seksual. Kedua, perdagangan orang dengan
modus tenaga kerja ilegal. Ketiga, perdagangan orang dengan modus adopsi secara ilegal.
Proses pengangkatan anak yang tidak mengikuti prosedur yang semestinya tentunya akan
menyebabkan minimnya pengawasan terhadap kasus penelantaran anak.
2. Perlindungan hukum terhadap korban perdagangan orang adalah melindungi hak setiap
orang yang menjadi korban kejahatan perdagangan orang untuk mendapatkan perlakuan dan
perlindungan yang sama oleh hukum dan undang-undang, oleh karena itu untuk setiap
pelanggaran hukum yang telah terjadi atas korban serta dampak yang diderita oleh korban,
maka korban tersebut berhak untuk mendapat bantuan dan perlindungan yang diperlukan
sesuai dengan asas hukum.

V. DAFTAR PUSTAKA

Syaufi, Ahmad. "Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang." MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender 3.2 (2013).
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press.
Kitab Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Purwanegara, Dian Sukma. "Penyidikan Tindak Pidana Perdagangan Orang Melalui Media
Sosial." Jurnal Sosiologi Dialektika 15.2 (2020).
Syaufi, Ahmad. "Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang." MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender 3.2 (2013).

6
Ibid, hal 459.

Anda mungkin juga menyukai