ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konflik politik hukum antara
Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto (YARSI) dan pihak Karyawan Rumah
Sakit Islam Purwokerto dalam konflik pengelolaan aset Rumah Sakit Islam
Purwokerto di Kabupaten Banyumas. Poses konflik pengelolaan asset Rumah Sakit
Islam Purwokerto diawali oleh adanya klaim organisasi Muhammadiyah atas
kepemilikan rumah sakit yang dibarengi penggantian jajaran manajemen secara
sepihak yang dilakukan oleh pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto
(YARSI). Kedua peristiwa tersebut kemudian memicu penolakan sebagian besar
karyawan rumah sakit untuk melakukan pemogokan kerja dan aksi demonstrasi.
Pada tahap konflik selanjutnya, perselisihan memasuki ranah hukum dimana pihak
pekerja yang tergabung di serikat pekerja selaku penggugat mengajukan gugatan
kepada pihak Yayasan dan pihak Fakultas Kedokteran UMP yang keduanya diduga
kuat bekerjasama melakukan akusisi atas asset RSIP demi kepentingan organisasi
Muhammadiyah dan kepentingan rumah sakit pendidikan UMP. Terdapat tiga aktor
yang terlibat dalam konflik pengelolaan asset Rumah Sakit Islam Purwokerto.
Aktor-aktor tersebut adalah pihak Yayasan RSIP, pihak Serikat Pekerja (SP), dan
pihak Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas Berdasarkan analisa konflik
pengelolaan ini, peneliti menganalisis terdapat dua faktor utama yang mendorong
terjadinya perselisihan diantara pihak Yayasan RSIP dengan pihak serikat pekerja
(SP). Pertama yakni adanya dualisme cerita sejarah pendirian Rumah Sakit Islam
Purwokerto, dimana kedua belah pihak memiliki versi yang berbeda dan keduanya
juga didukung dasar hukum formal yang kuat. Kedua yakni adanya keterlibatan
Pihak Lain di Luar Rumah Sakit Islam Purwokerto yang ikut berkontribusi dalam
memperluas konfik dan memperkeruh suasana.
1
PENDAHULUAN
4. Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), 367.
5. Maswardi Rauf, Konsensus dan Politik: Sebuah Penjajagan Teoritis (Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, 2000), 24.
2
dengan komunitas atau kelompok masyarakat, atau antara atasan dengan bawahan.
Hal ini berbeda dengan konflik horisontal dimana konflik terjadi antar individu,
kelompok masyarakat, atau komunitas yang satu dengan yang lain.3
Salah satu contoh konflik vertikal yang terjadi di Indonesia adalah konflik
yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah, yaitu konflik antara Pengurus Yayasan
Rumah Sakit Islam Purwokerto (YARSI) dan Karyawan Rumah Sakit Islam
Purwokerto dalam pengelolaan aset Rumah Sakit Islam Purwokerto di Kabupaten
Banyumas. Konflik ini bermula dari kecurigaan para karyawan Rumah Sakit Islam
Purwokerto yang menilai bahwa pihak Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto
selaku pengelola Rumah Sakit Islam Purwokerto sudah tidak lagi amanah, karena
menurut para karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Islam Purwokerto, yayasan
dinilai telah secara nyata berkongkalikong dengan Organisasi Muhammadiyah
untuk mengalihkan aset Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto yakni Rumah
Sakit Islam Purwokerto kepada pihak Muhammadiyah.4 Kecurigaan para karyawan
Rumah Sakit Islam Purwokerto bermula saat pihak Yayasan Rumah Sakit Islam
Purwokerto memberikan ijin kepada pihak Muhammadiyah yang dalam hal ini
adalah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto untuk
melakukan praktek. Pihak karyawan Rumah Sakit Islam Purwokerto menolak jika
Rumah Sakit Islam Purwokerto dialihkan menjadi aset Muhammadiayah, karena
menurut mereka Rumah Sakit Islam Purwokerto bukan aset milik Organisasi
Muhammadiyah melainkan aset milik masyarakat Kabupaten Banyumas.
6. Ibid, 25.
7. Agus Maryono,” Polemik Rumah Sakit Islam Purwokerto dengan Muhammadiyah dan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto”, kompasiana.com, diakses pada tanggal 25 Mei 2017,
http://www.kompasiana.com/gusmar/polemik-rsi-purwokerto-dengan-muhammadiyah-dan-
ump_573a364344afbdae078d0672.
3
Abdul Kahar Anshori, Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Banyumas.
Drs. H. Djarwoto Aminoto, Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Banyumas. KH Sjamsoeri Ridwan, Pensiunan Pegawai Departemen
Agama. 4) Muhammad Soekardi Hasanmihardja, Wiraswasta. H. Muflich
Yasmirdja, Wiraswasta.5 Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto kemudian
melalui Surat No. 26/ORG/VII/1983, Tanggal 01 Juli1983 meminta untuk Bupati
Banyumas saat itu mengizinkan dan membuat rekomendasi penggalangan dana
kepada seluruh masyarakat muslim Banyumas untuk pembangunan Rumah Sakit
Islam Purwokerto. Pada tanggal 05 September 1986, Rumah Sakit Islam
Purwokerto secara resmi dibuka oleh Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk
Wilayah Kabupaten Banyumas. Dalam pengertiannya yayasan merupakan sebuah
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan di peruntukan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
8. Rumah Sakit Islam Purwokerto Milik Siapa?, Kompasiana.com diakses pada 08 Juni 2018,
https://www.kompasiana.com/gusmar/rumah-sakit-islam-purwokerto-milik-
siapa_5771709375977301048b45c0.
4
Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas yang disepakati oleh
Pimpinan Pusat pada tahun 2014, telah mengalihkan pengelolaan Rumah Sakit
Islam Purwokerto kepada Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk
digunakan sebagai Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran di kampus
tersebut. Namun, para karyawan Rumah Sakit Islam Purwokerto yang tergabung
dalam Serikat Pekerja Rumah Sakit Islam Purwokerto tetap menolak dengan tegas
keputusan tersebut. Konflik ini semakin bertambah panjang ketika pihak karyawan
Rumah Sakit Islam Purwokerto yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rumah Sakit
Islam Purwokerto melakukan mogok kerja serta melaporkan pembina Yayasan
Rumah Sakit Islam Purwokerto kepada pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto dengan
dugaan tindak pidana penerimaan kekayaan pada hari Rabu 13 Juli 2016.6
Pihak Yayasan Rumah Sakit Islam dalam hal ini pun ikut melaporkan para
karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rumah Sakit Islam Purwokerto,
laporan tersebut dikarenakan Serikat Pekerja Rumah Sakit Islam Purwokerto
dianggap telah melanggar UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik. Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto, Arif
Syarifudin mengatakan, laporan tersebut didasari oleh dugaan tindak pidana ujaran
kebencian, fitnah, dan pencemaran nama baik. Pasalnya, pembina yayasan telah
dilecehkan dan difitnah dalam group chatting Whatsapp. “Hari ini (kemarin) kita
melaporkan Serikat Pekerja Rumah Sakit Islam Purwokerto ke Polres Banyumas,
pembina yayasan dihina di sebuah group chatting,” kata dia kepada Radarmas.7
Koflik yang terjadi antara Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto dan
Karyawan Rumah Sakit Islam Purwokerto merupakan konflik politik. Menurut
Ramlan, konflik politik merupakan upaya mendapatkan atau mempertahankan
sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah.8 Hal tersebut
5
menjadi menarik untuk dikaji karena konflik yang sudah berlangsung cukup lama
ini belum dapat terselesaikan. Konflik politik bukanlah konflik individu, karena isu-
isu yang dipertentangkan dalam konflik politik adalah isu publik yang menyangkut
kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pihak-pihak tertentu saja. Untuk itu
penelitian ini akan mengkaji mengenai konflik hukum antara Yayasan Rumah Sakit
Islam Purwokerto dan Karyawan Rumah Sakit Islam di dalam pengelolaan aset
Rumah Sakit Islam Purwokerto di Kabupaten Banyumas Tahun 2016.
METODE PENELITIAN
9
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, CV. Rajawali, 1996, hlm. 15.
10
Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. hlm 118
6
yang diteliti, sehingga menjadi kesatuan utuh. Metode analisis data yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitian ini ialah metode analisis data normatif kualitatif.
Metode analisis data normatif kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran yang
disusun secara logis terhadap hasil penelitian terhadap norma kaidah maupun teori
hukum yang relevan dengan pokok permasalahan. 11
11
Ronny Soemitro, op.cit., hlm 98.
7
konsentrasi masyarakat Banyumas ketika membutuhkan pelayanan kesehatan
sekaligus memberikan pemerataan akses kesehatan bagi masyarakat Banyumas
khususnya yang tempat tinggalnya jauh dari Rumah Sakit Margono. Di sisi lain,
hadirnya Rumah Sakit Islam Purwokerto otomatis juga mengurangi beban Rumah
Sakit Margono dalam melayani kesehatan masyarakat Banyumas ke depannya
Namun demikian, perkembangan Rumah Sakit Islam Purwokerto sebagai
sebuah unit pelayanan kesehatan diiringi dengan konflik kepemilikan hak atas asset
rumah sakit dan seluruh sumber dayanya yang diperebutkan oleh pihak pengurus
Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto atau disebut YARSI dengan pihak
karyawan Rumah Sakit Islam Purwokerto. Terlepas dari objek kepentingannya,
Konflik ini pada prinsipnya merupakan jenis konflik vertikal karena ada perbedaan
tingkat kekuasaan yang dimiliki antara pihak-pihak yang sedang berkonflik. Pihak
Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto (YARSI) memiliki kekuasaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pihak karyawan Rumah Sakit yang notabene hanya
masyarakat biasa. Konflik pengelolaan aset Rumah Sakit Islam Purwokerto di
Kabupaten Banyumas ini menyebabkan dampak bagi masyarakat sebagai pengguna
layanan rumah sakit dan karyawan selaku penyedia layanan kesehatan. Dampak
tersebut bahkan memberi kerugian di bidang sosial maupun ekonomi.
Awal mula proses konflik hukum pengelolaan asset Rumah Sakit Islam
Purwokerto antara pihak pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto
(YARSI) dengan pihak Karyawan terjadi sebenarnya dipicu oleh adanya klaim
organisasi Muhammadiyah terhadap Rumah Sakit Islam Purwokerto. Persoalan itu
berlanjut dengan penggantian beberapa jajaran manajemen yang dilakukan secara
sepihak. Penggantian jajaran manajemen ini dilakukan dengan memasukkan orang
yang diduga berasal dari organisasi Muhammadiyah untuk masuk dalam jajaran
manajemen. Sementara itu, salah satu dari delapan karyawan manajemen Rumah
Sakit Islam Purwokerto yang diganti, yakni Yasminah mengatakan bahwa proses
penggantian dilakukan secara mendadak dan tidak sesuai aturan berlaku. Secara
prosedural dirinya bahkan belum mengetahui alasan mengapa diberhentikan. Lebih
Parahnya, Yasminah dituduh melakukan tindak pidana korupsi sekitar 10 miliyar
8
semasa menjabat sebagai bendahara oleh pihak pengurus Yayasan Rumah Sakit
Islam Purwokerto (YARSI) yang hingga kini tidak pernah terbukti kebenarannya.
Sebagai tindak lanjut dari adanya klaim organisasi Muhammadiyah atas
asset Rumah Sakit Islam Purwokerto dan intervensinya terhadap manajemen
pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto atau YARSI, maka semakin
menguatkan dugaan adanya upaya untuk mengambil alih kepemilikan rumah sakit
yang dilakukan. Oleh sebab itu, para karyawan yang tergabung di dalam sarekat
pekerja menggugat secara perdata pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM)
Kabupaten Banyumas karena diduga telah melakukan okupasi terhadap asset
Rumah Sakit Islam Purwokerto. Penggugat dari serikat pekerja (SP) menyatakan,
PP Muhammadiyah dan PDM Banyumas dinilai telah melakukan tindak melawan
hukum dengan mengambil alih secara sepihak rumah sakit islam yang bukan
menjadi miliknya. Selain menggungat pengurus daerah Muhammadiyah, sarekat
pekerja (SP) juga menggugat dewan pembina YARSI dan rektor UMP (Universitas
Muhammadiyah Purwokerto) yang diduga memiliki keterkaitan kuat dengan
keberadaan fakultas kedokteran di UMP. Diceritakan oleh Bapak Edi bahwa pada
tahun 2014, terbit surat keputusan Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas
atas persetujuan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyatakan bahwa RSI
Purwokerto itu dinyakatan sebagai milik Muhammadiyah yang pengelolaannya
diberikan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah.
Sebagian besar karyawan menolak adanya akusisi Rumah Sakit Islam
Purwokerto tersebut. Mereka meyakini bahwa Rumah Sakit Islam Purwokerto
adalah milik publik yang sejarah pendiriannya dibiayai oleh warga masyarakat
Banyumas melalui SK Bupati bukan oleh Muhammadiyah. Para pekerja tidak
terima apabila Rumah Sakit Islam Purwokerto yang tiba tiba diklaim sebagai hak
milik Muhammadiyah. Sebagian besar karyawan bahkan mengetahui bahwa semua
Rumah Sakit Islam Purwokerto ini dibangun atas dasar infak seluruh masyarakat
Banyumas, dan tidak ada keterlibatan lembaga Muhammadiyah. Bapak Marso juga
menegaskan bahwa sejumlah pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto
(YARSI) termasuk dewan pembina memang dalah warga muhammadiyah, akan
tetapi hal ini bukan berarti mereka berhak mengngalihkan aset dan pengelolaan
9
Rumah Sakit Islam Purwokerto ini ke organisasi Muhammadiyah Di sisi lain, Dari
pihak Pengurus Daerah Muhamamdiyah Banyumas sendiri memiiki argumentasi
yang kuat atas pengelolaan asset Rumah Sakit Islam Purwokerto. Menurutnya,
kepemilikan Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah hak milik Muhammadiyah
secara utuh. Yang di dasarkan Surat Perintah dari pengurus pusat Muhammadiyah
untuk mmendirikan rumah sakit islam di Purwokerto pada tahun 1983.
Pada perkembangannya, pertentangan saling klaim atas asset Rumah Sakit
Islam Purwokerto antara pihak pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto
(YARSI) dengan pihak karyawan Rumah Sakit Islam Purwokerto masuk dalam
babak baru yakni dalam ranah hukum melalui Pengadilan Negeri Purwokerto pada
tahun 2016 dimana pihak karyawan RSIP selaku penggugat melakukan gugatan
kepada pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto (YARSI) dan pihak
Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) selaku pihak yang tergugat. Dalam
putusannya Nomor 77/Pdt.G/2015/PN Pwt, para penggugat dengan surat gugatan
tertanggal 21 Desember 2015 yang diterima Pengadilan Negeri Purwokerto
mengajukan gugatan terhadap para tergugat dalam 12 poin permasalahan.
Berdasarkan 12 poin permasalahan yang dipaparkan menurut prespektif
dari pihak serikat pekerja (SP) selaku pihak penggugat sebenarnya sudah cukup
jelas bagaimana duduk perkara masalah dari konflik pengelolaan asset Rumah Sakit
Islam Purwokerto sehingga menimbulkan konflik politik diantara internal rumah
sakit. Pihak persyarikatan Muhammadiyah memang dalam hal ini ada indikasi yang
kuat untuk mengambil alih pengelolaan Rumah Sakit Islam Purwokerto untuk
beberapa kepentingan, khususya mengenai keberadaan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Akan tetapi, dalam putusan No.
77/Pdt.G/2015/PN Pwt, juga turut menjelaskan bahwa gugatan dari serikat pekerja
(SP) tidak diterima oleh pengadilan. Alasan utama para hakim menolak gugatan
karena legal standing pihak penggugat yang tidak kuat. Kapasitas para penggugat
sebagai pengurus adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Yarsi
Purwokerto sendiri. Bahwa oleh karena Para Penggugat menyebutkan kapasitasnya
sebagai pengurus Yarsi Purwokerto, maka Para Penggugat harus tunduk dan taat
kepada keputusan hasil rapat berkaitan dengan arah kebijakan Yarsi Purwokerto,
10
sehingga apabila para penggugat mempermasalahkan dengan cara menggugat hasil
keputusan rapat mengenai arah kebijakan Yarsi Purwokerto, maka Penggugat tidak
memiliki kapasitas legal persona standi in judicio sebagai pihak yang dalam
Pengadilan untuk menggugat dirinya sendiri.
Selain itu, Gugatan dari para penggugat belum dapat diterima untuk
diperiksa sengketanya di pengadilan. Gugatan masih dinilai hakim prematur karena
arti gugatan yang diajukan masih terlampau dini dan belum waktunya diajukan.
Kesepakatan kerjasama antara tergugat untuk mendirikan Rumah Sakit Pendidikan
Fakultas Kedokteran itu belum terjadi karena harus melalui proses selanjutnya
sampai dengan adanya pengesahan dari kementerian yang berwenang untuk dapat
menerbitkan ijin pendirian Rumah Sakit Pendidikan. Selain itu, keberadaan Rumah
Sakit Islam Purwokerto sebagai amal usaha Yarsi Purwokerto yang dalam hal ini
diwakili oleh pelaksana amal usaha yaitu Direktur Rumah Sakit Islam Purwokerto
masih diakui keberadaan dan kewenangannya dan tidak diambil oleh Tergugat.
Atas dasar dua hal ini lah konflik pengelolaan asset rumah sakit antara Yayasan
Rumah Sakit Islam Purwokerto (YARSI) dengan pihak karyawan Rumah Sakit
Islam masih belum menemui kesepakatan dan mengambang hingga saat ini.12
Pada prinsipnya, faktor utama yang menjadi pendorong terjadinya konflik
pengelolaan antara pihak Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto (YARSI) dengan
karyawan Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah adanya dualisme sejarah pendirian
diantara kedua belah pihak. Dari seluruh uraian proses dan duduk perkara yang
telah dijelaskan menjadikan perbedaan penafsiran sejarah pendirian Rumah Sakit
Islam Purwokerto adalah hal yang menjadi awal mula konfik politik perebutan
pengelolaan Rumah Sakit Islam Purwokerto. Masing-masing pihak bahkan
memiliki versi sejarahnya sendiri, dan hal ini didukung fakta dan landasan hukum
yang kuat untuk mendukung argumentasi mereka. Bagi karyawan Rumah Sakit
Islam Purwokerto yang tergabung serikat pekerja (SP), pendirian Rumah Sakit
Islam Purwokerto dibangun dengan dasar bantuan secara swadaya dan sukarela
oleh seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Banyumas dengan mendirikan sebuah
12
putusannya Nomor 77/Pdt.G/2015/PN Pwt. Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia. Hlm 106
11
Yayasan yang disebut dengan singkatan YARSI (Yayasan Rumah Sakit Islam).
YARSI dipercayakan untuk bertugas sebagai badan pendiri rumah sakit. Dalam
tujuannya, Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah hak milik warga Banyumas dan
bukan milik Organisasi lain khususnya Muhamadiyah. Memang dalam Anggaran
Dasar tercantum bahwa yayasan memiliki hubungan afiliasi dengan Organisasi
Muhammadiyah Purwokerto. Kata afiliasi yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto
kepada Muhammadiyah hanyalah mengandung makna keterikatan YARSI kepada
Muhammadiyah secara idiologis. Afiliasi tidak berarti adan campur tangan
Muhammadiyah kepada Yarsi dalam segala amal usahanya secara terperinci dan
formal, apalagi menjadikan amal usaha Yarsi sebagai obyek Muhammadiyah.
Sementara itu, di pihak Yayasan (YARSI) sekarang, Rumah Sakit Islam
Purwokerto (RSIP), merupakan salah satu Rumah Sakit yang berdiri kurang lebih
tahun lalu dan dibangun oleh 5 orang Tokoh Muhamamdiyah Banyumas. Rumah
Sakit Islam Purwokerto ini dikelola secara operasional oleh Yayasan Rumah Sakit
Islam Purwokerto. Yayasan ini didirikan berdasarkan pada Akta Pendirian Notaris
Nomor 34 Tahun 1983 tanggal 22-3-1983 (Akta Pendirian Pertama) melalui Surat
Keputusan Pimpinan Muhammadiyah Daerah Banyumas Surat Keputusan
pengurus daerah Muhammadiyah Banyumas dengan no A-1/002/1983 tanggal 23
Februari 1983. PDM menguatkan lagi dengan terbitnya Surat Keputusan Pimpinan
Pusat Muhammadiyah bernomor 06/PP/1985 pada tanggal 25 Maret 1985. Surat
Keputusan itu mengesahkan YARSI sebagai suatu badan hukum yang berafiliasi
dan tersubordinasi kepada Muhammadiyah. Jadi, bagi pihak Muhammadiyah, iuran
warga masyarakat Banyumas yang pernah dilakukan selama ini menjadi bagian tak
terpisahkan dari pembangunan RSIP namun sebagai bantuan yang tidak Mengikat.
12
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Liliweri Prasangka dan Konflik. Yogyakarta: PT, LkiS Pelangi Aksara. 2005.
Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Kencana.
2006.
Pruit, Dean G dan Rubin, Z Jeffrey. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Belajar. 2004.
14
Rauf, Maswadi. Konsensus Politik Sebuah Penjajagan Teoritis. Jakarta: Dirjen
Dikti. 2001.
etiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana. 2011.
Setiarsih, Kardina Ari. “Konflik Perebutan Lahan antara Masyarakat dengan TNI
Periode Tahun 2002-2011. Skripsi: Fakultas Ilmu Sosial Jurusan
Pendidikan Sejarah. Universitas Negeri Yogyakarta. 2012.
Yin, Robert K. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2004.
“Konflik RSI Purwokerto: Yayasan dan Serikat Pekerja Saling Lapor.” Radar
Banyumas.com. Diakses tanggal 25 Mei 2017. http://radarbanyumas.
co.id/konflik-rsi-purwokerto-yayasan-dan-serikat-pekerja-saling-lapor
15