Anda di halaman 1dari 7

Penerapan hukum pidana pada pelaku Human trafficking terhadap

perempuan dan anak

Istikhomah

Istikhomah997@gmail.com

Universitas Airlangga

Abstract

Permasalahan human trafficking masilah menjadi permasalahan kejahatan kemanusian yang sulit
untuk dilakukan pemberantasan. Kejahatan ini merupakan jenis`11 kejahatan transnasional yang
mana lingkup pergerakannya tidak hanya pada ranah nasional saja namun juga pada ranah
internasional. Kejahatan ini merupakan kejahatan yang telah terorganisir dengan baik. Di
Indonesia sendiri kasus human trafficking terhadap perempuan dan anak masilah menjadi kasus
yang harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Korban dari kasus
human trafficking di Indoensia sendiri lebih banyak terjadi pada perempuan baik yang berusia
muda maupun dewasa dan yang masih berusia anak yang tinggal di daerah perdesaan dengan
tingkat perekonomian dan Pendidikan yang rendah. Oleh sebab itu pada artikel ini akan
menitikberatkan pada pembahasan mengenai bagaimana nantinya penerapan hukum pidana
diberlakukan terhadap para pelaku human trafficking pada perempuan dan anak. Dengan
semakin banyaknya kasus human trafficking yang ada. Maka terbentuklah beberapa peraturan
guna untuk mengatasi permasalahan ini, diantaranya adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang, dan diatur juga secara ekplisit di dalam
ketentuan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 297 dan pasal 324. Pembahasan
mengani penerapan hukum pidana di dalam artikel ini menggunakan pendekatan secara mertode
yuridis normatif, dengan melakukan analisis berdasarkan peraturan perundang-undangan, serta
berbagai literlatur lainnya yang berasal dari jurnal ilmiah, media – media online maupun buku-
buku hukum.

Keywords: Human trafficking, Hukum Pidana, KUHP.


I. INTRODUCTION

Human trafficking atau yang disebut sebagai perdaganggan manusia merupakan sebuah
tindak kejahatan intrasnasional yang bersifat terorganisir dengan baik. Kejahatan human
trafficking sendiri bertujuan untuk pengeksploitasi para korban sebagai tenaga kerja pembantu
rumah tangga, ada yang dijadikan sebagai prostitusi, selain itu paa korban juga sering dijadikan
sebagai pengemis yang mana kebanyakan adalah yang masih berusia anak. Para pelaku
terkadang memaksa para korban yang akan dipekerjakan dengan menggunakan cara paksaan
hingga menggunakan kekerasan maupaun tidak. Di Indonesia sendiri merupakan salah satu
negara yang rentan untuk menjadi tempat transit sekaligus 1sebagai negara yang melakukan
pengiriman dan juga penerimaan para korban perempuan dan anak kejahatan human trafficking
untuk dijadikan pekerja paksa. Untuk jumlah kasusnya sendiri masih mengalami kenaikan yang
begitu signifikan dari tahun ke tahun dan menjadi sebuah keprihatinan tersendiri bagi masyarakat
maupun pemerintah. Korban dari human trafficking biasannya berasal dari perempuan muda
yang baru menamatkan Pendidikan sekolahnya sampai perempuan dewasa yang sudah berumah
tangga namun memiliki perekonomian dan tingkat pendidikan yang rendah,

Dari adanya alasan perekonomian dan masih rendahnya tingkat pendidikan para korban,
hal tersebut membuat para pelaku mengambil keuntangan dengan cara menjerat para korban
menggunakan alasan pemberian pekerjaan yang memiliki upah besar di luar negeri maupun di
dalam negeri. Para pelaku kejahatan human trafficking ini melakukan pengrekrutan korban
dengan cara illegal baik secara perorangan (melalui agen illegal) maupun dengan
mengatasnamakan dari perusahaan. Dengan menerima tawaran tersebut mereka berharap agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf perekonomian mereka. Akan tetapi
fakta yang mereka dapatkan malah sebaliknya, mereka tidak mendapatkan hal yang
diinginkannya tersebut melainkan menjadi korban pelaku tindak pidana human trafficking.
Pelaku human trafficking juga tidak hanya berasal dari para agen illegal serta perusahaan
pengrekrut pekerja illegal akan tetapi bisa saja seseorang yang memiliki kedekatan secara
pribadi, yaitu salah satu keluarga kita sendiri, bisa saja ayah, ibu maupun saudara, kekasih,
teman, hingga tetangga kita.

1
Jurnal pembangunan hukum Indonesia, vol 1, no3, 2019, penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan
manusia olehBrian Septiadi Daud, Eko Sopoyono
Dari data yang ditemukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada
tahun 2015 memiliki jumlah sekitar 46 permohonan, kemudian terjadi peningkatan pada tahun
2017 menjadi 117 permohonan, kemudian meningkat sekitar 59 permohonan sehingga menjadi
176 pada tahun 2019, kemudian pada juni tahun 2020 tercatat terdapat sekitar 120 permohonan
sehingga jika ditotal keseluruhan permohonan pada rentang waktu dari tahun 2015 hingga Juni
2020 ditemukan sekitar 704 laporan mengenai kasus TPPO, dengan rincian korban perempuan
sebanyak 438 dan laki – laki sebanyak 266, pada data ini juga ditemukan terdapat korban yang
masih berusia anak dengan total jumlah sebanyak 147 anak, 126 diantaranya adalah anak
perempuan. Melihat dari data yang dilaporkan oleh LPSK jelas bahwa masih tingginya kasus
human trafficking yang ada di Indonesia, data yang ada pada laporan LPSK merupakan data
yang berasal dari korban yang berani untuk melaporkn, tentunya masih akan lebih banyak lagi
jumlah nya bila kasus human trafficking yang masih belum terungkap dapat diungkap lagi oleh
aparat penegak hukum yang ada di Indonesia. Dengan latar belakang banyaknya kasus kejahatan
human trafficking terutama terhadap perempuan dan anak, oleh itu pemerintah Indoenesia
membentuk aturan yang memberikan efek jera kepada para pelaku yaitu, Undang-undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang. Selain dengan adanya
undang-undang tersebut, di dalam KUHP juga telah mengatur menganai pemidanaan terhadap
para pelaku human trafficking yang diatur di dalam pasal 297 dan 324 KUHP. Dengan adanya
undang-undang pemberantasan tindak perdagangan orang serta ketentuan khusus di dalam kitab
undnag – undang hukum pidana (KUHP) apakah mampu untuk menekan adanya laju
pertumbuhan kasus human trafficking yang ada, oleh sebab itu di dalam artikel ini akan
membahasa lebih lanjut mengenai penerapan hukum pidana yang di jatuhkan kepada para pelaku
tindak kejahatan human trafficking terutama pada korban perempuan dan anak.

II. LEGAL MATERIAL AND METHODS

Bahan-bahan hukum serta metode yang digunakan Pada artikel ini menggunakan metode
secara yuridis normatif dengan melakukan pengkajian terhadap permasalahan berdasarkan
refrensi yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum utama
(pokok/primair) dengan di dukung sumber sekundernya berupa buku – buku hukum yang
diakses secara online maupun tidak, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, serta berbagai media berita,
situs online hukum yang diakses secara online yang isinya membahas mengenai penerapan
tindak pidana terhadap pelaku kejahatan human trafficking yang ada di Indonesia.

III. RESULT AND DISCUSSION


1. Pengertian dan Ruang Lingkup Human Trafficking

Menurut protocol di dalam PBB human trafficking di artikan sebagai, kejahatan


perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan seseoraang melalui
penggunaan ancaman, tekanan atau bentuk – bentuk kekerasan lainnya , atau posisi rentan atau
memberi/menerima pembayaran atau memperoleh sebuah keuntungan sehingga mendapatkan
persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain, yang mana tujuannya
adalah eksploitasi. Kejahatan human trafficking ini juga berdasarkan protocol PBB dikatakan
sebagai kejahatan yang bersifat melewati batas territorial dan internasional yang dilakukan
secara melanggar hukum.

Di Indoensia sendiri pengertian mengenai Human trafficking dapat kita temukan di dalam
pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Perdagangan Orang memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan Perdagangan Orang
adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar
negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Definisi mengenai human trafficking juga mempunyai aspek yang berbeda, dimana
terdapat 3 (tiga) aspek yang menjadi pembeda, yaitu pertama merupakan aspek Tindakan yang
terfokus pada perekrutan, pergerakan, dan penyembunyian korban. Aspek yang kedua adalah
mengenai aspek cara, yang mana korban dihadapkan dengan suatu keadaan atau situasi
ekploitatif. Dan yang ketiga adalah aspek tujuan, yaitu tujuan dari human trafficking ini
merupakan ekploitatif.

Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam jenis human trafficking yang dilakukan
kepada perempuan dan anak, hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmad
Syfaat pada tahun 2003, disebutkan antara lainnya adalah : Pengabdosian anak dengan cara
dijualbelikan kepada warga sendiri/WNA, melibatkan seorang anak untuk melakukan jual beli
obat-obat terlarang, perdagangan anak dan peremppuan untuk kerja paksa, pornografi terhadap
anak dan perempuan, memeperkerjakan anak dan perempuan untuk dijadikan pengemis. Selain
itu pada saat ini modus dari pelaku dalam kejahatan human trafficking untuk menarik
korbannya adalah dengan modus perkawinan. Selain modus perkawinan terkadang para pelaku
juga menggunakan modus yang berkaitan pada dunia Pendidikan serta dunia seni, budaya.
Kebanyakan korban pada kasus ini adalah perempuan yang masih muda. Dimana pelaku seolah
– olah menjadikan korban ini sebagai salah satu perwakilan untuk Indonesia dalam ajang
pertukaran pemuda, maupun dalam hal sebagai duta kesenian atau akan nantinya di orbitkan
sebagai penyanyi di luar negeri.

Terdapat banyak factor yang membuat kasus kejahatan human trafficking terhadap
perempuan dan anak semakin banyak jumlahnya dan masih terjadi pada saat ini. Faktor utama
yang menjadi alasan adalah dikarenakan masih banyak masyarakat Indonesia yang masih
berada di dalam garis kemiskinan, selain itu di dukung pula dengan masih rendahnya tingkat
Pendidikan, serta masih banyak streotipe masyarakat yang menganggap bahwa bekerja sebagai
TKI atau TKW akan mendapatkan upah yang besar dan dapat meningkatkan perekonomian
mereka. Kemudian masih tingginya pernikahan di usia muda yang menyebabkan mereka
belum siap terutama dalam hal perekonomian, dan masih belum banyak lapangan pekerjaan.

Setiap tahunnya kasus mengenai kejahatan human trafficking semakin mengalami


peningkatan. Melihat dari data yang ditemukan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008
terdapat 3.042 kasus tindak kejahatan human trafficking. Apabila data tersebut dirinci lebih
lanjut lagi ditemukan jumlah korban terbagi menjadi bayi perempuan dengan jumlah ratio
sekitar 0,16%, kemudian anak perempuan dengan ratio 21,40%, anak laki-laki dengan ratio
4,41%, perempuan dewasa dengan ratio 67,33%, daan yang terakhir adalah laki – laki dewasa
dengan ratio 6,71%. Melihat rincian data tadi jelas terlihat bahwa korban adalah Sebagian
besar di dominasi oleh kaum perempuan dan anak. Selain data pada rentang watu 2005 hingga
2008,. Kemudian terdapat lagi data korban yang telah dilaporkan oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang merilis bahwa sekitar rentang tahun
2011 hingga 2013, tercatat bahwa terdapat 509 kasus human trafficking, dimana 55,36%
merupakan perempuan dewasa, yakni 418 orang, disusul dengan korban anak perempuan
sekitar 28,87% yaitu sejumlah 218 orang. seperti yang telah di paparkan di bagian introduction
pada artikel ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengeluarkan data mengenai
laporan permohonan kasus kejahatan human trafficking ini dengan jumlah total seluruh
permohonan adalah 704 dilihat dari data pada tahun 2015 hingga bulan Juni 2020.

Dan sekali lagi korban dari perdagangan manusia ini lebih di dominasi dengan
perempuan dan anak. Kejahatan human trafficking sendiri merupakan kejahatan yang berisfat
transnasional dengan pergerakan yang terorganisir. Para pelaku kejahatan human trafficking ini
senidir tidak hanya melakukan pekerjaannya atau tugas pengrekrutan para calon korban secara
individu namun mereka juga melakukan dengan membentuk jaringan yang sifatnya
berkelompok. Sehingga membuat sulitnya pemberantasan terhadap para pelaku tindak
kejahatan kejahatan human trafficking.

Menurut data yang telah ditemukan Bareskrim POLRI para pelaku human trafficking ini
telah mengunakan jaringan pergerakannya dengan metode teknologi informasi dan media
social. Pergerakan dari para pelaku human trafficking ini juga telah mengalami perubahan pola
dimana yang awalnya dirinya sebagai korban dari human trafficking ini oleh pelaku dijadikan
sebagai pelaku yang baru dimana nantinya pelaku baru ini akan melakukan pembentukan
jaringan baru dalam perekrutan calon korban.

Selain itu terdapat sepuluh rute daerah yang ada di Indonesia sebagai tempat human
trafficking termasuk perempuan dan anak diantara 10 negara tersebut terdapat dua negara yang
menjadi tempat transit, yaitu negara Malaysia dan Singapura sebelum dikirim ketempat tujuan
Timur Tengah, apabila di rinci lagi maka rute perdagangan sebagai berikut:

 Jakarta – Malaysia – Timur Tengah


 Jakarta – Batam – Singapura - Timur Tengah
 Jakarta – Medan – Timur Tengah
 Jakarta – Batam – Malaysia – Timur Tengah
 Bandung – Batam – Malaysia – Timur Tengah
 Surabaya – Jakarta – Batam – Malaysia – Timur Tengah
 Surabaya – Batam – Malaysia – Timur Tengah
 Nusa Tenggara Barat – Surabaya – Jakarta – Pontianak – Malaysia – Timur Tengah
 Nusa Tenggara Barat – Surabaya - Batam – Malaysia - Timur Tengah
 Nusa Tenggara Timur – Surabaya – Batam – Malaysia – Timur Tengah

Di Indonesia sendiri perempuan dan anak sebagai korban human trafficking tersebar di
berbagai provinsi

IV. CONCLUSION AND SUGGESTION


Dhdhudnuencfericgrti

Deuxneuferfrcgir7gu I tyiv trg78

Anda mungkin juga menyukai