Stambuk : 04020180067
Kelas : C6
ABSTRAK
Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat
strategis sebagai successor suatu bangsa. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus
cita -cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu
memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak
mulia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan
anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak -haknya serta adanya perlakuan
tanpa diskriminasi. Maraknya kasus perdagangan manusia di Indonesia, menimbulkan
keprihatinan tersendiri. Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini berdasarkan
pemberitaan di media cetak dan elektronik serta beberapa hasil penelitian menunjukkan betapa
kasus perdagangan manusia khususnya yang terjadi pada perempuan dan anak membutuhkan
perhatian yang serius. Perdagangan perempuan dan anak yang terjadi di Indonesia biasanya
untuk prostitusi, pornografi, pengemis dan pembantu rumah tangga. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya trafficking/perdagangan perempuan dan
anak dan mengetahui kendala dalam penanganan kasus-kasus perdagangan perempuan dan anak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
perdagangan orang berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak meliputi perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi
manusia yang dimiliki oleh anak berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. Selain itu,
sanksi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak telah diatur di dalam Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
ABSTRACT
Children are a nation's asset, as part of the younger generation, children play a very
strategic role as the successor of a nation. Children are buds, potentials, and the younger
generation to continue the aspirations of the nation's struggle which have a strategic role,
special characteristics and characteristics that guarantee the continued existence of the nation
and state in the future. In order for every child to be able to assume this responsibility one day,
he or she needs to get the widest possible opportunity to grow and develop optimally, both
physically, mentally and socially, and have a noble character. Therefore, it is necessary to make
efforts to protect children's welfare by providing guarantees for the fulfillment of their rights and
for treatment without discrimination. The rise of cases of human trafficking in Indonesia raises
its own concerns. Various cases of human trafficking that are currently happening based on
reports in print and electronic media as well as several research results show how cases of
human trafficking, especially those that occur to women and children, require serious attention.
Trafficking of women and children that occurs in Indonesia is usually for prostitution,
pornography, beggars and housemaids. This study aims to determine the factors that cause
trafficking/trafficking of women and children and find out the obstacles in handling cases of
trafficking in women and children. The research method used in this research is normative legal
research. The results of this study indicate that legal protection for children as victims of
trafficking in persons based on Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection includes
protection of dignity, as well as recognition of human rights possessed by children based on
legal provisions of arbitrariness. In addition, sanctions for the perpetrators of the crime of
trafficking in children have been regulated in Law Number 21 of 2007 concerning the
Eradication of the Crime of Trafficking in Persons.
I. PENDAHULUAN
Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai
dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan kata lain,
seseorang berhak dan wajib diperlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama
dengan yang lain. Secara universal anak mempunyai hak asasi manusia yang dilindungi hukum
bahkan berlaku sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, anak juga berhak mendapat
perlindungan hukum atas segala kegiatan yang mengarah pada tindak kejahatan.
Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana
perdagangan orang. Khususnya perdagangan anak merupakan sesuatu hal yang mudah terjadi
karena secara fisik dan mental anak masih sangat rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya juga melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya (UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak). Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak
mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas -
luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
berakhlak mulia. Jadi, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan
anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan
tanpa diskriminasi.
Modus perdagangan anak semakin tahun semakin maju, cotohnya saat ini banyak terjadi
tindak pidana perdagangan manusia secara online untuk menarik pengguna media sosial.
kemudian ada juga modus pernikahan yang kemudian dieksploitasi baik seksual ataupun
eksploitasi ekonomi dan banyak modus lainnya lagi. Keterdesakan masalah ekonomi
merupakan penyebab utama banyaknya perempuan dan anak terjerumus dalam lingkaran
perdagangan orang. Masalah ekonomi menjadikan manusia mencari jalan keluar yang mudah
dan cepat untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Hal ini terjadi karena ketersediaan lapangan
pekerjaan tidak lagi sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
perekonomian.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini dirumuskan
dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
perdagangan orang berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak dan bagaimanan sanksi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak.
II. PEMBAHASAN
ANAK
Anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, dan membedakan
anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana dalam tiga kategori:
(Pasal 21 UU SPPA)
Hak-hak Anak
(Pasal 3 UU SPPA)
Pasal 4 UU SPPA menyatakan bahwa anak yang sedang menjalani masa pidana berhak atas:
Penahanan
“Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
(Pasal 35)
UU SPPA ini memberikan kemudahan bagi anak saksi atau anak korban dalam
memberikan keterangan di pengadilan.
Saksi/korban yang tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang
pengadilan dengan alasan apapun dapat memberikan keterangan di luar sidang
pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing
Kemasyarakatan setempat, dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum, dan
Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya yang terlibat dalam perkara tersebut.
Anak saksi/korban juga diperbolehkan memberikan keterangan melalui pemeriksaan
jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi audiovisual. Pada saat memberikan
keterangan dengan cara ini, anak harus didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan atau pendamping lainnya
UU SPPA memperbolehkan anak yang terlibat dalam tindak pidana untuk mendapatkan
bantuan hukum tanpa mempermasalahkan jenis tindak pidana telah dilakukan.
Lembaga Pemasyarakatan
Dalam Pasal 86 ayat (1) UU SPPA, anak yang belum selesai menjalani pidana di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda. Pengaturan tersebut tidak ada dalam Pasal 61
UU Pengadilan Anak.
Pasal 1 ayat (2) UURI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak:
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
danmartabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
PENGERTIAN ANAK
Pasal 1 ayat (1) tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.” •Menurut Pasal ini, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun dan termasuk anak yang masih di dalam kandungan, yang berarti
pengupayaan perlindungan anak sudah di mulai sejak anak tersebut berada dalam
kandungan hingga berusia 18 (delapan belas) tahun.
Anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, dan membedakan
anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana dalam tiga kategori:
Hak-Hak Anak
Daftar Pustaka
Agus Sukawantara. (2020). Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan. Jurnal Konstruksi Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Denpasar-Bali.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987
UURI No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
UURI No. 11 Tahun 2012 tetang Sistem Peradilan Pidana Anak