Disusun Oleh
Amanda Neysa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara yang memiliki banyak penduduk.
Menurut Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh, pada 30 Juni 2022 atau
Semester I 2022 tercatat jumlah penduduk di Indonesia sebanyak
275.361.267 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 138.999.996 penduduk laki-laki
atau 54,48 persen, dan 136.361.271 penduduk perempuan atau 49,52
persen.1 Namun, sangat disayangkan dengan banyaknya penduduk di
Negara Indonesia justru dapat menjadikan angka kriminalitas meningkat
karena meningkatnya angka pengangguran di setiap tahunnya. Seperti yang
telah dikemukakan oleh Hardianto (2009), bahwa kejahatan pada dasarnya
timbul akibat karakter manusia yang didorong oleh masalah ekonomi dan
berpendapatan yang rendah sehingga menimbulkan tindakan kriminalitas
untuk mendapatkan kepuasan.2 Contoh kriminalitas yang sampai saat ini
terus terjadi di Indonesia dan mendapat perhatian serius dari masyarakat dan
pemerintah yaitu kasus ekploitasi ekonomi dan seksual pada anak.
Anak merupakan suatu aset negara yakni sebagai generasi muda
penerus bangsa berperan dalam kemajuan suatu bangsa. Sudah seharusnya
negara melindungi hak-hak yang dimiliki anak seperti hak asasi mereka atau
hak dasar mereka sejak dilahirkan. Tidak hanya itu, pada tahun 1990,
Konvensi Hak Anak lahir dan telah diratifikasi oleh 192 negara, termasuk
Indonesia. Konvensi ini telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor
36 Tahun 1990 yang mengesahkan Konvensi Hak Anak. Sehingga, Indonesia
harus memajukan dan melindungi kepentingan hak-hak anak tersebut
sebagai subyek hukum. Dalam masalah ini perlindungan terhadap anak
sangat dibutuhkan. Perlindungan anak yakni kegiatan yang bertujuan untuk
menjamin, melindungi, dan melindungi anak dan hak-haknya dari kekerasan
dan diskriminasi agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam
1
“Dukcapil Kemendagri Rilis Data Penduduk Semester I Tahun 2022, Naik 0,54% Dalam Waktu 6 Bulan.”
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/1396/dukcapil-kemendagri-rilis-data-penduduk-semester-i-
tahun-2022-naik-054-dalam-waktu-6-bulan diakses pada tanggal 17 Oktober 2022
2
Dari and Asnidar, “PENGARUH KEPADATAN PENDUDUK, KEMISKINAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
TERHADAP KRIMINALITAS,” hlm. 69.
2
tindakan ekploitasi pada anak sudah mencerminkan bahwa tidak adanya
suatu perlindungan bagi mereka. Sementara itu, sudah dijelaskan dan diatur
pada Undang Undang Nomor. 35 Tahun tentang 2014 Perubahan atas
Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
membahas tentang larangan bagi seluruh pihak termasuk orang tua dalam
melakukan tindakan eksploitasi kepada anak, baik eksploitasi ekonomi
maupun seksual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk bentuk eksploitasi pada anak
2. Apa penyebab terjadinya eksploitasi pada anak
3. Bagaimana upaya dalam menanggulangi tindak pidana eksploitasi
pada anak
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
Saiful Saleh Dan Muhammad Akhir “Eksploitasi Pekerja Anak Pemulung”, Jurnal Equilibrium, Vol. IV No. 1,
(Mei 2016), Hlm. 78.
4
Muhammad Joni; Zulchaina Z. Tanamas.1997 “Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi
Hak Anak.”. Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 3
4
b. Eksploitasi Sosial
Eksploitasi sosial sendiri merupakan suatu perlakuan yang dapat
menyebabkan perkembangan emosional anak dapat terhambat.
Contohnya seperti memberikan kata kata yang mengancam atau
menakuti anak, bisa juga berupa hinaan, menghindari anak, tidak
peduli dengan perasaan anak, memberi hukuman ekstrim kepada
anak, dan sebagainya.
c. Eksploitasi Seksual
Tindakan Eksploitasi seksual terhadap anak adalah tindakan yang
melibatkan anak untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas
seksual yang masih bekum dipahami oleh anak. Contoh dari tindakan
eksploitasi seksual pada anak yakni seperti menelanjangi anak untuk
suatu produk pornografi dan mempekerjakan mereka dalam bisnis
prostitusi. Mengarahkan seorang anak tentang pornografi, asusila, atau
perkataan porno lainnya yakni termasuk dalam bentuk eksploitasi
seksual pada anak. Menurut Sri Wahyuningsi dkk (2002:11), jaringan
perdagangan anak untuk eksploitasis seksual anak yang dilacurkan
(prostitusi) mencakup beberapa jenis, yaitu:
a. Sederhana, yaitu calon korban dijual oleh penjual (bisa orangtua,
suami atau orangtua angkat) langsung kepada pembeli atau
melalui perantara tertentu.
b. Agak kompleks, yaitu calon korban didatangi atau diajak teman/
tetangga/ saudara/ pacar untuk mencari pekerjaan yang halal di
toko, kafe, rumah makan ke kota besar dengan iming-iming gaji
yang besar. Dalam kenyataanya mereka langsung dijual kepada
pembeli di kota. tujuan tetapi adapula yang menuju lokasi transit
lalu diperkosa dan kemudian baru dijual kepada pembeli
langsung.
c. Komplek yaitu calon korban didatangi calo/perantara (orang yang
dipekerjaanya mendatangi desa-desa untuk mencari gadis-gadis
yang beranjak dewasa untuk disetor atau dijual ke pengumpul
atau langsung kepada germo/mucikari) dengan janji mencarikan
pekerjaan halal di kota besar dengan gaji besar dan menanggung
5
semua pengeluaran transportasi dan akomodasi, meskipun
nantinya menjadi hutang yang harus dibayar mahal oleh korban
5
R. Soesilo, 1976, “Kriminologi (Pengetahuan Tentang Sebab-Sebab Kejahatan)”, Penerbit Bogor, Hal 2.
6
H. Hari Saheroji, mengemukakan bahwa: ada dua faktor penyebab
seseorang melakukan kejahatan atau perbuatan menyimpang yaitu
karena faktor intern dan faktor ekstern yang saling mempengaruhi.
Dengan demikian faktor penyebab terjadinya eksploitasi terhadap anak
yaitu:
A. Faktor internal
Faktor internal yaitu yang faktor yang berasal dalam diri si anak itu
sendiri. Adapun dari sifat umum tiap individu, meliputi:
a. Umur
b. Sex (jenis kelamin)
c. Kedudukan individu dalam masyarakat
d. Pendidikan individu
e. Agama
f. Masalah reaksi/ hiburan individu
7
Perlindungan Anak bertujuan untuk membesarkan anak Indonesia yang
berkualitas dengan kepribadian yang berakhlak mulia dan kaya. Namun
kenyataannya masih ada anak dalam masyarakat yang tidak terlindungi dari
eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual. Faktor penyebab terjadinya
eksploitasi terhadap anak terlepas dari pengaruh anak itu sendiri yaitu faktor
ekonomi yang lebih lemah dan pengaruh lingkungan dimana mereka terlibat.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksploitasi anak merupakan tindakan seorang pelaku yang berusaha
memanfaatkan anak demi kepentingan atau keuntungan pribadi mereka.
Eksploitasi anak juga memiliki macam bentuk eksploitasi. Bentuk bentuk
eksploitasi anak yakni
a. Eksploitasi Ekonomi
Bentuk ekploitasi ekonomi ini suatu perlakuan yang menyalahgunakan
tenaga anak untuk dipekerjakan untuk kepentingan dan keuntungan
orang tuanya atau orang lain. Contohnya seperti menyuruh anak
tersebut bekerja dengan pekerjaan yang seharusnya belum waktunya
untuk dilakukan. Anak tersebut dipaksa untuk bekerja mengikuti
kemauan orang tua atau orang lain dengan fisik dan tenaga anak
tersebut serta mengancam jiwa mereka.
b. Eksploitasi Sosial
Eksploitasi sosial sendiri merupakan suatu perlakuan yang dapat
menyebabkan perkembangan emosional anak dapat terhambat.
Contohnya seperti memberikan kata kata yang mengancam atau
menakuti anak, bisa juga berupa hinaan, menghindari anak, tidak peduli
dengan perasaan anak, memberi hukuman ekstrim kepada anak, dan
sebagainya.
c. Eksploitasi Seksual
Tindakan Eksploitasi seksual terhadap anak adalah tindakan yang
melibatkan anak untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas seksual
yang masih bekum dipahami oleh anak. Contoh dari tindakan eksploitasi
seksual pada anak yakni seperti menelanjangi anak untuk suatu produk
pornografi dan mempekerjakan mereka dalam bisnis prostitusi.
Mengarahkan seorang anak tentang pornografi, asusila, atau perkataan
porno lainnya yakni termasuk dalam bentuk eksploitasi seksual pada
anak.
10
terjadinya eksploitasi terhadap anak terlepas dari pengaruh anak itu sendiri yaitu
faktor ekonomi yang lebih lemah dan pengaruh lingkungan dimana mereka terlibat.
Agar permasalahan eksploitasi anak tidak terus menerus terjadi, perlunya suatu
upaya dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Seperti Mengekfektifkan
sanksi yang ada dengan tegas serta memperberat sanksi pidana yang telah ada
terhadap pelaku yang melanggar ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 ttentang Perlindungan Anak yang sekarang telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
11
DAFTAR PUSTAKA
12