ABSTRAK
Tindakan eksploitasi secara ekonomi terhadap anak dengan menjadikan anak
sebagai pengamen, merupakan tindakan yang merampas hak-hak dasar anak.
Kabupaten Malang merupakan kabupaten di Indonesia yang belum tuntas dalam
mensejahterakan masyarakatnya. Tujuan penelitian ini mengetahui pertimbangan
hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidana dan mengetahui pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan Perkara No. 623/
Pid.Sus/2016/PN.Mlg. Metode pendekatan yang dipakai adalah pendekatan yuridis
normatif dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data
yang digunakan yakni studi pustaka dan disajikan dalam bentuk uraian sistematis.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam
menerapkan unsur-unsur pidana eksploitasi anak secara ekonomi sesuai dengan
Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia No.35 2014 tentang Perlindungan
Anak bahwa perbuatan terdakwa terbukti secara sah telah memenuhi unsur “setiap
orang,” yaitu terdakwa Maisaroh dan unsur “Yang menempatkan, membiarkan,
menyuruh, turut melakukan eksploitasi secara ekonomi pada anak”, yaitu terdakwa
menyuruh anaknya bekerja sebagai pengamen. Terdapat tiga pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku eksploitasi anak secara ekonomi dalam
Putusan No: 623/Pid.Sus/ 2016/PN. Mlg. Pertimbangan pertama, majelis hakim
menggunakan pandangan hukum pada Pasal 88 Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2014 yang unsur-unsurnya telah terpenuhi. Pertimbangan
kedua, hakim menggunakan kelengkapan alat bukti dan keterangan para saksi serta
hal yang meringankan dan yang memberatkan dan fakta yang terungkap selama
persidangan. Pertimbangan ketiga adalah subjektivitas
1
PENDAHULUAN
Hukum pidana adalah bagian dari seluruh hukum yang berlaku di dalam
suatu Negara. Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan
dan larangan yang (oleh pembentuk Undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu
sanksi yang berupa hukuman, yaitu penderitaan yang bersifat khusus.1 Hukum
pidana juga dapat dikatakan merupakan sistem norma yang menentukan terhadap
tindakan yang mana melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu dimana
terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu dalam keadaan bagaimana
hukuman itu dijatuhkan serta hukuman yang dijatuhkan bagi tindakan tersebut.2
Zaman yang terus berkembang menuntut manusia menjadi manusia yang lebih
modern dan dinamis sehingga membawa masyarakat menuju tatanan kehidupan dan
gaya hidup yang praktis dan cepat. Modernisasi ini tidak hanya mempengaruhi dari
sisi perubahan tuntutan, akan tetapi berpengaruh pula pada semua bidang dalam
kebutuhan manusia seperti ekonomi, sandang, papan, gaya hidup, dan lain-lain.
Modernisasi saat ini tidak hanya berdampak positif bagi kehidupan manusia. Lebih
dari itu, pengaruh modernisasi ini membawa dampak negatif bagi masyarakat
terutama dalam cara pemenuhan kebutuhan yang berakhir pada kemiskinan.
1
Barda Nawawi Arief. 2003. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. hlm 145
2
Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), Jakarta, Gramedia. hlm 32
3
Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. hlm 24
2
bangsa yang memiliki arti penting bagi pembangunan Nasional dalam menjalankan
kehidupan bernegara. Anak anak berhak mendapatkan perlindungan, tumbuh dan
berkembang serta berpartisipasi untuk melaksanakan pembangunan Nasional
seperti halnya manusia dewasa. Setiap anak dapat dan berkembang secara baik
diperlukan perlindungan terhadap anak dari tindakan kekerasan fisik, psikis, hingga
diskriminasi, pengeksploitasian seksual anak, hak sipil dan kebebasan. Adanya
perlindungan anak, keberadaan anak menjadi tanggung jawab bangsa diharapkan
dapat menyongsong masa depan secara baik dalam kehidupan di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
4
Made Sadhi Astuti. 1997. Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku Tindak Pidana,
Malang: Arena Hukum hlm 98
3
banyak produk hukum yang dijadikan sebagai acuan dalam membahas tentang
anak, khususnya perlindungan anak seperti :
5
Maidin Gultom. 2010. Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia. Bandung : Refika Aditama hlm 77
6
Wagiati Soetodjo. 2006. Hukum Pidana Anak, Bandung: PT. Refika Aditama, hlm 67
7
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan anak,
Bandung: PT. Refika Aditama, hlm 81.
4
Tabel 1. Kasus Eksploitasi Anak di Indonesia Tahun 2016-2020
5
khusus wilayah Kabupaten Malang yaitu sebesar 189 jiwa. Lebih jelasnya, berikut
disajikan dalam abel data jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS ) Kabupaten Malang pada tahun 2019-2020.
Dari jumlah data d iatas menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar, anak
jalanan, gelandangan, pengemis, hingga pengamen masih tinggi di Kabupaten
Malang. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemecahan masalah eksploitasi anak
yang dilakukan dalam konteks memberikan perlindungan hak-hak anak masih
maksimal. Kabupaten Malang masih banyak menghadapi persoalan eksploitasi
anak yang dijadikan sebagai pengamen dan pengemis jalanan yang menyebabkan
hak-hak anak tidak dapat terpenuhi. Salah satu contohnya adalah kasus eksploitasi
anak secara ekonomi oleh ibu kandungnya di Kabupaten Malang. Ibu tersebut
melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 66
dan Pasal 76 karena mengeksploitasi kedua anaknya yang masih di bawah umur
untuk menjadi pengamen. Perkara tersebut telah diajukan dan berakhir di
Pengadilan Negeri Malang dengan Putusan Perkara Pidana Nomor: 623/Pid.Sus/
2016/PN.Mlg. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas,
maka penulis tertarik untuk meneliti perkara ini dan mengambil judul “Tindak
Pidana Eksploitasi Secara Ekonomi Terhadap Anak oleh Ibu Kandung (Tinjauan
Yuridis Terhadap Perkara Pidana Nomor: 623/Pid.Sus/2016/PN.Mlg)”
6
METODE PENELITIAN
8
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, CV. Rajawali, 1996, hlm. 15.
9
Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. hlm 118
10
Ronny Soemitro, op.cit., hlm 98.
7
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
11
Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. hlm 9
12
Sudarto, 1989, Hukum Pidana 1, Bahan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah, Semarang:Fakultas
Hukum Diponegoro. Hlm.10
8
Dengan demikian mengenai unsur setiap orang apabila dikaitkan dengan
putusan pidana Pengadilan Negeri Malang No: 623/Pid.Sus/2016/PN.Mlg.
dikaitkan dengan teori tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa unsur “setiap
orang” yaitu pelaku atau subyek tindak pidana dalam perkara tersebut berdasarkan
bukti dan fakta yang terungkap di persidangan, tidak dapat diartikan lain daripada
orang dan manusia, yaitu dalam hal ini adalah Maisaroh 34 tahun, jenis kelamin
perempuan, berkebangsaan Indonesia, agama islam, pekerjaan buruh, bertempat
tinggal di Jalan Muharto V Rt.007/ Rw.006 Kelurahan Kota Lama Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang Perum puri Cempaka Putih 2 Blok AS-3 Rt.07
Rw.06 Kelurahan Arjowinangun, Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
Menimbang bahwa di persidangan, penuntut umum menghadapkan
terdakwa dan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa yang menerangkan
bahwa identitas terdakwa dalam berita acara penyidikan dan dakwaan penuntut
umum dan identitas terdakwa Maisaroh yang dihadapkan di persidangan adalah
sama. Terakhir, menurut keterangan saksi dan terdakwa, berita acara penyidikan
dan dakwaan penuntut mum, maka disimpulkan, terdakwa Maisaroh merupakan
“orang” sebagai Subyek hukum yang dimaksud perkara ini. Oleh karena terdakwa
adalah Subyek hukum yang dimaksud, maka mengenai unsur “setiap orang”
dinyatakan terpenuhi menurut hukum.
2. Unsur yang Menempatkan, Membiarkan, Menyuruh Melakukan atau
Turut Melakukan Eksploitasi Secara Ekonomi Terhadap Anak
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, saksi Farhan dan
saksi Kardi pada hari Senin tanggal 5 Agustus 2016 sekitar pukul 19.00 Wib di
sekitar perempatan jalan Kaliurang Malang menerangkan bahwa dirinya bersama
adiknya Marsam mengamen setiap hari mulai pukul 17.00 Wib hingga pukul 21.00
Wib dan uang hasil mengamennya tersebut diserahkan kepada ibunya yaitu
terdakwa Maisaroh yang kemudian ia digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Berdasarkan hal ini, menimbang bahwa unsur perbuatan terdakwa
seperti yang diatur dan diancam pidana Pasal 88 Jo Pasal 76 Undang-Undang
Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
9
Republik Indonesia Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah
terpenuhi maka Unsur kedua juga telah terpenuhi. Berdasarkan fakta persidangan
juga menjelaskan bahwa sepanjang persidangan tidak ditemukan alasan pemaaf
maupun pembenar yang dapat menghapus kesalahan terdakwa Maisaroh sehingga
pengadilan menyatakan bahwa terdakwa bersalah dan harus dihukum atau dijatuhi
pidana berdasarkan Pasal 222 ayat (1) KUHAP, terdakwa dibebani membayar
ongkos perkara ini. Selain itu, terdakwa telah ditahan, dan masa penahanan yang
dijatuhkan kepada terdakwa lebih lama dari masa penahanan yang telah dijalani,
maka sesuai dengan Pasal 22 ayat (4) KUHAP, maka masa penahanan yang telah
dijalani terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Dari
fakta yang terungkap di persidangan, dari keterangan saksi-saksi dan keterangan
terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di persidangan
diketahui terdakwa menerima saksi korban untuk mengamen, di mana meskipun
awalnya terdakwa terpaksa melakukannya, namun terdakwa tetap memperkerjakan
saksi korban sebagai pengamen. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun
2014 sudah menjelaskan seorang anak berhak untuk dapat hidup berkembang dan
berpartisipasi sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan menelaah materi mengenai kewajiban
kepada negara dan masyarakat untuk benar-benar melakukan perlindungan pada
anak sebagaimana dijelaskan Pasal 59 dan Pasal 66 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor. 35 Tahun 2014, maka meskipun dalam keadaan di masyarakat
seorang anak menjadi pengamen di jalanan tetapi mereka harus tetap dipandang
sebagai anak yang harus dilindungi dan dijauhkan dari kegiatan yang bertentangan
dengan harkat anak. Terdakwa Maisaroh menerima uang dari memperkerjakan
saksi korban sehingga unsur eksploitasi ekonomi ini telah terpenuhi
10
menyuruh, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual
terhadap anak. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut diatas dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan dan 15 (lima belas) hari dan/atau denda sebesar Rp
200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan denda tersebut tidak dibayar
maka diganti dengan pidana kurungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 88 Undang-
Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bagian
keempat Pembuktian dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan Biasa sesuai dengan
penjelasan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Oleh karena itu,
berdasarkan hasil penelitian atas fakta-fakta hukum di atas, terdapat beberapa hal
yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana eksploitasi
ekonomi yang dilakukan terdakwa Maisaroh terhadap kedua anaknya, di antaranya;
11
2. Kelengkapan Alat Bukti persidangan
a. Barang Bukti berupa satu buah alat pengamen berupa ecek-ecek yang terbuat
dari tutup botol yang sudah dipipihkan dan dipaku di kayu kecil, sepuluh
lembar uang pecahan Rp. 2.000, satu lembar uang pecahan Rp. 5.000, tiga
lembar uang pecahan Rp. 1.000, dua keping uang pecahan Rp. 1.000, 33
keping uang pecahan Rp. 500, 27 keping uang pecahan Rp.200, dan 11 keping
uang pecahan Rp. 200.
b. Keterangan beberapa saksi, yang pertama saksi korban sekaligus anak
terdakwa Maisaroh yakni Farhan Diawan Cahyono dan Marsam, dimana
keduanya mengetahui dan mengakui semua barang bukti yang dihadirkan di
persidangan. Berikutnya, saksi Kardi yang merupakan kerabat dekat
terdakwa. Dirinya mengetahui anak-anak terdakwa mengamen di jalanan.
Saksi mengetahui bahwa anak di bawah umur bekerja di jalanan itu dilarang,
kemudian ia pernah menegur terdakwa Maisaroh untuk melarang anak-anak
terdakwa mengamen, akan tetapi terdakwa tidak peduli dan menyuruh
anaknya untuk tetap mengamen. Terakhir keterangan terdakwa Maisaroh
yang mengakui kesalahannya dan ditangkap karena ia menyuruh anaknya
mengamen, sementara Uang hasil mengamen anak-anak tersebut digunakan
terdakwa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
c. Hal yang memberatkan dimana perbuatan terdakwa mempekerjakan anaknya
untuk mengamen adalah perbuatan yang melanggar hukum. Sementara hal
yang meringankan hukuman terdakwa Maisaroh.
12
putusan yang diberikan lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Akan
tetapi, hal ini tidak disebutkan secara eksplisit / tertulis di dalam putusan. Peneliti
menaganalisa dasar pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak
pidana dan dalam menjatuhkan pidana terhadap ibu kandung, pelaku tindak pidana
eksploitasi anak secara ekonomi seperti yang tertuang dalam putusan Perkara sudah
sesuai dengan nilai keadilan atau sependapat dengan putusan hakim. Ketentuan
pidana dalam Pasal 88 hanya menentukan batas maksimalnya saja yakni 10 tahun
penjara dan denda paling banyak 200 juta, dengan tidak memberi batas minimum
pidananya maka putusan yang dijatuhkan dapat bervariatif waktunya berdasarkan
pembuktian di pengadilan serta ditentukan oleh musyawarah majelis hakim.
13
KESIMPULAN DAN SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Adirahayu, A. (2005). Pola Kehidupan Anak Jalanan Dan Upaya Treatment. Tesis,
Universitas Gadjah Mada, Sekolah pascasarjana Program Studi Sosiologi,
Yogyakarta.
Agustin, Ratna, Dewi. 2008. Bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan. Universitas
Negeri Semarang.
Arief, Barda Nawawi, 2003, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung
Arief Didik. Mansur dan Elisatris Gultom, 2008, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara Norma dan Realita, PT .Raja Grafindo Persada,Jakarta
Astuti, Made Sadhi, 1997, Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku
Tindak Pidana, Malang: Arena Hukum
Bagong S. Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar Di Jawa
Timur.Universitas Airlangga Press. Surabaya.
Dellyana, Shanty. 2004. Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Yogyakarata : Liberty,
Effendi, Erdianto. 2011, Hukum Pidana Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung
Galtung, Johan. 2007. Handbook of Peace and Poverty Studies. Oxon, Routledge.
Gultom, Maidin. 010, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Bandung : Refika Aditama
Harkrisnowo, Harkristuti. 1999 Hak Asasi Manusia dan Kerja Sosial, OHCHR
Indonesia. Jakarta.
Huda, Chairul. 2013, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menjadi Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta
15
Huraerah, Abu. 2006. Child Abuse (Kekerasan terhadap Anak). Nuansa Penerbit.
Bandung.2006
Ibrahim. Johnny. 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Bayumedia Publishing
Kansil. CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Kanter, E.Y. & Sianturi S.R. 1982. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM.
16
Richard. 2004. Child Abuse and Neglect. Direct Practiice dalam Ensiklopedia of
Social Work. Nasional Association of Social Workers Press. Washington.
Sadhi, Made, Asututi. 1997. Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku
Tindak Pidana, Malang: Arena Hukum
Soemitro. Irma. Setyowati. 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara,
Jakarta.
Soetodjo, Wagita. 2006. Hukum Pidana Anak, Bandung: PT. Refika Aditama
Waluyadi. 2009. Hukum Perlindungan Anak, Bandung : Mandar Maju. Cet. ke-1
17