Anda di halaman 1dari 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK BATIK KHAS

PURBALINGGA MOTIF GOA LAWA SESUAI UNDANG-INDANG


NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Nama : Rintis Dwidik Sukidi


NIM : 030607473
E-mail : rintis.dwi0986@gmail.com
Fakultas : FHISIP
Program Studi : 311/ S-1 Ilmu Hukum
Masa Registrasi : 2021.1
Universitas : UPBJJ UT PURWOKERTO
Pokjar : LKP Kamilia Cilacap

ABSTRAK
Dalam perkembangan pengaturan hak cipta tidak hanya menyangkut masalah
hak inteletual, melainkan dengan melebar sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari urusan perdagangan. Saat ini setiap daerah mempunyai ciri khas batik daerah
dengan motif yang menampilkan budaya daerah masing-masing termasuk hasil
karya batik khas Purbalingga motif Goa Lawa. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan menurut
ndang-Undang No 28 Tahun 2014, hak cipta batik Khas Purbalingga Motif Goa
Lawa layak untuk mendapat perlindungan hukum karena telah memenuhi unsur
dalam hak cipta yaitu, pencipta, ciptaan, motif, unsur seni dan originalitas dari
pencipta motif batik. Penjelasan mengenai unsur-unsur terdapat dalam Pasal 1 ayat
(1) tentang hak cipta, Pasal 1 ayat (2) tentang pencipta, dan Pasal 1 ayat (3) tentang
ciptaan. Dalam hal ini, perlindungan hukum hak cipta motif Goa Lawa tidak
melindungi ide atau gagasan, akan tetapi hak cipta melindungi perwujudan suatu
gagasan yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar dari penciptanya. Para pengrajin
batik Khas motif Goa Lawa telah mendaftarakan hak cipta atas motif ciptaan, oleh
karena itu mereka mendapatkan perlindungan hukum, karena perlindungan ciptaan
dimulai sejak ciptaan itu ada. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 64 ayat (2)
dalam Undang-Undang No 28 tahun 2014

Kata kunci: Perlindungan Hak Cipta, Batik Goa Lawa

1
PENDAHULUAN

Batik adalah karya seni yang indah dan penuh filosofi dalam setiap bentuk
motifnya. Batik adalah teknik perintang warna dengan menggunakan malam, yang
telah ada sejak pertama kali diperkenalkan dengan nama batex oleh Chatelin,
seorang anggota Road Van Indie (Dewan Hindia) pada tahun 1705.1 Batik adalah
seni melukis diatas kain menggunakan kain canting. Seni batik menjadi penting
dalam kehidupan karena kain batik telah terjalin erat dalam lingkaran budaya
masyarakat. Batik juga mempunyai makna yang menandai peristiwa penting dalam
kehidupan terutama di Jawa. Ada beberapa teknik pembuatan batik yaitu:

1. Batik Tulis, batik tulis merupakan salah satu batik dengan nilai seni
yang paling tinggi karena pada intinya tidak ada satupun batik tulis di
dunia ini yang persis sama. Mungkin serupa, tapi tidak mungkin sama.
2. Batik Cap, lempengan besi atau tembaga yang memiliki motif
digunakan untuk membubuhkan malam atau lilin diatas permukaan
kain Mori sehingga namanya batik cap.
3. Batik Cetak Sablon, batik cetak ini kualitasnya dibawah batik cap.
Perlu diketahui bahwa batik cetak berbeda dengan batik printing. Pada
metode cetak sablon, sebenarnya yang mengerjakan batiknya tetap
manusia. Bukan mesin. Sebenarnya batik cetak ini mirip dengan batik
cap. Karena prosesnya menggunakan cetakan besar bernama plangkan
dan rakel yaitu alat yang biasa digunakan untuk sablon kaos.
4. Batik Print, jenis batik yang diproduksi dengan mesin print tekstil.
5. Batik Lukis, batik tipe ini tidak dibuat menggunakan lilin atau malam
sehingga canting juga tidak digunakan. Batik lukis tersebut dilukis
menggunakan kuas. Seperti lukisan pada sebuah kanvas. Sehingga
merupakan karya seni tersendiri.2

Batik dapat digolongkan sebagai ekspresi budaya lokal dari masyarakat


lokal yang turun temurun diwariskan sejak nenek moyang. Sebagai warisan budaya
berharga, batik perlu dilindungi secara hukum agar mendapat kepastian hukum.
Dalam sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang hak cipta, bangsa Indonesia baru berhasil menciptakan undang-undang hak

1
Hokky Situngkir,Rolan Dahlan,Fisika Batik (Implementasi Kreatif Melalui Sifat Fractal
Pada Batik Secara Komputasional),Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,2009, hlm xii.
2
https://www.pemoeda,co.id/blog/batik

2
cipta nasional pada tahun 1982 yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta. Tujuan diundangkannya Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta adalah untuk mendorong dan melindungi
penciptaan, penyebaranluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu, seni dan
sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa dalam Negara
Republik Indonesia menurut Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Beberapa tahun kemudian Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang


Hak Cipta dirasakan kurang sesuai dengan perkembangan perlindungan hak cipta
sehingga kemudian diundangkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta. Tujuan
perubahan Undang-undang Hak Cipta tersebut adalah untuk mewujudkan iklim
baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra. Di tengah segala kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang
semakin meningkat, khususnya di ilmu pengetahuan, seni dan sastra ternyata telah
berkembang kegiatan pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut telah mencapai
tingkat yang membahayakan sekaligus merusak tatanan kehidupan masyarakat
pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khususnya.3

Perkembangan lain sebagai akibat adanya kecenderungan internasional


dalam perlindungan hak cipta dengan keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana telah diratifikasi
dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1997, maka Undang-undang No. 7 Tahun1997
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
direvisi dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1997 sebagai konsekuensi logis dan
harmonisasi terhadap persertujuan ini. Negara Indonesia pada dasarmya memiliki
keanekaragaman etnik, suku bangsa dan budaya serta kekayaan seni dan sastra
dengan pengembangannya yang perlu hak cipta. Perkembangan di perdagangan,
industri dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan
perlindungan pencipta dan pemilim hak terkaut dengan keoentingan masyarakat
luas. Dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan undang-undang

3
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 dalam pertimbangan huruf a, b dan c

3
hak cipta yang ada maka Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta.

Hak cipta adalah bagian kekayaan intelektual dibidang ilmu pengetahuan,


seni dan sastra yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pembangunan
bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra sangat pesat sehingga memerlukan
peningkatan perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang
hak dan pemilik hak terkait. Indonesia menjadi anggota perjanjian internasional
dibidang hak cipta dan hak terkait sehingga diperlukan implementasi lebih lanjut
dalam sistem hukum nasional agar para pencipta dan kreator mampu berkompetisi
secara internasional. Untuk memberikan perlindungan hukum maka diundangkan
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta karena Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1997 sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Seiring dengan perkambanga dalam bidang hak cipta seiring dengan perkembangan
teknologi dan pengaruh globalisasi maka Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Pengaturan mengenai Hak Cipta terdapat dalam Undang-undang Nomor


28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyatakan bahwa “Hak Cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya pengertian
pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama yang melahirkan
ciptaan. Dalam pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 mendefinikan
pencipta sebagai berikut “seorang atau beberapa orang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.”

Purbalingga juga mempunyai banyak ragam adat budaya dan hasil karya
seni dari warga masyarakat, salah satunya hasil karya batik khas Purbalingga motif
Goa Lawa. Dalam meningkatkan perekonomian masyarakat terutama pengrajin

4
batik, Pemerintah Kabupaten Purbalingga mengeluarkan kebijakan setiap Aparatur
Negara (ASN) Purbalingga harus menggunakan pakaian motif batik Goa Lawa
setiap hari Kamis. Untuk menghindari penjiplakan motif batik Goa Lawa oleh
daerah lain maka tugas Pemerintah Kabupaten Purbalingga mengambil kebijakan
untuk mendaftarkan karya cipta batik khas Purbalingga motif Goa Lawa. Batik khas
Pada saat ini ada 185 Motif Batik Goa Lawa yang dihasilkan para perajin. Namun
dari 185 motif tersebut, 6 motif Batik terjaring dari hasil lomba beberapa waktu
lalu. Kemudian dari 6 motif batik ini 4 motif dibuat model batik cap. Dengan
menggunakan metode cap, motif batik Goa Lawa cap ini bisa dijual dengan harga
yang lebih terjangkau antara Rp 100 ribu sampai Rp 125 ribu. 6 Motif Batik Goa
Lawa tulis yang akan dipantenkan di Kemenkum Purbalingga motif Goa Lawa
termasuk dalam budaya tradisional yang harus dilestarikan.

Dalam perkembangan pengaturan hak cipta tidak saja hanya menyangkut


masalah hak atas inteletual, melainkan dengan melebar sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari urusan perdagangan. Pada saat ini setiap daerah mempunyai ciri
khas batik daerah dengan motif yang menampilkan budaya daerah masing-masing.
Untuk itu penelitian ini mengambil karya ilmiah dengan judul “Perlindungan
Hukum Terhadap Produk Batik Khas Purbalingga Motif Goa Lawa Di Kabupaten
Purbalingga Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.”

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis


normatif. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) disebut penelitian hukum
doktrinal. Soekanto menyebutkan penelitian normatif adalah penelitian hukum
yang meneliti bahan pustaka sehingga disebut penelitian hukum kepustakaan.4
Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi
kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan
bersifat normatif maksudnya penelitian hukun bertujuan memperoleh pengetahuan

4
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, CV. Rajawali, 1996, hlm. 15.

5
normatif tentang hubungan peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam
prakteknya atau dengan kata lain mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis
dalam peraturan perundang-undangan (law in book) / hukum dikonsepkan sebagai
kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap
pantas dengan pendekatan perundang-undangan.5
Penyajian data yang dilakukan sebagai bahan hukum dalam penelitian ini
menggunakan bentuk teks naratif, yaitu data yang sudah diolah dalam uraian teks
narasi. Penyajian teks naratif ini merupakan sebuah uraian yang disusun secara
sistimatis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan
dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan
yang diteliti, sehingga menjadi kesatuan utuh. Metode analisis data yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian ini ialah metode analisis data normatif kualitatif.
Metode analisis data normatif kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran yang
disusun secara logis terhadap hasil penelitian terhadap norma kaidah maupun teori
hukum yang relevan dengan pokok permasalahan. 6

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Semenjak Batik dikukuhkan UNESCO sebagai warisan budaya bangsa


Indonesia, perhatian masyarakat terhadap batik menjadi semakin tinggi. Sebagai
suatu karya bangsa yang telah diakui oleh lembaga Internasional, batik mempunyai
peran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peedagangan batik di
tingkat nasional maupun internasional. Meluasnya perdagangan batik membuat
batik menjadi komoditas yang bernilai tinggi yang tak jarang dimanfaatkan secara
tidak baik oleh pihak-pihak yang beriktikad tidak baik. Guna melindungi batik
sebagai suatu karya intelektual bangsa Indonesia, maka perlindungan hukum
terhadapnya menjadi penting dan patut untuk dilakukan.
Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa adalah salah satu jenis batik yang
cukup populer dikenal masyarakat. Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa

5
Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. hlm 118
6
Ronny Soemitro, op.cit., hlm 98.

6
merepresentasikan motif gaya Banyumas yang dibuat secara tradisional atau yang
lebih banyak dikenal dengan istilah batik tulis. Kepopuleran khas Purbalingga
Motif Goa Lawa digunakan pembatik atau produsen batik selain dari Purbalingga
untuk memproduksi batik tradisional ini. Sebagai produk khas yang berasal dan
tumbuh serta dilestarikan oleh masyarakat Purbalingga, maka perlindungan
terhadap khas Purbalingga Motif Goa Lawa harus dilakukan oleh para pihak terkait.
Perlindungan hukum HKI terhadap suatu karya ciptaan berfungsi untuk
memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atas karya
ciptaannya tersebut. Hak cipta mampu melindungi potensi pencipta karena
eksistensi terhadap kemampuan yang dimiliki pencipta untuk menghasilkan ciptaan
tetap terjaga. Suatu bentuk yang nyata dan berwujud dan sesuatu yang berwujud itu
adalah asli atau bukan hasil plagiat merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
dapat menikmati perlindungan hukum hak cipta. Konsep dasar lahirnya hak cipta
akan memberikan perlindungan terhadap suatu karya cipta yang memiliki bentuk
yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar
kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi.7
Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa merupakan Batik yang tercipta
dari leluhur secara turun temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Sehingga pencipta dari motif khas Purbalingga Motif Goa Lawa tidak diketahui
secara individu. Dari Sejarah terdapat motif batik yang diciptakan telah ada cukup
lama hingga saat sekarang ini. Sifat Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa yang
merupakan produk lokal berbasis pengetahuan tradisional membuat kepemilikan
batik tradisional tidak dimiliki pribadi atau perseorangan melainkan oleh kelompok
masyarakat. Bila merujuk pada penciptaan khas Purbalingga Motif Goa Lawa,
maka terdapat beberapa elemen dalam penciptaan batik tersebut, yakni, pencipta,
ciptaan, dan daaerah sebagai asal dari penamaan produk Batik tersebut.
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Hak Cipta Pasal 1 ayat 2
menyebutkan bahwa, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara

7
Suyud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, (Jakarta : Novindo Pustaka Mandiri,
2003) hlm. 38

7
sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas
dan pribadi. Oleh karena pencipta motif Batik Tradisional Yogyakarta tidak
diketahui secara pasti, melainkan telah ada sejak zaman dahulu, unsur pencipta dari
motif batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa tidak bisa menjadi klaim orang
pribadi atau kelompok, melainkan dimiliki oleh negara sebagaimana bunyi dalam
pasal 39 ayat 1, Dimana terhadap Ciptaan yang tidak diketahui Penciptanya dan
Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut
dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta. Sementara Ciptaan yang
merujuk pada khas Purbalingga Motif Goa Lawa itu sendiri merefleksikan suatu
karya yang diciptakan oleh Pencipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, keterampilan,
atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Berdasarkan Undang-undang Hak Cipta Pasal 40 ayat 1 ciptaan yang
dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra Batik
merupakan salah satu karya ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Namun dalam
konteks khas Purbalingga Motif Goa Lawa perlindungan yang diberikan Hak Cipta
hanya sebatas pada tataran Batik sebagai pengetahuan tradisional yang mempunyai
pakem motif yang sudah ada sejak lampau. Sementara pada penjelasan huruf j Pasal
40 Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "karya seni
batik" adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan
tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam
kaitannya dengan gambar, corak, maupun warna.
Pasal 39 Undang-undang Hak Cipta menyebutkan dalam hal ciptaan yang
tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman,
Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.
Sementara untuk ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman tetapi tidak diketahui
Penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran Penciptanya, Hak Cipta
atas Ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan Pengumuman untuk
kepentingan Pencipta. Sedangkan bagi ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak
diketahui oleh Pencipta dan pihak yang melakukan pengumuman, Hak Cipta atas
Ciptaan tersebut dipegang Negara untuk kepentingan Pencipta. Apabila Pencipta

8
atau pihak yang melakukan Pengumuman dapat membuktikan kepemilikan atas
Ciptaan tersebut, maka hak negara menguasai ciptaan tersebut menjadi tidak
berlaku. Berdasarkan ketentuan pasal 39 diatas, maka Hak Cipta atas Batik khas
Purbalingga Motif Goa Lawa dipegang negara, dikarenakan sifat dari pencipta batik
tradisional sudah tidak diketahui secara rinci dan melekat sifat kepemilikan
komunal sebagai pemiliknya, bukan terbatas pada satu individu pencipta
Hak cipta diperoleh secara deklaratif sejak saat ciptaan tersebut dinyatakan
dalam wujud nyata. Hak Cipta juga dapat diperoleh melalui peralihan, baik seluruh
maupun sebagian karena: pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau
sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak
cipta juga dapat diperoleh melalui ahli waris dari Pencipta yang belum, telah, atau
tidak dilakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi setelah pencipta
meninggal dunia, maka hak cipta tersebut menjadi milik ahli waris atau milik
penerima wasiat. Dalam hal ciptaan atas motif Batik khas Purbalingga Motif Goa
Lawa yang menjadi produk khas berbasis pengetahuan tradiisonal maka perolehan
hak cipta diwariskan turun temurun dari para leluhur, akan tetapi tidak terfokus
pada satu pencipta melainkan dimiliki oleh kelompok masyarakat Purbalingga.
Pada esensinya hak cipta mengandung dua macam hak, yaitu hak ekonomi
dan hak moral. Hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan (right to publish
atau right to perform) dan hak untuk memperbanyak (right to copy atau mechanical
right). Adapun hak moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya dalam
ciptaan (attribution right atau right of paternity) dan hak pencipta untuk melarang
orang lain merusak dan memutilasi ciptaannya (right of integrity).8 Pada Ciptaan
Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa yang merupakan karya cipta Batik yang
berkembang di Purbalinga, Hak ekonomi dipegang oleh para pengrajin Batik atau
produsen Batik, dikarenakan setiap pengrajin yang membuat Batik merupakan
kelompok masyarakat yang melestarikan seni khas Purbalingga Motif Goa Lawa.
Sedangkan hak moral dimiliki secara komunal oleh masyarakat setempat.

8
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 49

9
Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk
menyalin ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga sekaligus
memungkinkan pemegang hak ini untuk membatasi pemanfaatan, dan mencegah
pemanfaatan secara tidak sah atas ciptaan. Mengingat hak eksklusif mengandung
nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa membayarnya, maka untuk adilnya hak
eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku tertentu terbatas.9 Eksklusifitas
pada Hak Cipta senantiasa melekat pada ciptaan yang dihasilkan oleh pencipta yang
karena hasil karyanya mempunyai hak eksklusif terhadap ciptaannya tersebut.
Berbeda halnya dengan sifat dari khas Purbalingga Motif Goa Lawa merupakan
hasil budaya masyarakat dari kegiatan intelektual komunitas lokal masyarakat
Purbalingga yang diperoleh secara mewaris dari generasi ke generasi, sehingga
eksklusifitas pada penciptaan khas Purbalingga Motif Goa Lawa tidak menjadi hak
salah seorang saja. Hak Cipta lahir sebagai hasil karya cipta seseorang melalui olah
intelektual manusia dalam bidang seni dan ilmu pegetahuan yang bersifat orisinil
dan individual. Dalam Hak Cipta melekat sifat-sifat sebagai berikut:10
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif
Hak cipta adalah hak eksklusif, yang berarti hak cipta hanya diberikan
kepada pencipta atau pemilik/ pemegang hak, dan orang lain tidak
dapat memanfaatkannya atau dilarang menggunakannya kecuali atas
izin pencipta selaku pemilik hak, atau orang yang menerima hak dari
pencipta tersebut (pemegang hak). Pemegang hak cipta yang bukan
pencipta ini hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif tersebut yaitu
hanya berupa hak ekonominya saja.
2. Hak Cipta berkaitan dengan kepentingan umum
Meskipun sebagai hak eksklusif, terdapat pembatasan-pembatasan
tertentu dalam Hak Cipta yaitu Hak Cipta juga harus memperhatikan
kepentingan masyarakat atau umum yang juga turut memanfaatkan
ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas suatu ciptaan tertentu
yang dinilai penting demi kepentingan umum dibatasi penggunaannya
sehingga terdapat keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat (kepentingan umum). Kepentingan umum

9
Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta,
Paten, Merek dan Seluk- beluknya), (Jakarta ; Erlangga,2008) hlm.14
10
Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, (Bandung : Nuansa
Aulia,2010) hlm 14-15.

10
tersebut yakni kepentingan pendidikan, pengetahuan, dan kegiatan
pengembangan. Apabila negara memandang perlu, maka negara dapat
mewajibkan setiap pemegang hak cipta untuk menerjemahkan atau
memperbanyaknya atau pemegang hak cipta dapat memberi izin
kepada pihak lain untuk melakukannya.
3. Hak Cipta dapat beralih maupun dialihkan
Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta juga
dapat beralih maupun dialihkan, baik sebagian maupun dalam
keseluruhannya. Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan dua
macam cara, yaitu:
a. Transfer : merupakan pengalihan hak cipta yang berupa pelepasan
hak kepada pihak/ orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah,
wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan
oleh peraturan perundang- undangan.
b. Assignment : merupakan pengalihan hak cipta dari pihak kepada
pihak lain berupa pemberian izin/ persetujuan untuk pemanfaatan
hak cipta dalam jangka waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensi.
4. Hak Cipta dapat dibagi atau diperinci (divisibility)
Berdasarkan praktik pelaksanaan hak cipta dan juga norma Principle
of Specification dalam hak cipta, maka hak cipta dibatasi oleh:
a. Waktu: misalnya lama produksi suatu barang sekian tahun,
b. Jumlah: misalnya jumlah produksi sekian unit dalam satu tahun
c. Geografis: contohnya sampul kaset bertuliskan “For Sale in
Indonesia Only” atau slogan “Bandung Euy”.
Berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Hak Cipta, bahwa ciptaan
merupakan Hak Eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta, namun tetap memperhatikan
kepentingan masyarakat umum dan apabila dipandang perlu, negara ikut campur
dalam akses terhadap hak cipta tersebut, dan kepemilikan hak cipta yang dapat
diperoleh dengan cara dialihkan serta adanya pembatasan hak cipta, maka Batik
khas Purbalingga Motif Goa Lawa yang memiliki beberapa motif yang telah dikenal
luas oleh masyarakat hak eksklusifnya dipegang oleh negara. Konsekuensi dari
negara memegang Hak Cipta atas Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa adalah
masyarakat bebas menggunakan ciptaan atas Batik khas Purbalingga Motif Goa
Lawa tanpa harus mendapat izin pemilik aslinya dalam hal ini warga Purbalingga.
Karakteristik khas Purbalingga Motif Goa Lawa yang merupakan hasil
dari budaya masyarakat yang berkembang dari sebuah tradisi, menjadikan Batik
Purbalingga motif goa lawa oleh hak cipta termasuk bagian karya yang dilindungi

11
oleh negara. Negara mengambil alih hak cipta atas batik khas Purbalingga Motif
Goa Lawa, sehingga peran negara dalam melindungi eksistensi Batik khas
Purbalingga Motif Goa Lawa sangat besar, melalui inventarisasi atau pendataan
motif Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa sebagai budaya bangsa yang harus
dijaga dan dilestarikan. Akan tetapi, perlindungan yang diberikan oleh negara
masih kurang efektif dalam melindungi Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa
dari pemanfaatan yang merugikan masyarakat asli sebagai pemilik pengetahuan
tradisional berupa produk Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa. Undang-
Undang Hak Cipta belum memberikan perlindungan yang komprehensif bagi Batik
khas Purbalingga Motif Goa Lawa, dikarenakan hak cipta hanya dipegang negara,
sehingga akses terhadap penggunaan atau perbanyakan motif Batik khas
Purbalingga Motif Goa Lawa semakin luas dan tidak ada pelarangan terhadap
tindakan tersebut. Hal ini akan berimplikasi pada hak-hak masyarakat pemilik asli
yang melestarikan Batik khas Purbalingga Motif Goa Lawa menjadi terabaikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Terkait pelaksanaannya, berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2014,


hak cipta batik Khas Purbalingga Motif Goa Lawa telah layak untuk mendapat
perlindungan hukum karena telah memenuhi unsur-unsur dalam hak cipta yaitu,
pencipta, ciptaan, motif, unsur seni dan originalitas dari pencipta motif batik
tersebut. Penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut terdapat dalam Pasal 1 ayat (1)
tentang hak cipta, Pasal 1 ayat (2) tentang pencipta, dan Pasal 1 ayat (3) tentang
ciptaan. Dalam hal ini, perlindungan hukum hak cipta motif batik Khas Purbalingga
Motif Goa Lawa tidak melindungi suatu ide atau gagasan, akan tetapi hak cipta
melindungi perwujudan dari suatu gagasan yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar
dari penciptanya. Para pengrajin batik Khas motif Goa Lawa telah mendaftarakan
hak cipta atas motif ciptaan, oleh karena itu mereka mendapatkan perlindungan
hukum, karena perlindungan ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Pasal 64 ayat (2) dalam Undang-Undang No 28 tahun 2014

12
Peneliti menyarankan bagi pemerintah perlun sosialisasi kepada pengrajin
batik khas Purbalingga motif Goa Lawa untuk memahami Undang-Undang No 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, Perlunya peran dari Pemerintah Daerah
untuk lebih terlibat memberikan sosialisasi lebih mengenai perlindungan hukum
atas motif batik serta lebih memfasilitasi karya ciptaan pengrajin batik di Kabupaten
Purbalingga, agar pengrajin batik berlomba-lomba untuk menciptakan motif batik
yang baru sehingga bermanfaat untuk Kabupaten Purbalingga, seperti; pemerintah
Kabupaten Purbalingga membuat sebuah kompetisi untuk memperingati hari jadi
Kabupaten Purbalingga dengan menciptakan motif batik baru dan motif yang
terpilih diberikan penghargaan dengan motif tersebut menjadi icon atau simbol baru
untuk Kabupaten Purbalingga. Di samping itu, perlunya kesadaran bagi pengrajin
batik untuk melindungi ciptaaan baru hasil kreativitasnya sendiri, sehingga motif
batik di Indonesia ini bertambah dan diharapkan adanya rasa saling menghargai
antara pengrajin batik dan pengrajin lain perlu untuk meminta izin dari pencipta
motif batik jika ingin meniru motif batik milik pengrajin batik lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,


(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001

Afrillyana Purba,2005, TRIPS-WTO dan Hukum HKI Indonesia, Jakarta:Rineka


Cipta

Aulia Muthiah, Aspek Hukum Dagang dan Pelaksanaannya di Indonesia,


(Yogyakarta :Pustaka Baru, 2016)

Ade Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)

Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Lisensi (Bandung :


Mandar Maju,2012)

Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta : Rineka Cipta,
2010)

13
Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan
Intelektual : Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk- beluknya), (Jakarta ;
Erlangga,2008)

Hasibuan, Otto, 2008, Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu,
Neighbouring Rights, dan Collecting Society, Bandung: Alumni

Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta : Rajawali Press), 2011,

Hokky Situngkir,Rolan Dahlan,Fisika Batik (Implementasi Kreatif Melalui Sifat


Fractal Pada Batik Secara Komputasional),Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta,2009

Khoirul Hidayah, Hukum Hak Kekayaan Intelektual Kajian Undang-undang dan


Integrasi Islam, (Malang : UIN Maliki Press, 2012)

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,


(Surakarta; magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, 2003),

Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual, dan Praktiknya di Indonesia,


(Bandung : Citra Aditya Bakti,2014)

Pasal 19 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Rahmi Janed, Hak Kekayaan Inteleltual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, (Surabaya


: Airlangga University ress, 2010) hlm. 15-19, cetakan ke-2

Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bandung:


PT.Alumni

Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, (Bandung:Aditya Bakti, Cetakan ke-V 2000

Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Peraturan


Perundangundangan, (Bandung : CV. Yrama Widya), 2002,

Setiono, Rule of Law(Supremasi Hukum), Surakarta; Magister Ilmu Hukum


Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press. Jakarta, 1984

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2004

14
Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Memahami Prinsip Dasar, Cakupan,
dan Undang-undang yang berlaku dalam Hak Kekayan Intelektual,
(Bandung : OASE MEDIA, 2010)

Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal HukumYogyakarta: Liberty,

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian. Alfabeta, CV. Bandung.

Suyud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, (Jakarta : Novindo Pustaka
Mandiri, 2003)

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global Sebuah Kajian
Kontemporer, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010)

Umar, Husein, 2002, “Metodologi Penelitian”, Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Usman, Rachmadi 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bandung:


PT.Alumni.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 dalam pertimbangan huruf a, b dan c

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pasal 40

15

Anda mungkin juga menyukai