Anda di halaman 1dari 178

Buku Ajar

PENGANTAR
FILSAFAT HUKUM
Kode Mata Kuliah: HKO 1 102

Penyusun:

Dr. H. Muhammad Kadafi, SH., MH.


Nurlis Effendi, SH., MH.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

2020

1
2

KATA PENGANTAR

Syukur Alahmadulillah, Buku Ajar Mata Kuliah Pengantar Filsafat Hukum


dapat kami selesaikan. Kami menyadari betapa penting menyiapkan sebuah panduan
yang kuat dan terarah bagi para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malahayati,
Bandar Lampung, dalam menempuh pendidikan.

Keberadaan suatu buku ajar pada mata kuliah bidang ilmu tertentu adalah san-
gat penting dalam proses belajar mengajar. Bahkan menjadi inti dalam system belajar-
mengajar. Dari situ pula kita bisa melihat sistem belajar dan mengajar yang terukur
dengan baik dalam sebuah manajemen yang bagus.

Buku ajar tak hanya menjadi pedoman bagi mahasiswa, juga para dosen dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Itulah sebabnya, kami juga
sangat bersyukur telah berhasil menyelesaikan Buku Ajar Pengantar Filsafat Hukum
yang sekaligus menjadi bahan bacaan bagi dosen dan mahasiswa.

Substansi Buku Ajar meliputi identitas mata kuliah, tim pengajar, deskripsi
mata kuliah, organisasi materi, metode dan strategi pembelajaran, tugas- tugas, ujian-
ujian, penilaian, dan bahan bacaan. Dalam buku ajar ini juga dilampirkan Kontrak
Perkuliahan dan Satuan Acara Perkuliahan.

Kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya Buku


Ajar ini. Sehingga semakin baik dalam penguraiannya, dan semakin bermanfaat bagi
dosen dan mahasiswa. Demikian kami sampaikan. Harapan kami, Buku Ajar ini dapat
bermanfaat bagi Universitas Malahayati.

Jakarta, 15 Februari 2020

Dr. H. Muhammad Kadafi, SH., MH.


3

DAFTAR ISI

Pengantar

A. Identifikasi Mata Kuliah 



B. Deskripsi Perkuliahan 

C. Tujuan Pembelajaran
D. Penyusunan Materi
F. Metode Pembelajaran
G. Tugas-tugas 

H. Ujian-ujian dan Penilaian

I. Pustaka
Y. Skedul Perkuliahan

Penjelasan Detail
1. PERKULIAHAN Ke-1: Pengertian dan Perkembangan Filsafat.
Pendahuluan
Pengertian Filsafat
Perkembangan Filsafat
Bidang Telaah Filsafat
Penutup
Pustaka

2. PERKULIAHAN Ke-2: Diskusi materi-1


Pendahuluan
Tugas
Penutup

3. PERKULIAHAN Ke-3: Dasar-dasar Filsafat Hukum


Pendahuluan
Pengertian Filsafat Hukum
Kerangka Filsafat Hukum
Perkembangan Filsafat Hukum
Penutup
Pustaka

4. PERKULIAHAN Ke-4: Diskusi materi -3


Pendahuluan
Tugas
Penutup

5. PERKULIAHAN Ke-5: Mazhab-mazhab dalam Filsafat Hukum


Pendahuluan
Hukum Alam
4

Hukum Positif
Utilitarian
Mazhab Sejarah
Pustaka

6. PERKULIAHAN Ke-6: Diskusi materi-5


Pendahuluan
Tugas
Penutup

7. PERKULIAHAN Ke-7: Mazhab-mazhab dalam Filsafat Hukum (lanjutan)


Pendahuluan
Sociological Jurisprudence
Legal Realism
Hukum Responsif
Hukum Pembangunan
Mazhab Hukum Progresif
Penutup

8. Ujian Tengah Semester

9. PERKULIAHAN Ke-9: Diskusi materi-7


Pendahuluan
Tugas
Penutup

10. PERKULIAHAN Ke-10: Aspek-aspek Kajian Filsafat Hukum


Pendahuluan
Hukum dan Keadilan
Hukum dan Negara
Hukum dan Kekuasaan
Hukum dan Sosial Budaya
Penutup
Pustaka

11. PERKULIAHAN Ke-11: Diskusi materi-10


Pendahuluan
Tugas
Penutup

12. PERKULIAHAN Ke-12: Aspek-aspek Filsafat Hukum (lanjutan)


Pendahuluan
Dasar Mengikatnya Hukum
5

Hukum Alat Pembaharuan Masyarakat


Penutup
Pustaka

13. PERKULIAHAN Ke-13: Diskusi materi-12


Pendahuluan
Tugas
Penutup

14. PERKULIAHAN Ke-14: Hakikat Hukum


Pendahuluan
Hakikat Hukum
Penutup
Pustaka

15. PERKULIAHAN Ke-15: Diskusi materi-14


Pendahuluan
Tugas
Penutup

16. Ujian Akhir Semester (UAS).


6

A. IDENTITAS MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah : Pengantar Filsafat Hukum

Kode Mata Kuliah : HKO 1 102

SKS : 2 (Dua)

Semester : II (Dua)

Status Mata Kuliah : Kurikulum Inti (Wajib Nasional)

Penyusun : 1. Dr. H. Muammadh Kadafi, SH., MH.

2. Nurlis Effendi SH., MH.

Dosen Pengampu : Nurlis Effendi, SH., MH.

B. SUBSTANSI PERKULIAHAN

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Bandar Lampung, wajib

mengikuti dan mempelajari serta memahami mata kuliah Pengantar Hukum Filsafat

sebagaimana mahasiswa fakultas hukum di berbagai perguruan tinggi yang berada di

seluruh Indonesia. Pada mata kuliah wajib nasional yang menjadi kurikulum inti ini,

mahasiswa diarahkan untuk memahami pondasi inti filsafat dan filsafat hukum, se-

hingga memahami kegunaan filsafat hukum dalam membangun pola pikir melalui

berbagai pendekatan.

Sebab itu, pada mata kuliah dasar ini, penguatan materi kuliah lebih fokus pada

pengertian dan ruang lingkup filsafat hukum, sejarah perkembangan pemikiran

hukum, dan berbagai aliran dalam filsafat hukum. Disamping itu, mahasiswa juga mu-

lai dibawa ke aspek inti filsafat hukum yang meliputi ontologi, epistemology, dan aksi-

ologi. Sehingga mahasiswa memahami berbagai dimensi hukum di masa lalu, untuk
7

kemudian melatihnya berfikir untuk pengembangan hukum di masa kini. Serta dapat

mengidentifikasikan antara hukum yang dicita-citakan dan kenyataan yang terjadi.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa akan mampu memahami latar belakang adanya hukum, dan

bagaimana hukum terbentuk, untuk apa hukum itu dibutuhkan dalam pergaulan sosial,

bagaimana hukum bekerja dan darimana hukum itu berasal, serta untuk apa hukum itu

harus ada. Pada tahap ini, mahasiswa juga dapat memilah-milah berbagai dimensi ali-

ran-aliran hukum dan mengaplikasikannya pada praktek. Sehingga terbangun pola

pikir yang kritis dan radikal dalam menggali berbagai aspek yang memengaruhi perge-

rakan hukum secara komprehensif.

Dari pemahaman berbagai aliran filsafat hukum, mahasiswa akan dapat

mengembangkan pimikiran tentang hakekat dan tujuan hukum secara rasional, objek-

tif, kritis, dan terbuka. Sehingga memiliki kemampuan untuk memahami dan

menganalisis berbagai dinamika hukum masa kini dari dimensi bergerak dan berkem-

bangnya perilaku hukum dari masa lalu. Pada intinya, mahasiswa memiliki pondasi

kuat untuk membangun pemikiran hukum dan mempraktekannya dengan tata cara

yang benar menurut kaedah-kaedah dan prinsip yang terdapat pada berbagai aspek

ilmu yang mengedepankan konsep dan motode ilmiah dalam pencarian kebenaran dan

keadilan.

D. PENYUSUNAN MATERI

Pada proses belajar mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum, disusun materi yang

bertahap sehingga mahasiswa dapat memahaminya secara baik dan sistematis.


8

Sehingga materi yang disajikan terdiri dari sejumlah bahasan inti dan sub inti pemba-

hasan sebagai berikut:

1. Pengertian dan Perkembangan Filsafat.

- Pengertian Filsafat

- Perkembangan Filsafat dari masa ke masa.

2. Dasar-dasar Filsafat Hukum.

- Pengertian Filsafat Hukum

- Kerangka Filsafat Hukum

- Perkembangan dan Ruang Lingkup Filsafat Hukum

3. Mazhab-mazhab dalam Filsafat Hukum

- Hukum Alam

- Hukum Positif

- Utilitarian

- Mazhab Sejarah

- Sociological Jurisprudence

- Legal Realism

- Hukum Responsif

- Hukum Pembangunan

- Hukum Progresif

4. Aspek-aspek Kajian Filsafat Hukum

- Hukum dan Keadilan

- Hukum dan Negara

- Hukum dan Kekuasaan

- Hukum dan Sosial Budaya


9

- Dasar Mengikatnya Hukum

- Hukum Alat Pembaharuan Masyarakat

5. Hakikat Hukum

- Hakikat Hukum dan Tujuan Hukum.

E. METODE PEMBELAJARAN

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah inti dalam

proses pembelajaran Pengantar Filsafat Hukum. Mahasiswa tak hanya terpaku pada

membaca buku dan mendengarkan kuliah, namun juga membahasnya dalam proses

semacam focus group discussion, atau juga boleh disebut sebagai toturial. Sehingga

metodenya adalah perpaduan pemberian ulasan materi pokok bahasan yang kemudian

dibahas dan didiskusikan dalam sebuah diskusi atau tutorial.

Pembagian antara pemberian ulasan materi kuliah dilaksanakan sebanyak 7

(tujuh) kali dan diskusi kelas akan dilaksanakan sebanyak 7 (tujuh) kali. Selanjutnya

penilaian dilakukan dalam ujian tengah semester dan ujian akhir semester, masing-

masing sebanyak satu kali. Metode seperti ini akan merangsang mahasiswa untuk bela-

jar dan berfikir serta mampu mendiskusikan materi perkuliahan dengan baik. Pada

akhirnya, mahasiswa dapat memahami materi kuliah secara komprehensif.

Adapun proses perkuliahan, seluruh materi kuliah dipaparkan dengan

menggunakan sarana berupa white board, power point slide, serta penyiapan bahan

bacaan yang dapat diakses mahasiswa seperti buku-buku, jurnal, maupun melalui

jaringan internet dengan sumber yang terpercaya. Mahasiswa dapat mempelajari

pokok bahasan yang akan dibahas dalam kelas kuliah sesuai dengan panduan.
10

Sehingga proses perkuliahan berlangsung secara dinamis dan dua arah, yaitu pemapa-

ran materi dan diskusi.

F. TUGAS MATA KULIAH

Pada mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum, mahasiswa diwajibkan

mengerjakan tugas-tugas kuliah, seperti menguraikan secara terstruktur hasil diskusi

serta yang sudah ditentukan sesuai dengan mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum. Di

antaranya adalah tugas yang dikerjakan secara mandiri oleh masing-masing maha-

siswa, tugas kelompok yang harus dipresentasikan berdasarkan pembagian kelompok

diskusi dalam kelas mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum. Adapun tugas-tugas dik-

erjakan dalam bentuk narasi yang terstruktur sesuai kaedah akademik.

G. UJIAN dan PENILAIAN

Kompetensi mahasiswa akan tercermin dari hasil ujian dan penilaian setelah

proses pembelajaran mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum berakhir. Terdapat dua

aspek penilaian yang dilakukan, yaitu hard skill dan soft skill. Penilaian hard skill

adalah melalui ujian dan penilaian tugas-tugas, ujian tengah semester, dan ujian akhir

semester. Sedangkan penilaian soft skill adalah berdasarkan kehadiran, keaktifan,

pemahaman, kemampuan berargumen dalam setiap berdiskusi dalam kelas. Artinya

penilaian dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif dalam satu kesatuan

proses pembelajaran mata kuliah Pengantar Filsafar Hukum. Komponen penilaian

meliputi: 1) evaluasi proses (65%) yang terdiri dari: kehadiran, penulisan paper (tu-

gas) dan presentasi serta diskusi; dan 2) evaluasi hasil (35%), yaitu UAS dan UTS.
11

H. PUSTAKA

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judi-
cialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.

Bertens K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011.

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2006.

Emeritus John Gilissen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar,
PT Refika Aditama, Bandung, 2007.
Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan
ke-3, 2019.
H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010.

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013.

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Alumni, Bandung, 1982.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

-------------, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Hara-
pan, Jakarta, 2007.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta, 1999.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetakan ke-21, 2012.

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982.
12

---------------, Filsafat Hukum, PT Kanisius, Yogyakarta, 1995.

W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis dan Problema Keadi-
lan), Susunan I, CV Rajawali, Jakarta, 1990.

-------------, Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan),
Susunan II, CV Rajawali, Jakarta, 1990.

I. JADWAL KULIAH

Kelas Thema Aktivitas


1 Pengertian dan Perkembangan Filasafat Kuliah 1
2 Diskusi seputar pengertian dan perkembangan filsafat FGD 1
serta bidang telaah filsafat. Termasuk menyinggung po-
sisi hukum dalam filsafat.
3 Dasar-dasar Filsafat Hukum Kuliah 2
4 Diskusi mengenai Dasar-dasar Filsafat Hukum, termasuk FGD 2
pendalaman posisi hukum di dalam filsafat.
5 Berbagai Mazhab Filsafat Hukum Kuliah 3
6 Diskusi Berbagai Mazhab Filsafat Hukum FGD 3
7 Barbagai Aliran dalam filsafat hukum (lanjutan) Kuliah 4
8 UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
9 Diskusi Barbagai Mazhab filsafat hukum (lanjutan) FGD
10 Aspek Kajian Filsafat Hukum Kuliah 5
11 Diskusi Aspek Kajian Filsafat Hukum FGD 5
12 Aspek Kajian Filsafat Hukum (lanjutan) Kuliah 6
13 Diskusi Aspek Kajian Filsafat Hukum (lanjutan) FGD 6
14 Hakikat Hukum Kuliah 7
15 Diskusi Hakikat Hukum FGD 7
16 UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
13

PERKULIAHAN Ke-1

PENGERTIAN dan PERKEMBANGAN FILSAFAT

1. Pendahuluan

Pertemuan pertama pada mata kuliah Pengantar Fislafat Hukum menjadi awal

mula pada mahasiswa masuk ke alam pemikiran mendasar tentang ilmu hukum. Sebab

itu, pembelajarannya diawali dengan penganalan filsafat secara umum. Di antaranya

menjelaskan pengertian filsafat, bagaimana proses lahir dan bekerjanya filsafat, dan

untuk apa filsafat ini penting.

Pada tahap ini, mahasiswa diarahkan agar mampu memahami makna ilmu fil-

safat secara umum, seperti pengertian filsafat, dan karakter filsfat, serta kegunaan fil-

safat pada ilmu pengetahuan. Mahasiswa harus mampu menguraikan narasi dalam tu-

gas-tugas yang diberikan, selain itu mampu mempresentasikannya, dan

mendiskusikannya dalam pertemuan kedua dalam format forum group discussion

(FGD), atau tutorial.

2. Pengertian Filsafat

Kata filsafat sudah digunakan dalam karya Plato1 yang berjudul Phaidros. Plato

adalah filsuf dan matematikawan Yunani (427-347 SM) 2. Dalam karya filsuf Yunani

1
Plato (lahir sekitar 427 SM - 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani,
penulis Philosophical Dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi
pertama di dunia barat. Pemikiran Plato banyak dipengaruhi gurunya yaitu Socrates. Plato adalah guru
dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani yaitu Politeia).
Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua.
2
Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani
Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Perten-
gahan Awal. Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik , yang mulai berkembang
pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Sebagian besar sejarawan menganggap peradaban ini sebagai peletak
dasar Peradaban Barat. Budaya Yunani memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran Romawi, yang selan-
jutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban Yunani Kuno juga sangat berpengaruh
pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat, ilmu, dan seni, mendorong Renaissance di Eropa Barat,
dan bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo Klasik padaabad ke-18-19 di Eropa dan Amerika.
14

itu disebutkan bahwa “makhluk bijak” (sophos) terlalu luhur untuk seorang manusia.

Ia mengatakan, kata itu hanya pantas untuk dewa sedangkan manusia dijuluki pencinta

kebijakan atau philosophos. Sedangkan kata Filsafat dalam Bahasa Yunani disebut

philosophia. Philosophia berasal dari kata majemuk philos atau philia dan sophos

atau sophia. Philos mempunyai arti cinta, persahabatan, sedang sophos berarti hikmah,

kebijaksanaan, pengetahuan, dan inteligensia.

Jadi menurut Solly Lubis, Philosophia berarti cinta akan pengetahuan yang

benar atau kegandrungan akan pengetahuan yang benar. Sedangkan Jujun Suriasu-

mantri menyebut filsafat sebagai suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh,

suatu cara berpikir mengupas sedalam-dalamnya. Filsafat menanyakan segala sesuatu

dari kegiatan berpikir kita dari awal sampai akhir. Seperti kata filsuf Yunani yang juga

adalah guru Plato, yaitu Socrates3, bahwa tugas filsafat yang sebenarnya bukanlah

menjawab pertanyaan kita, namun mempersoalkan jawaban yang diberikan.4

Jujun S Suriasumantri menganalogikan orang yang berfilsafat itu seperti

seseorang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui

hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau orang yang berdiri di puncak tinggi

yang memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Ia ingin menyimak

3
Socrates (469 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Yunani yang merupakan salah satu figur
paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama
dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani selain Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato,
kemudian Plato pada gilirannya mengajar Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah mening-
galkan karya tulisan, sehingga sumber utama mengenai pemikiran Socrates berasal dari tulisan murid-
nya, Plato. Socrates diperkirakan lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari
batu bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete berprofesi sebagai seorang bidan, dari sinilah
Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan nantinya. Sesuatu yang dikenal
sebagai pemikiran Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato. Dalam karya-karyanya,
Plato selalu menggunakan nama gurunya sebagai tokoh utama sehingga sangat sulit memisahkan gaga-
san Socrates yang sesungguhnya dengan gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Lihat
Wikipedia.org.
4
Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1994, Halaman 1.
15

kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Artinya berfikir filsafat itu mem-

iliki tiga karakter, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. 5

3. Perkembangan Filsafat

Pada semua literatur yang membahas filsafat disebutkan kelahiran filsafat itu

pada abad ke-6 (enam) Sebelum Masehi (SM) di Yunani. Ini disebabkan keberadaan

filsuf-filsuf yang di zaman purbakala semuanya dari Yunani. Diawali dengan perhatian

mereka yang terfokus pada alam dengan kejadian-kejadian alamiahnya dan apa yang

menjadi inti alam semesta itu. Pada titik inilah awal terjadinya perubahan pola pikir

manusia dan menjadi tonggak penting peradaban manusia. Dari semula menangkap

fenomena alam melalui mite-mite (mitos dan tahyul) bergerak menjadi rasional. Ken-

dati demikian, mite-mite itu tetaplah menjadi jejak yang penting sebagai perintis yang

mendahului filsafat. Melalui mite--mite, manusia mencari keterangan tentang asal usul

alam semesta dan tentang kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya.

Dalam mencari jawaban pada inti alam semesta ini, bangsa Yunani bergerak ke

arah yang rasional maka logos (akal budi, rasio) pun mengganti mythos. Lahirlah fil-

safat. Dimulai dari Thales6, sebagai orang pertama yang digelar filsuf, yang menjawab

5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Ja-
karta, 2007, Halaman 23-24.
6
Thales dari Miletos adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6
Sebelum Masehi. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam menjelas-
kan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama dan di sebut sebagai
bapak filsafat. Karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada
mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana
(dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama. Selain
sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik. Bersama dengan Anax-
imandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Mazhab Miletos. Thales tidak meninggalkan
bukti-bukti tertulis mengenai pemikiran filsafatnya. Pemikiran Thales terutama didapatkan melalui tu-
lisan Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa Thales adalah orang yang pertama kali memikirkan
tentang asal mula terjadinya alam semesta.Karena itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat
alam (natural philosophy).
16

inti alam itu adalah air. Lalu Anaximandros 7 mengatakan to apeiron 8 (yang tak

terbatas), yaitu suatu yang tak tentu sifat-sifatnya, sedangkan Anaximenes9 menga-

takan udara. Sementera Heraklitos10 menyebutnya Panta Rhei yang diartikan semua

mengalir, sebagaimana air sungai senantiasa mengalir terus, demikian pula dalam

dunia jasmani tidak ada sesuatupun yang tetap. Selanjutnya, Pythagoras11 yang men-

jawabnya dengan bilangan yang dikenal dengan dalil Pythagoras. Pythagoras mulai

menggeser perhatiannya ke manusia. Menurut pendapatnya, tiap manusia memiliki

jiwa yang selalu berada dalam katarsis, yaitu pembersihan diri.12

7
Anaximandros (610-546 SM) adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid
dari Thales yang adalah perintifilsafat barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan
bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih
tersimpan hingga kini. Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang
astronomi dan geografi. Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam ma-
tahari sederhana yang dinamakan gnomon.
8
Anaximandros mengkritik pandangan gurunya, Thales, mengenai air sebagai prinsip dasar
(arche) segala sesuatu. Jika air prinsip dasar segala sesuatu, seharusnya tidak ada lagi zat yang berla-
wanan dengannya. Kenyataannya, air dan api saling berlawanan. Karena itu, Anaximandros menga-
takan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron. To apeiron berasal dari Bahasa Yunani,
yang merupakan gabungan “a” dan “peras” yang berartit tanpa batas, prinsip abstrak yang menjadi
prinsip dasar segala sesuatu. Bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu.
9
Anaximenes, adalah filsuf sezaman dengan Thales dan Anaximandros, serta juga disebut filsuf
mazhab Miletos. Anaximenes adalah teman, murid, dan pengganti dari Anaximandros. Sebagaimana
kedua filsuf Miletos yang lain, ia berbicara tentang filsafat alam, yakni apa yang menjadi prinsip dasar
(arche) segala sesuatu. Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu.
Udara adalah zat yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai
bentuk lain.
10
Herakleitos adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang tidak tergolong mazhab apapun. Hera-
kleitos diketahui menulis satu buku, tetapi telah hilang.[ Yang tersimpan hingga kini hanya 130 fragmen
yang terdiri dari pepatah-pepatah pendek yang seringkali tidak jelas artinya. Herakleitos diketahui be-
rasal dari Efesus. Hidup di sekitar abad ke-5 SM, ia berasal dari keluarga aristokrat di Efesus. Hera-
kleitos hidup sezaman dengan Pythagoras dan Xenophanes.
11
Pythagoras (570-495 SM) adalah seorang filsuf Yunani Kuno. Ajaran yang paling jelas
dikemukakan oleh Pythagoras adalah metempsikosis, yaitu keyakinan bahwa setiap jiwa itu abadi, dan
setelah kematian, jiwa tersebut akan masuk ke tubuh yang baru. Pada zaman kuno, nama Pythagoras
dikaitkan dengan berbagai penemuan matematika dan ilmiah, seperti teorema Pythagoras, lima Bangui
ruang, teori kesebandingan, teori bumi bulat, dan gagasan bahwa bintag timur dan barat adalah planet
yang sama, yaitu venus. Pemikiran Pythagoras memengaruhi Plato, dan dialog-dialog karya Plato
menunjukkan pengaruh dari ajaran pythagoreanisme. Gagasan pythagoreanisme mengenai kesem-
purnaan matematis juga berdampak terhadap seni Yunani Kuno. Menurut Aristoteles, kaum pythagore-
anis menggunakan matematika untuk tujuan mistis dan bukan untuk keperluan sehari-hari. Mereka
meyakini bahwa segala sesuatu terdiri dari angka.
12
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2002, Halaman 21-22.
17

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi dalam bukunya Pengantar Filsafat Hukum

mengelompokkan pemikiran di era Thales hingga Pythagoras itu sebaga masa pra-

Socrates. Alasannya, di masa era Socrates menjadi tonggak awal pemikiran tentang

manusia dan membicarakannya. Socrates menyebutkan adalah yang benar dan yang

baik yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Sedangkan muridnya,

Plato, mengatakan realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia yang hanya terbuka bagi

pancaindra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dunia yang pertama adalah

dunia jasmani dan yang kedua dunia ide.

Kemudian muridnya Plato, Aristoteles13, mengatakan bahwa yang ada itu ada-

lah manusia-manusia yang konkret. “Ide manusia” tidak terdapat dalam kenyataan.

Aristoteles adalah filsuf realis dengan teori yang terkenal dengan sebutan

Hylemorfisyme. Pemikirannya yang sampai sekarang masih digunakan dalam ilmu

pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni aktivitas rasional di mana seseorang

memperoleh pengetahuan. Menurut Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni ab-

straksi fisis, abstraksi matematis, dan metafisis.

Lalu masuk ke era Stoa yang ditandai dengan lahirnya mazhab Stoa, yaitu suatu

mazhab yang mempunyai kebiasaan memberi pelajaran di Lorong-lorong tonggak

13
Aristoteles (384 SM - 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid Plato dan guru dari Alex-
ander Agung. Aristoteles lahir di Stogira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya ter-
masuk wilayah Makedonia tengah). Ia menulis tentang berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika,
metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnisk, biologi, dan zoologi. Bersama Socrates
dan Plato, ia dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran
Barat.

.
18

(stoa). Motor mazhab Stoa adalah Zeno14. Ia mengembangkan pemikiran Aristoteles

yang menyebutkan bahwa akal manusia itu merupakan rasio alam, dikembangkan

suatu pemikiran hukum alam yang bersumber dari akal ketuhanan. Pandangan mazhab

Stoa itu sangat berpengaruh pada perkembangan filsafat di era Romawi. Di masa

kekaisaran Roma era Alexander Agung (359-323 SM), filsafat tak begitu berkembang,

hanya sebatas mengutak-atik filsafat pendahulunya.

Selebihnya, menurut Satjipto Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum, para ahli

filsafat Romawi lebih memusatkan perhatiannya pada upaya mempertahankan keterti-

ban di seluruh kekaisaran Romawi. Mereka dituntut untuk lebih banyak mengem-

bangkan konsep-konsep dan teknik-teknik yang berkaitan dengan hukum positif sep-

erti kontrak, hukum kebendaan, dan ajaran-ajaran tentang kesalahan.15

Selanjutnya masa ke zaman abad pertengahan16 (abad ke-5 sampai abad ke-

15) dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada

masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan

aktivitas keagamaan. Pada zaman ini kebesaran kerajaan Romawi runtuh. Peradaban

yang didasarkan oleh logika ditutup oleh gereja dan digantikan dengan logika

14
Zeno (334 SM - 262 SM) adalah filsuf Yunani dari Citium, Siprus. Zeno lahir pada tahun 334
SM. Zeno adalah pendiri sekolah filsafat Stoa. Zeno datang dari Citium ke Athena pada tahun 312/311
SM untuk mempelajari filsafat di bawah Xenocrates, murid dan keponakan Plato. Para pengikut ajaran
Zeno disebut Zenonians. Selain itu, Zeno sangat dipengaruhi oleh filsafat Sinisme atau Cynic yang
dikembangkan Crates dalam hal kemerdekaan manusia memilih cara hidup, bukan patuh pada aturan
hukum, melainkan taat pada keteraturan alam, sebab hukum yang tertinggi adalah hukum alam yang
diatur oleh sang ilahi. Dalam pengaruh Crates, Zeno menuliskan gagasan bagaimana hidup dalam dunia
politik saat itu, bukunya berjudul Republik.
15
Lili Rasjidi dan Ira Tania Rasjidi, Op. Cit., Halaman 24.
16
Abad Pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15 Masehi.
Abad Pertengahan bermula sejak Kekaisaran Romawi Barat dan masih berlanjut manakala Eropa mulai
memasuki Abad Pembaruan. Sejarah Dunia Barat secara tradisional dibagi tiga kurun waktu, yakniAbad
Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern. Dengan kata lain, Abad Pertengahan adalah kurun waktu
peralihan dari Abad Kuno ke Zaman Modern.
19

keagamaan. Filsafat zaman abad pertengahan mengalami dua periode, yaitu periode

Patriastik dan Skolastik.

Patriastik berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli-

ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Era ini juga disebut zaman

kegelapan karena sedikitnya karya sastra dan budaya yang dihasilkan di Eropa Barat.

Sedangkan periode Skolastik (100-1500 M) melahirkan mazhab Neo Platonisme,

yang menghidupkan lagi filsafat Plato. Tokoh mazhab Neo Platonisme adalah Ploti-

nos17 yang membangun tata filsafat yang bersifat ketuhanan. Menurut pendapatnya,

Tuhan itu merupakan hakekat satu-satunya yang paling utama dan paling luhur, yang

merupakan sumber dari segala-galanya. Bertolak dari pendapat Plato bahwa orang ha-

rus berusaha mencapai pengetahuan yang sejati, Platinus mengatakan bahwa kita harus

melihat tuhan. Caranya, selain berfikir juga harus beribadah.18

Lalu masuk era Renaissance. Istilah Renaissance (bahasa Prancis) berasal dari

kata rinascita (bahasa Italia) yang artinya kelahiran kembali. Sebetulnya zaman ini

adalah titik awal peralihan menuju zaman modern. Artinya, selain hidup lagi ke-

budayaan Romawi dan Yunani kuno juga sekaligus kebangkitan kesadaran manusia

sebagai individu yang rasional, sebagai pribadi yang otonom, yang mempunyai ke-

hendak bebas dan tanggungjawab. Menurut Lili Rasjidi, kelahiran renaissance

17
Plotinos (204 M - 270) Madalah filsuf pendiri Mazhab Neo-Platonisme yang menjadikan
pemikiran Plato sebagai inspirasi utamanya. Akan tetapi, pemikiran Plato tersebut digabungkan dengan
berbagai aliran filsafat lain pada masanya, termasuk filsafat Timur. Inti ajaran Neo-Platoisme dapat
ditemukan dalam Enneadeis, yang merupakan buku berisi kumpulan karangan Plotinos. Di dalam buku
tersebut, pemikiran Plotinos berpusat pada konsep "Yang Esa". Terkadang "Yang Esa" disebut juga
sebagai "Yang Baik". "Yang Esa" tersebut tidak dapat dibicarakan, tidak dapat dipikirkan, dan tidak
dapat diidentifikasikan. Ia bukan sesuatu dan juga bukan roh. Tidak ada atribut yang melekat kepadanya.
Kemudian "Yang Esa" itu merupakan asal dan tujuan segala sesuatu.
18
Lili Rasjidi dan Ira Tania Rasjidi, Op. Cit, Halaman 21-22.

.
20

mengakibatkan perubahan yang tajam dalam berbagai kehidupan manusia. Teknologi

berkembang dengan pesat, benua-benua baru ditemukan, berdirinya negara-negara,

dan bertumbuhnya berbagai displin ilmu, dan lain-lain. Di masa inilah muncul filsuf-

filsuf seperti Galileo Galilei19, Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler.

Beralih ke zaman modern, suatu masa yang ditandai dengan berbagai

penemuan dalam bidang ilmiah. Rene Descartes20 (1596-1650) salah seorang ahli ilmu

pasti yang menjadi tokoh terkenal sebagai bapak filsafat moden. Penemuannya dalam

ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri atas dua garis turus X dan Y dalarn

bidang datar. Kemudian Isaac Newton21 dengan temuannya teori gravitasi dan Charles

Darwin dengan teorinya struggle for life (perjuangan untuk hidup), serta JJ. Thompson

dengan temuan elektron.

19
Galileo Galilei lahir di Pisa, Toscana, 15 Februari 1564 – meninggal di Arcetri, Toscana, 8
Januari 1642 pada umur 77 tahun) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki
peran besar dalam revolusi ilmiah. Ia disebut sebagai bapak astronomi observasional, bapak ilmu fisika
modern, bapak metode ilmiah, dan bapak ilmu pengetahuan. Sumbangannya dalam keilmuan antara
lain adalah penyempurnaan teleskop, berbagai pengamatan astronomi, dan hukum gerak pertama dan
kedua (dinamika). Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran
Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta.
20
René Descartes lahir di La Haye, Prancis, 31 Maret 1596 – meninggal di Stockholm, Swedia,
11 Februari 1650 pada umur 53 tahun), seorang filsuf dan matematikawan Prancis. Karyanya yang ter-
penting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641). Descartes,
adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia
menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa
yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad
ke-17 dan 18. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendakatan pemikirannya
bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berfikir. Karena itu, ia
membedakan "fikiran" dan "fisik". Pada akhirnya, kita mengakui keberadaan kita karena adanya alam
fikir. Semboyan Descrates "Aku berpikir maka aku ada".
21
Isaac Newton (25 Desember 1642–20 Maret 1726/27) adalah seorang fisikawan, matematika-
wan, ahli astronomi, filsuf alam, alkimiawan, dan teolog yang berasal dari Inggris. Dia merupakan
ilmuwan yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah, bahkan dikatakan sebagai bapak ilmu fisika
klasik. Karya bukunya Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica yang diterbitkan pada tahun 1687
dianggap sebagai buku paling berpengaruh sepanjang sejarah sains. Buku ini meletakkan dasar-dasar
mekanika klasik. Dalam karyanya ini, Newton menjabarkan hukum gravitasi dan tiga hukum gerak
yang mendominasi pandangan sains mengenai alam semesta selama tiga abad. Newton berhasil menun-
jukkan bahwa gerak benda di Bumi dan benda-benda luar angkasa lainnya diatur oleh sekumpulan
hukum-hukum alam yang sama. Dia membuktikannya dengan menunjukkan konsistensi antara hukum
gerak planet Kepler dengan teori gravitasinya.
21

Rene Descartes menyatakan bahwa ia tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu

pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya, di bidang ilmiah tidak ada satupun

yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang

dipersoalkan juga satu-satu pengecualianya adalah matematika dan ilmu pasti. Aliran

filsafat yang berasal dari Descrates disebut rasionalisme karena aliran ini sangat me-

mentingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat mem-

bangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan suatu realitas diluar rasio.

Bertentangan dengan rasionalisme tersebut maka sesudah masa Descrates mun-

cul aliran empirisme yang timbul di Inggris, empirisme memilih pengalaman sebagai

sumber dari pengenalan. Thomas Hobbes22 (1588-1679) menganggap pengalaman

inderawi merupakan permulaan dari segala pengenalan. Menurut Hobbes, seluruh

dunia termasuk juga manusia merupakan suatu proses yang berlangsung tiada henti-

hentinya atas dasar hukum-hukum mekanisme saja. Kemudian muncul John Locke23

(1632-1704) yang mengatakan mula-mula rasio manusia harus dianggap as a white

paper dan seluruh isinya berasal dari pengalaman. Lalu George Berkeley24 (1685-

22
Thomas Hobbes dari Malmesbury (lahir di Malmesbury, Wiltshire, Inggris, 5 April
1588 – meninggal di Derbyshire, Inggris, 4 Desember 1679 pada umur 91 tahun) adalah seorang filsuf
Inggris yang beraliran empirisme. Pandangannya yang terkenal adalah konsep manusia dari sudut pan-
dang empirisme-materialisme, serta pandangan tentang hubungan manusia dengan sistem negara.
Hobbes memiliki pengaruh terhadap seluruh bidang kajian moral di Inggris serta filsafat politik, khu-
susnya melalui bukunya yang amat terkenal "Leviathan". Hobbes tidak hanya terkenal di Inggris tetapi
juga di Eropa Daratan. Selain dikenal sebagai filsuf, Hobbes juga terkenal sebagai ahli matematika dan
sarjana klasik. Ia pernah menjadi guru matematika Charles II serta menerbitkan terjemahan Illiad dan
Odyssey karya Homeros.
23
John Locke (1632-1704) adalah seorang filsuf Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama
dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf
negara liberal. Bersama Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era pen-
cerahan. Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperi-
men di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika. Ia
menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan
oleh Descartes. Ia juga menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi ber-
dasarkan pengalaman; jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima
pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
24
George Berkeley (1685-1753) adalah filsuf Irlandia. Bersama John Locke dan David Home, ,
ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Berkeley mengembangkan suatu pandangan
22

1753) berpendapat bahwa sama sekali tidak ada substansi yang materiil yang ada han-

yalah ciri-ciri yang diamati.25

Menurut Bertens, dalam bukunya Ringkasan Sejarah Filsafat, filsuf besar di

abad modern lainnya adalah Immanuel Kant26 (1724-1804). Disebutkan, kehidupan

Kant sebagai filsuf dapat dibagi atas dua periode zaman praktis dan zaman kritis. Da-

lam zaman praktis dia menganut pendirian rasionalitas. Masuk ke zaman kritis, Kant

mengubah wajah filsafat secara radikal. Kant menanamkan filsafatnya sebagai krit-

isme dan ia mempertentangkan antara kritisisme dengan dogmatism. Menurutnya

kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu me-

nyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Kant adalah filsuf pertama yang mengu-

sahakan penyelidikan ini, sedangkan para filsuf yang mendahuluinya tergolong dalam

dogmatism, karena mereka percaya mentah-mentah pada kemampuan rasio tanpa

penyelidikan lebih dahulu.

Selain itu, jangan lupakan kebesaran Auguste Comte 27 (1798-1857). Filsuf

Prancis ini dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran

tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik
yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme. Inti pandangan filsafat Berkeley
adalah tentang "pengenalan". Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara
subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengama-
tan antara pengamatan indra yang satu dengan pengamatan indra yang lain. Berkeley mengatakan bahwa
pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu yang kongkret.
25
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011, Halaman 55.
26
Immanuel Kant (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königs-
berg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kota itu sekarang bernama Kaliningrad
di Rusia. Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin. Setiap hari ia jalani dengan jadwal
yang sudah sangat tersistematisasi. Orang konon bisa menebak dengan mudah pada jam/waktu ini ia
berada di mana dan sedang melakukan kegiatan apa. Kedisiplinan hidup inilah yang memungkinkan
Kant menulis begitu banyak karya yang fenomenal. Kant adalah guru besar untuk logika dan metafisika
di Universitas Königsberg.
27
Auguste Comte lahir di Montpellier, Prancis, 19 Januari 1798 – meninggal di Paris, Prancis, 5
September 1857 pada umur 59 tahun, adalah seorang filsuf Prancis yang dikenal karena memperkenal-
kan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun
dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial
sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran. Comte juga merupakan Tokoh yang pertama memcip-
takan istilah sosiologi, sehingga ia mendapat julukan sebagai Bapak Sosiologi Dunia.
23

positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan

oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu social sebagai

sarana dalam memperoleh kebenaran. Comte juga merupakan tokoh pertama mencip-

takan istilah sosiologi, sehingga ia mendapat julukan sebagai Bapak Sosiologi Dunia.

Adapun karakter karakteristik filsafat positivism Comte, adalah: tak semua

pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan; pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan

setelah mendapatkan legitimasi ilmiah dan proses metodologi tertentu; metode selalu

diarahkan pada fakta, perbaikan terus menerus, berbasis kepada kepastian, dan ber-

standarkan kecermatan.

Kemudian masuk ke zaman kontemporer (abad ke-20 hingga sekarang). Salah

satu filsuf terkenal di sini adalah Albert Einstain menyatakan bahwa alam itu tidak

terhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau

bersifat statis dari waktu ke waktu. Zaman Kantemporer ini ditandai dengan penemuan

berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu

yang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer,

berbagai satelit komunikasi, internet, dan sebagainya. Bidang ilmu lain juga men-

galami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmu-

wan kantemporer mengetahui hal yang sedikit, tetapi secara rnendalam.

4. Kajian Filsafat

Mempelajari pengertian filsafat ditambah pengetahuan tentang sejarah dan

perkembangannya dapat ditarik benang merah yang menjelaskan apa sebetulnya men-

jadi fokus perhatian filsafat ini, dalam arti apa yang menjadi titik telaahan filsafat.

Pergerakan dari perhatian filsafat pun bergerak makin tajam sebagaimana perkem-

bangan manusia dalam menggali pengetahuannya.


24

Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah

yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir,

maka filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok: terjawab masalah yang satu,

diapun merambah ke pertanyaan yang lain. Tentu saja tiap kurun zaman mempunyai

masalah yang merupakan mode pada waktu itu.28

Jujun S Suriasumantri menyebutkan pada tahap awal filsafat mempersoalkan

siapakah manusia itu. Bahkan sejak zaman filsuf Yunani kuno sampai sekarang ini,

filsafat belum selesai dalam membahas tentang manusia. Pada tahap kedua, pertanyaan

yang berkisar tentang ada: tentang hidup dan eksistensi manusia. Kemudian pada tahap

ketiga adalah penalaran secara ilmiah. Jadi, epistemologi dan bahasa (dan matematika

yang menurut filsafat bukan ilmu melainkan bahasa nonverbal) merupakan gumulan

utama filsafat pada tahap ini.

Adapun yang dikaji filsafat itu juga berkembang. Dari terbagi dalam tiga segi,

yaitu logika (apa yang sebut benar dan apa yang disebut salah), etika (mana yang di-

anggap baik dan mana yang dianggap buruk), dan estetika (apa yang termasuk indah

dan apa yang termasuk jelek). Kemudian bertambah dua lagi yaitu metafisika (teori

tentang ada: tentang hakekat keberadaan zat dan pikiran) dan politik (kajian mengenai

organisasi social atau pemerintahan). Selanjutnya, terjadi perkembangan menjadi

cabang-cabang filsafat yang mempunyai kajian yang lebih spesifik di antaranya fil-

safat ilmu. Adapun cabang-cabang filsafat itu antara lain mencakup: epistemology (fil-

safat pengetahuan), etika (filsafat moral), estetika (filsafat seni), metafisika, politik,

agama, ilmu, pendidikan, hukum, sejarah, dan matematika.29

28
Suriasumantri, Op. Cit, Halaman 25.
29
Ibid, Halaman 32-33.
25

Lebih lanjut, Jujun S Suriasumantri, menjelaskan filsafat ilmu merupakan bagian

dari epistemologis yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan

ilmiah. Meskipun secara metodelogis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam

dan ilmu-ilmu social, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat

khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat

ilmu-ilmu sosial.

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa

pertanyaan mengenai hakekat ilmu, seperti: pertama landasan ontologis (objek apa

yang hendak ditelaah ilmu, bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut,

bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia –seperti berpikir,

merasa dan mengindera—yang membuahkan pengetahuan), kedua landasan episte-

mologis (bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang

berupa ilmu, bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita

mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran itu sendiri, apakah

kriterianya, cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan penge-

tahuan yang berupa ilmu), dan ketiga adalah landasan aksiologis (untuk apa penge-

tahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara penggunaan

tersebut dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan objek yang ditelaah ber-

dasarkan pilihan-pilihan moral, bagaimana kaitan teknik procedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional).30

30
Ibid, Halaman 34-35.

.
26

5. Penutup

Pemaparan materi pada tahap awal perkuliahan dibatasi hanya pengenalan ilmu

filsafat, artinya tidak ada pendalaman secara utuh. Kendati demikian, mahasiswa akan

dapat pemahaman bagaimana pengertian, ciri khas, dan alur filsafat yang bergerak dari

masa ke masa, mulai dari zaman Yunani kuno hingga menangkap berbagai dimensi

perubahan dan berbagai kondisi yang menjadi penyebab perubahan itu sendiri. Misal-

nya di zaman Yunani kuno, filsafat hanya bergerak dalam keberadaan alam dan peru-

bahan-peruabahan yang melingkupinya. Pada masa itu bangsa Yunani bergerak ke

arah yang rasional maka logos (akal budi, rasio) pun mengganti mythos.

Lalu masuk ke era Stoa yang mengembangkan pemikiran Aristoteles yang me-

nyebutkan bahwa akal manusia itu merupakan rasio alam, dikembangkan suatu

pemikiran hukum alam yang bersumber dari akal ketuhanan. Pandangan mazhab Stoa

itu sangat berpengaruh pada perkembangan filsafat di era Romawi. Di masa kekaisa-

ran Roma pada zaman kaisar Alexander Agung (359-323 SM), filsafat tak begitu

berkembang, hanya sebatas mengutak-atik filsafat pendahulunya.

Selanjutnya masa ke zaman abad pertengahan (abad ke-5 sampai abad ke-15)

dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Lalu masuk era Renais-

sance yang menjadi titik awal peralihan menuju zaman modern. Beralih ke zaman

modern, suatu masa yang ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.

Kemudian pada ke zaman kontemporer (abad ke-20 hingga sekarang) yang ditandai

dengan penemuan berbagai teknologi canggih yang mendorong terjadi spesialisasi

ilmu yang semakin tajam.

Dari uraian tersebut terbentang pula wilayah kajian filsafat, yaitu terterbagi da-

lam tiga segi, yaitu logika, etika, dan estetika. Kemudian berkembang menjadi cabang-
27

cabang filsafat yang mempunyai kajian yang lebih spesifik di antaranya filsafat ilmu.

Adapun cabang-cabang filsafat itu antara lain mencakup: epistemology (filsafat

pengetahuan), etika (filsafat moral), estetika (filsafat seni), metafisika, politik, agama,

ilmu, pendidikan, hukum, sejarah, dan matematika. Lebih lanjut dijelaskan soal filsafat

ilmu yang merupakan bagian dari epistemologis yang secara spesifik mengkaji hakikat

ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan

filsafat ilmu-ilmu sosial. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin

menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu, yaitu landasan ontologis lan-

dasan epistemologis, landasan aksiologis

6. Latihan

Setelah mendapatkan pemahaman materi awal dari mata kuliah Pengantar Fil-

safat Hukum, mahasiswa diwajibkan membahasnya dalam diskusi dalam kelompok

dalam kelas. Masing-masing kelompok mempresentasikan pemahamannya mengenai

materi yang telah diterima di atas. Masing-masing kelompok memilih salah satu

thema di bawah ini, atau dapat mengajukan thema tersendiri yang masih memiliki

konteks dengan perkuliahan pertama untuk dibahas dalam diskusi kelompok:

a. Jelaskan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana perkembangannya,

serta narasikan pergeseran-pergeseran pemikiran yang terjadi dari zaman

Yunani kuno hingga zaman kontemporer?

b. Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-

pergeseran yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

7. Pustaka

Bertens K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.
28

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.
29

PERKULIAHAN ke-2

FGD: PENGERTIAN & PERKEMBANGAN FILSAFAT

1. Diskusi

Fokus group discussion (FGD) menjadi salah satu parameter keseriusan maha-

siswa dalam mendalami materi, yaitu mengenai pengertian dan perkembangan filsafat

serta bidang yang menjadi kajian filsafat. Diskusi ini menjadi ajang latihan yang san-

gat bagus untuk mengasah kemampuan dalam memahami materi. Dari kegiatan ini

mahasiwa dapat mendalami materi dan mampu menjelaskan materi perkuliahan yang

sudah diperolehnya.

2. Tugas

Setelah diskusi, masing-masing mahasiswa menyusun laporan hasil diskusinya

dan dijadikan komponen penilaian personal mahasiwa. Laporan dikumpulkan pada

saat selesai tutorial.

3. Bahan Pustaka

Bertens K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Hara-
pan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.
30

PERKULIAHAN Ke-3

DASAR-DASAR FILSAFAT HUKUM

1. Pendahuluan

Setelah memahami materi perkuliahan pengertian dan perkembangan Filsafat

secara umum, pada perkuliahan ketiga ini mahasiswa mulai memasuki wilayah pem-

bahasan Filsafat Hukum. Namun materi yang diberikan adalah tahap pengenalan fil-

safat hukum. Karena itu, materia yang diberikan dimulai dengan membahas mengenai

Pengertian Filsafat Hukum, kedudukan filsafat hukum dalam ilmu filsafat dan se-

baliknya, dan perkembangan filsafat hukum.

Materi kuliah pemula ini menjadi daya dorong bagi mahasiswa dalam menapaki

materi pendalaman lebih lanjut. Sebab dengan pemahamanan dasar inilah maka ma-

hasiswa dapat berjalan ke ruang lingkup yang lebih dalam lagi mengenai filsafat

hukum. Pemahaman dasar sangat penting agar mahasiswa tidak tersesat atau ke-

bingungan ketika fikirannya masuk dan berkelana dalam ranah filsafat hukum yang

lebih tajam lagi. Misalnya, mahasiswa haruslah memahami makna dan koridor yang

menjadi wilayah pembahasan filsafat hukum yang berkaitan dengan ruang dan waktu,

sehingga tak keluar pagar pembahasannya kendati memiliki dimensi dan persentuhan

dengan berbagai disiplin ilmu lainnya.

Setidaknya, pada tahap awal ini, mahasiswa mampu menguraikan mengenai per-

istilahan, pengertian, dan sejarah perkembangan filsafat, serta dapat menggampar-

kannya secara mantap dalam forum group discussion mengenai pengertian filsafat

hukum, kedudukan filsafat hukum dalam ilmu filsafat dan sebaliknya, dan perkem-

bangan filsafat hukum. Materi dasar ini akan membuat kokoh pola pikir mahasiswa
31

mengenai filsafat hukum, dan juga memahami makna-makna yang terkandung dalam

materi hukum lainnya yang diajarkan di Universitas Malahayati.

2. Pengertian Filsafat Hukum.

Apa itu filsafat hukum? Ini adalah pertanyaan pertama yang harus dipahami

sebelum melangkah lebih jauh memasuki arena materi filsafat hukum. Bahkan tahap

awal masih perlu penjelasan mengenai kata filsafat hukum dalam bahasa asing yang

beragam. Misalnya Inggris menggunakan 2 (dua) istilah yaitu Legal Philosophy atau

Philosophy of Law, Belanda juga menggunakan 2 (dua) istilah yaitu Wijsbegeerte van

het Recht dan Rechts Filosofie, sedangkan Jerman menggunakan istilah Filosofie des

Rechts. Adapun istilah Filsafat Hukum dalam Bahasa Indonesia adalah terjemahan

dari istilah Philosophy of Law atau Rechts Filosofie.

Sedangkan untuk memahami makna filsafat hukum itu bisa dengan memadukan

antara makna filsafat dan makna hukum. Jadi di sini, bisa diartikan bahwa filsafat

hukum adalah suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh mengenai hukum.

Lebih jelas, Satjipto Rahardjo31 merumuskan bahwa filsafat hukum itu mempersoal-

kan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat

hukum, tentang dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-

contoh pertanyaan mendasar itu.

Dari pengertian filsafat hukum di atas dapat ditarik lebih detail mengenai apa

saja yang menjadi kosentrasi pembahasan filsafat hukum. Lili Rasjidi mengemukakan

uraian yang lengkap dari L. Bender O.P (dari buku berjudul Het Recht

31
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, Halaman 404.

.
32

Rechtsphilosophische Verhandelingen, Busuum, Paul Brand, terbitan tahun 1984)

yaitu: filsafat hukum adalah satu ilmu yang merupakan bagian dari filsafat. Filsafat itu

terdiri dari beberapa bagian. Salah satu bagian utamanya adalah filsafat moral, yang

disebut juga etika. Objek dari bagian utama ini ialah tingkah laku manusia dari segi

baik dan buruk yang khas, yang ditemukan dalam tingkah laku manusia, yaitu baik

atau buruk menurut kesusilaan. Filsafat hukum adalah bagian dari filsafat moral atau

etika.32

Lebih lanjut, Lili Rasjidi, mengemukakan, bahwa filsafat hukum memasalahkan

hakikat hukum, alasan terdalam dari eksistensi hukum (tujuan, subjek, pembuatan),

sifat-sifatnya. Jadi filsafat hukum itu bukanlah tentang hukum ini atau hukum itu,

misalnya hukum Belanda atau hukum Romawi, bukan mengenai hukum pidana, tetapi

mengenai hukum an sich. Sebab itu kesimpulan-kesimpulan filsafat hukum berlaku

umum untuk setiap hukum.

Dari berbagai defenisi yang disampaikan para penulis filsafat hukum, dapat

disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah: 1) sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat

etika atau moral; 2) bahwa yanhg menjadi objek pembahasannya adalah hakikat

hukum, yaitu inti atau dasar yang sedalam-dalamnya dari hukum; dan 3) mempelajari

lebih lanjut hal-hal yang tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu hukum.33

3. Kerangka Filsafat Hukum

Sebelumnya sudah disinggung bahwa kajian filsafat semula berada dalam tiga

segi, yaitu: logika, etika, dan estetika. Kemudian berkembang bertambah dua lagi

yaitu: metafisika dan politik. Perkembangan berikutnya menjadi cabang-cabang

32
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2002, halaman 4.
33
Ibid.
33

filsafat yang mempunyai kajian yang lebih spesifik di antaranya filsafat ilmu. Adapun

cabang-cabang filsafat itu antara lain mencakup: epistemology (filsafat pengetahuan),

etika (filsafat moral), estetika (filsafat seni), metafisika, politik, agama, ilmu, pendidi-

kan, hukum, sejarah, dan matematika.34

Filsafat ilmu, merupakan bagian dari epistemologis yang secara spesifik

mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Meskipun secara metodelogis ilmu

tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social, namun karena perma-

salahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi men-

jadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. 35 Pendapat lainnya, se-

bagaimana disebutkan Lili Rasjidi, dari berbagai defenisi yang disampaikan para penu-

lis filsafat hukum, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat,

yaitu filsafat etika atau moral.

Hukum terkait dengan tingkah laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur

perilaku manusia agar tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia yang disebut dengan

etika atau filsafat tingkah laku. Jadi, tepat dikatakan bahwa filsafat manusia

berkedudukan sebagai genus, etika sebagai species dan filsafat hukum sebagai subspe-

cies.36

Sebab menyatu dengan manusia, maka hukum sangat bergantung pada manusia.

Jika tidak ada manusia maka dengan sendirinya hukum pun tiada. Begitu juga dengan

filsafat hukum, semua orang berfilsafat tentang hukum setelah terlebih dahulu

34
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Ja-
karta, 2007, Halaman 32-33..
35
Ibid.
36
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Ja-
karta, 1999, Halaman 10.
34

berfilsafat tentang manusia. Dalam kaitan ini yang menjadi objek filsafat tentang

manusia ini berkaitan dengan tingkah lakunya. Jika filsafat dianalogikan dalam seba-

tang pohon, maka pohon filsafat manusia memiliki cabang yang namanya filsafat

etika, sedangkan filsafat hukum adalah anak cabang dari filsafat etika.

Dalam ranah ilmu hukum, Meuwissen dalam Tentang Pengembanan Hukum,

Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum menyatakan bahwa filsafat hukum

adalah tataran abstraksi teoritikal yang peringkat keabstrakannya berada pada tataran

tertinggi. Karena itu, filsafat hukum meresapi semua bentuk pengusahaan hukum te-

oritikal dan pengusahaan hukum praktikal. Pengusahaan hukum teoritikal adalah

kegiatan menguasai hukum secara intelektual, dengan metoda logik-sistematikal, ra-

sional kritikal. Sedangkan refleksi praktikal adalah kegiatan manusia berkenaan

dengan berlakunya hukum dalam realita kehidupan sehari-hari.37

4. Perkembangan Filsafat Hukum.

Kendati disebut zaman Yunani kuno, yang dikelompokkan pada zaman pra-

Socrates dan era Socrates, semua filsuf di masa itu adalah pembuka pintu gerbang

perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat saat ini. Dari pundak pemikiran

merekalah para pemikir berikutnya berdiri dan mengembangkan berbagai gagasan

turunan hingga sekarang ini.

a. Yunani Kuno

Para filsuf pada abad ke-6 SM, yaitu Thales, Anaximandros, Anaximenes,

Heraklitos, Pythagoras, menggerakkan bangsa Yunani ke arah yang rasional

maka logos (akal budi, rasio) pun mengganti mythos.

37
Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan
Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.
35

Bahkan di masa itu, menurut K. Bertens dalam bukunya Sejarah Filsafat

Yunani, negeri Yunani berkembang menjadi pusat kebudayaan di bidang ke-

budayaan, dan politik. Perkembangan itu dianggap merupakan hasil munculnya

logos (budi, rasio, ruh) pada manusia-manusia yang berbudaya. Berkat logos,

orang sudah mulai berfikir rasional. Pikiran-pikiran filsafat dinilai sebagai

jelmaan istimewa dari logos.38

Namun persoalan hukum di masa itu masih dianggap sebagai bagian dari

gejala alamiah, disebabkan pemikiran tentang manusia di masa itu masih disa-

tukan dengan alam semesta. Artinya, apa yang menjadi hukum bagi manusia

dipandang sebagai keharusan alamiah (nomos). Alam tetap dianggap bersifat

sakral, dan hidup manusia tetap dianggap harus tunduk pada nasib alam yang tak

terelakkan.

Kemudian masuk era Socrates pada abad ke-4 SM, para filsuf besar mulai

menyadari tentang peranan manusia dalam membentuk hukum. Misalnya, Soc-

rates menuntut supaya penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai

yang melebihi manusia. Plato dan Aristoteles sudah mulai mempertimbangkan

manakah aturan yang adil yang harus disetujui oleh hukum, walaupun mereka

tetap juga mau taat pada tuntutan-tuntutan alam. Plato, menulis dua buku

mengenai hidup bernegara yaitu Politeia dan Nomoi. Di dalam dua bukunya itu,

Plato memaparkan tentang kehidupan bernegara dan hukum serta keadilan. Ar-

istoteles menulis tentang negara dan hukum dalam buku berjudul Politika.

Ajaran Aristoteles ini kemudian dikembangkan oleh mazhab Stoa yang

digulirkan oleh pemikir utamanya, filsuf Zeno. Dengan mengambil sebagian

38
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995, Halaman 22.
36

ajaran Aristotels, yaitu akal manusia itu merupakan bagian dari rasio alam,

dikembangkan suatu pemikiran hukum alam yang bersumber dari akal

ketuhanan (logos). Dimana manusia dimungkikan hidup menyesuaikan diri pa-

danya. Di sinilah dikenal sebagai hukum alam yang kelak menjadi dasar segala

hukum positif.

b. Kekaisaran Romawi

Mazhab Stoa (hukum alam) merasuk ke era kejayaan Kekaisaran Romawi

yang didirikan pada 753 SM yang berkembang terus hingga akhirnya merajai

dunia. Sejak abad ke-3 (tiga) SM, aliran Stoa memengaruhi kebudayaan

Romawi. Lalu menyusul ajaran agama Kristiani yang mulai dikembangkan sejak

abad-abad pertama Masehi. Semula, yaitu pada abad ke-8 SM, peraturan-pera-

turan Romawi hanya menyangkut kota Roma. Kemudian peraturan-peraturan

negara itu berangsur-angsur menjadi lebih universal (ius gentium), sebab dis-

esuaikan dengan kebutuhan Romawi yang makin meluas.

Namun, hukum Romawi pada abad-abad sebelum masehi, lebih bersifat

kasuistik. Artinya peraturan-peraturan yang berlaku tidak diterapkan secara

otomatis kepada semua perkara, tetapi berfungsi pedoman atau contoh bagi para

hakim. Baru kemudian peraturan-peraturan para kaisar menjadi undang-undang

yang mengikat secara universal. Selaras dengan perkembangan ini diciptakan

juga satu ilmu hukum oleh para sarjana di bidang hukum seperti Cicero39.

39
Bernama lengkap Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) adalah filsuf, orator yang memiliki ket-
erampilan handal dalam retorik, pengacara, penulis, dan negarawan Romawi kuno yang umumnya di-
anggap sebagai ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa. Cicero merupakan tokoh besar mazhab filsafat
Stoa yang populer pada abad 4 SM sampai abad 2 M, dan ia merupakan salah satu tokoh pada periode
akhir yang lebih terkenal dengan sebutan Stoa Romawi. Selain itu, ia dan pemikirannya juga dianggap
dekat dengan aliran Platonisme dan Epikureanisme. Pemikirannya banyak dirujuk dalam pemikiran
hukum dan tata negara, serta pemikiran filsafat lainnya. Cicero dikenal sebagai negarawan yang be-
rusaha menegakkan prinsip-prinsip republik dalam perang sipil, kegagalannya menyebabkan perang
sipil yang menghancurkan Republik Romawi.
37

Filsafat hukum yang menerangkan dan mendasari sistem hukum tersebut,

lebih bersifat idiil, yakni apa yang dianggap terpenting oleh para tokoh politik

dan yuridis di zaman itu bukanlah hukum yang telah ditentukan (hukum positif,

leges), melainkan hukum yang dicita-citakan yang dicerminkan dalam leges ter-

sebut (hukum sebagai ius). Ius itu belum tentu ditemukan dalam segala pera-

turan, akan tetapi terwujud dalam suatu hukum alamiah yang mengatur baik

alam maupun hidup manusia. Oleh para ahli yang menganut aliran Stoa (hukum

alam) itu, yang melebihi hukum positif dipandang sebagai pernyataan kehendak

ilahi. 40

c. Abad Pertengahan

Kejayaan Kekaisaran Romawi runtuh pada tahun 476 setelah dijatuhkan

oleh bangsa-bangsa baru, menjadi awal masuknya abad pertengahan (abad ke-5

sampai abad ke-15) yang ditandai dengan penyebaran agama-agama besar Islam

dan Kristen. Sedangkan agama-agama India, seperti Hindu dan Budha, sudah

tersebar di timur, dari India sampai ke Jepang, namun kurang berpengaruh.

Agama Kristen disebarkan di seluruh Eropa, sementara agama Islam berkem-

bang di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Selatan sejak abad ke-7 (tujuh)

masehi.

Tolok ukur pikiran orang pada abad pertengahan adalah kepercayaan

bahwa alam semesta telah ditetapkan oleh Allah. Begitu juga dengan hukum

yang dipandang sebagai aturan yang berasal dari Allah. Karena itu, hukum yang

dibentuk mendapat akarnya dalam agama. Menurut agama Islam, hukum

berhubungan wahyu secara langsung, sehingga hukum adalah bagian dari

40
Huijbers, Op.Cit, Halaman 25.
38

wahyu. Sedangkan menurut agama Kristen, hukum berhubungan tidak langsung

dengan wahyu, yakni hukum yang dibuat manusia disusun di bawah inspirasi

agama dan wahyu. 41

Sejak abad pertengahan ini, dalam filsafat hukum disebut lima jenis

hukum, yaitu;

1) hukum abadi (lex aeterna): rencana Allah tentang aturan semesta alam.

Merupakan suatu pengertian teologis tentang asal mula segala hukum;

2) hukum ilahi positif (lex devina positive): hukum Allah yang terkandung

dalam wahyu agama, terutama mengenai prinsip-prinsip keadilan;

3) hukum alam (lex naturalis): hukum Allah sebagaimana nampak dalam

aturan semesta alam melalui akal budi manusia;

4) hukum bangsa-bangsa (ius gentium): hukum yang diterima oleh semua

atau kebanyakan bangsa. Hukum itu hukum yang berasal dari Romawi,

lambat laun hilang sebab diresapi dalam hukum positif;

5) hukum positif (lex humana positive): hukum sebagaimana ditentukan

oleh yang berkuasa. Hukum ini pada zaman modern ditanggapi sebagai

hukum yang sejati.

Semua istilah ini ditemukan antara lain pada buku Thomas Aquinas yang

berjudul Summa Theologica.42

d. Zaman Modern

Embrio pergeseran ke zaman baru atau terlahir kembali (renaissance) su-

dah muncul pada abad ke-15, yaitu dengan munculnya aliran filsafat masa

41
Ibid, Halaman 27.
42
Ibid, Halaman 27.
39

Skolastik. Aliran ini membuka pemikiran mengembangkan agama Kristen da-

lam dunia filsafat. Tokoh utamanya Platinus melahirkan mazhab Platonisme

yang bertolak dari pemikiran Plato yaitu usaha mencapai pengetahuan sejati.

Platinus mengemukakan pemikirannya bahwa “harus berusaha melihat tuhan”.

Dari sini muncullah aliran via antiqua yang berpihak pada gereja, dan aliran via

moderna yang berpihak pada kaisar. Mulai dibahas hubungan antara negara,

hukum, dan gereja. Mulai timbul pemikiran-pemikiran yang bersifat sekuler

dengan memisahkan secara tegas urusan duniawi (negara) dan keagamaan (ger-

eja).

Di awal zaman baru ini, mulai muncul gerakan humanisme, yaitu manusia

unggul sebagai pribadi di antara segala makhluk lainnya, khususnya sebagai

pencipta kebudayaan. Ditambah lagi dengan timbulnya reformasi agama Kristen

yang menghasilkan agama Protestan yang menekankan tiap-tiap manusia ber-

hadapan dengan tuhan sebagai pribadi, dan kontra-reformasi dalam agama

Katolik menitik beratkan tanggungjawab manusia sebagai pribadi juga.

Di samping itu, dunia ditemukan kembali secara khusus melalui ilmu-ilmu

pengetahuan empiris, pertama-tama ilmu fisika, salah satu tokohnya yang sangat

terkenal adalah Galileo Galilei (1564-1642, yang kemudian disusul oleh Isaac

Newton (1642-1727). Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan ini mendorong manusia

untuk makin mencari kebenaran dalam fakta-fakta yang nyata dalam pengala-

man.

Selain itu, mulai munculnya gerakan politik baru dengan lahirnya negara-

negara nasional dibawah pimpinan raja-raja. Politik juga sangat dinamis dengan

upaya perluasan-perluasan wilayah kekuasaan akibat petualangan-petualangan


40

pelaut yang mencari wilayah baru hingga ditemukannya benua Amerika pada

1492, maka era colonial pun dimulai.

Selanjutnya zaman rasionalisme atau aufklarung (zaman pencerahan,

zaman terang budi) pada abad ke 17-18 yang menekankan pada kekuatan akal

budi. Perintis filsafat rasionalisme adalah Rene Descrates (1596-1650). Menurut

Descrates, terdapat ide-ide terang pada manusia yang mutlak dapat dipercaya.

Ide-ide itu berakar dalam kesadaran tiap-tiap manusia tentang dirinya pribadi

yang berakal budi dan bebas. Dengan demikian manusia sebagai subjek dijadi-

kan titik tolak pandangan hidup.

Selain itu, muncul juga aliran empirisme yang dipelopori John Locke

(1632-1704) yang menekankan perlunya basis empiris bagi semua pengertian.

Empirisme yang berkembang di Inggris ini sebenarnya berpikir secara rasional-

isme juga namun lebih menekankan motode empiris, yaitu apa yang tidak dapat

dipahami maka tidak dapat diakui kebenarannya.

Ide-ide baru tentang hukum yang muncul pada zaman itu sangat berkaitan

dengan pandangan atas pemerintahan masyarakat dalam negara. Negara ideal

adalah negara hukum. John Locke, misalnya, membela hak-hak warga negara

terhadapa pemerintah yang berkuasa. Locke, antara lain berpendapat bahwa: 43

1. penguasa tidak dapat memerintah secara sewenang-wenang sepe-

nuhnya;

2. ia tidak dapat melimpahkan kekuasaan membuat undang-undang

kepada orang-orang lain;

43
Emeritus John Gilissen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, PT Refika
Aditama, Bandung, 2007, Halaman 118-119.
41

3. ia tidak dapat mengambil atau merampas hak milik seseorang begitu

saja tanpa persetujuan yang bersangkutan;

4. ia berkewajiban untuk menegakkan keadilan dan mengambil kepu-

tusan-keputusan tentang hak-hak kaula-kaula negaranya menurut un-

dang-undang yang tetap;

5. di dalam negara harus ada pemisahan antara kekuasaan legislative

(yang membentuk aturan-aturan), kekuasaan eksekutif (yang men-

jalankan aturan-aturan ini) dan suatu “kekuasaan federative” yang

mengurus hubungan-hubugan luar negeri.

Pengaruh John Locke sangat pula dirasakan baik di Perancis, Britania

Raya maupun Amerika Serikat. Kemudian ada Montesquieu 44 (1689-1755)

terkenal dengan rumusan Trias Politica. Montesquieu telah mempelajari secara

mendalam institusi-institusi Inggris dan mengacungi jempolnya atas pemisahan

kekuasaan dan kebebasan politik yang berlaku di Inggris sejak revolusi tahun

1688. Ajaran Montesquieu dapat diragkum sebagai berikut45:

1. Hukum-hukum alam mendahului adanya masyarakat dan menduduki

tingkat yang lebih tinggi daripada aturan-aturan agama dan negara;

2. Aturan-aturan setiap bangsa tidak akan berubah-ubah, oleh karena hal-

hal tersebut tergantung antara lain pada faktor-faktor yang berubah-

ubah seperti lingkungan;

44
Ibid, Halaman 120.
45
Bernama lengkap Baron de La Brède et de Montesquieu (1689 – 1755), Montesquieu adalah
pemikir politik Prancis yang hidup pada era Pencerahan. Ia terkenal dengan teorinya mengenai pemisa-
han kekuasaan, yaitu Trias Politika (pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga): eksekutif, legislative,
dan yudikatif. Pengacara dan penasehat hukum di Parlemen, yakni Pengadilan Tinggi di Bordeaux, ini
adalah pengikut John Locke. Di dalam bukunya D I’Esprit des Lois, ia seringkali menunjukkan dirinya
sebagai seorang pembela hukum alam. Lihat Emeritus John Gilissen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah
Hukum Suatu Pengantar, PT Refika Aditama, Bandung, 2007, Halaman 119.
42

3. Agar dapat mempertahankan kebebasan diperlukan pemisahan

kekuasaan-kekuasaan yakni kekuasaan legislative, eksekutif, dan

yudikatif, disertai tatanan pengawasan dan keseimbangan timbal balik;

4. Aturan-aturan ini harus sederhana, sesuai dengan rasio dan rasa kead-

ilan dan dapat dimengerti oleh setiap warga negara.

Lalu JJ Rousseau 46 (1712-1778) memaparkan keunggulan manusia se-

bagai subjek hukum, yaitu bila hukum menjadi bagian suatu kehidupan bersama

yang demokratis, maka raja sebagai pencipta hukum perlu diganti dengan rakyat

sebagai pencipta dan subjek hukum.

Sedangkan Immanuel Kant (1727-1804) menjelaskan bahwa pemben-

tukan tata hukum merupakan inisiatif manusia guna mengembangkan suatu ke-

hidupan bersama yang bermoral.

Gagasan rasionalisme ini membawa pengaruh besar dalam hukum, terma-

suk pula hubungan negara dengan warganya. Ideologi absolutisme dan feodel-

isme menjadi tidak populer lagi yang ditandai dengan terjadinya Revolusi Pran-

cis pada tahun 1789. Itulah sebabnya, pada akhir abad ke-18 muncul suatu era

baru dalam kehidupan politik diwujudkan di Amerika (1776 dan di Prancis

(1789). Revolusi Perancis (yang didasarkan pada liberte, egalite, dan fraternite)

telah mendesak hadirnya suatu tata hukum baru atas dasar kedaulatan rakyat.

Dua arus pikiran menjadi nyata pada abad ke-19, yaitu:

1) pandangan ilmiah atas hukum, dan

2) pandangan historis atas hukum.

46
Jean-Jacques Rousseau (1712 - 1778) adalah seorang filsuf dan komposer PrancisEra Pen-
cerahan di mana ide-ide politiknya dipengaruhi oleh Revolusi Prancis, perkembangan teori-teori liberal
dan sosialis, dan tumbuh berkembangnya nasionalisme.
43

Pada arus pikiran pandangan ilmiah atas hukum, muncul aliran empirisme

dalam bentuk baru, yaitu positivisme. Berbeda dengan empirisme pada abad

sebelumnya, pada positivisme lebih mendahulukan penggunaan motode em-

piris dalam renungan filsafat (sekarang ini disamakan dengan suatu pengolahan

ilmiah). Dasar bagi filsafat baru ini diletakkan di Prancis oleh Auguste Comte

(1789-1857).

Positivisme hukum ada dua bentuk, yaitu:

1) positivisme yuridis, hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri

yang perlu diolah secara ilmiah; dan

2) positivisme sosiologis, hukum dipandang sebagai bagian dari ke-

hidupan masayarakat.

Sedangkan prinsip positivisme hukum adalah: hukum sama dengan un-

dang-undang, tidak terdapat suatu hubungan mutlak antara hukum dan moral,

hukum adalah closed logical system (peraturan-peraturan dapat didiskusikan

dari undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan dari norma-

norma social, politik dan moral).47

Pada arus pemikiran pandangan historis atas hukum sangat terpengaruh

dengan perkembangan teknologi, yaitu revolusi industri. Perkembangan

masyarakat yang demikian ketat itu membuat perhatian pemikir tak hanya ter-

arah pada penyelidikan empiris dan ilmiah, melainkan juga pada gejala-gejala

perkembangan itu sendiri. Jadi di sini pengertian tentang hukum merupakan ba-

gian suatu pandangan baru atas hidup, yakni hidup sebagai perkembangan

47
Ibid, Halaman 33.
44

manusia dan kebudayaan. Karena itu, Hegel 48 (1770-1831) menempatkan

hukum dalam keseluruhan perwujudan roh yang objektif dalam kehidupan

manusia, dan F. von Savigny49 (1779-1861) menentukan hukum sebagai unsur

kebudayaan suatu bangsa yang berubah dalam lintasan sejarah, serta Karl Max

(1818-1883) memandang hukum sebagai cermin situasi ekonomis masyarakat.50

Terakhir sejak abad ke-20 sampai sekarang, pemikiran-pemikiran abad

sebelumnya menemukan bentuknya kembali sehingga lahir berbagai aliran fil-

safat seperti Neokantianisme51, Neohegelianisme52, dan Neomarxisme53. Aliran-

48
Nama lengkapnya Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Ia seorang filsuf idealis Jer-
man. Filosofi dari Hegel adalah: 1) Kebebasan (Civil Society) yang merupakan masyarakat dimana
orang-orang didalamnya memiliki hak untuk memilih hidup apa yang mereka suka dan memenuhi
keinginan mereka sesuai kemampuan mereka. Negara tidak memiliki hak memaksakan jenis kehidupan
tertentu kepada anggota masyarakat sipil seperti yang terjadi dalam masyrakat feodal; 2)Negara dan
Hak Individu, negara merupakan roh absolut yang kekuasaannya melampaui hak-hak individu itu
sendiri. Negara termasuk suatu proses dalam perkembangan ide mutlak yang ditandai adanya perkem-
bangan dialektis tesis-antitesisnya, antitesis kemudaian melahirkan sintesis; 3) Negara Integralistik, da-
lam konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang tersusun secara integral.
Masyarakat merupakan kesatuan organis yang tidak terpisah dan bergerak bersama kedalam satu tujuan
tunggal yang hakiki.
49
Friedrich Karl von Savigny (1779-1861), ahli hukum Jerman yang dianggap sebagai salah satu
Bapak hukum Jerman. Savigny adalah tokoh mazhab sejarah (historical school jurisprudence) yang
dikembangkannya pada paruh pertama abad ke 19. Dia juga dianggap sebagai pelopor kajian mengenai
relasi antara perkembangan hukum dan sosial. Savigny memberikan kontribusi penting dalam perkem-
bangan ilmu hukum dan bahkan terhadap ilmu sosial.
50
Op. Cit, Halaman 34.
51
Neo Kantianisme adalah aliran filsafat idealisme yang muncul di Jerman pada abad 19. Nama
aliran ini berasal dari dua kata yaitu, neo yang berarti baru dan Kant yang berarti nama filsuf, Immanuel
Kant. Dari penggabungan dua kata tersebut, Neo Kantianisme berarti kembali kepada Kant, yaitu
mengembangkan kembali unsur-unsur idealis, metafisis dan dialektis. Slogan "kembali kepada Kant"
ini dicetuskan oleh Otto Liebmann pada pada tahun 1965.
52
Neo-hegeliasme juga disebut filsafat idealisme berlangsung pada pertengahan abad ke-19 di
Inggris. Munculnya neo-idealisme atau neo-hegelianisme di Inggris adalah sebagai reaksi atas materi-
alisme dan positivisme yang merajalela di Eropa pada waktu itu dan khususnya atas filsafat John Stuart
Mill yang menguasai generasi para filosof Inggris sebelum menculnya Idealisme. Filsafat neohegelian-
isme di Inggris semula diharapkan dapat memberikan dasar pijakan filosofis bagi teologi Kristen. Hal
ini mengingat selama berabad-abad tradisi empirisme dan bahkan materialisme mendominasi tataran
pemikiran kefilsafatan di Inggris. Kedua aliran ini (empirisme dan materialisme) sama sekali tidak
memberikan ruang metafisis bagi suatu doktrin agama.
53
Neo-Marxisme adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial atau analisis sosiologi yang
mengacu pada ide-ide Karl Marx, Friedrich Engels dan unsur-unsur dari tradisi intelektual lain, seperti
psikoanalisis (teori kritis), sosiologi Weberian (teori Erik Olin Wright tentang kelas yang bertentangan)
dan anarkisme (kriminologi kritis). Neo-Marxisme juga meliputi analisis Marxisme, Marxisme Hege-
lian, teori Antonio Gramsci tentang hegemoni, feminisme Marxis, Marxisme ekologis, post-Marxisme
dan berbagai teori sosial kritis yang berasal dari Frankfurt School. Penganut Neo-Marxisme (Neo-
45

aliran ini timbul sebagai reaksi atas positivisme yang memang menjadi aliran

filsafat paling umum sampai saat ini. Kendati banyak terdapat persamaan antara

system-sistem hukum dan pemikiran tentang hukum, namun tentang pengertian

hukum yang hakiki tetap terdapat selisih pendapat. Misalnya sejumlah pemikir

dari aliran sosiologi hukum dan realisme hukum berpendapat sebaiknya hukum

dipandang dalam hubungan pemerintah negara, yaitu sebagai norma hukum

yang de facto berlaku. Tolok ukuranya adalah kepentingan umum yang dilihat

sebagai bagian kebudayaan dan sejarah suatu bangsa. Sedangkan pendapat

lainnya (yang berpegang pada aliran neoskolastik, neokantisme, neohegelian-

isme, dan filsafat eksistensi), hukum seharusnya dipandang sebagai bagian ke-

hidupan etis manusia di dunia ini. Karena itu diakui suatu hubungan antara

hukum positif dengan pribadi manusia, yang berpegang pada norma-norma

keadilan.

Di Amerika, empirisme mengambil bentuk yang sangat berpengaruh sam-

pai sekarang, yakni pragmatisme. Filsafat pragmatis menolak kebenaran penge-

tahuan melalui rasio semata. Kebenaran itu wajib diuji dengan dunia realistis.

Timbulah aliran-aliran filsafat hukum yang disebut dengan Realisme Hukum.

Realisme Hukum tidak mengandalkan undang-undang sebagai sumber hukum

utama. Sumber hukum yang paling utama adalah kenyataan-kenyataan sosial

yang kemudian diambil alih oleh hakim ke dalam putusannya. Jadi dalam Real-

isme Hukum, hakim memegang peranan penting.

Marxis) menunjukkan bagaimana kebijakan-kebijakan dalam kapitalisme menghambat pembangunan


dan meningkatkan kesenjangan antara negara di bagian utara dan selatan. Neo-Marxis menghasilkan
teori ketergantungan dan teori sistem dunda sebagai ilustrasi tentang bagaimana kapitalisme neo-liberal
meningkatkan ketidaksetaraan ekonomi global.
46

Pemberian kebebasan kepada hakim ini kemudian mencapai puncaknya

dalam aliran Freirechtslehre yang paling menentang Positivisme Hukum. Aliran

ini sejalan dengan kaum realis di Amerika. Hanya saja, aliran realisme meni-

tikberatkan penganalisaan hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat, se-

dangkan Freirechtslehre tidak berhenti sampai di situ. Namun penemuan hukum

secara bebas ini tak berarti tak terikat dengan undang-undang. Di sini, undang-

undang bukan dijadikan peran utama, melainkan sebagai alat bantu untuk mem-

peroleh pemecahan yang tepat menurut hukum, dan yang tak perlu harus sama

dengan penyelesaian undang-undang. Aliran Freirechtslehre berpendapat bahwa

hakim mempunyai tugas menciptakan hukum.

5. Penutup

Pada perkuliahan ketiga ini, mahasiswa mulai fokus memasuki alam pemikiran

filsafat hukum. Namun, sebagaimana halnya perkuliahan pertama ketika mengantar

pandangan ke filsafat secara umum maka pada pertemuan ini juga lebih menekankan

pada pondasi dasar filsafat hukum. Di sini lebih pada pengenalan, sehingga pembaha-

sannya pun lebih pada pengertian filsafat hukum, dan pembahasan mengenai perkem-

bangan dan ruang lingkup filsafat hukum.

Pemahaman mengenai makna filsafat hukum serta perkembangan dan ruang

lingkup filsafat hukum sangat penting bagi mahasiswa yang masih tingkat dasar dalam

mempelajari filsafat hukum. Sebab, mempelajari dua hal itu akan mengantar maha-

siswa pada runut logika berfikir dan memahami alur bekerja dan berkembangnya fil-

safat hukum sesuai ruang dan waktunya yang terus berkembang seiring dengan se-

makin kritisnya pemikiran manusia.


47

Rangkuman

Filsafat hukum adalah suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh

mengenai hukum, mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari

hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar-dasar bagi kekuatan

mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan mendasar itu.

Dari berbagai defenisi yang disampaikan para penulis filsafat hukum, dapat

disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat etika

atau moral. Adapun yang menjadi objek pembahasannya adalah hakikat hukum, yaitu

inti atau dasar yang sedalam-dalamnya dari hukum, dan mempelajari lebih lanjut hal-

hal yang tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu hukum. Jadi, tepat dikatakan bahwa fil-

safat manusia berkedudukan sebagai genus, etika sebagai species dan filsafat hukum

sebagai subspecies.

Perkembangan filsafat hukum dapat ditarik ke awal dikenalnya filsafat, yaitu

sejak zaman Yunani kuno. Persoalan hukum di masa itu masih dianggap sebagai ba-

gian dari gejala alamiah, disebabkan pemikiran tentang manusia di masa itu masih

disatukan dengan alam semesta. Kemudian makin mengerujut di era Socrates yang

mulai menyadari tentang peranan manusia dalam membentuk hukum. Sedangkan di

era Kekaisaran Romawi, filsafat hukum lebih berkembang lagi. Di masa ini sudah mu-

lai menerapkan hukum yang bersifat kasuistis. Namun sebagai catatan, di masa ini

sudah mulai menyinggung positivisme hukum walau belum dianggap penting.

Di abad pertengahan, setelah kejayaan Kekaisaran Romawi runtuh masuklah

penyebaran agama-agama besar Islam dan Kristen. Tolok ukur pikiran orang pada

abad pertengahan adalah kepercayaan bahwa alam semesta telah ditetapkan oleh
48

Allah. Begitu juga dengan hukum yang dipandang sebagai aturan yang berasal dari

Allah. Karena itu, hukum yang dibentuk mendapat akarnya dalam agama.

Embrio pergeseran ke zaman baru atau terlahir kembali (renaissance) sudah

muncul pada abad ke-15, yaitu dengan munculnya aliran filsafat masa Skolastik. Ali-

ran ini membuka pemikiran mengembangkan agama Kristen dalam dunia filsafat. Era

ini sudah mulai berkembang ilmu-ilmu pengetahuan empiris seperti ilmu fisika yang

pada gilirannya mendorong manusia untuk makin mencari kebenaran dalam fakta-

fakta yang nyata dalam pengalaman. Selain itu, terjadi gerakan politik baru dengan

lahirnya negara-negara nasional dibawah pimpinan raja-raja yang diwarnai era koloni-

alisme.

Selanjutnya zaman rasionalisme atau aufklarung (zaman pencerahan, zaman

terang budi) pada abad ke 17-18 yang menekankan pada kekuatan akal budi. Selain

itu, muncul juga aliran empirisme. Ide-ide baru tentang hukum yang muncul pada za-

man itu sangat berkaitan dengan pandangan atas pemerintahan masyarakat dalam

negara. Negara ideal adalah negara hukum.

Terakhir sejak abad ke-20 sampai sekarang, kendati banyak terdapat persamaan

antara system-sistem hukum dan pemikiran tentang hukum, namun tentang pengertian

hukum yang hakiki tetap terdapat selisih pendapat. Misalnya sejumlah pemikir dari

aliran sosiologi hukum dan realisme hukum berpendapat sebaiknya hukum dipandang

dalam hubungan pemerintah negara, yaitu sebagai norma hukum yang de facto ber-

laku. Tolok ukuranya adalah kepentingan umum yang dilihat sebagai bagian ke-

budayaan dan sejarah suatu bangsa. Sedangkan pendapat, hukum seharusnya dipan-

dang sebagai bagian kehidupan etis manusia di dunia ini. Karena itu diakui suatu
49

hubungan antara hukum positif dengan pribadi manusia, yang berpegang pada norma-

norma keadilan.

6. Latihan

Diskusikan dalam kelompok dengan pokok pembahasan memilih thema di

bawah ini:

a. Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat pada

umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu hukum?

b. Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana perbandingannya

dengan perkembangan filsafat umum.

c. Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari zaman

Yunani kuno hingga sekarang ini.

7. Pustaka

Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Emeritus John Gilissen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar,
PT Refika Aditama, Bandung, 2007.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


50

PERKULIAHAN ke-4

FGD: DASAR-DASAR FILSAFAT HUKUM

1. Pendahuluan

Kegiatan focus group discussion ini menjadi ajang diskusi untuk pendalaman

materi dasar-dasar filsafat hukum. Mahasiswa mendalami materi mengenai pengertian

filsafat hukum, kerangka filsafat hukum, perkembangan dan ruang lingkup filsafat

hukum.

Selain itu mahasiswa dapat membandingkannya dengan filsafat umum, dan me-

mahami kedudukan filsafat hukum dalam filsafat umum. Dari diskusi ini, diharapkan

mahasiswa makin kuat pemahamannya tentang filsafat hukum dan dapat mem-

bedakannya dengan filsafat umum.

2. Tugas

Mahasiswa menyusun laporan personal, yaitu bandingkanlah filsafat hukum dan

filsafat umum, serta dimana titik temu antara filsafat dan filsafat hukum, serta

bagaimana melihat jejak filsafat hukum dari sejarah perkembangan filsafat.

3. Penutup


Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi sebagai tugas kelompok. Laporan

dikumpulkan pada saat selesai tutorial.

4. Pustaka

Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Emeritus John Gilissen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar,
PT Refika Aditama, Bandung, 2007.
51

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Hara-
pan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


52

PERKULIAHAN Ke-5

MAZHAB-MAZHAB dalam FILSAFAT HUKUM

1. Pendahuluan

Mempelajari berbagai aliran dalam filsafat hukum dapat memperkaya wawasan

sekaligus memberi gambaran fenomena yang melingkupi hukum di sepanjang ke-

hidupan manusia. Berbagai dimensi yang terjadi itu dalam hukum dari sepanjang masa

tersebut akan mampu membawa kematangan berfikir dan mampu memahami hakikat

hukum dalam kehidupan manusia. Hukum selalu bergerak mengikuti arah cita-cita

manusia. Hukum juga tak terlepas dari pengaruh karya manusia seperti perkembangan

teknologi yang berefek mengubah perilaku manusia.

Maka dengan mempelajari aliran-aliran (mazhab-mazhab) dalam filsafat hukum,

mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Hukum Universitas Malahayati akan mampu

menguraikan mengenai jenis-jenis aliran-aliran dalam filsafat hukum dan siapa pence-

tus pertamanya. Selain itu, mahasiswa dapat mendiskusikan jenis-jenis aliran-aliran

dalam filsafat hukum beserta pembagian atau klasifikasinya yang lebih dalam.

2. Mazhab-mazhab Hukum

Hukum hidup dan bergerak mengikuti irama manusia, sebab memang hukum itu

sendiri tak dapat dipisahkan dari manusia. Singkat kata hukum ada karena ada manu-

sia. Hukum mulai ada sejak manusia memikirkannya, yaitu bersamaan dengan la-

hirnya filsafat di zaman Yunani kuno. Tepatnya sejak para filsuf menggerakkan

bangsa Yunani ke arah yang rasional maka logos (akal budi, rasio) pun mengganti

mythos. Maka sejak itulah embrio hukum bertumbuh dan berkembang.


53

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa filsafat hukum adalah bagian

filsafat manusia yang berbicara mengenai etika (filsafat etika). Maka ketika kehidupan

manusia terus berkembang dengan berbagai dimensi ruang dan waktunya, maka

hukum pun menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia.

Bahkan, hukum juga memperlihatkan banyak wajah yang sesuai dengan karakter

dan tempat serta waktu keberadaannya. Sehingga, selain mengikuti perubahan waktu

yang diikuti dengan perkembangan pengetahuan manusia, hukum juga menyesuaikan

diri dengan perilaku manusia yang sesuai dengan tempat komunitas manusia itu be-

rada. Sebab itulah aliran hukum itu tidak tunggal, sebagaimana tercatat dalam

sejumlah literature yang mengulasnya.

Berikut adalah penjelasan berbagai aliran hukum yang sangat mempengaruhi

ilmu-ilmu hukum dan pembentukan hukum:

a. Mazhab Hukum Alam

Hukum alam adalah hukum yang berlaku universal dan abadi, yaitu suatu

upaya dari manusia dalam mencari keadilan yang mutlak dan membedah kega-

galan-kegagalannya. Satjipto Rahardjo menuturkan, sepanjang waktu dalam

ribuan tahun lamanya, juga sampai sekarang, ide untuk hukum alam ini selalu

saja muncul sebagai suatu manifestasi dari usaha manusia yang demikian, yaitu

yang merindukan suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Suatu ketika

ide tentang hukum alam begitu kuatnya, pada saat yang lain ia terabaikan, tetapi

bagaimanapun ia tak pernah mati.54

Lalu, bagaimana hukum alam ini bekerja? Ini bisa dilihat dalam dua pan-

dangan yang berbeda dari dua raksasa filsuf, yaitu kalangan teologis yang

54
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, Halaman 276.
54

dimotori filsuf Abad Pertengahan, Thomas Aquinas. Sedangkan dari kalangan

metafisis dipelopori oleh Immanuel Kant, filsuf besar dari zaman renaissance

atau aufklarung. Sebetulnya sebelum dua filsuf di dua masa berbeda itu, filsuf

pada zaman Yunani kuno juga sudah meletakkan asas-asas hukum alam. Misal-

nya, Aristoteles menerima suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah

berubah sebab berhubungan dengan alam.

Thomas Aquinas55 merumuskan hukum sebagai peraturan yang berasal

dari akal untuk kebaikan umum yang dibuat oleh seseorang yang mempunyai

kewajiban untuk menjaga masyarakatnya dan mengundangkannya. Karena

manusia ini diatur oleh tatanan ketuhanan, maka seluruh masyarakat dunia ini

diatur oleh akal ketuhanan. Hukum ketuhanan adalah yang tertinggi. Jadi hukum

adalah bagian yang tak terpisahkan dari moral agama.

Pendapat lain tentang hukum alam ini adalah mengandalkan rasio yang

digunakan kalangan metafisika hukum kodrat (sebutan lain untuk hukum alam)

dengan tokoh raksasa filsuf Immanuel Kant. “Supere aude” begitu sem-

boyannya, yaitu berani menggunakan rasio kita sendiri. Kant mendefenisikan

pencerahan (aufklarung) sebagai era lahirnya kembali pemikiran manusia dari

kegelapan. Dialah yang mencetuskan Revolusi Kopernikan56, sebuah revolusi

55
Thomas Aquinas seorang tokoh sentral dalam filsafat Abad Pertengahan sehingga pada tahun
1323 Paus Yohanes XXII mengangkatnya sebagai kudus. Berasal dari bangsawan, ayahnya Pangeran
Landulf seorang Katolik yang saleh. Sejak usia lima tahun, Thomas sudah dikirim ke Biara Benedictus
di Monte Cassino, Roma, Italia. Ilmu agama yang diperolehnya kemudian diimbangin dengan di Uni-
versitas Paris, yang membuatnya ahli di bidang teologi dan filsafat. Ia menggambungkan antara iman
dan akal budi. Lihat Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, Halaman
284.
56
Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas Nalar Murni) adalah salah satu karya Immanuel Kant
yang menandai titik awal kelahiran filsafat modern. Buku ini ditulis sebagai akumulasi catatan-catatan
singkat yang dikumpulkan dan dicetak pada 1781. Dalam buku ini, Kant menguraikan konsepsi baru
tentang hakikat ruang dan maktu. Kant menyatakan klaim bahwa ia memulai sebuah “revolusi koper-
nikan" (pergeseran paradigma) dengan membalikkan visi epistemologis populer dengan visi
55

pengetahuan yang mendamaikan ketegangan antara kubu filsafat empirisme dan

rasionalsime serta kubu teologi dan fisika.

Rasio menjadi tolok ukur ketentuan moral, bahkan rasio yang terpisah atau

termurnikan dari objeknya membuat ketentuan moral universal yang menjadi

basis dari hukum-hukum manusia. Moral selalu rasional. Tanpa seleksi nalar

rasional, moral tidak bisa dikatakan moral. Ketentuan moral yang tanpa melalui

proses rasionalisasi sama seperti ketentuan hewan yang irasional (arbitrium bru-

tum). Dengan demikian, Kant menjawab, relasi antara pikiran manusia dan

hukum-hukum moral memiliki keterkaitan yang kuat.57 Kant sangat mengkul-

tuskan akal budi (verstand) dan intelek (versnunft).

Dua kutub pemikiran filsuf ini sudah sangat mewakili bagaimana perjal-

anan hukum alam itu berjalan sepanjang rentangan sejarah filsafat hukum. Se-

bagaimana dikatakan Satjipto Rahardjo, hukum alam tak pernah mati. Mempela-

jari hukum kodrat, kita akan dihadapkan dengan pandangan univikasi antara

hukum dan moral. Bagi penganut hukum kodrat, meyakini bahwa hukum adalah

bagian dari perbincangan moral.

Hukum alam (natural law) atau hukum kodrat telah memainkan peranan

penting dalam sejarah pemikiran manusia. Ia berdiri sama kuatnya dengan rev-

olusi ide yang terjadi. Hingga kini, hukum alam tetap berpengaruh dan mem-

berikan sumbangan besar terhadap kehidupan manusia. Hukum alam

epistemologis baru. Dalam pandangan pra-Kant, pembenaran atas pikiran hanya dapat dicapai dengan
menyelaraskan subjek pada keberadaan objek. Kant menawarkan perspektif baru dengan menyelidiki
apakah objek yang dirujuk mesti menyelaraskan dirinya pada bagaimana subjek memahami objek.
Maka dari itu, berdasarkan pandangan ini, budimanusia membentuk dan menyusun dunia pengalaman
dan bukan sebaliknya, membuat pengetahuan dimungkinkan hadir. Budi tidak dianggap seperti wadah
yang pasif yang menunggu untuk diisi, melainkan hal yang berdaya aktif mencerap realitas.
57
Ibid, Halaman 293.
56

memberikan dasar etika bagi berlakunya hukum positif, memberikan dasar pem-

benar bagi berlakunya kebebasan manusia dalam kehidupan bernegara, mem-

berikan dasar terhadap pengakuan hak-hak dasar manusia dalam kehidupan

bernegara, memberikan ide dasar tentang hakikat hukum dan keadilan sebagai

tujuan hukum memberikan dasar bagi konstitusi beberapa negara, memberikan

dasar berlakunya hukum internasional sebagai dasar pengubahan hukum

Romawi menjadi prinsip-prinsip hukum umum dan berbagai manfaat praktis dan

teoretis lainnya. Menurut aliran ini, isi hukum adalah keadilan dan moral.58

b. Mazhab Hukum Positif

Aliran hukum positif ini banyak dipengaruhi gelombang filsafat positiv-

isme yang dipeloporo filsuf Auguste Comte. Dimulai sejak abad ke-19, aliran

hukum positif maka menampilkan dua filsuf raksasa yang menjadi pelopornya,

yaitu Jhon Austin (1790-1859) dengan aliran hukum positif analitis (analytical

jurisprudence) yang disebut juga positivism sosiologis, dan Hasn Kelsen (1881-

1973) dengan aliran hukum murni (reine rechtslehre) atau postivisme yuridis.

Pada prinsipnya, kedua aliran hukum positif ini memiliki satu sudut pandang

bahwa hukum itu adalah perintah penguasa (law is a command of the lewgivers).

Bahkan bagi aliran hukum positif yang dikenal dengan nama legisme ber-

pendapat lebih tegas, bahwa hukum itu adalah identik dengan undang-undang.

Austin mempertahankan satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan

yang tertinggi dari suatu negara. Sumber-sumber yang lain disebutnya sumber

yang lebih rendah (subordinate sources). Hukum dipandang sebagai suatu

58
Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika Aditama,
Bandung, Halaman 43.
57

sistem yang tetap, logis, dan tertutup. Hukum juga dipisahkan dari moral, jadi

dari hal yang berkaitan dengan keadilan, dan tidak dipertimbangkan atas pertim-

bangan atau penilaian baik atau buruk.

Selain itu, Austin membagi hukum dalam dua bentuk, yaitu:

- hukum ciptaan Tuhan, dan

- hukum yang dibuat oleh manusia, yang terdiri dari:

a. hukum dalam arti sebenarnya, yaitu yang disebut juga hukum

positif; hukum yang dibuat oleh penguasa seperti undang-un-

dang, peraturan pemerintah, dan lain-lain; hukum yang disusun

oleh rakyat secara individual, yang dipergunakan untuk hak-hak

yang diberikan kepadanya, contohnya hak wali dan hak kurator.

b. hukum dalam arti yang tidak sebenarnya, yaitu hukum yang

tidak memengaruhi persyaratan sebagai hukum. Hukum ini

bukan dibuat oleh penguasa atau badan yang berwenang atau

berdaulat. Misalnya ketentuan yang disusun oleh perkumpulan,

mahasiswa, dan lain-lain.59

Selanjutnya adalah Teori Hukum Murni dari Hans Kelsen60 yang juga

dikelompokkan dalam aliran hukum positif. Hukum Murni juga lazim disebut

Mazhab Wina yang dipimpin Kelsen. Lahirnya teori Hukum Murni ini sebagai

59
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2002, Halaman 58.
60
Hans Kelsen (11 Oktober 1881 – 19 April 1973) adalah seorang ahli hukum dan filsuf Austria.
Akibat kebangkitan Nazisme di Jerman dan Austria, Kelsen terpaksa mundur dari jabatannya di univer-
sitas karena ia memiliki darah Yahudi. Ia kemudian melarikan diri ke Jenewa pada tahun 1933 dan
Amerika Serikat pada tahun 1940. Pada tahun 1934, Roscoe Pound menyanjung Kelsen sebagai "ahli
hukum paling terkemuka pada masanya". Saat masih di kota Wina, Kelsen adalah kolega muda Sig-
mund Freud dan telah menulis beberapa karya mengenai psikologi sosial dan sosiologi.
58

pemberontakan terhadap ilmu hukum yang ideologis, yaitu yang hanya

mengembangkan hukum itu sebagai alat pemerintah dalam negara-negara to-

taliter61. Teori ini suatu pengembangan dari Aliran Positivisme yang menolak

ajaran yang bersifat ideologis, dan hanya menerima hukum sebagaimana adanya,

yaitu dalam bentuk perundang-undangan yang ada. Hukum itu harus bersih dari

anasir-anasir yang tidak yuridis, yaitu anasir etis, sosiologis, politis, dan sejarah.

Dasar dari-dasar pokok teori Kelsen menurut Wolfgang Friedmen62 da-

lam bukunya Legal Theory, adalah sebagai berikut:

a. Tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu, adalah untuk

mengurangi kekalutan dan meningkatkan kesatuan.

b. Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah

pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang

seharusnya ada.

c. Ilmu hukum adalah normative, bukan ilmu alam.

d. Sebagai teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan

dengan persoalan efektivitas norma-norma hukum.

e. Sebagai suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang

cara pengaturan dari isi yang berubah-ubah menurut jalan atau pola

yang spesifik.

f. Hubungan antara teori hukum dengan suatu system hukum positif ter-

tentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum yang ada.

61
Satjipto Rahardjo, Op. Cit, Halaman 309.
62
Wolfgang Gaston Friedmann (1907-1972) adalah seorang sarjana hukum Jerman-Amerika.
Mengkhususkan diri dalam hukum internasional, ia adalah anggota fakultas di Columbia Law School.
Lahir di Berlin, Friedmann menyelesaikan studinya tentang hukum di Universitas Humboldt Berlin
pada tahun 1930. Ia keturunan Yahudi, sehingga ketika zaman Nazi Jerman, hards mengungsi ke
Amerika. Pada 1955, ia menjadi profesor hukum international di Universitas Columbia.
59

Kelsen juga menekankan soal hierarki hukum, yaitu suatu ketentuan

hukum haruslah bersandarkan pada ketentuan hukum yang lebih tinggi yang

disebutnya grundnorm atau norma dasar yang menjadi tujuan dari semua jalan

hukum. Dapat dikatakan grundnorm ini sebagai induk yang melahirkan pera-

turan-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu. Grundnorm inilah

yang menjadi dasar mengapa hukum harus dipatuhi dan memberikan per-

tanggungjawaban mengapa hukum di situ harus dilaksanakan.

Teori Kelsen tentang Hukum Murni ini menjadi konsep fundamental da-

lam peta pemikiran positivisme hukum. Perkembangan pemikiran akademisi dan

praktisi hukum di Indonesia banyak terpengaruh dengan teori hukum murni dari

Kelsen ini.

c. Mazhab Utilitarian

Apakah hukum itu mampu memberi kebahagiaan kepada manusia atau

tidak? Jawaban dari pertanyaan itulah yang menjadi tujuan utama dari Aliran

Utilitarian. Jadi baik buruk ataupun adil tidaknya suatu hukum, bergantung

kepada kemampuan hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau

tidak. Filsuf terkemuka dalam aliran ini adalah Jeremy Betham63 (1748-1832).

63
Jeremy Bentham adalah filsuf pendiri utilitarianisme dari Inggris. Bentham merupakan salah
seorang filsuf empirisme dalam bidang moral dan politik. Sebagai prinsip pedoman bagi kebijakan pub-
lik, Bentham mengambil sebuah pepatah yang telah dikemukakan sejak awal abad 18 oleh seorang filsuf
Skotlandia-Irlandia bernama Francis Hutcheson, yaitu "Tindakan yang terbaik adalah yang memberikan
sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang". Bentham mengembangkan pepatah ini
menjadi sebuah filsafat moral, yang menyatakan bahwa benar salahnya suatu tindakan harus dinilai
berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya. Konsekuensi yang baik adalah konsek-
uensi yang memberikan kenikmatan kepada seseorang, konsekuensi yang buruk adalah konsekuensi
yang memberikan penderitaan kepada seseorang. Filsafat ini kemudian dikenal sebagai utilitarianisme.
Filsafat ini sangat terlihat dalam memengaruhi pemerintahan Inggris. The greatest good of the greatest
number yang artinya, kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar.
60

Selain itu ada John Stuart Mill 64 (1806-1873), dan Rudolf von Jhering 65

(1818-1892).

Betham adalah peletak prinsip-prinsip umum dari pendekatan utilitarian

ke dalam Kawasan hukum. Ia adalah pencetus sekaligus pemimpin aliran ke-

manfaatan (utilitarian). Menurut Betham, hakikat kebahagiaan adalah kenik-

matan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Tujuan akhir dari perun-

dang-undangan adalah untuk melayani kebahagian yang paling besar untuk

sejumlah terbesar rakyat. Prinsip kebahagiaan yang terbesar ini berakar sangat

kuat pada keyakinan Betham. Ia sangat menentang setiap teori yang mengajar-

kan tentang hak-hak azasi yang tak dapat diganggu gugat.

Pasal 2 Deklarasi Hak-hak Manusia (1789) menyatakan: “Tujuan setiap

persekutuan politik adalah pemeliharaan hak-hak manusia yang alami dan tidak

dapat dialihkan. Hak-hak ini adalah kemerdekaan, milik, keamanan dan

ketahanan terhadapat kekerasan”. Kemudian pada pasal (1) Konvensi tahun

1793 telah mengalihkan tekanannya: “Tujuan masyarakat adalah kebahagiaan

bersama. Pemerintah didirikan untuk menjamin manusia menikmati hak-haknya

yang alami dan tidak dapat dialihkan”. Peralihan dari naskah semula yang

64
John Stuart Mill (1806-1873), adalah seorang filsuf, ekonom politik Inggris. Salah satu
pemikir paling berpengaruh dalam sejarah liberalisme klasik, ia banyak berkontribusi pada teori sosial,
teori politik, dan ekonomi politik. Dijuluki "filsuf berbahasa Inggris paling berpengaruh pada abad ke-
19", konsepsi Mill tentang kebebasan membenarkan kebebasan individu dalam oposisi terhadap negara
tanpa batas dan kontrol sosial. Mill adalah pendukung utilitarianisme, sebuah teori etika yang dikem-
bangkan oleh pendahulunya Jeremy Bentham. Dia berkontribusi pada penyelidikan metodologi ilmiah,
meskipun pengetahuannya tentang topik tersebut didasarkan pada tulisan orang lain, terutama William
Whewell, John Herschel, dan Auguste Comte.
65
Caspar Rudolph Ritter von Jhering (1818-1892) adalah seorang ahli hukum Jerman. Ia terkenal
karena bukunya tahun 1872, Der Kampf ums Recht (Perjuangan untuk Hukum), sebagai sarjana hukum,
dan sebagai pendiri sekolah hukum sosiologis dan sejarah modern.
61

menekankan pada hak-hak alami kepada keagungan social untuk bagian terbesar

berasal dari pengaruh Betham.66

Sejalan dengan Betham, John Stuart Mill menyebutkan bahwa suatu tin-

dakan itu hendaklah ditujukan untuk pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu

tindakan adalah salah apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebali-

kan dari kebahagiaan. Standar keadilan hendaknya didasarkan pada

kegunaannya. Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk me-

nolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh

siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberon-

tak pada kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas kepentingan individual,

melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang kita samakan

dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian, mencakup semua

persayaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.

Sedangkan Rudolf von Jhering yang dikenal sebagai penggagas teori So-

cial Utilitarian, mengembangkan segi-segi positivism Austin dan meng-

gabungkannya dengan prinsip-prinsip utilitarian Betham dan Mill. Pusat per-

hatian filsafat hukum Jhering adalah konsep tentang tujuan. Tujuan adalah pen-

cipta dari seluruh hukum, tidak ada satu peraturan hukum yang tidak memiliki

asal-usulnya pada tujuan ini, yaitu pada motif yang praktis. Hukum dibuat

dengan sengaja oleh manusia untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang di-

inginkannya.

66
Satjipto Rahardjo, Ibid, Halaman 307.
62

Dalam mendefinisikan kepentingan itu, ia mengikuti Bentham, dengan

melakukannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan.

Kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghub-

ungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain.67

d. Mazhab Sejarah

Tokoh utama dalam Mazhab Sejarah adalah Friedrich Karl von Savi-

gny68 (1770-1861) dari Jerman. Pandangannya bertolak belakangan dengan ma-

zhab hukum alam yang melihat hukum itu bersifat universal. Savigny menga-

nalogikan timbulnya hukum itu dengan timbulnya bahasa pada suatu bangsa.

Masing-masing bangsa memiliki ciri-ciri khusus dalam berbahasa, demikian

pula dengan hukum. Oleh karenanya tidak ada bahasa yang universal dan tiada

pula hukum yang universal.

Savigny mengatakan bahwa hukum itu bukan karena perintah penguasa

atau bukan karena kebiasaan, tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di

dalam jiwa bangsa (volksgeist). Jiwa ini berbeda, baik menurut waktu dan tem-

patnya. Pencerminannya nampak pada kebudayaan masing-masing yang ber-

beda-beda. Jiwa itulah yang menjadi sumber hukum, karena itu hukum berbeda

67
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Ja-
karta, 1999, Halaman 121
68
Friedrich Karl von Savigny (1779-1861) adalah ahli hukum Jerman yang juga dianggap sebagai
salah satu Bapak hukum Jerman. Savigny adalah tokoh mazhab sejarah (historical school jurisprudence)
yang dikembangkannya pada paruh pertama abad ke 19. Dia juga dianggap sebagai pelopor kajian
mengenai relasi antara perkembangan hukum dan sosial. Sebagai seorang pemikir hukum yang senan-
tiasa kreatif dalam membuat terobosan-terobosan (trail-blazing legal scientist), Savigny memberikan
kontribusi penting dalam perkembangan ilmu hukum dan bahkan terhadap ilmu sosial. Dari sekian ban-
yak kontribusinya antara lain teorinya mengenai kontinuitas antara institusi hukum saat ini dengan in-
stitusi hukum masa lalu, meletakkan fondasi bagi kajian sosiologi hukum, dan menegaskan mengenai
urgensi metode historis dalam kajian hukum. Lihat Khazanah: Fredrich Karl von Savigny,
http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/7283
63

menurut waktu dan tempatnya. Hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan

berkembang bersama masyarakat. Dalam membangun hukum adalah mutlak di-

perlukan studi terhadap sejarah dari bangsa di mana hukum itu dibangun.

Savigny juga mengatakan bahwa apa yang menjadi isi dan hukum itu

ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa ke masa. Hukum berkem-

bang dari suatu masyarakat sederhana yang tercermin pada setiap tingkah laku

individu-individu kepada masyarakat yang kompleks, di mana kesadaran hukum

rakyat tampak pada ucapan-ucapan para ahli hukumnya.

Pemikiran von Savigny ini dikembangkan oleh muridnya, G. Puchta69

(1798-1846).
Puchta memiliki pandangan yang sama dengan Savigny, bahwa

hukum suatu bangsa adalah terkait pada jiwa bangsa (volksgeist) bangsa yang

bersangkutan. Menurutnya hukum dapat berbentuk:

1) langsung berupa adat istiadat,

2) melalui undang-undang,

3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.

Lebih lanjut Puchta membedakan pengertian “bangsa” dalam dua jenis:

1) bangsa dalam pengertian etnis (bangsa alam), dan

69
Georg Friedrich Puchta (1798-1846) adalah seorang ahli hukum Jerman. Ayahnya, Wolfgang
Heinrich Puchta (1769–1845), seorang penulis hukum dan hakim distrik, menanamkan putranya dengan
konsepsi dan prinsip hukum. Dari tahun 1811 hingga 1816 Puchta muda menghadiri gimnasium di Nu-
remberg, di mana ia menyukai Hegelianisme. Pada tahun 1816 ia pergi ke universitas Erlangen, di mana,
selain diprakarsai oleh ayahnya dalam praktik hukum, ia jatuh di bawah pengaruh tulisan Savigny dan
Niebuhr. Pada 1828 ia dilantik sebagai profesor hukum Romawi di Munich. Pada 1835 ia diangkat ke
kursi Romawi dan hukum gerejawi di Marburg, tetapi ia meninggalkan ini untuk Leipzig pada 1837,
dan pada 1842 ia menggantikan Savigny di Berlin. Pada 1845 Puchta diangkat menjadi anggota dewan
negara (Staatsrat) dan komisi legislatif (Gesetzgebungskommission).
64

2) bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis yang membentuk

suatu negara.

Adapun yang memiliki hukum yang sah adalah bangsa dalam arti nasional

(negara), sedangkan bangsa alam hanya memiliki hukum sebagai keyakinan

belaka.

Pengaruh pemikiran von Savigny ini melampuai batas-batas negara Jer-

man, bahkan sampai ke Indonesia melalui ahli hukum Belanda. Sehingga me-

lahirkan suatu cabang ilmu hukum baru yaitu hukum adat yang dipelopori oleh

van Vollenhoven, Ter Haar, serta tokoh-tokoh hukum adat lainnya. Bagi para

sosiolog pun tak dapat mengenyampingkan pemikiran von Savigny, betapa pent-

ingnya penelitian tentang hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat

beserta sistem nilainya. Pendapat ini hampir selalu pegangan banyak ahli so-

siologi yang melihat bahwa system hukum sesungguhnya tidak terlepas dari sys-

tem social yang lebih luas, dan antara sistem hukum dengan aspek-aspek system

social terdapat hubungan timbal balik dan saling memengaruhi.70

Tokoh lain dari mazhab sejarah adalah Henry Sunmer Maine71 (1822-

1888) yang terkenal sebagai penulis buku Ancient Law. Teorinya yang terkenal

adalah perihal perkembangan hukum dari status ke kontrak yang sejalan dengan

70
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Cetekan ke-21, 2012, Halaman 39.
71
Sir Henry Sumner Maine memiliki prasasti marmer hitam dan putih di dinding lorong barat
transept utara Biara Westminster. Tulisan di sekitar relief berbunyi; Sir Henry Sumner Maine K.C.S.I.
1822-1888, dan di pangkalan: Member of the Council of India, Master of Trinity Hall, Cambridge, dan
di bawah, diterjemahkan dari bahasa Latin: He searched out the jurisprudence of the ancients, estab-
lished new laws for India, and revealed to his followers the fountain-heads of the justice of olden times.
Ia dilahirkan pada 15 Agustus 1822. Dia dididik di Christ's Hospital School dan universitas Cambridge.
Dia menjadi profesor hukum perdata dan bekerja sebagai pengacara dan dosen. Pada tahun 1871 ia
dianugerahi gelar kebangsawanan dan merupakan anggota resmi Dewan India dan profesor hukum in-
ternasional.
65

perkembangan masyarakat yang sederhana ke masyarakat yang kompleks. Hub-

ungan-hubungan hukum yang didasarkan pada status warga masyarakat yang

masih sederhana, berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkem-

bang menjadi masyarakat modern dan kompleks. Pada masyarakat modern yang

kompleks, hubungan hukum didasari pada system hak dan kewajiban berdasar-

kan kontrak yang sukarela dibuat dan dilakukan oleh para pihak. Masyarakat

sederhana secara relatif bersifat statis dan homogen, sedangkan masyarakat yang

kompleks bersifat dinamis dan heterogen.72

3. Penutup

Materi perkuliahan pada pertemuan ke-5 (lima) baru sebagian dari keseluruhan

pembahasan perihal aliran-aliran atau mazhab hukum. Sisa materinya akan disam-

paikan pada perkuliahan berikutnya, yaitu pada pertemuan perkuliahan ke-7, artinya

setelah pemantapan materi perkuliahan ke-5 dilaksanakan pada forum group discus-

sion mendatang, yaitu pada perkuliahan ke-6.

Pemberian materi memang sengaja dilaksanakan bertahap, mahasiswa tidak

dipaksakan dengan jejalan seluruh materi yang bisa membingungkan dan memberat-

kan. Dengan pola bertahap ini, mahasiswa bisa menerima pembelajaran secara nyaman

dan mampu menyerap pelajaran dengan baik. Sehingga mahasiswa mampu mem-

presentasikan serta menjelaskan dengan pemahaman yang baik dalam pertemuan

diskusi.

72
Ibid, Halaman 40.
66

Rangkuman


Pergerakan hukum dari masa ke masa sangat terlihat dari corak mazhab hukum

yang timbul di pergantian masa. Namun, antara satu mazhab dengan mazhab yang lain

menjadi sebuah satu kesatuan yang saling melengkapi hingga menjadi sebuah konsepsi

hukum yang semakin luas. Semakin rasional cara berfikir manusia, maka semakin ra-

sional pula hukum itu. Prosesnya dimulai semenjak manusia berfikir rasional di era

Yunani kuno, yaitu sejak para filsuf menggerakkan bangsa Yunani ke arah yang ra-

sional maka logos (akal budi, rasio) pun mengganti mythos. Maka sejak itulah embrio

hukum bertumbuh dan berkembang.

Kemudian berkembang ke Mazhab Hukum Alam yang menyebutkan hukum

yang berlaku universal dan abadi, suatu upaya dari manusia dalam mencari keadilan

yang mutlak dan membedah kegagalan-kegagalannya. Pada Mazhab Hukum Alam ada

dua pandangan yang berbeda, yaitu Thomas Aquinas yang memelopori kalangan teol-

ogis, dan kalangan metafisis dipelopori oleh Immanuel Kant. Thomas Aquinas meru-

muskan merumuskan hukum sebagai peraturan yang berasal dari akal ketuhanan. Se-

dangkan Immanuel Kant mengatakan rasio menjadi tolok ukur ketentuan moral,

bahkan rasio yang terpisah atau termurnikan dari objeknya membuat ketentuan moral

universal yang menjadi basis dari hukum-hukum manusia. Kant sangat mengkultus-

kan akal budi (verstand) dan intelek (versnunft).

Sedangkan aliran hukum positif yang diperlopori dua filsuf raksasa, yaitu Jhon

Austin dan Hasn Kelsen, memiliki satu sudut pandang bahwa hukum itu adalah

perintah penguasa (law is a command of the lewgivers). Bahkan bagi aliran hukum

positif yang dikenal dengan nama legisme berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu

adalah identik dengan undang-undang. Bahkan Teori Hukum Murni Hans Kelsen
67

menjadi konsep fundamental dalam peta pemikiran positivisme hukum. Perkem-

bangan pemikiran akademisi dan praktisi hukum di Indonesia banyak terpengaruh

dengan teori hukum murni dari Kelsen ini.

Menurut Jeremy Betham, tujuan hukum itu terletak pada kemampuannya dalam

memberi kebahagiaan kepada manusia. Inilah yang disebut dengan Aliran Utilitarian.

Jadi baik buruk ataupun adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada kemampuan

hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Betham didukung dua

filsuf lainnya yaitu John Stuart Mill dan dan Rudolf von Jhering. Menurut Betham,

hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.

Tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani kebahagian yang paling

besar untuk sejumlah terbesar rakyat.

Adapun Mazhab Sejarah yang dipelopir von Savigny mengatakan timbulnya

hukum itu dengan timbulnya bahasa pada suatu bangsa. Masing-masing bangsa mem-

iliki ciri-ciri khusus dalam berbahasa, demikian pula dengan hukum. Oleh karenanya

tidak ada bahasa yang universal dan tiada pula hukum yang universal. Savigny menga-

takan bahwa hukum itu bukan karena perintah penguasa atau bukan karena kebiasaan,

tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa (volksgeist). Jiwa

ini berbeda, baik menurut waktu dan tempatnya. Pengaruh pemikiran von Savigny

inilah melahirkan suatu cabang ilmu hukum baru yaitu hukum adat yang dipelopori

oleh van Vollenhoven.

Latihan

Berikut ini disajikan beberapa tema yang menjadi pembahasan mahasiswa

yang tergabung dalam beberapa kelompok diskusi. Pilih salah satu dari tema yang ter-

tera di bawah ini:


68

1. Uraikan logika yang menjadi mata rantai perkembangan mazhab hukum?

2. Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

3. Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indone-

sia?

4. Perpustakaan
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.
69

PERKULIAHAN ke-6

FGD: MAZHAB-MAZHAB dalam Filsafat HUKUM

1. Pendahuluan

Para mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok mendiskusikan materi

yang sudah disampaikan pada pertemuan perkuliahan ke-5 (lima). Masing-masing ke-

lompok mempresentasikan materinya sesuai tema yang sudah diberikan. Diskusi ini

menjadi bagian dari pendalaman materi mengenai aliran-aliran dalam filsafat hukum

atau mazhab-mazhab hukum. Dari diskusi ini, mahasiwa dapat memahami matarantai

mazhab-mazhab hukum yang berkembang dari masa ke masa. Bahkan, mazhab sejarah

memiliki pengaruhnya pada hukum nasional Indonesia, yaitu lahirnya hukum adat.

2. Tugas

Mahasiswa menyusun laporan personal, yaitu menarasikan hasil diskusi sesuai

pandangannya masing-masing.

3. Penutup


Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi sebagai tugas kelompok. Laporan

dikumpulkan pada saat selesai tutorial.

4. Pustaka
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetakan ke-21, 2012.
70

PERKULIAHAN ke-7

MAZHAB-MAZHAB dalam FILSAFAT HUKUM (2)

1. Pendahuluan

Materi pada pertemuan perkuliahan yang ke-7 (tujuh) ini merupakan lanjutan

dari materi yang diberikan pada perkuliahan yang ke-5 (lima) yang diikuti dengan

diskusi kelompok pada perkuliahan yang ke-6. Memasuki materi mazhab sosiologi

hukum, legal realism, freirechtslehre, serta mazhab yang berkembang di Indonesia,

mahasiswa sudah berada dalam pemahaman perkembangan berbagai mazhab sebe-

lumnya yang satu mata rantai dengan materi yang diberikan ini.

Setelah mengikuti materi berupa seluruh rangkaian mazhab hukum, mahasiswa

memiliki pola pikir yang lebih mantap dan berkembang dalam memahami ilmu hukum

yang diajarkan di Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Bandar Lampung. Selain

itu, juga akan memahami bagaimana melihat pergerakan hukum dengan berbagai di-

mensi yang melingkupinya.

2. Mazhab Hukum (lanjutan)

e. Mazhab Sociological Jurisprudence

Lahirnya mazhab sosiologi ini terjadi karena factor perkembangan yang

terjadi pada awal abad ke-19 (sembilan belas) mendorong berbagai perubahan

di berbagai sektor kehidupan. Salah satu faktor pendorong perubahan adalah rev-

olusi industry yang menggerakkan perubahan dalam masyarakat. Revolusi In-

dustri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, dan memen-

garuhi hampir seluruh setiap aspek kehidan sehari-hari, khususnya dalam pen-

ingkatan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Selain itu, pemikiran Auguste

Comte yang memunculkan ilmu baru ketika itu, yaitu sosiologi.


71

Perkembangan itu membawa serta peranan dan pengaturan melalui hukum

dan memunculkan suatu bahan baru untuk digarap para teoretis hukum. Di an-

taranya adalah Emil Durkheim 73 (1858-1917), seorang sosiolog yang pola

pikirnya sangat terikat dengan metode empiris. Menurut Durkheim, dasar dari

jenis hukum ini adalah solidaritas sosial yang disebutnya solidaritas mekanik.

Solidaritas ini ditimbulkan oleh kesamaan yang mengakibatkan individu dengan

masyarakatnya. Perasaan kesamaan ini menjadi landasan berdirinya masyara-

katnya.74

Selanjutnya adalah tokoh Max Weber75 (1864-1920) yang memiliki latar

belakang pendidikan hukum pada saat mazhab sejarah sedang menanjak.

73
David Émile Durkheim (1858-1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia
mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah
satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L’Anne Sociologique pada 1896. Durkheim
menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem
hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum seringkali bersifat
represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan
membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk
mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas or-
ganik, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan
aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena
semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin
meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya
norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan
anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunch diri.
74
Email Durkhaim mengatakan, dalam hal-hal yang terjadi, kekuasaan yang diserang oleh kaja-
hatan dan yang menindaknya adalah kekuasaan yang sama juga. Ia merupakan hasil dari kesamaan
social dan kesamaan ini menimbulkan efek dipertahankannya kohesi sosial yang lahir dari kesamaan
ini. Kekuasaan inilah yang dilindungi oleh hukum pidana terhadap segala hal yang melemahkannya,
baik dengan cara menuntut dari kita masing-masing dengan minimum kesamaan, yang tanpa itu
seseorang akan merupakan bahaya bagi kesatuan dari kehidupan social, maupun dengan cara memaksa
kita untuk menghormati lambing yang mengekspresikan dan menyarikan kesamaan ini. Lebih lanjut
lihat Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, Halaman 327.
75
Maximilian Weber (1864 - 1920) adalahah peletak dasar Sosiologi asal Jerman yang besar di
Amerika. Dilahirkan di Jerman, Weber banyak memberikan kontribusi dalam pengembangan teori so-
siologi modern yang sumbangsih pemikirannya masih dipakai hingga hari ini. Selain sosiologi, Weber
juga ahli ekonomi dan juga pendiri administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan
rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi.
Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme,
yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah
satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur..
72

Rasionalitas menjadi ciri tipologi Weber mengenai hukum. Menurut Weber,

suatu tatanan baru dikatakan hukum, apabila secara eksternal ia dijamin oleh

kemungkinan, bahwa paksaan (fisik atau psikologis), yang ditujukan untuk me-

matuhi tatanan atau menindak pelanggaran, akan diterapkan oleh suatu

perangkat terdiri dari orang-orang yang khusus menyiapkan diri untuk

melakukan tugas-tugas tersebut. Menurut Satjipto Rahardjo, defenisi hukum

Weber ini cocok untuk mendukung pemikirannya tentang birokrasi sebagai

suatu landasan untuk melakukan administrasi terhadap hukum yang dikon-

sepkan secara sistematis.76

Selain Weber, penganut mazhab sosiologi adalah Eugen Ehrlich77 (1862-

1922).
Ehrlich mengajukan konsep hukum yang hidup dalam masyarakat (the

living law) yang masih digunakan orang hingga sekarang. Ehrlich menyatakan

bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang

hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh antrapolog sebagai

pola-pola kebudayaan (culture patterns). Ehrlich mengatakan bahwa pusat

perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislative,

keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum, akan tetapi justru

76
Ibid, halaman 331.
77
Eugen Ehrlich (1862-1922) adalah seorang ahli hukum Austria dan pencetus ilmu sosiologi
hukum. Sosiologi hukum Ehrlich didasarkan pada sebagian hukum-hukum bebas atau rasa keadilan.
Ehrlich mengakui adanya dua sumber pelengkap hukum, yaitu: Pertama adalah sejarah hukum dan
yusrisprudensi. Dan yang kedua adalah "hukum yang hidup", sebagaimana yang diwujudkan dalam
kebiasaan sosial saat ini. Pada tahun 1913, ia menulis dan menerbitkan karya utamanya yang berjudul
"Fundamental Principles of the Sociology of Law". Di dalamnya, di antaranya membahas tentang perbe-
daan hukum pada setiap negara.
73

terletak di dalam masyarakat itu sendiri. Tata tertib dalam masyarakat didasar-

kan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh negara. 78

Mazhab Sosiological Jurisprudence ini menjadi popular di Amerika Seri-

kat atas jasa Roscoe Pound79 (1870-1964). Roscoe Pound berpendapat, bahwa

hukum dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang ber-

fungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan tugas dari ilmu hukum

untuk mengembangkan suatu kerangka yang mana kebutuhan-kebutuhan sosial

terpenuhi secara maksimal. Pound menganjurkan untuk mempelajari hukum se-

bagai suatu proses (law in action) yang dibedakan dengan hukum tertulis (law

in the books). Pembeda ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran

hukum tersebut menonjolkan masalah, apakah hukum yang ditetapkan sesuai

dengan pola-pola perikelakuannya. Selain itu dapat diperluas sehingga men-

cakup masalah keputusan-keputusan pengadilan serta pelaksanaannya dan juga

antara isi suatu peraturan dengan efek-efeknya yang nyata.80

Pandangan Pound tetap tidak mengesampingkan faktor akal dalam pem-

bentukan hukum sebagaimana dikemukakan mazhab positivisme hukum dan

78
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Ce-
takan ke-21, 2012, Halaman 42. Bandingkan dengan Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014, halaman 334.
79
Roscoe Pound (1870-1964) adalah salah satu pemikir hukum. Dia adalah salah seorang pem-
uka aliran sociological jurisprudence dan pragmatic legal realism. Roscoe Pound juga dikenal sebagai
figur yang memiliki kecenderungan kuat untuk membuat klasifikasi mengenai bahan-bahan hukum (le-
gal material). Hal ini dapat dipahami karena latar belakangnya sebagai sarjana biologi, sehingga seba-
gian pakar menjuluki Pound sebagai figur yang telah melakukan botanisasi hukum (botanized
law). Meskipun demikian, Pound juga banyak menggunakan teori-teori pemikir hukum lainnya dian-
taranya dari Rudolf Von Jhering (1818 – 1892) khususnya yang terkait dengan fungsi hukum sebagai
sarana untuk melindungi kepentingan. Sehubungan dengan hal ini Lyoid mengatakan sebagai berikut:
“According to Pound, law should realize and protect six social interests: common security, social insti-
tutions (like family, religion and political rights), sense of morality, social goods, economic, cultural
and political progress and protection of an individual’s life. The last of these ‘social interests’ Pound
deems to be the most important. In order to realize those goals a new sociological jurisprudence, Pound
argues, must be developed”. Lihat Khazanah: Roscoe Pound http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/arti-
cle/view/7083.
80
Soekanto, Op. Cit, Halaman 43.
74

teori lainnya yang terkenal, bahwa hukum itu merupakan alat untuk membangun

masyarakat (law is a tool of social engineering). Menurut Pound, konsepsi ma-

zhab positivisme hukum dan mazhab sejarah hukum, ada kebenarannya. Hanya

hukum yang sanggup menghadapi ujian akal dapat hidup terus. Yang menjadi

unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah pertanyaan-pertanyaan akal yang

berdiri di atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Pengalaman dikem-

bangkan oleh akal, dan akal diuji oleh pengalaman. Hukum adalah pengalaman

yang diatur oleh dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa

oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mengesahkan undang-un-

dang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantuk oleh kekuasaan

masyarakat.81

f. Mazhab Realisme Hukum

Mazhab Realis Hukum dikenal memiliki pandangan lebih radikal tentang

proses peradilan. Mazhab ini menyatakan para hakim tak hanya menemukan

hukum, tetapi juga membantuk hukum. Adalah Karl Llewellyn82 (1893-1962),

Jerome Frank83 (1889-1957), dan Hakim Agung Oliver Wendell Holmes84

81
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2002, Halaman 67.
82
Karl Nickerson Llewellyn (1893-1962) seorang sarjana hukum Amerika terkemuka yang
terkait dengan sekolah realisme hukum. Llewellyn bergabung dengan Columbia Law School pada tahun
1925, di mana ia tinggal sampai tahun 1951, ketika ia diangkat menjadi profesor di Fakultas Hukum
Universitas Chicago. Sebagai salah satu pendiri gerakan realisme hukum A.S., ia percaya bahwa hukum
itu lebih dari sekadar dempul di tangan seorang hakim yang mampu membentuk hasil kasus berdasarkan
bias pribadi.
83
Jerome New Frank (1889-1957) adalah seorang filsuf dan penulis hukum Amerika yang me-
mainkan peran utama dalam gerakan realisme hukum. Dia adalah Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa,
dan Hakim di Amerika Serikat.
84
Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935) adalah seorang hakim Amerika yang menjabat sebagai
Hakim Asosiasi Pengadilan Tinggi Amerika Serikat pada tahun 1902-1932, dan sebagai Pelaksana Jab-
atan Ketua Hakim Amerika Serikat dari Januari-Februari 1930. Ia adalah salah satu hakim Pengadilan
Tinggi Amerika Serikat yang paling banyak dikenal dalam sejarah. Ia juga menjabat sebagai Hakim
Asosiasi dan Ketua Hakim pada Pengadilan Yudisial Tinggi Massachusettes, dan merupakan Weld Pro-
fessor of Law di Harvard Law School, dimana ia menjadi seorang alumnus.
75

(1841-1935) yang memprakarsai mazhab realisme hukum ini. Sebetulnya, Ros-

coe Pound juga dimasukkan dalam aliran ini oleh beberapa penulis selain se-

bagai pendasar sociolocal jurisprudence.

Kaum realis mendasarkan pemikirannya pada konsepsi radikal mengenai

proses peradilan. Menurut mereka, hakim itu lebih layak untuk disebut sebagai

membuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus selalu melakukan pili-

han, asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan.

Mereka menambahkan bahwa keputusan tersebut sering mendahului

ditemukannya dan digarapnya peraturan-peraturan hukum yang menjadi lan-

dasan. Aliran realis ini selalu menekankan hakikat manusiawi dalam tindakan

tersebut.

Mazhab Realisme Hukum ini sangat berkembang di Amerika dan Skandi-

navia. Sedangkan di Jerman berkembang mazhab Freirechtslere yang merupa-

kan sintesis dari proses dialektika antara ilmu hukum analitis dan ilmu hukum

sosiologis. Dimaksud dengan ilmu hukum analitis adalah aliran yang dibawa an-

tara lain oleh Austin; sedang ilmu hukum sosiologis adalah aliran sebagaimana

dikemukakan oleh Ehrlich dan Pound.85

Pada prinsipnya, mazhab-mazhab ini menolak memberikan memberikan

kekuasaan mutlak kepada legislative untuk menentukan dan merumuskan

sesuatu. Mereka hanya menganggap hukum itu sebagai pedoman yang bahkan

terkadang bisa ditepiskan. Aliran tersebut melihat hukum itu sebagai institusi

yang ada dalam dan untuk masyarakat. Ini sangat berbeda dengan mazhab yang

85
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Ja-
karta, 1999, Halaman 147.
76

melihat hukum semata-mata ada dalam dunia peraturan. Perbedaan tersebut me-

nyebabkan perbedaan dalam logika yang dipakai. Aliran dogmatik-hukum

menggunakan logika peraturan, sedang yang lain memakai logika sosial (the so-

siologic pf social reasonableness, doelmatigheid)

g. Mazhab Responsif

Hukum responsif adalah model atau teori yang digagas Philippe Nonet-

Philip Selznick86. Dalam bukunya berjudul Hukum Responsif Pilihan di Masa

Transisi, Nonet dan Selznick mengategorikan hukum ke dalam 3 (tiga) ke-

lompok, yaitu: hukum represif, hukum otonom dan hukum responsif.

Hukum represif merupakan perintah dari yang berdaulat, yang pada prin-

sipnya hukum dan negara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pem-

berlakuan hukum represif tidak terlepas dari integrasi yang dekat antara hukum

dan politik. Hukum adalah alat yang mudah diutak-atik, siap dipakai un-

tuk mengkonsolidasikan kekuasaan, mengawal otoritas, mengamankan hak-hak

istimewa, dan memenangkan ketaatan.

Hukum otonom dapat disebut sebagai pemerintahan berdasarkan hukum

(rule of law). Hukum otonom memfokuskan diri pada peraturan dan hal ini

86
Philip Selznick (1919-2010) adalah profesor sosiologi dan hukum di University of California,
Berkeley. Seorang penulis terkemuka dalam teori organisasi, sosiologi hukum dan administrasi publik,
karya Selznick adalah terobosan dalam beberapa bidang dalam buku-buku seperti The Moral Common-
wealth, TVA dan Grass Roots, dan Kepemimpinan dalam Administrasi. Selznick adalah pendukung
utama gerakan teori organisasi neo-klasik mulai tahun 1930-an. Salah satu makalahnya yang paling
berpengaruh, berjudul "Foundations of the Theory of Organization" (1948), menguraikan kontribusi
utamanya pada teori organisasi.
Philippe Nonet memiliki keahlian dibidangh yurisprudensi. Nonet adalah Charge de Cours di
Universite Catholique de Louvain dari tahun 1966 hingga 1970 dan seorang profesor tamu di Universi-
tas Bremen pada tahun 1981. Ia adalah penulis Keadilan Administratif dan Hukum dan Masyarakat
dalam Transisi (dengan profesor Boalt Phillip Selznick). Pemikiran dari Nonet adalah teori hukum
represif yang juga dipelopori oleh Selznick. Nonet dan Selznick memasukan unsur-unsur dan pengaruh
ilmu sosial kedalam ilmu hukum dengan menggunakan strategi ilmu sosial. Ada perspektif ilmu sosial
yang harus diperhatikan untuk bekerjanya hukum secara keseluruhan, sehingga hukum tidak hanya
mengandung unsur pemaksaan dan penindasan semata.
77

menyebabkan hukum otonom cenderung mempersempit cakupan fakta-fakta

yang relevan secara hukum, sehingga memisahkan pemikiran hukum dari reali-

tas sosial. Hasilnya adalah legalisme, yaitu sebuah kecenderungan untuk

menyandarkan diri pada otoritas hukum dengan mengorbankan pemecahan ma-

salah di tingkat praktek.

Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan di-

capai di luar hukum. Dalam hukum responsif, tatanan hukum dinegosiasikan,

bukan dimenangkan melalui subordinasi. Ciri khas hukum responsif adalah

mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan. Dalam

model hukum responsif ini, mereka menyatakan ketidaksetujuan terhadap dok-

trin yang dianggap mereka sebagai interpretasi yang baku dan tidak fleksibel.

h. Hukum Pembangunan

Khasanah mazhab dalam filsafat hukum juga berkembang di Indonesia,

salah satunya dikenal sebah mazhab hukum pembangunan, atau teori hukum

pembangunan yang digagas Mochtar Kusumaatmadja87. Kerangka acuannya

adalah pada pandangan hidup masyarakat serta bangsa Indonesia yang meliputi

struktur, kultur, dan substansi.

Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, “hukum merupakan suatu alat un-

tuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum,

pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan

87
Mochtar Kusumaatmadja lahir di Batavia, 17 Februari 1929, adalah seorang akademisi dan
diplomat Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978 dan
Menteri Luar Negeri dari tahun 1978 sampai 1988. Selain itu ia adalah guru besar di Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat. Definisinya tentang hukum yang berbunyi "Hukum ada-
lah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat, termasuk dida-
lamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu ke dalam kenyataan", dianggap paling rele-
van dalam menginterpretasikan hukum pada saat ini. Doktrin ini menjadi Mahzab yang dianut di
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran hingga saat ini.
78

mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap

masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun

ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi,

masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi kita berarti masyara-

kat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi

demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu.

i. Hukum Progresif

Adalah Satjipto Rahardjo88, yang mengemukakan teori hukum progresif.

Hukum progresif dan penafsiran progresif berpegangan pada paradigma

“Hukum untuk Manusia”, berbeda dengan analytical jurisprudency yang ber-

pegang pada prinsip “Manusia untuk Hukum”. Manusia di sini merupakan sim-

bol bagi kenyataan dan dinamika kehidupan. Hukum itu memandu dan melayani

masyarakat. Dengan demikian diperlukan keseimbangan antara statika dan dina-

mika, antara peraturan dan jalan yang terbuka. Hukum, pengadilan, tidak diper-

sepsikan sebagai mesin dan robot, tetapi sebagai lembaga yang secara kreatif

memandu dan melayani masyarakat. Tugas tersebut bisa dilaksanakan apabila

hukum diberi kebebasan untuk memberi penafsiran. Menafsirkan disini adalah

bagian dari tugas memandu dan melayani tersebut.89

88
Satjipto Rahardjo, lahir di Banyumas, 15 Februari 1930 – meninggal di Semarang, 9 Januari
2010, adalah seorang guru besar emeritus dalam bidang hukum, dosen, penulis dan aktivis penegakan
hukum Indonesia. Satjipto dikenal sebagai penulis buku-buku penegakan hukum. Penegakan Hukum
Progresif (2010) dan Membedah Hukum Progresif (2006). Pada tahun 2008, sekelompok anak muda
mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Dipenogoro membentuk kelompok studi pemikiran
hukum yang diberi nama "Kaum Tjipian". Kaum Tjipian menerbitkan satu buku hasil serangkaian
kajian yang diberi nama "Evolusi Pemikiran Hukum Baru; Dari Kera ke Manusia, Dari Positivistik ke
Progresif". Setelah meninggalnya Satjipto pada tahun 2010, maka digagaslah lembaga NGO (Non
Goverment Organization) yang concern pada studi hukum progresif. Lembaga ini berdiri pada tahun
2011 dengan nama "Satjipto Rahardjo Institute".
89
Satjipto Rahardjo, Penafsiran Hukum yang Progresif, Bahan Bacaan untuk Mahasiswa Pro-
gram Doktor Universitas Diponegoro, Semarang, Pleburan, 2005, Halaman 12.
79

Hukum progresif berbagi pendapat dengan pemikiran-pemikiran yang

pernah ada dalam sejarah hukum, yaitu mazhab sejarah (Savigny), realisme

(Amerika-Eropa), sosiologis (Pound, Ehrlich, Black), dan responsive (Nonet &

Selznick). Sekalian alam pikiran hukum tersebut pada dasarnya menerima

penafsiran hukum sebagai jembatan antara undang-undang yang statis, kaku,

dengan masa kini dan masa depan. Hukum akan dicari dan dipercaya masyara-

kat, manakala ia mampu menjalankan tugas memandu dan melayani masyarakat.

Untuk itu ia tidak dapat bergelayut ke belakang melainkan ke masa kini dan

masa depan. Itulah hakekat hukum progresif dan penafsiran hukum yang pro-

gresif.90

3. Penutup

Setelah memapar mazhab hukum yang ada di Indonesia, yaitu hukum pem-

bangunan dari Mochtar Kusumaatmadja dan Satjipto Rahardjo dengan teori hukum

progresif, maka pemberian materi untuk mazhab-mazhab hukum diakhiri. Kendati

demikian, tidak menutup kemungkinan masih ada mazhab-mazhab lain yang belum

terangkum di sini.

Rangkuman

Melanjutkan perkuliahan pada pertemuan yang ke-5 (lima) tentang mazhab

hukum, maka pada pertemuan ke-7 (tujuh) ini dipaparkan sejumlah mazhab lagi. Di

antaranya adalah Mazhab Sociological Jurisprudence. Dasar dari jenis hukum ini ada-

lah solidaritas sosial yang disebut solidaritas mekanik. Suatu tatanan baru dikatakan

hukum, apabila secara eksternal ia dijamin oleh kemungkinan, bahwa paksaan (fisik

atau psikologis), yang ditujukan untuk mematuhi tatanan atau menindak pelanggaran,

90
Ibid, Halaman 13.
80

akan diterapkan oleh suatu perangkat terdiri dari orang-orang yang khusus menyiap-

kan diri untuk melakukan tugas-tugas tersebut. Hukum adalah pengalaman yang diatur

oleh dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan

yang membuat undang-undang atau mengesahkan undang-undang dalam masyarakat

yang berorganisasi politik dan dibantuk oleh kekuasaan masyarakat.

Selanjutnya, Mazhab Realisme Hukum, yang sangat berpandangan radikal ten-

tang proses peraadilan. Mazhab ini menyatakan para hakim tak hanya menemukan

hukum, tetapi juga membantuk hukum. Menurut mereka, hakim itu lebih layak untuk

disebut sebagai membuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus selalu

melakukan pilihan, asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan di-

menangkan. Mazhab ini berkembang di Amerika dan Skandinavia, sedangkan di Jer-

man berkembang Mazhab Freirechtslere yang merupakan sintesis dari proses dialek-

tika antara ilmu hukum analitis dan ilmu hukum sosiologis. Pada prinsipnya, mazhab-

mazhab ini menolak memberikan memberikan kekuasaan mutlak kepada legislative

untuk menentukan dan merumuskan sesuatu.

Kemudian lahir mazhab responsive yang diprakarsai Philippe Nonet-Philip Selz-

nick. Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai

di luar hukum. Dalam hukum responsif, tatanan hukum dinegosiasikan, bukan di-

menangkan melalui subordinasi. Ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai

tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan.

Adapun di Indonesia, berkembang teori hukum pembangunan yang digagas

Mochtar Kusumaatmadja. Kerangka acuannya adalah pada pandangan hidup masyara-

kat serta bangsa Indonesia yang meliputi struktur, kultur, dan substansi. Selain itu ada

mazhab hukum progresif yang dipelopori Satjipto Rahardjo, yang berpegangan pada
81

paradigma “Hukum untuk Manusia”, berbeda dengan analytical jurisprudency yang

berpegang pada prinsip “Manusia untuk Hukum”. Hukum, pengadilan, tidak dipersep-

sikan sebagai mesin dan robot, tetapi sebagai lembaga yang secara kreatif memandu

dan melayani masyarakat.

Latihan

Pilih salah satu tema di bawah ini untuk kemudian dipaparkan pada pertemuan

berikutnya, saat berlansung kegiatan diskusi setelah ujian tengah semester, sebagai

berikut:

1. Paparkan mazhab-mazhab yang berkembang setelah abad ke-19, uraikan

proses yang melatarbelakangi lahirnya mazhab-mazhab itu?

2. Uraikan maksud Hukum Pembangunan dan Hukum Progresif, bagaimana

kolerasinya dengan mazhab-mazhab sebelumnya

4. Perpustakaan

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.
82

PERKULIAHAN ke-8

UJIAN TENGAH SEMESTER

Pada ujuan tengah semester ini, mahasiswa harus mampu memeparkan sejumlah

persoalan yang berkaitan dengan materi-meteri yang telah diberikan. Soal pada Ujian

Tengah Semester ini berkaitan dengan materi selama setengah semester, yaitu:

1. Jelaskan pengertian dan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana

perkembangannya?

2. Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-

pergeseran yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

3. Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat

pada umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu

hukum?

4. Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana per-

bandingannya dengan perkembangan filsafat umum.

5. Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari za-

man Yunani kuno hingga sekarang ini.

6. Uraikan logika yang menjadi mata rantai perkembangan mazhab hukum?

7. Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

8. Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indo-

nesia?

Pilih 5 (lima) soal yang mudah Anda pahami. Pertanyaan dijawab dalam bentuk

narasi tulisan tangan. Tulisan harus bisa dibaca. Jawaban sifatnya personal, jadi jangan

bekerjasama maupun mencontek.


83

PERKULIAHAN ke-9

FGD: MAZHAB-MAZHAB dalam FILSAFAT HUKUM (2)

1. Pendahuluan

Para mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok mendiskusikan materi

yang sudah disampaikan pada pertemuan perkuliahan ke-7 (tujuh). Masing-masing ke-

lompok mempresentasikan materinya sesuai tema yang sudah diberikan. Diskusi ini

menjadi bagian dari pendalaman materi mengenai aliran-aliran dalam filsafat hukum

atau mazhab-mazhab hukum.

2. Tugas

Mahasiswa menyusun laporan personal, yaitu menarasikan hasil diskusi sesuai

pandangannya masing-masing.

3. Penutup


Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi sebagai tugas kelompok. Laporan

dikumpulkan pada saat selesai tutorial.

4. Pustaka
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetakan ke-21, 2012.
84

PERKULIAHAN ke-10

ASPEK-ASPEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM (1)

1. Pendahuluan

Kata aspek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pemunculan

atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagainya sebagai pertim-

bangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu. Sedangkan “kata aspek” dalam kate-

gori gramatikal verba yang menunjukkan lama dan jenis perbuatan. Maka dalam

pengertian tersebutlah diterjemahkan dalam rangkaian kata “aspek-aspek permasala-

han yang dikaji filsafat hukum” yang kemudian disajikan dalam materi komprehensif

pada perkuliahan ke-10 (sepuluh) ini.

Materi perkuliahan ini akan membawa mahasiswa untuk memahami inti perso-

alan yang menjadi bahan kajian filsafat hukum. Sehingga mahasiswa dapat membedah

berbagai persoalan hukum dengan lebih fokus dan masuk ke inti tujuan hukum itu

sendiri. Mahasiswa Fakultas Hukum sangat penting memahami materi ini untuk me-

matangkan dan mendewasakannya dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan

hukum, agar mampu memetakan masalah dan mencari solusi dari suatu permasalahan

sesuai dengan tujuan hukum itu.

2. Aspek-aspek Kajian Filsafat Hukum

a. Hukum dan Keadilan

Sangat erat kaitannya antara hukum dan keadilan. Bahkan persoalan ini

sudah dibahas sejak abad ke-4 Sebelum Masehi. Misalnya, Socrates menuntut

supaya penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi

manusia. Dimasa Skolastik memiliki semboyan bahwa ius quia iustum (hukum

karena adil) Mazhab hukum alam yang dipelopori Thomas Aquinas menyatakan
85

bahwa setiap orang secara moral hanya terikat untuk mentaati hukum yang adil,

dan bukan kepada hukum yang tidak adil. Hukum yang tidak adil harus dipatuhi

hanya apabila tuntutan keadaan yakni untuk menghindari skandal atau

kekacauan.91

Thomas Aquinas mengelompokan keadilan menjadi dua, yaitu:

1) keadilan umum, yaitu keadilan menurut kehendak undang-undang yang

harus ditunaikan demi kepentingan umum; dan

2) Keadilan khusus, yaitu keadilan yang didasarkan pada asas kesamaan

atau 
proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan menjadi tiga

yaitu:

a) Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang

secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik

secara umum;

b) 
Keadilan komunikatif adalah keadilan dengan mempersamakan an-

tara prestasi dan kontraprestasi; dan

c) 
Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan huku-

man atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seorang dianggap

adil bila ia dipidana badan atau benda sesuai besarnya hukuman

yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.92 


Bahkan, mazhab hukum positif yang paling kaku pun menuntut agar

hukum yang dibentuk memiliki sifat adil. Keadilan menjadi inti dari tujuan

91
I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press, Malang,
2013, Halaman 70
92
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Ja-
karta, 1999, Halaman 154-155.
86

hukum dari berbagai mazhab hukum. Theo Huijbers mengatakan hukum itu me-

wajibkan. Kewajiban pada hukum bersifat ekstern, bila hukum dipandang secara

formal belaka, yaitu tanpa diberikan perhatian pada isinya. Tetapi bila hukum

hanya mewajibkan secara ekstern, yakni berupa sanksi, apakah kata “me-

wajibkan” masih masuk akal? Karenanya timbul pertanyaan: apakah keadilan

termasuk pengertian hukum atau tidak? Apakah hukum harus dipandang sebagai

konstitutif hukum, atau hanya sebagai unsur regulative?93

Bila adil merupakan unsur konstitutif hukum, maka suatu peraturan yang

tidak adil bukan hanya menjadi hukum yang buruk, akan tetapi itu bukanlah

hukum: non-hukum. Maka kalau non-hukum, orang tidak terikat akan peraturan

yang bersangkutan, dan tindakan balasan tidak sah. Sebaliknya bila adil meru-

pakan unsur regulative bagi hukum, suatu peraturan yang tidak adil tetap hukum

walaupun buruk, dan tetap berlaku dan mewajibkan.94

Dalam khazanah filsafat hukum, terjadi perdebatan tentang makna adil.

Keadilan itu sendiri terkait dengan pendistribusian yang merata antara hak dan

kewajiban manusia. Konsep dasar hukum itu sesungguhnya berbicara pada dua

konteks persoalan:

1) Konteks yang pertama adalah keadilan berkaitan dengan kebutuhan

masyarakat akan rasa adil ditengah dinamika dan konflik di tengah

masyarakat;

2) Konteks yang kedua adalah aspek legalitas menyangkut apa yang dise-

but dengan hukum positif, yaitu aturan yang ditetapkan oleh sebuah

93
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995, Halaman 48-49.
94
Ibid.
87

kekuasaan negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksa-

kan atas nama hukum.

Dua konteks ini sering berbenturan, terkadang hukum positif tidak menja-

min sepenuhnya rasa keadilan, dan sebaliknya rasa keadilan seringkali tidak

memiliki kepastian hukum. Untuk mencari jalan tengahnya maka komprominya

adalah bagaimana agar semua hukum positf yang ada selalu merupakan cermi-

nan dari rasa keadilan itu sendiri.95

b. Hukum dan Negara

Sebelum filsafat muncul pada era Yunani kuno dan jauh sebelumnya,

maka hukum itu diyakini bersumber dari Tuhan. Masyarakat di masa itu meya-

kini, setiap keputusan rajanya adalah bagian dari kehendak Tuhan. Setelah

bangsa Yunani bergerak ke arah yang rasional maka logos (akal budi, rasio) pun

mengganti mitos –yang merupakan kelahiran filsafat, maka perlahan-lahan

memisahkan antara hukum buatan manusia dan hukum Tuhan. Namun, pendapat

umum juga meyakini bahwa ada hukum Tuhan yang bekerja mengatur ke-

hidupan alam semesta maka dengan sendirinya menjadi prinsip segala aturan

juga.

Ketika hukum dipandang sebagai unsur negara maka lain sifatnya daripada

hukum yang mengatur hidup manusia secara alamiah. Hukum negara berlaku

secara yuridis, sedangkan hukum alamiah tidak. Perbedaan ini dapat dimengerti

bila dipertimbangkan bahwa pada zaman modern ini salah satu unsur yang diuta-

makan dalam hukum adalah efektivitasnya. Hukum suatu aturan alamiah meru-

pakan suatu ideal hidup, akan tetapi kurang efektif. Alasannya, hukum alam ini

95
Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang, 2002, Hal-
aman 34-35.
88

seringkali sangat abstrak isinya, lagipula hukum itu dapat diterima, dan dapat

tidak diterima tanpa sanksi yang nyata. Hukum yang nyata itu hanya ada dalam

negara yang diatur melalui undang-undang.96

Namun tidak berarti bahwa hukum yang tidak berasal dari negara tidak

diakui sebagai hukum, misalnya hukum adat dan hukum kontrak dan lain-lain.

Tetapi kepada hukum adat dan kontrak itu diberikan suatu arti lain daripada

kepada undang-undang negara yang menghasilkan suatu peraturan yang yuridis.

Untuk mendapat kekuatan yuridis itu, maka hukum adat dan kontrak dan lain-

lain itu memerlukan pengesahan dari negara. Untuk mengungkapkan arti hukum

ini, John Austin telah menyusun suatu defenisi hukum yang bersifat empiris:

terdapat hukum yang sesungguhnya dan hukum yang tidak sungguh-sungguh

hukum, namun tetap dinamakan hukum juga.97

Theo Huijbers menambahkan bahwa negara merupakan sumber hukum

yang unggul telah diakui sejak zaman modern. Artinya bahwa sejak zaman itu,

baik negara maupun hukum dipandang sebagai ciptaan manusia. Tentu saja

pemikir-pemikir zaman itu tetap menerima suatu hukum alam atau hukum ko-

drat, sebagai norma segala hukum. Namun perhatian telah dikerahkan secara

khusus kepada hukum yang ditentukan oleh negara.

c. Hukum dan Kekuasaan

Jika negara sebagai penentu dan sumber hukum sekaligus, pertanyaannya

apakah hukum bisa berjalan tanpa kekuasaan? Mocthar Kusumaatmadja mem-

beri jawabannya, “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan

96
Theo Huijbers, Op. Cit, Halaman 112-113.
97
Ibid.
89

tanpa hukum adalah kelaliman”. Jadi sudah pasti hukum itu baru berjalan jika

ada kekuasaan untuk mendukung penerapannnya. Kekuasaan itu diperlukan

sebab hukum bersifat memaksa.

Kekuasaan memiliki peranan yang sangat penting karena dapat menen-

tukan nasib berjuta-juta manusia. Baik buruknya kekuasaan tadi senantiasa

diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan

atau disadari oleh masyarakat terlebih dahulu. Kekuasaan selalu ada di dalam

setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah kompleks

susunannya. Namun kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua warga

masyarakat. Justru karena tidak merata itulah timbul makna yang pokok dari

kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut ke-

hendak yang ada pada pemegang kekuasaan.98

Namun, menurut Theo Huijbers, hukum tidak sama dengan kekuasaan,

alasannya adalah:

1) Hukum bermaksud menciptakan suatu aturan mesyarakat yang adil,

berdasarkan hak-hak manusia yang sejati. Tujuan ini hanya tercapai,

jika pemerintah tinggal di bawah norma-norma keadilan, dan

mewujudkan suatu aturan yang adil melalui undang-undang. Berarti

hukum letaknya di atas pemerintah, dan pemerintah harus bertindak

sebagai abdi hukum; dan

2) Hukum tidak hanya membatasi kebebasan individual terhadap individ-

ual yang lain, melainkan juga kebebasan (wewenang) dari yang

98
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Ce-
takan ke-21, 2012, Halaman 91.
90

berkuasa dalam negara. Hukum melawan penggunaan kekuasaan

dengan sewenang-wenang. Artinya, dalam suatu negara terdapat

kekuasaan yang lebih tinggi dari pemerintah, yaitu kekuasaan rakyat.

Selain itu, hukum juga tidak melawan pemerintah negara, bahkan se-

baliknya membutuhkannya untuk mengatur hidup bersama. Hukum hanya mela-

wan kesewenang-wenangan individual. Hukum harus dikaitkan dengan

pemerintah negara, sebab kehidupan pada zaman modern ini sangat kompleks.

Penjalasannya adalah:

1) dalam masyarakat yang luas itu, konflik-konflik yang timbul hanya

dapat dipecahkan dengan semestinya, bilamana terdapat suatu instansi

yang tinggal di atas kepentingan-kepentingan individual yang dapat

sengat berbeda. Instansi itu adalah pemerintah yang mewakili rakyat

dan dibentuk untuk mewujudkan keadilan; dan

2) keamanan dalam hidup bersama hanya terjamin bila ada pemerintah.

Memang tujuan hukum adalah mengatur masyarakat secara adil. Akan

tetapi pengaturan itu kurang berarti bila tidak ada tata tertib dalam

negara. Hanya pemerintah mempunyai kekuasaan untuk menertibkan

orang yang tidak mau taat pada peraturan yang berlaku. Bila tidak ada

pemerintah, dengan mudah perselisihan-perselisihan yang timbil akan

mengakibatkan masyarakat yang kacau balau: anarki.99

Antara hukum dan kekuasaan terdapat hubungan yang erat adanya hub-

ungan ini dapat diperlihatkan dengan dua cara yaitu:

99
Theo Huijbers, Op. Cit, Halaman 115.
91

1) menelaahnya dari konsep sanksi. Adanya perilaku yang tidak memen-

uhi aturan-aturan hukum menyebabkan diperlukan sanksi untuk pene-

gakan aturan-aturan hukum tadi. Karena sanksi dalam kenyataannya

merupakan suatu kekerasan, maka penggunaanya memerlukan legiti-

masi yuridis (pembenaran hukum) agar menjadikannya sebagai

kekerasan yang sah; dan

2) dengan menelaahnya dari konsep penegakan konstitusi. Pembinaan

sistem aturan-aturan hukum dalam suatu negara yang teratur adalah

diatur oleh hukum itu sendiri. Perihal ini biasanya tercantum dalam

konstitusi dari negara bersangkutan.100

d. Hukum dan Nilai Sosial Budaya

Indonesia adalah negara hukum, dan nilai-nilai sosial budayanya tertera

dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menjadi jiwa rakyat Indonesia. Ideologi

rakyat Indonesia dalam bernegara (dan berarti menjadi sumber hukum di Indo-

nesia) adalah Pancasila yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

1945. Bahkan secara normartif, UUD 1945 juga mengakui keberadaan ke-

hidupan sosial budaya yang dalam Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945), sebagai hasil amandemen pertama UUD 1945, menyatakan bahwa

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum

Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indone-

sia, yang diatur dalam Undang-Undang.’’ Ketentuan Pasal 18B UUD 1945

100
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2002, Halaman 71-72.
92

diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 bahwa “Identitas bu-

daya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan za-

man dan peradaban”.

Segala produk hukum di Indonesia harus selaras dengan sumber hukum

yaitu UUD 1945 yang di dalamnya mengakui keberadaan masyarakat adat. Hub-

ungan hukum dan sosial budaya ini dapat dilihat juga dalam mazhab sejarah

yang dipelopori Friedrich Karl von Savigny. Ia mengatakan timbulnya hukum

itu dengan timbulnya bahasa pada suatu bangsa. Savigny mengatakan bahwa

hukum itu bukan karena perintah penguasa atau bukan karena kebiasaan, tetapi

karena perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa (volksgeist). Jiwa

ini berbeda, baik menurut waktu dan tempatnya. Pengaruh pemikiran von Savi-

gny inilah melahirkan suatu cabang ilmu hukum baru yaitu hukum adat yang

dipelopori oleh van Vollenhoven.

Jadi menurut Theo Huijbers, dalam menyelenggarakan suatu politik

hukum, pemerintah negara tidak bertolak dari norma-norma keadilan yang ab-

strak, melainkan dari kepentingan-kepentingan yang ada sangkut pautnya

dengan situasi konkret masyarakat bersangkutan. Situasi dan kondisi masyara-

kat-masyarakat dunia memang sangat berbeda, baik secara budaya maupun

secara ekonomi. Oleh sebab itu tiap-tiap negara harus menentukan tujuannya

sendiri, sesuai dengan situasi budaya dan ekonomi bangsa. Bila hukum diserasi-

kan dengan budaya suatu bangsa, hukum itu menjadi bagian integral bangsa ter-

sebut, menjadi budaya juga, seperti adat istiadat, bahasa, kesenian, moral, dan
93

agama. Dalam membentuk hukum nasional, nilai-nilai dan cita-cita bangsa itu

harus diindahkan.101

Hukum sebagai kaedah dan norma sosial, tidak terlepas dari nilai-nilai

yang berlaku dalam suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum

merupakan pencerminan konkretasi daripada nilai-nilai yang pada suatu saat

berlaku pada masyarakat. Salah satu contoh yang sangat dekat adalah peraturan

dalam hukum perkawinan. Di beberapa daerah di Indonesia masih berlaku

hukum adat setempat, misalnya Perkawinan Adat di kalangan Kapauku di Papua

yang melarang seorang laki-laki untuk mengawini perempuan dalam clan yang

sama, begitu juga pada suku Batak di Sumatera Utara yang melarang perkawinan

satu marga. Jadi tetap saja hukum yang terbaik itu adalah hukum yang hidup

dalam masyarakat.102

Selain itu, hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial budaya juga

ilmu dibuktikan dengan keberadaan ilmu antropologi hukum, yaitu ilmu penge-

tahuan yang mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus di bidang

hukum. Kebudayaan hukum yang dimaksud adalah yang menyangkut aspek-

aspek hukum, aspek-aspek yang digunakan oleh kekuasaan masyarakat untuk

mengatur anggota-anggota masyarakatnya agar tak melanggar kaidah-kaidah so-

sial yang telah ditetapkan oleh masyarakat bersangkutan. Kaidah-kaidah atau

norma-norma sosial yang telah ditentukan batas-batas dan sanksi-sanksinya itu-

lah norma hukum.103

101
Theo Huijbers, Op. Cit, Halaman 116.
102
Soekanto, Op. Cit, Halaman 19.
103
Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan ke-3,
2019, Halaman 10.
94

3. Penutup

Materi perkuliahan yang terkait aspek-aspek permasalahan yang dikaji Filsafat

Hukum membutuhkan waktu satu pertemuan lagi untuk menuntaskannya. Bahan

perkuliahan yang sudah disajikan ini hanya cukup untuk sekali pertemuan, dan materi

ini sudah perlu dilakukan pendalam lagi dalam satu kali diskusi dalam bentuk focus

group discussion yang akan dilangsungkan pada perkuliahan berikutnya.

Pada tahap perkuliahan ke-10 ini, mahasiswa sudah dapat memahami kajian fil-

safat hukum yang berkaitan dengan hukum dan negara, hukum dan kekuasaan, dan

hukum dan nilai-nilai sosial budaya. Aspek ini merupakan satu mata rantai yang dim-

ulai dengan hakekat dibentuknya hukum, sumber hukum, lalu kekuasaan yang dibu-

tuhkan untuk mendukung penerapan hukum, serta hukum yang memiliki jiwa

masyarakat.

Rangkuman

Tujuan hukum, pada hakekatnya adalah mencapai keadilan. Setiap orang secara

moral hanya terikat untuk mentaati hukum yang adil, dan bukan kepada hukum yang

tidak adil. Bila adil merupakan unsur konstituf hukum, maka suatu peraturan yang

tidak adil bukan hanya menjadi hukum yang buruk, akan tetapi itu bukanlah hukum:

non-hukum. Maka kalau non-hukum, orang tidak terikat akan peraturan yang ber-

sangkutan, dan tindakan balasan tidak sah. Sebaliknya bila adil merupakan unsur reg-

ulative bagi hukum, suatu peraturan yang tidak adil tetap hukum walaupun buruk, dan

tetap berlaku dan mewajibkan.

Sedangkan kaitan hukum dan negara disebabkan posisi negara yang menjadi

sumber hukum yang unggul telah diakui sejak zaman modern. Artinya bahwa sejak

zaman itu, baik negara maupun hukum dipandang sebagai ciptaan manusia. Tentu saja
95

pemikir-pemikir zaman itu tetap menerima suatu hukum alam atau hukum kodrat, se-

bagai norma segala hukum. Namun perhatian telah dikerahkan secara khusus kepada

hukum yang ditentukan oleh negara. Hukum yang nyata itu hanya ada dalam negara

yang diatur melalui undang-undang.

Jika negara sebagai penentu dan sumber hukum sekaligus, pertanyaannya

apakah hukum bisa berjalan tanpa kekuasaan? Mocthar Kusumaatmadja memberi ja-

wabannya, “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum

adalah kelaliman”. Jadi sudah pasti hukum itu baru berjalan jika ada kekuasaan untuk

mendukung penerapannnya. Kekuasaan itu diperlukan sebab hukum bersifat me-

maksa. Kekuasaan memiliki peranan yang sangat penting karena dapat menentukan

nasib berjuta-juta manusia. Baik buruknya kekuasaan tadi senantiasa diukur dengan

kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan atau disadari oleh

masyarakat terlebih dahulu. Kekuasaan selalu ada di dalam setiap masyarakat, baik

yang masih sederhana maupun yang sudah kompleks susunannya.

Adapun hukum sangat terkait dengan nilai-nilai sosial budaya yang hidup dalam

masyarakat. Situasi dan kondisi masyarakat-masyarakat dunia memang sangat ber-

beda, baik secara budaya maupun secara ekonomi. Oleh sebab itu tiap-tiap negara ha-

rus menentukan tujuannya sendiri, sesuai dengan situasi budaya dan ekonomi bangsa.

Bila hukum diserasikan dengan budaya suatu bangsa, hukum itu menjadi bagian inte-

gral bangsa tersebut, menjadi budaya juga, seperti adat istiadat, bahasa, kesenian,

moral, dan agama. Jadi tetap saja hukum yang terbaik itu adalah hukum yang hidup

dalam masyarakat. Selain itu, hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial budaya

juga dibuktikan dengan keberadaan ilmu antropologi hukum, yaitu ilmu pengetahuan

yang mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus di bidang hukum.


96

Latihan

Pilih salah satu tema di bawah ini untuk kemudian dipaparkan pada pertemuan

berikutnya dalam diskusi dalam kelas, sebagai berikut:

1. Uraikan makna dari sebuah kalimat yang menyebutkan hukum yang terbaik

itu adalah hukum yang hidup dalam masyarakat?

2. Jelaskan idiom yang menyebutkan: Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-

angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman?

3. Apa hubungannya hukum dengan keadilan, berikan penjelasan yang kom-

prehensif?

4. Perpustakaan

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan


ke-3, 2019.

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang,
2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


97

PERKULIAHAN ke-11

FGD: ASPEK-ASPEK KAJIAN HUKUM (1)

1. Pendahuluan

Para mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok mendiskusikan materi

yang sudah disampaikan pada pertemuan perkuliahan ke-9 (sembilan). Masing-masing

kelompok mempresentasikan materinya sesuai tema yang sudah diberikan. Diskusi ini

menjadi bagian dari pendalaman materi mengenai aspek-aspek kajian filsafat hukum.

2. Tugas

Mahasiswa menyusun laporan personal, yaitu menarasikan hasil diskusi sesuai

pandangannya masing-masing.

3. Penutup


Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi sebagai tugas kelompok. Laporan

dikumpulkan pada saat selesai tutorial.

4. Pustaka
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999.

Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan


ke-3, 2019.

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang,
2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.
98

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


99

PERKULIAHAN ke-12

ASPEK-ASPEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM (2)

1. Pendahuluan

Perkuliahan yang merupakan pertemuan ke-11 (sebelas) dalam semester ini

menjadi bagian untuk melengkapi perkuliahan ke-9 yang dilanjukan dengan diskusi

pada perkuliahan ke-10. Materi yang disajikan kali ini berupa pendalaman dari yang

terdahulu. Jika sebelumnya sudah memasuki materi aspek kajian filsafat hukum

mengenai hukum dan keadilan, hukum dan negara, hukum dan kekuasaan, serta

hukum dan sosial budaya, maka kelanjutannya adalah pada dasar mengikatnya hukum

dan hukum sebagai alat pembaruan masyarakat.

Diharapkan dari perkuliahan ini dapat menambah dan melengkapi wawasan ma-

hasiswa berkaitan dengan aspek-aspek kajian filsafat hukum, sehingga dapat memper-

luas pemahaman mahasiswa mengenai hukum secara menyeluruh dan juga berbagai

persoalan yang melingkupi hukum.

2. Dasar Mengikatnya Hukum, dan Hukum Alat Pembaruan Masyarakat

e. Dasar Mengikatnya Hukum

Menggali alasan penyebab yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk

mentaati hukum bisa tercermin dari aspek-aspek yang sudah diuraikan sebe-

lumnya, yaitu berkaitan dengan keadilan, kekuasaan, dan sosial budaya. Kendati

demikian, perlu lebih kuat lagi pembahasannya dengan menggali lebih dalam

berbagai berbagai dimensinya.


100

Lili Rasjidi membentangkan empat teori yang menjadi dasar mengikatnya

hukum,104 yaitu:

- Teokrasi: Hukum dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan.

Manusia sebagai salah satu ciptaannya wajib taat pada hukum

Ketuhanan ini. Pada teori kedaulatan Tuhan yang bersifat langsung

hendak membenarkan perlunya hukum yang dibuat oleh raja-raja,

yang menjelmakan dirinya sebagai Tuhan di dunia, harus ditaati oleh

setiap penduduknya. Contohnya raja-raja Fir’an di Mesir zaman

dulu. Sedangkan teori kedaulatan Tuhan yang tidak langsung,

menganggap raja-raja bukan sebagai Tuhan melainkan wakil Tuhan

di dunia. Dengan sendirinya juga karena bertindak sebagai “wakil”,

maka semua hukum hukum dibuatnya wajib pula ditaati oleh sege-

nap warganya.

- Perjanjian Masyarakat: Pendasar teori ini adalah Huge de Groot,

Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan Emman-

uel Kant. Pada pokoknya teori ini berpendapat bahwa orang taat dan

tunduk pada hukum oleh karena berjanji untuk menaatinya. Hukum

dianggap sebagai kehendak bersama, yaitu hasil consensus (perjan-

jian) dari segenap anggota masyarakat.

- Kedaulatan Negara: Teori ini berpendapat ditaatinya hukum itu ka-

rena negara menghendakinya. Menurut Hans Kelsen, hukum itu

104
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2002, Halaman 76-79.
101

merupakan “Wille des Staates” – orang tunduk pada hukum karena

merasa wajib menaatinya karena hukum itu adalah kehendak negara.

- Kedaulatan Hukum: Prof. H. Krabe dalam bukunya Die Lehre der

Rechtsouveranitat (1906) berpandapat bahwa hukum mengikat

bukan karena negara menghendakinya, tetapi merupakan perumusan

dari kesadaran hukum rakyat. Berlakunya hukum karena nilai

batinnya yang menjelma di dalam hukum itu. Bahwa kesadaran

hukum itu berpangkal pada perasaan hukum setiap individu yaitu

perasaan bagaimana seharusnya hukum itu.

f. Hukum sebagai Alat Pembaruan Masyarakat

Membahas tentang hukum sebagai alat pembaruan masyarakat dengan

sendirinya menunjukkan hubungan dua arah antara hukum dan masyarakat.

Sebelumnya pada materi kuliah mengenai hukum dan sosial budaya sudah di-

paparkan bagaimana hukum perlu diserasikan dengan budaya suatu bangsa, agar

hukum itu menjadi bagian integral bangsa tersebut, menjadi budaya seperti adat

istiadat, bahasa, kesenian, moral, dan agama. Dalam membentuk hukum na-

sional, nilai-nilai dan cita-cita bangsa itu harus diindahkan.

Pandangan bahwa hukum sebagai alat pembaruan masyarakat ini berasal

dari mazhab sosiolical jurisprudence, yaitu dari filsuf Roscoe Pound (1870-

1964) yang menyebutnya “law as a tool of social engineering. Pound menya-

takan hukum dapat merekayasa dan mempengaruhi masyarakat. Tidak hanya

sekedar tumbuh dan berkembang secara alami dalam kehidupan bermasyarakat

sebagaimana dikemukakan Von Savigny: bahwa hukum berubah jika masyara-

katnya berubah.
102

Konsep von Savigny ini memang didukung oleh kenyataan dalam sejarah,

yaitu pada masyarakat yang masih sederhana sifatnya. Pada masyarakat-

masyarakat seperti itu memang tidak dijumpai peranan dari pembuat undang-

undang seperti pada masyarakat modern sekarang ini. Pernanan dari hukum ke-

biasaan adalah lebih menonjol. Sebaliknya pada masyarakat modern,

penggunaan hukum dilaksanakan oleh masyarakatnya secara sadar. Di sini

hukum tidak untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang

terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada

tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang

dipandangnya sudah tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan dan se-

bagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu

yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai suatu instrument.105

Lebih lanjut, Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa penggunaan hukum

untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat berhubungan erat

dengan konsep penyelenggaraan kehidupan sosial-ekonomi dalam masyarakat.

Apabila orang berpendapat bahwa proses-proses sosial ekonomi ini hendaknya

dibiarkan berjalan menurut hukum kemasyarakatan sendiri, maka hukum tidak

akan digunakan sebagai instrument perubahan yang demikian itu. Sebaliknya,

apabila konsepnya justru sebaliknya, maka pernanan hukum menjadi penting

untuk membangun masyarakat. Oleh karena itu, pernanan hukum yang demikian

itu berkaitan erat dengan konsep perkembangan masyarakat yang didasarkan

pada perencanaan.106

105
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014, Hala-
man 216.
106
Ibid, Halaman 220-221.
103

3. Penutup

Apa yang dapat dipetik dari materi yang menguraikan tentang dasar

mengikatnya hukum, dan hukum sebagai alat pembaruan masyarakat? Secara jelas

mahasiswa dapat memahami bagaimana hukum itu tidak hanya persoalan mengapa

hukum itu memaksa dan mengikat masyarakat, namun juga hukum juga menjadi pen-

dorong perubahan-perubahan di dalam masyakat itu sendiri.

Pemaparan materi perkuliahan pada pertemuan ke-11 ini akan mendorong ma-

hasiswa sudah dapat memahami kajian filsafat hukum yang berkaitan dengan dasar

mengikatnya hukum, dan hukum sebagai alat pembaruan masyarakat.

Rangkuman

Menggali alasan penyebab yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk mentaati

hukum bisa tdilihat dari sejumlah teori hukum, di antaranya adalah teori teokrasi yang

menganggap hukum sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia sebagai salah

satu ciptaannya wajib taat pada hukum Ketuhanan ini. Kemudian dari teori perjanjian

masyarakat, berpendapat bahwa orang taat dan tunduk pada hukum oleh karena ber-

janji untuk menaatinya. Hukum dianggap sebagai kehendak bersama, yaitu hasil con-

sensus (perjanjian) dari segenap anggota masyarakat.

Selanjutnya pada teori kedaulatan negara yang menyebutkan hukum ditaati ka-

rena negara menghendakinya, orang tunduk pada hukum karena merasa wajib menaat-

inya karena hukum itu adalah kehendak negara. Sedangkan pada teori kedaulatan

hukum, dikemukakan bahwa hukum mengikat karena merupakan perumusan dari

kesadaran hukum rakyat.

Sedangkan pembahasan mengenai hukum sebagai alat pembaruan masyarakat

menjelaskan hubungan hukum dan masyarakat. Di satu sisi ada pendapat yang
104

menyebutkan hukum perlu diserasikan dengan budaya suatu bangsa, agar hukum itu

menjadi bagian integral bangsa tersebut, menjadi budaya seperti adat istiadat, bahasa,

kesenian, moral, dan agama. Di sisi lain, penggunaan hukum pada masyarakat modern

dilaksanakan oleh masyarakatnya secara sadar. Di sini hukum untuk mengarahkannya

kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang

dipandangnya sudah tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan dan se-

bagainya. Karena itu, pernanan hukum yang demikian itu berkaitan erat dengan kon-

sep perkembangan masyarakat yang didasarkan pada perencanaan.

Latihan

Pilih salah satu tema di bawah ini untuk kemudian dipaparkan pada pertemuan

berikutnya dalam diskusi dalam kelas, sebagai berikut:

1. Paparkan alasan mengapa hukum itu mengikat?

2. Jelaskan mengapa hukum disebut sebagai alat pembaruan masyarakat?

4. Perpustakaan
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.
105

PERKULIAHAN ke-13

FGD: ASPEK-ASPEK KAJIAN HUKUM (2)

1. Pendahuluan

Para mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok mendiskusikan materi

yang sudah disampaikan pada pertemuan perkuliahan ke-11 (sebelas). Masing-masing

kelompok mempresentasikan materinya sesuai tema yang sudah diberikan. Diskusi ini

menjadi bagian dari pendalaman materi mengenai aspek kajian filsafat hukum.

2. Tugas

Mahasiswa menyusun laporan personal, yaitu menarasikan hasil diskusi sesuai

pandangannya masing-masing.

5. Penutup


Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi sebagai tugas kelompok. Laporan

dikumpulkan pada saat selesai tutorial.

6. Pustaka
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.
106

PERKULIAHAN ke-14

HAKIKAT HUKUM

1. Pendahuluan

Materi kuliah pada pertemuan ke-14 (empat belas) ini menyajikan hakekat dan

tujuan hukum. Setelah melalui 13 kali pertemuan yang terbagi dalam pemberian materi

dan diskusi, maka kali ini akan menjawab apa sebenarnya yang menjadi tujuan hukum

itu. Jawabannya akan dibentangkan dalam kajian mengenai hakikat hukum. Dari

perolehan materi ini, mahasiswa mampu menguraikan mengenai tujuan akhir dari

hukum. Selain itu, mahasiswa juga mampu memaparkan dalam diskusi dalam kelas,

baik itu dalam bentuk penyajian narasi dalam tulisan maupun pemaparan secara lisan

saat presentasi.

2. Hakikat Hukum

Apa itu hakikat hukum? Pertanyaan ini sangat jamak dalam mempelajari hukum.

Bahkan H.L.A. Hart sampai menguraikan tiga penyebab utama yang akhirnya men-

imbulkan pertanyaan apa hakikat hukum,107 yaitu:

a. Ciri umum dari hukum yang paling menonjol adalah bahwa eksistensinya

berkaitan dengan perilaku manusia. Jenis-jenis tertentu perilaku manusia

tidak lagi bersifat pilihan (opsional), melainkan dalam pengertian tertentu

bersifat wajib. Karakteristik hukum yang nampak sederhana ini dalam fak-

tanya tidaklah sederhana.

b. Peraturan-peraturan moral membebankan kewajiban dan menghilangkan

pilihan bebas individu untuk melakukan hal yang ia sukai dalam wilayah

perilaku tertentu. Jadi, bagaimana kewajiban hukum berbeda dari, dan

107
H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010, Hlm 9.
107

bagaimana ia terkait dengan kewajiban moral, menjadi persoalan yang

juga turut ada di balik pertanyaan apa hakikat hukum itu.

c. Bahwa yang terus menerus memicu persoalan apa hakikat hukum itu ter-

golong persoalan yang lebih umum, yaitu apa itu peraturan dan sampai

kadar apa hukum merupakan persoalan mengenai peraturan.

Sebetulnya, menurut J.J.H. Bruggink, hakikat hukum itu sendiri dapat dijelaskan

dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Definisi menarik garis batas

atau membedakan antara jenis sesuatu dan yang lainnya, yang oleh bahasa ditandai

dengan sebutan sendiri. Maksud dari definisi adalah untuk menetukan batas-batas se-

buah pengertian secermat mungkin, sehingga jelas bagi tiap orang dalam setiap

keadaan, apa yang diartikan oleh pembicara atau penulis dengan sebuah perkataan atau

istilah tertentu.108

Masalahnya, definisi hukum ini pun masih menjadi pertanyaan. Para ahli hukum

sendiri pun masih mencari tentang apa definisi dari hukum. Membuat definisi hukum

tidaklah mudah sehingga tidak mungkin orang dapat membuat definisi secara

memuaskan. Immanuel Kant mengatakan noch suchen die juristen eine definition zu

begriffe vom recht, artinya para yuris masih mencari suatu defenisi bagi pengertian

mereka tentang hukum. Kemudian LJ van Apeldoorn mengatakan tidak mungkin

memberikan defenisi tentang hukum yang sungguh-sungguh dapat memadai ken-

yataan.

Sukarnya membuat definisi ini terbukti dari sejak jaman Romawi hingga

sekarang tidak ada keseragaman di antara para sarjana atau ahli hukum mengenai

108
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Halaman 71.
108

definisi hukum. Metode pendefinisian hukum itu sendiri menurut G.W. Paton dapat

memilih salah satu dari lima kemungkinan,109 yaitu:

a) sesuai sifat-sifatnya yang mendasar, logis, religius, ataupun etis;

b) menurut sumbernya, yaitu kebiasaan, preseden, atau undang-undang;

c) menurut efeknya di dalam kehidupan masyarakat;

d) menurut metode pernyataan formalnya atau pelaksanaan otoritasnya; dan

e) menurut tujuan yang ingin dicapainya.

Kendati sulit dalam menemukan suatu defenisi tentang hukum yang disetujui

semua ahli hukum (ini memang mustahil), namun itu bukan berarti bahwa kita tidak

mengetahui tentang arti hukum. Hukum itu bukan lagi sesuatu yang mistik seperti za-

man purbakala, melainkan sesuatu yang rasional yang dijangkau oleh tiap-tiap orang

yang hidup dalam masyarakat secara sadar. Karenanya semua orang yang berbicara

tentang hukum, dan mengerti tentang apa yang dibicarakannya. Kesulitan timbul bila

orang ingin mengerti hukum secara mendalam, sehingga menimbulkan bermacam-

macam teori yang berbeda-beda.

Sedangkan, hakikat hukum itu juga bisa dijumpai dalam berbagai mazhab-ma-

zhab hukum yang telah diuraikan pada materi kuliah terdahulu. Seperti pada mazhab

hukum alam yang menuntut keadilan dalam hukum, ternyata memang semua orang

ingin mewujudkan suatu aturan masyarakat yang adil. Karena itu, prinsip-prinsip

keadilan menjadi tujuan pertama dalam pembentukan undang-undang, yang harus

sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.

109
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009, Halaman 42-43
109

Pada umumnya hukum dialami sebagai berwibawa, sedemikian rupa sehingga

hukum secara psikologis berpengaruh terhadap orang-orang yang tinggal dibawah

hukum tersebut. Berdasarkan prinsip keadilan itulah menunjukkan bahwa hukum itu

tidak terletak dalam kekuasaan pemerintah yang menciptakannya, namun berada pada

hukum itu sendiri.

Sejak abad pertengahan muncul kecenderungan menempatkan hukum sebagai

suatu upaya membangun masyarakat. Terhadap tendens ini dapat dikatakan, bahwa

memang benar hukum memiliki peranan dalam “social engeneering”. Namun dengan

ini hukum tidak menjadi bagian sosiologi atau politik hukum. Hukum menunjuk suatu

aspek hidup yang istimewa yang tidak terjangkau oleh ilmu-ilmu sosial dan ekonomis.

Yakni intisari hukum adalah “membawa aturan yang adil dalam masyarakat” kare-

nanya pengertian tradisional, yang menggabungkan hukum dengan etika (yakni kead-

ilan), tetap dapat dipertahankan. Bisa ditarik kesimpulan bahwa hakikat hukum adalah

membawa aturan yang adil dalam masyarakat (rapport du droit, inbreng van recht).

Semua arti lain menunjuk kearah ini sebagai arti dasar segala hukum.110

Dalam sistem hukum yang disebut kontinental, hukum ditanggapi sebagai ter-

jalin dengan prinsip-prinsip keadilan, hukum adalah undang-undang yang adil.

Pengertian hukum ini serasi dengan ajaran filsafat tradisional, dimana pengertian

hukum yang hakiki berkaitan dengan dengan arti hukum sebagai keadilan. Hukum

ialah Ius atau Recht. Bila suatu hukum yang konkret, yakni undang-undang berten-

tangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka hukum itu tidak bersifat normative lagi,

dan sebenarnya tidak bisa disebut hukum lagi. Undang-undang hanya hukum, bila adil.

110
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995, Halaman 75-77.
110

Dengan kata teknis: adil merupakan unsur konstitutif segala pengertian tentang

hukum.111

Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan tujuan hukum? Jika pertanyaan itu

diajukan kepada Aristoteles maka jawabanya adalah untuk mencapai keadilan, yang

berarti memberikan sesuatu kepada setiap orang yang sudah menjadi haknya.

Dikatakan teori etis karena hukumnya berisi mengenai adanya kesadaran etis

mengenai apa yang tidak adil dan apa yang adil. 


Sedangkan Jeremy Bentham (teori utilitis ) mengatakan tujuan hukum itu harus

dapat mencapai sebuah kemanfaatan. Pada hakekatnya, tujuan hukum adalah manfaat

dalam menyalurkan kebahagiaan atau kenikmatan yang besar bagi jumlah yang

terbesar rakyat. Berarti hukum mesti menjamin kebagiaan bagi banyak orang atau

masyarakat. 


Sementara van Apeldoorn akan mengatakan hukum untuk mengatur segala 


pergaulan hidup yang ada di masyarakat secara damai dengan cara melindungi segala

kepentingan hukum manusia, semisal kemerdekaan jiwa, harta benda, dan kehorma-

tan. Soerjono Soekanto mengatakan untuk dapat suatu mencapai kedamaian hidup

manusia mencakup ketertiban eksternal antarpribadi dan ketenangan pada internal

pribadi.

Ahmad Ali dalam bukunya, Menguak teori hukum (legal Theory) dan Teori

Peradilan (Judicialprudence), merinci tujuan hukum dengan lebih detail lagi. 112 Ia

membaginya dalam tiga ketagori teori, yaitu: teori barat, teori timur, dan teori hukum

111
Theo Huijbers, Ibid, Halaman 71.
112
Achmad Ali, Op. Cit, Halaman 212-223.

111

Islam. Dalam teori barat, terbagi dua kategori, yaitu teori klasik dan teori modern. Pada

teori klasik dibagi lagi dalam tiga jenis, yaitu: teori etis yang tujuan hukumnya semata-

mata untuk mewujudkan keadilan; teori utilities yang tujuan hukumnya semata-mata

untuk kemanfaatan (utility); dan teori legalistic yang tujuan hukumnya semata-mata

untuk mewujudkan kepastian hukum. Sedangkan teori modern dibagi dua, yaitu: teori

prioritas baku yang tujuan hukumnya mencakup keadilan, kemanfaatan, dan kepastian

hukum; dan teori kasuistik yang tujuan hukumnya adalah mencakupi keadilan adalah

kemanfaatan dan kepastian hukum dengan urutas prioritas, secara proposional, sesuai

dengan kasus yang dihadapi dan ingin dipecahkan.

Berbeda dengan tujuan hukum dalam teori barat, maka tujuan hukum dalam teori

timur pada umumnya tidak menempatkan kepastian, tetapi hanya menekankan pada

tujuan hukum: keadilan adalah keharmonisan, dan keharmonisan adalah kedamaian.

Jadi tujuan hukum bangsa-bangsa Timur masih menggunakan kultur hukum asli

mereka. Salah satu contohnya adalah Jepang yang sama sekali tidak menggunakan

konsep tujuan hukum Barat, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Para

penegak hukum di Jepang lebih berorientasi pada kedamaian, peace, atau dalam istilah

Jepangnya: heiwa atau heion. Tetapi sebenarnya dalam paradigma hukum di Jepang,

tujuan hukumnya hanyalah “chian hanji (justice for the peace)” atau Keadilan dari

Perdamaian. Hukum di Jepang untuk menciptakan perdamaian bagi warga masyara-

kat, dan dalam perdamaian itulah terkandung keadilan.

Itulah sebabnya, bukan fenomena yang aneh jika pengadilan di Jepang dalam

putusannya sering mengabaikan ketentuan formal, demi mewujudkan kedamaian di

dalam masyarakat mereka. Bahkan perkara-perkara yang tidak berat, seperti pencu-

rian, dapat dilakukan perdamaian antara pelaku pencurian dan korbannya (Bahasa
112

Jepangnya: dorabo) di kantor-kantor polisi. Bahkan sudah disediakan formulir-formu-

lir khusus untuk perdamaian. Syaratnya si pencuri langsung mengaku bersalah,

meminta maaf kepada korbannya, mengembalikan barang curiannya, dan yang ter-

penting adalah korbannya memaafkannya. Perkara ditutup dan tidak lagi dilanjutkan.

Meskipun ketentuan formal hukum acara pidana di Jepang menganut asas “tidak ada

perdamaian dalam perkara pidana”, tetapi sendi dalam realitas praktik hukum, undang-

undang diabaikan demi tujuan hukum kedamaian. Bahkan suatu kontrak pun dapat

dikesampingkan, demi terwujudnya perdamaian.

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang juga adalah bagian dari bangsa Timur?

Itulah yang dinamakan dua macam kesialan atau kecelakaan sejarah. Pertama, sial

atau celaka sebab pernah mengalami penjajahan dari bangsa Barat selama ratusan ta-

hun. Kedua, bangsa Barat yang menjajah Indonesia justru bangsa Belanda yang men-

ganut system hukum Eropa Kontinental atau Civil Law, dengan pemikiran yang sangat

legalistic, ditambah lagi adanya pemaksaan politik hukum colonial Belanda kepada

negara jajahannya, termasuk Indonesia yang harus menggunakan hukum Belanda. Di

Indonesia dikenal dengan istilah asas konkordansi.

Akibatnya bangsa Indonesia memiliki kultur hukum Timur, sebaliknya

menggunakan paradigma hukum dan hukum formal Barat. Namun demikian, walau-

pun harus mengikuti perspektif tujuan hukum Barat ini, maka seyogianyalah jika kead-

ilan bersama-sama dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dijadikan tujuan hukum

secara perioritas.

Sedangkan dalam teori hukum Islam, pada prinsipnya adalah bagaimana

mewujudkan kemanfaatan kepada seluruh umat manusia, yang mencakupi kemanfaa-

tan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Tujuan kemanfaatan ini sesuai
113

dengan prinsip umum Al-Quran, yaitu: segala yang bermanfaat dibolehkan, dan segala

yang mudharat dilarang; jagan menimbulkan kemudharatan dan jangan menjadi

korban kemudharatan; dan bahaya harus dihilangkan. 113

3. Penutup

Materi perkuliahan yang ke-14 (empat belas) ini adalah bahan kuliah terakhir

yang dipaparkan di dalam kelas. Pelajaran yang bisa dipetik dari sini, mahasiswa me-

mahami hakikat hukum, artinya mahasiswa memahami mulai dari awal terbentuknya

hukum hingga sampai pada inti dan tujuan akhir dari keberadaan hukum itu sendiri.

Diharapkan dari materi kuliah ini, mahasiswa selain memahami materi dengan

baik akan mampu memaparkannya dengan jelas, baik itu dalam bentuk narasi dalam

makalah atau tugas tertulis, maupun dalam pemaparan dalam bentuk diskusi dalam

kelas.

Rangkuman

Apa itu hakikat hukum? Ada yang berpendapat bahwa hakikat hukum itu dapat

dijelaskan dengan cara memberi suatu defenisi tentang hukum. Hanya saja masa-

lahnya, para ahli hukum sendiri pun masih mencari tentang apa definisi dari hukum.

Membuat definisi hukum tidaklah mudah sehingga tidak mungkin orang dapat mem-

buat definisi secara memuaskan. Namun walau sulit didefenisikan, bukan berarti

bahwa kita tidak mengetahui tentang arti hukum. Semua orang yang berbicara tentang

hukum, dan mengerti tentang apa yang dibicarakannya. Kesulitan timbul bila orang

ingin mengerti hukum secara mendalam.

113
Achmad Ali, Ibid.

114

Sedangkan, hakikat hukum itu juga bisa dijumpai dalam berbagai mazhab-ma-

zhab hukum yang telah diuraikan pada materi kuliah terdahulu. Seperti pada mazhab

hukum alam yang menuntut keadilan dalam hukum, ternyata memang semua orang

ingin mewujudkan suatu aturan masyarakat yang adil. Karena itu, prinsip-prinsip

keadilan menjadi tujuan pertama dalam pembentukan undang-undang, yang harus

sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan tujuan hukum? Jika pertanyaan itu

diajukan kepada Aristoteles maka jawabanya adalah untuk mencapai keadilan, yang

berarti memberikan sesuatu kepada setiap orang yang sudah menjadi haknya.

Dikatakan teori etis karena hukumnya berisi mengenai adanya kesadaran etis

mengenai apa yang tidak adil dan apa yang adil. 
Sedangkan Jeremy Bentham (teori

utilitis) mengatakan tujuan hukum itu harus dapat mencapai sebuah kemanfaatan. Pada

hakekatnya, tujuan hukum adalah manfaat dalam menyalurkan kebahagiaan atau

kenikmatan yang besar bagi jumlah yang terbesar rakyat.

Ahmad Ali dalam bukunya, Menguak teori hukum (legal Theory) dan Teori

Peradilan (Judicialprudence), merinci tujuan hukum dalam tiga ketagori teori, yaitu:

teori barat, teori timur, dan teori hukum Islam. Dalam teori barat, tujuan hukumnya

adalah mencakup keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Sedangkan tujuan

hukum dalam teori timur pada umumnya tidak menempatkan kepastian, tetapi hanya

menekankan pada tujuan hukum: keadilan adalah keharmonisan, dan keharmonisan

adalah kedamaian. Sedangkan dalam teori hukum Islam, pada prinsipnya adalah

bagaimana mewujudkan kemanfaatan kepada seluruh umat manusia, yang mencakupi

kemanfaatan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.


115

Adapun Indonesia, disebabkan mengalami masa penjajahan oleh Belanda

(bangsa Barat) yang menganut system hukum Eropa Kontinental atau Civil Law, maka

terjadilah perpadua dua hal yaitu bangsa Indonesia memiliki kultur hukum Timur, se-

baliknya menggunakan paradigma hukum dan hukum formal Barat.

Latihan

Pilih salah satu tema di bawah ini untuk kemudian dipaparkan pada pertemuan

berikutnya dalam diskusi dalam kelas, sebagai berikut:

1. Uraikan, apa sebenarnya yang menjadi hakikat hukum?

2. Jelaskan, apa sebetulnya tujuan hukum?

4. Perpustakaan
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judi-
cialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010.

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


116

PERKULIAHAN ke-15

FGD: HAKIKAT HUKUM

1. Pendahuluan

Para mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok mendiskusikan materi

yang sudah disampaikan pada pertemuan perkuliahan ke-14 (empat belas). Masing-

masing kelompok mempresentasikan materinya sesuai tema yang sudah diberikan.

Diskusi ini menjadi bagian dari pendalaman materi mengenai aspek kajian filsafat

hukum.

2. Tugas

Mahasiswa menyusun laporan personal, yaitu menarasikan hasil diskusi sesuai

pandangannya masing-masing.

3. Penutup


Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi sebagai tugas kelompok. Laporan

dikumpulkan pada saat selesai tutorial.

4. Pustaka
H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010.

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judi-
cialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


117

PERKULIAHAN Ke-16

UJIAN AKHIR SEMESTER

Pada ujian akhir semester ini, mahasiswa harus mampu memaparkan sejumlah

persoalan yang berkaitan dengan materi-meteri yang telah diberikan. Adapun pertan-

yaan-pertanyaan yang akan disampaikan pada Ujian Akhir Semester ini tetap berkaitan

erat dengan materi dan diskusi yang sudah berlangsung selama satu semester. Di an-

taranya adalah:

1. Jelaskan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana perkembangannya, serta

narasikan pergeseran-pergeseran pemikiran yang terjadi dari zaman Yunani

kuno hingga zaman kontemporer?

2. Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-pergeseran

yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

3. Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat pada

umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu hukum?

4. Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana perbandingannya dengan

perkembangan filsafat umum?

5. Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari zaman

Yunani kuno hingga sekarang ini? Uraikan logika yang menjadi mata rantai

perkembangan mazhab hukum?

6. Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

7. Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indonesia?

8. Paparkan mazhab-mazhab yang berkembang setelah abad ke-19, uraikan proses

yang melatarbelakangi lahirnya mazhab-mazhab itu?


118

9. Uraikan maksud Hukum Pembangunan dan Hukum Progresif, bagaimana kol-

erasinya dengan mazhab-mazhab sebelumnya? Uraikan makna dari sebuah ka-

limat yang menyebutkan hukum yang terbaik itu adalah hukum yang hidup da-

lam masyarakat?

10. Jelaskan idiom yang menyebutkan: Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-an-

gan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman?

11. Apa hubungannya hukum dengan keadilan, berikan penjelasan yang kompre-

hensif?

12. Paparkan alasan mengapa hukum itu mengikat?

13. Jelaskan mengapa hukum disebut sebagai alat pembaruan masyarakat?

14. Uraikan, apa sebenarnya yang menjadi hakikat hukum?

15. Jelaskan, apa sebetulnya tujuan hukum?

Jawab 5 (lima) soal saja yang anda pahami dengan baik. Pertanyaan dijawab

dalam bentuk narasi tulisan tangan. Tulisan harus bisa dibaca. Jawaban sifatnya per-

sonal, jadi jangan bekerjasama maupun mencontek.


119

LAMPIRAN I: SILABUS

SILABUS

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II


5. SKS : 2


6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Deskripsi Mata Kuliah 
 :

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Bandar Lampung,

wajib mengikuti dan mempelajari serta memahami mata kuliah Pengantar

Hukum Filsafat sebagaimana mahasiswa fakultas hukum di berbagai perguruan

tinggi yang berada di seluruh Indonesia. Pada mata kuliah wajib nasional yang

menjadi kurikulum inti ini, mahasiswa diarahkan untuk memahami pondasi inti

filsafat dan filsafat hukum, sehingga memahami kegunaan filsafat hukum dalam

membangun pola pikir melalui berbagai pendekatan.

Sebab itu, pada mata kuliah dasar ini, penguatan materi kuliah lebih fokus

pada pengertian dan ruang lingkup filsafat hukum, sejarah perkembangan

pemikiran hukum, dan berbagai aliran dalam filsafat hukum. Sehingga maha-

siswa memahami berbagai dimensi hukum di masa lalu, untuk kemudian mela-

tihnya berfikir untuk pengembangan hukum di masa kini. Serta dapat mengiden-

tifikasikan antara hukum yang dicita-citakan dan kenyataan yang terjadi.


120

8. Capaian Pembelajaran :

Mahasiswa akan mampu memahami latar belakang adanya hukum, dan

bagaimana hukum terbentuk, untuk apa hukum itu dibutuhkan dalam pergaulan

sosial, bagaimana hukum bekerja dan darimana hukum itu berasal, serta untuk

apa hukum itu harus ada. Pada tahap ini, mahasiswa juga dapat memilah-milah

berbagai dimensi aliran-aliran hukum dan mengaplikasikannya pada praktek.

Sehingga terbangun pola pikir yang kritis dan radikal dalam menggali berbagai

aspek yang memengaruhi pergerakan hukum secara komprehensif.

Dari pemahaman berbagai aliran filsafat hukum, mahasiswa akan dapat

mengembangkan pimikiran tentang hakekat dan tujuan hukum secara rasional,

objektif, kritis, dan terbuka. Sehingga memiliki kemampuan untuk memahami

dan menganalisis berbagai dinamika hukum masa kini dari dimensi bergerak dan

berkembangnya perilaku hukum dari masa lalu. Pada intinya, mahasiswa mem-

iliki pondasi kuat untuk membangun pemikiran hukum dan mempraktekannya

dengan tata cara yang benar menurut kaedah-kaedah dan prinsip yang terdapat

pada berbagai aspek ilmu yang mengedepankan konsep dan motode ilmiah da-

lam pencarian kebenaran dan keadilan.

9. Bahan Kajian :

Bahan kajian terdiri dari: 1) Pengertian dan Perkembangan Filsafat yang

terdiri dari: Pengertian Filsafat dan Perkembangan Filsafat dari Masa ke Masa;

2. Pengertian Filsafat Hukum terdiri dari: Pengertian Filsafat Hukum, Filsafat

Hukum dalam Ilmu Hukum, dan Perkembangan dan Ruang Lingkup Filsafat

Hukum; 3. Mazhab-mazhab dalam Filsafat Hukum, yaitu: Hukum Alam, Hukum

Positif, Utilitarian, Sejarah, Sociological Jurisprudence, Legal Realism, Hukum


121

Responsif, Hukum Pembangunan, dan Hukum Progresif; 4. Aspek-aspek Kajian

Filsafat, yang terdiri dari: Hukum dan Keadilan, Hukum dan Negara, Hukum

dan Kekuasaan, Hukum dan Sosial Budaya, Dasar Mengikatnya Hukum, dan

Hukum sebagai Alat Pembaharuan Masyarakat; 5. Hakikat Hukum.

10. Referensi:

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judi-
cialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.

Bertens K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011.

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2006.

Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan


ke-3, 2019.
H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010.

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013.

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Alumni, Bandung, 1982.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

-------------, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Hara-
pan, Jakarta, 2007.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta, 1999.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.


122

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetakan ke-21, 2012.

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982.

---------------, Filsafat Hukum, PT Kanisius, Yogyakarta, 1995.

W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis dan Problema Keadi-
lan), Susunan I, CV Rajawali, Jakarta, 1990.

-------------, Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan),
Susunan II, CV Rajawali, Jakarta, 1990.
123

LAMPIRAN II : RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RPP PERKULIAHAN KE-1

PENGERTIAN dan PERKEMBANGAN FILSAFAT

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Mahasiswa menguasai pengetahuan mengenai peristilahan, pengertian serta se-

jarah perkembangan filsafat. Selain itu, mahasiswa mampu mengemukakan pan-

dangan mengenai istilah dan pengertian filsafat, serta sejarah perkembangan fil-

safat timur dan filsafat barat. Kamampuan itu, baik dalam bentuk narasi tertulis,

maupun dalam bentuk presentasi dalam diskusi.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang dasar-dasar filsafat, tertama

mengenai pengertian dan perkembangan sejarah filsafat.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Pengertian dan Istilah Filsafat.

- Sejarah perkembangan filsafat.

10. Metode Pembelajaran:


124

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mendapatkan gam-
baran perilaku awal mahasiswa. Memberi penjelasan
tentang RPS, RPP, Silabus, dan Kontrak Perkulia-
han. Memberikan ulasan umum isi block book dan
materi Dasar-Dasar Pengantar Filsafat. Memfasili-
tasi pembentukan kelompok diskusi (FGD) untuk tu-
torial.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu dasar-
dasar filsafat. Sedangkan mahasiswa dengan mandiri
dan nilai-nilai intelektual yang sudah mulai tertanam
mengikuti materi pembelajaran, menyimak,
mendeskripsikan, mencatatnya, serta
mendiskusikannya melalui pengarahan dosen.
Penutup Dosen Bersama mahasiswa menyimpulkan proses
pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.

13. Tugas

- Jelaskan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana perkem-

bangannya, serta narasikan pergeseran-pergeseran pemikiran yang terjadi

dari zaman Yunani kuno hingga zaman kontemporer?


125

- Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-

pergeseran yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Bertens K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.
126

RPP PERKULIAHAN KE-2

FGD: PENGERTIAN dan PERKEMBANGAN FILSAFAT

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai pengetahuan

mengenai peristilahan filsafat, pengertian filsafat, ruang lingkup filsafat serta

perkembangan filsafat. Sehingga dapat mengembangkannya dalam pembelaja-

ran dalam berbagai ilmu hukum lainnya yang tak lepas dari filsafat.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang dasar-dasar filsafat, tertama

mengenai pengertian dan perkembangan sejarah filsafat.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Pengertian dan Istilah Filsafat.

- Sejarah perkembangan filsafat.

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.


127

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini. Kemudian merancang pola
diskusi kelompok agar dinamis dan menarik serta
tertib. Membuka kegiatan dengan sedikit memberi
gambaran tentang materi perkuliahan yang ter-
dahulu. Lalu membagi durasi diskusi per kelompok
untuk presentasi dan diskusi.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
pembelajaran melalui focus group discussion ini.
Dosen memberi penguatan, dan evaluasi, dengan
memberi penugasan kepada mahasiswa. Mahasiswa
merangkum hasil diskusi menjadi tugas yang
diselesaikan pada hari yang sama.

13. Tugas

- Jelaskan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana perkem-

bangannya, serta narasikan pergeseran-pergeseran pemikiran yang terjadi

dari zaman Yunani kuno hingga zaman kontemporer?


128

- Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-

pergeseran yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Bertens K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2011.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.
129

RPP PERKULIAHAN KE-3

DASAR-DASAR FILSAFAT HUKUM

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Mahasiswa menguasai pengetahuan mengenai dasar-dasar filsafat hukum. Pada

pertemuan ini juga lebih menekankan pada pondasi dasar filsafat hukum. Maha-

siswa memiliki pondasi yang kuat setelah memahami peristilahan filsafat

hukum, pengertian filsafat hukum, ruang lingkup filsafat hukum serta perkem-

bangan filsafat hukum. Pemahaman mengenai makna filsafat hukum serta

perkembangan dan ruang lingkup filsafat hukum sangat penting bagi mahasiswa

yang masih tingkat dasar dalam mempelajari filsafat hukum. Selain itu, maha-

siswa mampu mengemukakan pandangan mengenai istilah dan pengertian fil-

safat hukum, kerangka filsafat hukum, dan perkembangannya serta ruang ling-

kup filsafat hukum. Kamampuan itu, baik dalam bentuk narasi tertulis, maupun

dalam bentuk presentasi dalam diskusi.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang dasar-dasar filsafat hukum, sep-

erti pengertian filsafat hukum, kerangka filsafat hukum, dan perkem-

bangannya serta ruang lingkup filsafat hukum.


130

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Dasar-dasar Filsafat Hukum.

- Ruang Lingkup Filsafat Hukum

- Perkembangan Filsafat Hukum.

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mengantar materi
perkuliahan dengan sedikit menyinggung materi
kuliah yang disampaikan, dan mencari peristiwa
terbaru yang memiliki konteks dengan materi kuliah
pengantar filsafat hukum, dan mendiskusikan
dengan mahasiswa.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu
pengertian filsafat hukum, ruang lingkup filsafat
hukum, perkembangan dan sejarah filsafat hukum.
Sedangkan mahasiswa dengan mandiri dan nilai-
nilai intelektual yang sudah mulai tertanam mengi-
kuti materi pembelajaran, menyimak, mendeskripsi-
kan, mencatatnya, serta mendiskusikannya melalui
pengarahan dosen.
131

Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses


pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.

13. Tugas

- Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat

pada umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu

hukum?

- Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana perbandingannya

dengan perkembangan filsafat umum.

- Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari zaman

Yunani kuno hingga sekarang ini.

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.
132

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


133

RPP PERKULIAHAN KE-4

FGD: DASAR-DASAR FILSFAT HUKUM

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai ilmu penge-

tahuan mengenai dasar-dasar filsafat hukum, seperti pengertian filsafat hukum,

kerangka filsafat hukum, dan perkembangannya serta ruang lingkup filsafat

hukum.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang dasar-dasar filsafat hukum, sep-

erti pengertian filsafat hukum, kerangka filsafat hukum, dan perkem-

bangannya serta ruang lingkup filsafat hukum.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Dasar-dasar Filsafat Hukum.

- Ruang Lingkup Filsafat Hukum

- Perkembangan Filsafat Hukum.


134

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini. Kemudian merancang pola
diskusi kelompok agar dinamis dan menarik. Mem-
buka kegiatan dengan sedikit memberi gambaran
tentang materi perkuliahan yang terdahulu. Lalu
membagi durasi diskusi per kelompok untuk presen-
tasi dan diskusi.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
diskusi. Mahasiswa menyelesaikan tugas me-
rangkum hasil diskusi menjadi lembaran tugasnya
pada hari itu..

13. Tugas

- Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat

pada umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu

hukum?
135

- Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana perbandingannya

dengan perkembangan filsafat umum.

- Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari zaman

Yunani kuno hingga sekarang ini.

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


136

RPP PERKULIAHAN Ke-5

MAZHAB-MAZHAB dalam FILSAFAT HUKUM (1)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Mempelajari berbagai aliran dalam filsafat hukum memperkaya wawasan

sekaligus memberi gambaran fenomena yang melingkupi hukum di sepanjang

kehidupan manusia. Berbagai dimensi yang terjadi itu dalam hukum dari sepan-

jang masa tersebut akan mampu membawa kematangan berfikir dan mampu

memahami hakikat hukum dalam kehidupan manusia. Maka dengan mempela-

jari aliran-aliran (mazhab-mazhab) dalam filsafat hukum, mahasiswa tingkat

pertama di Fakultas Hukum Universitas Malahayati mampu menguraikan

mengenai jenis-jenis aliran-aliran dalam filsafat hukum dan siapa pencetus per-

tamanya. Selain itu, mahasiswa dapat mendiskusikan jenis-jenis aliran-aliran da-

lam filsafat hukum beserta pembagian atau klasifikasinya yang lebih dalam.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang mazhab-mazhab) dalam filsafat

hukum dan menangkap fenomena hukum serta memahami berbagai

perkembangan ilmu hukum dari masa ke masa.


137

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Mazhab Hukum Alam

- Mazhab Hukum Positif

- Mazhab Utilitarian

- Mazhab Sejarah

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mengantar materi
perkuliahan dengan sedikit menyinggung materi
kuliah yang disampaikan, dan mencari peristiwa
terbaru yang memiliki konteks dengan materi kuliah
mazhab-mazhab hukum, dan mendiskusikan dengan
mahasiswa.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu tentang
mazhab-mazhab hukum. Sedangkan mahasiswa
dengan mandiri dan nilai-nilai intelektual yang su-
dah mulai tertanam mengikuti materi pembelajaran,
menyimak, mendeskripsikan, mencatatnya, serta
mendiskusikannya melalui pengarahan dosen.
138

Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses


pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.

13. Tugas

- Uraikan logika yang menjadi mata rantai perkembangan mazhab hukum?

- Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

- Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indo-

nesia?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.
139

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.
140

RPP PERKULIAHAN KE-6

FGD: MAZHAB-MAZHAB HUKUM (1)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai aliran-aliran

(mazhab-mazhab) dalam filsafat hukum, mahasiswa tingkat pertama di Fakultas

Hukum Universitas Malahayati mampu menguraikan mengenai jenis-jenis ali-

ran-aliran dalam filsafat hukum dan siapa pencetus pertamanya. Selain itu, ma-

hasiswa dapat mendiskusikan jenis-jenis mazhab dalam filsafat hukum beserta

pembagian atau klasifikasinya yang lebih dalam.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis mazhab dalam filsafat hukum

beserta pembagian atau klasifikasinya yang lebih dalam.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Mazhab Hukum Alam

- Mazhab Hukum Positif


141

- Mazhab Utilitarian

- Mazhab Sejarah

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini, yaitu mengani mazhab-mazhab
hukum. Kemudian merancang pola diskusi ke-
lompok agar dinamis dan menarik. Membuka
kegiatan dengan sedikit memberi gambaran tentang
materi perkuliahan yang terdahulu. Lalu membagi
durasi diskusi per kelompok untuk presentasi dan
diskusi.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
diskusi. Mahasiswa menyelesaikan tugas me-
rangkum hasil diskusi menjadi lembaran tugasnya
pada hari itu..

13. Tugas

- Uraikan logika yang menjadi mata rantai perkembangan mazhab hukum?


142

- Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

- Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indo-

nesia?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.
143

RPP PERKULIAHAN Ke-7

MAZHAB-MAZHAB dalam FILSAFAT HUKUM (2)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Mendapatkan materi lanjutan tentang mazhab-mazhab hukum ini, maka

melengkapi ilmu pengetahuan yang diperoleh mahasiswa. Memasuki materi ma-

zhab sosiologi hukum, legal realism, freirechtslehre, serta mazhab yang berkem-

bang di Indonesia, mahasiswa sudah berada dalam pemahaman perkembangan

berbagai mazhab sebelumnya yang satu mata rantai dengan materi yang diberi-

kan ini. Setelah mengikuti materi berupa seluruh rangkaian mazhab hukum, ma-

hasiswa memiliki pola pikir yang lebih mantap dan berkembang dalam me-

mahami ilmu hukum.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang mazhab-mazhab) dalam filsafat

hukum yang lebih lengkap, termasuk mazhab yang berkembang di Indo-

nesia seperti hukum pembangunan dan hukum progresif.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.


144

9. Materi Pokok:

- Sociological Jurisprudence

- Legal Realism

- Hukum Responsif

- Hukum Pembangunan

- Mazhab Hukum Progresif

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mengantar materi
perkuliahan dengan sedikit menyinggung materi
kuliah yang disampaikan, dan mencari peristiwa
terbaru yang memiliki konteks dengan materi kuliah
mazhab-mazhab hukum lanjutan, dan
mendiskusikan dengan mahasiswa.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu tentang
mazhab-mazhab hukum. Sedangkan mahasiswa
dengan mandiri dan nilai-nilai intelektual yang su-
dah mulai tertanam mengikuti materi pembelajaran,
menyimak, mendeskripsikan, mencatatnya, serta
mendiskusikannya melalui pengarahan dosen.
145

Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses


pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.

13. Tugas

- Paparkan mazhab-mazhab yang berkembang setelah abad ke-19, uraikan

proses yang melatarbelakangi lahirnya mazhab-mazhab itu?

- Uraikan maksud Hukum Pembangunan dan Hukum Progresif, bagaimana

kolerasinya dengan mazhab-mazhab sebelumnya?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.
146

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.
147

RPP PERKULIAHAN KE-9

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

Pada ujuan tengah semester ini, mahasiswa harus mampu memeparkan sejumlah

persoalan yang berkaitan dengan materi-meteri yang telah diberikan. Soal pada Ujian

Tengah Semester ini berkaitan dengan materi selama setengah semester, yaitu:

1. Jelaskan pengertian dan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana

perkembangannya?

2. Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-

pergeseran yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

3. Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat

pada umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu

hukum?

4. Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana per-

bandingannya dengan perkembangan filsafat umum.

5. Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari za-

man Yunani kuno hingga sekarang ini.

6. Uraikan logika yang menjadi mata rantai perkembangan mazhab hukum?

7. Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

8. Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indo-

nesia?

Pilih 5 (lima) soal yang mudah Anda pahami. Pertanyaan dijawab dalam bentuk

narasi tulisan tangan. Tulisan harus bisa dibaca. Jawaban sifatnya personal, jadi jangan

bekerjasama maupun mencontek.


148

RPP PERKULIAHAN KE-9

FGD: MAZHAB-MAZHAB HUKUM (2)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai aliran-aliran

(mazhab-mazhab) dalam filsafat hukum, mahasiswa tingkat pertama di Fakultas

Hukum Universitas Malahayati mampu menguraikan mengenai jenis-jenis ali-

ran-aliran dalam filsafat hukum dan siapa pencetus pertamanya. Selain itu, ma-

hasiswa dapat mendiskusikan jenis-jenis mazhab dalam filsafat hukum beserta

pembagian atau klasifikasinya yang lebih dalam.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis mazhab dalam filsafat hukum

beserta pembagian atau klasifikasinya yang lebih dalam, bahkan termasuk

mazhab yang berkembang di Indonesia seperti hukum pembangunan dan

hukum progresif.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.


149

9. Materi Pokok:

- Sociological Jurisprudence

- Legal Realism

- Hukum Responsif

- Hukum Pembangunan

- Mazhab Hukum Progresif

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini, yaitu mengani mazhab-mazhab
hukum. Kemudian merancang pola diskusi ke-
lompok agar dinamis dan menarik. Membuka
kegiatan dengan sedikit memberi gambaran tentang
materi perkuliahan yang terdahulu. Lalu membagi
durasi diskusi per kelompok untuk presentasi dan
diskusi.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
150

Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses


diskusi. Mahasiswa menyelesaikan tugas me-
rangkum hasil diskusi menjadi lembaran tugasnya
pada hari itu..

13. Tugas

- Paparkan mazhab-mazhab yang berkembang setelah abad ke-19, uraikan

proses yang melatarbelakangi lahirnya mazhab-mazhab itu?

- Uraikan maksud Hukum Pembangunan dan Hukum Progresif, bagaimana

kolerasinya dengan mazhab-mazhab sebelumnya?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.
151

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.
152

RPP PERKULIAHAN Ke-10

ASPEK-ASPEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM (1)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Mahasiswa untuk memahami inti persoalan yang menjadi bahan kajian filsafat

hukum. Sehingga mahasiswa dapat membedah berbagai persoalan hukum

dengan lebih fokus dan masuk ke inti tujuan hukum itu sendiri. Mahasiswa

Fakultas Hukum sangat penting memahami materi ini untuk mematangkan dan

mendewasakannya dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan hukum, agar

mampu memetakan masalah dan mencari solusi dari suatu permasalahan sesuai

dengan tujuan hukum itu.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang aspek-aspek yang menjadi bahan

kajian filsafat hukum.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Hukum dan Keadilan


153

- Hukum dan Negara

- Hukum dan Kekuasaan

- Hukum dan Sosial Budaya

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mengantar materi
perkuliahan dengan sedikit menyinggung materi
kuliah yang disampaikan, dan mencari peristiwa
terbaru yang memiliki konteks dengan materi kuliah
aspek-aspek yang menjadi kajian filsafat hukum.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu tentang
mazhab-mazhab hukum. Sedangkan mahasiswa
dengan mandiri dan nilai-nilai intelektual yang su-
dah mulai tertanam mengikuti materi pembelajaran,
menyimak, mendeskripsikan, mencatatnya, serta
mendiskusikannya melalui pengarahan dosen.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.
154

13. Tugas

- Uraikan makna dari sebuah kalimat yang menyebutkan hukum yang ter-

baik itu adalah hukum yang hidup dalam masyarakat?

- Jelaskan idiom yang menyebutkan: Hukum tanpa kekuasaan adalah an-

gan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman?

- Apa hubungannya hukum dengan keadilan, berikan penjelasan yang kom-

prehensif?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan


ke-3, 2019.

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013.
155

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang,
2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


156

RPP PERKULIAHAN KE-12

FGD: ASPEK-ASPEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM (1)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai aspek-aspek

yang menjadi kajian filsafat hukum, mahasiswa mampu memahami inti persoa-

lan yang menjadi bahan kajian filsafat hukum. Sehingga mahasiswa dapat mem-

bedah berbagai persoalan hukum dengan lebih fokus dan masuk ke inti tujuan

hukum itu sendiri. Mahasiswa Fakultas Hukum sangat penting memahami ma-

teri ini untuk mematangkan dan mendewasakannya dalam berbagai kegiatan

yang berkaitan dengan hukum, agar mampu memetakan masalah dan mencari

solusi dari suatu permasalahan sesuai dengan tujuan hukum itu.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan secara detail aspek-aspek yang menjadi

kajian filsafat hukum.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Hukum dan Keadilan


157

- Hukum dan Negara

- Hukum dan Kekuasaan

- Hukum dan Sosial Budaya

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini, yaitu mengani mazhab-mazhab
hukum. Kemudian merancang pola diskusi ke-
lompok agar dinamis dan menarik. Membuka
kegiatan dengan sedikit memberi gambaran tentang
materi perkuliahan yang terdahulu. Lalu membagi
durasi diskusi per kelompok untuk presentasi dan
diskusi.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
diskusi. Mahasiswa menyelesaikan tugas me-
rangkum hasil diskusi menjadi lembaran tugasnya
pada hari itu..
158

13. Tugas

- Uraikan makna dari sebuah kalimat yang menyebutkan hukum yang ter-

baik itu adalah hukum yang hidup dalam masyarakat?

- Jelaskan idiom yang menyebutkan: Hukum tanpa kekuasaan adalah an-

gan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman?

- Apa hubungannya hukum dengan keadilan, berikan penjelasan yang kom-

prehensif?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1999.

Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan


ke-3, 2019.

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013.
159

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang,
2002.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkemangan dan Dinamika Masalah), PT Refika


Aditama, Bandung, Cetakan ke-3, 2012.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Ja-


karta, Cetekan ke-21, 2012.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


160

RPP PERKULIAHAN Ke-12

ASPEK-ASPEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM (2)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Materi lanjutan ini melengkapi ilmu pengetahuan mahasiswa dalam memahami

inti persoalan yang menjadi bahan kajian filsafat hukum. Sehingga mahasiswa

dapat membedah berbagai persoalan hukum dengan lebih fokus dan masuk ke

inti tujuan hukum itu sendiri. Mahasiswa Fakultas Hukum sangat penting me-

mahami materi ini untuk mematangkan dan mendewasakannya dalam berbagai

kegiatan yang berkaitan dengan hukum, agar mampu memetakan masalah dan

mencari solusi dari suatu permasalahan sesuai dengan tujuan hukum itu.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang aspek-aspek yang menjadi bahan

kajian filsafat hukum secara lebih lengkap.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Dasar Mengikatnya Hukum.


161

- Hukum Sebagai Alat Pembaruan Masyarakat.

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mengantar materi
perkuliahan dengan sedikit menyinggung materi
kuliah yang disampaikan, dan mencari peristiwa
terbaru yang memiliki konteks dengan materi kuliah
aspek-aspek yang menjadi kajian filsafat hukum,
yang lebih terfokus pada dasar mengkiatnya hukum
dan hukum sebagai alat pembaruan masyarakat.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu tentang
mazhab-mazhab hukum. Sedangkan mahasiswa
dengan mandiri dan nilai-nilai intelektual yang su-
dah mulai tertanam mengikuti materi pembelajaran,
menyimak, mendeskripsikan, mencatatnya, serta
mendiskusikannya melalui pengarahan dosen.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.

13. Tugas

- Paparkan alasan mengapa hukum itu mengikat?

- Jelaskan mengapa hukum disebut sebagai alat pembaruan masyarakat?


162

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.
163

RPP PERKULIAHAN KE-13

FGD: ASPEK-ASPEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM (2)

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai aspek-aspek

yang menjadi kajian filsafat hukum, mahasiswa mampu memahami inti persoa-

lan yang menjadi bahan kajian filsafat hukum secara lebih lengkap. Sehingga

mahasiswa dapat membedah berbagai persoalan hukum dengan lebih fokus dan

masuk ke inti tujuan hukum itu sendiri.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan secara detail aspek-aspek yang menjadi

kajian filsafat hukum secara lebih lengkap.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Dasar Mengikatnya Hukum.

- Hukum sebagai Alat Pembaruan Masyarakat.

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.


164

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini, yaitu mengani mazhab-mazhab
hukum. Kemudian merancang pola diskusi ke-
lompok agar dinamis dan menarik. Membuka
kegiatan dengan sedikit memberi gambaran tentang
materi perkuliahan yang terdahulu. Lalu membagi
durasi diskusi per kelompok untuk presentasi dan
diskusi tentang dasar yang menyebabkan hukum
mengikat, dan hukum sebagai alat pembaruan
masyarakat.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
diskusi. Mahasiswa menyelesaikan tugas me-
rangkum hasil diskusi menjadi lembaran tugasnya
pada hari itu..

13. Tugas

- Paparkan alasan mengapa hukum itu mengikat?

- Jelaskan mengapa hukum disebut sebagai alat pembaruan masyarakat?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.


165

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2002.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke-8, 2014.
166

RPP PERKULIAHAN Ke-14

HAKIKAT HUKUM

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Mahasiswa memahami apa yang menjadi hakikat hukum sebenarnya. Jadi setiap

pembelajaran ilmu hukum, maupun dalam prakteknya kelak, mahasiswa me-

mahami duduk soal apa yang menjadi hakikat hukum yang sebenarnya. Selain

itu, mahasiswa juga mampu menguraikan apa yang menjadi tujuan hukum. Ma-

hasiswa bisa menggali unsur terdalam dari pelajaran ilmu hukum itu sendiri.

Dari perolehan materi ini, mahasiswa mampu menguraikan mengenai tujuan

akhir dari hukum.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang hakikat dan tujuan hukum

dengan baik, dan memahami bahwa hukum itu memiliki arah yang jelas.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Hakikat Hukum.
167

- Tujuan Hukum.

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.


- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen merancang agar mahasiswa siap dalam 20 menit.


menerima materi perkuliahan. Mengantar materi
perkuliahan dengan sedikit menyinggung materi
kuliah yang disampaikan, dan mencari peristiwa
terbaru yang memiliki konteks dengan materi kuliah
aspek-aspek yang menjadi kajian filsafat hukum,
yang lebih terfokus pada hakikat hukum dan tujuan
hukum.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen menjelaskan materi mata kuliah, yaitu tentang
mazhab-mazhab hukum. Sedangkan mahasiswa
dengan mandiri dan nilai-nilai intelektual yang su-
dah mulai tertanam mengikuti materi pembelajaran,
menyimak, mendeskripsikan, mencatatnya, serta
mendiskusikannya melalui pengarahan dosen.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
pembelajaran. Dosen memberi penguatan, dan eval-
uasi, dengan memberi penugasan kepada mahasiswa.

13. Tugas

- Uraikan, apa sebenarnya yang menjadi hakikat hukum?

- Jelaskan, apa sebetulnya tujuan hukum?


168

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judi-
cialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010.

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


169

RPP PERKULIAHAN KE-15

FGD: HAKIKAT HUKUM

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Capaian Pembelajaran :

Melalui focus group discussion ini mahasiswa mampu menguasai aspek-aspek

yang menjadi kajian filsafat hukum, mahasiswa mampu memahami apa yang

menjadi hakikat hukum dan tujuan hukum.

8. Indikator Pencapaian:

- Mahasiswa mampu menjelaskan secara detail apa yang menjadi hakikat

hukum dan tujuan hukum.

- Mahasiswa mampu menarasikan dalam bentuk tertulis, maupun mem-

presentasikannya dalam diskusi.

9. Materi Pokok:

- Hakikat Hukum.

- Tujuan Hukum.

10. Metode Pembelajaran:

- Pendekatan: stundent centered learning.

- Metode: problem based learning.



170

- Teknik: ceramahan, diskusi, presentasi, dan tanya-jawab.

11. Media, Alat dan Sumber Belajar

- Powerpoint presentation

- LCD, whiteboard, dan spidol.

- Bahan bacaan/pustaka

12. Tahapan Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Deskripsi Perkuliahan Waktu

Pendahuluan Dosen mengantarkan persiapan diskusi kelompok di 20 menit.


dalam pertemuan ini, yaitu mengani mazhab-mazhab
hukum. Kemudian merancang pola diskusi ke-
lompok agar dinamis dan menarik. Membuka
kegiatan dengan sedikit memberi gambaran tentang
materi perkuliahan yang terdahulu. Lalu membagi
durasi diskusi per kelompok untuk presentasi dan
diskusi.
Kegiatan inti Melalui sarana yang sudah tersedia di dalam kelas,
dosen memandu mahasiswa menjalankan focus
group discussion. Mahasiswa menjalankan diskusi,
tanya jawab, dan saling memberi masukan. Diskusi
berlangsung dengan tertib dan mencerdaskan se-
hingga mahasiswa mampu memahami pendalaman
materi melalui diskusi ini.
Penutup Dosen bersama mahasiswa menyimpulkan proses
diskusi. Mahasiswa menyelesaikan tugas me-
rangkum hasil diskusi menjadi lembaran tugasnya
pada hari itu..

13. Tugas

- Uraikan, apa sebenarnya yang menjadi hakikat hukum?

- Jelaskan, apa sebetulnya tujuan hukum?

14. Pedoman Penskoran

- Skor 0: Jika mahasiswa tidak mengerjakan tugas.

- Skor 0,5: Jika tugas dilaksanakan sebagian sesuai indikator dari dosen.

- Skor 1: Jika tugas dilaksanakan sesuai dengan indikator dari dosen


171

15. Evaluasi Soft Skills

No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Kejujuran

2 Tanggungjawab

3 Disiplin

4 Kreatifitas

5 Komunikasi

16. Sumber belajar

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judi-
cialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Nusa Media, Bandung, 2010.

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 1995.


172

RPP PERKULIAHAN KE-16

UJIAN AKHIR SEMESTER

Pada ujian akhir semester ini, mahasiswa harus mampu memaparkan sejumlah

persoalan yang berkaitan dengan materi-meteri yang telah diberikan. Adapun pertan-

yaan-pertanyaan yang akan disampaikan pada Ujian Akhir Semester ini tetap berkaitan

erat dengan materi dan diskusi yang sudah berlangsung selama satu semester. Di an-

taranya adalah:

1. Jelaskan latar belakang lahirnya filsafat dan bagaimana perkembangannya, serta

narasikan pergeseran-pergeseran pemikiran yang terjadi dari zaman Yunani

kuno hingga zaman kontemporer?

2. Paparkan kajian filsafat dengan merefleksikannya dari pergeseran-pergeseran

yang terjadi dalam perkembangan filsafat?

3. Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum, apa bedanya dengan filsafat pada

umumnya, serta dimana letak filsafat hukum dalam ranah ilmu hukum?

4. Uraikan perkembangan filsafat hukum, dan bagaimana perbandingannya dengan

perkembangan filsafat umum?

5. Identifikasikan perkembangan-perkembangan filsafat hukum dari zaman

Yunani kuno hingga sekarang ini? Uraikan logika yang menjadi mata rantai

perkembangan mazhab hukum?

6. Uraikan latar belakangan lahirnya berbagai mazhab-mazhab hukum?

7. Jelaskan pengaruh Mazhab Sejarah Hukum dalam hukum nasional Indonesia?

8. Paparkan mazhab-mazhab yang berkembang setelah abad ke-19, uraikan proses

yang melatarbelakangi lahirnya mazhab-mazhab itu?


173

9. Uraikan maksud Hukum Pembangunan dan Hukum Progresif, bagaimana kol-

erasinya dengan mazhab-mazhab sebelumnya? Uraikan makna dari sebuah ka-

limat yang menyebutkan hukum yang terbaik itu adalah hukum yang hidup da-

lam masyarakat?

10. Jelaskan idiom yang menyebutkan: Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-an-

gan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman?

11. Apa hubungannya hukum dengan keadilan, berikan penjelasan yang kompre-

hensif?

12. Paparkan alasan mengapa hukum itu mengikat?

13. Jelaskan mengapa hukum disebut sebagai alat pembaruan masyarakat?

14. Uraikan, apa sebenarnya yang menjadi hakikat hukum?

15. Jelaskan, apa sebetulnya tujuan hukum?

Jawab 5 (lima) soal saja yang anda pahami dengan baik. Pertanyaan dijawab

dalam bentuk narasi tulisan tangan. Tulisan harus bisa dibaca. Jawaban sifatnya per-

sonal, jadi jangan bekerjasama maupun mencontek.


174

LAMPIRAN III: KONTRAK KULIAH

KONTRAK KULIAH

1. Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum


2. Mata Kuliah (MK) : Pengantar Filsafat Hukum


3. Kode MK : HKO 1 102


4. Semester : II
(Dua)

5. SKS : 2
(Dua)

6. Mata Kuliah Prasyarat :


7. Manfaat Mata Kuliah:

Pengantar Filsafat Hukum merupakan mata kuliah yang mengkaji segala

aspek permasalahan-permasalahan hukum secara komprehensif. Mempela-

jarinya memberi manfaat bagi mahasiswa untuk menggali bagaimana perkem-

bangan hukum, selain itu mampu melihat hukum secara utuh.

Bukan saja dapat memahami perjalanan sejarah hukum dengan kelahiran

berbagai macam mazhab-mazhabnya, melainkan juga mampu mencerna hakikat

dan tujuan hukum. Dari hasil pengkajian ini tentunya dapat memberikan manfaat

praktis bagi mahasiswa yaitu kemampuan menganalisa isu-isu hukum secara

kritis serta dapat menyelesaikan permasalahan- permasalahan hukum yang

berkembang dalam masyarakat.

8. Deskripsi Mata Kuliah:

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Bandar Lampung,

wajib mengikuti dan mempelajari serta memahami mata kuliah Pengantar

Hukum Filsafat sebagaimana mahasiswa fakultas hukum di berbagai perguruan


175

tinggi yang berada di seluruh Indonesia. Pada mata kuliah wajib nasional yang

menjadi kurikulum inti ini, mahasiswa diarahkan untuk memahami pondasi inti

filsafat dan filsafat hukum, sehingga memahami kegunaan filsafat hukum dalam

membangun pola pikir melalui berbagai pendekatan.

Sebab itu, pada mata kuliah dasar ini, penguatan materi kuliah lebih fokus

pada pengertian dan ruang lingkup filsafat hukum, sejarah perkembangan

pemikiran hukum, dan berbagai aliran dalam filsafat hukum. Disamping itu, ma-

hasiswa juga mulai dibawa ke aspek inti filsafat hukum yang meliputi ontologi,

epistemology, dan aksiologi. Sehingga mahasiswa memahami berbagai dimensi

hukum di masa lalu, untuk kemudian melatihnya berfikir untuk pengembangan

hukum di masa kini. Serta dapat mengidentifikasikan antara hukum yang dicita-

citakan dan kenyataan yang terjadi.

9. Capaian Pembelajaran

Mahasiswa menguasai pengetahuan mengenai konsep-konsep dan peri-

stilahan dalam Filsafat Hukum, asas-asas Filsafat Hukum, sejarah Filsafat

Hukum, mashab-mazhab dalam filsafat hukum, aspek-aspek kajian filsafat

hukum, dan hakikat hukum. Materi mata kuliah ini akan menjadi pondasi

pemikiran yang kuat bagi mahasiswa dalam mengemukakan pandangan menenai

konsep-konsep, prinsi-prinsip, stelsel (sistem), ruang lingkup, dan serta tujuan

hukum itu sendiri.

10. Organisasi Materi

1. Pengertian dan Perkembangan Filsafat.

- Pengertian Filsafat

- Perkembangan Filsafat dari masa ke masa.


176

2. Pengertian Filsafat Hukum.

- Pengertian Filsafat Hukum

- Kerangka Filsafat Hukum

- Perkembangan dan Ruang Lingkup Filsafat Hukum

3. Mazhab-mazhab Filsafat Hukum

- Hukum Alam

- Hukum Positif

- Utilitarian

- Mazhab Sejarah

- Sociological Jurisprudence

- Legal Realism

- Hukum Responsif

- Hukum Pembangunan

- Hukum Progresif

4. Aspek-aspek Kajian Filsafat

- Hukum dan Keadilan

- Hukum dan Negara

- Hukum dan Kekuasaan

- Hukum dan Sosial Budaya

- Dasar Mengikatnya Hukum

- Hukum Alat Pembaharuan Masyarakat

5. Hakikat Hukum

- Hakikat Hukum dan Tujuan Hukum


177

11. Strategi Perkuliahan

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah inti da-

lam proses pembelajaran Pengantar Filsafat Hukum. Mahasiswa tak hanya

terpaku pada membaca buku dan mendengarkan kuliah, namun juga memba-

hasnya dalam proses semacam focus group discussion, atau juga boleh disebut

sebagai toturial. Sehingga metodenya adalah perpaduan pemberian ulasan materi

pokok bahasan yang kemudian dibahas dan didiskusikan dalam sebuah diskusi

atau tutorial.

Pembagian antara pemberian ulasan materi kuliah dilaksanakan sebanyak

7 (tujuh) kali dan diskusi kelas akan dilaksanakan sebanyak 7 (tujuh) kali. Se-

lanjutnya penilaian dilakukan dalam ujian tengah semester dan ujian akhir se-

mester, masing-masing sebanyak satu kali. Metode seperti ini akan merangsang

mahasiswa untuk belajar dan berfikir serta mampu mendiskusikan materi

perkuliahan dengan baik. Pada akhirnya, mahasiswa dapat memahami materi

kuliah secara komprehensif.

Adapun proses perkuliahan, seluruh materi kuliah dipaparkan dengan

menggunakan sarana berupa white board, power point slide, serta penyiapan ba-

han bacaan yang dapat diakses mahasiswa seperti buku-buku, jurnal, maupun

melalui jaringan internet dengan sumber yang terpercaya. Mahasiswa dapat

mempelajari pokok bahasan yang akan dibahas dalam kelas kuliah sesuai dengan

panduan. Sehingga proses perkuliahan berlangsung secara dinamis dan dua arah,

yaitu pemaparan materi dan diskusi.


178

12. Tugas-Tugas

Selama satu semester berjalan, mahasiswa akan diberikan pelatihan dalam

bentuk tugas-tugas, yaitu: a) tugas-tugas latihan yang terdapat pada setiap sesi

penutup kegiatan pembelajaran seagai media evaluasi atas capaian pembelajaran

atas satu bahan kajian; dan b) tugas-tugas yang terdapat pada setiap kegiatan

tutorial yang dikontekskan dengan isu-isu terkini.

13. Kriteria Penilaian

Penilaian dilakukan sesuai ketentuan dalam Pedoman Pendidikan Fakultas

Hukum Universitas Malahayati, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

14. Jadwal Perkuliahan

Jadwal perkuliahan sudah ditentukan di dalam Block Book.

15. Tata Tertib Perkuliahan

- Tata tertib perkuliahan sesuai dengan Pedoman Etika Dosen, Pegawai

(Administrasi) dan Mahasiswa yang ditetapkan dalam Buku Pedoman

Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Bandar Lampung.

- Batas toleransi keterlambatan yaitu 15 menit. Apabila dosen dan maha-

siswa terlambat daripada batas toleransi, maka akan dikenakan sanksi,

kecuali ada pemberitahuan atas keterlambatan tersebut.

Koordinator Kelas, Dosen Pengampu,

.............................................. .......................................

Mengetahui Dekan,

...............................................

Anda mungkin juga menyukai