Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN


“ ASPEK HUKUM RUMAH SAKIT”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 7

NADILA SILVIA J1A121046


FINDRI FINDRIYNTI J1A121024
DHEA SAKILA J1A122115
INAYAH ZAHRA J1A122133
MUH. EKZAH FATHURAHMAN J1A122147
NAQIYYAH AULIA SULISTIAWATI J1A122149
NUUR LIYANA J1A122160
WA ODE SURIYANI J1A122319
WA ODE YANTI J1A122320
WA RATMI J1A122321
WA TINA J1A122322
WIKA PURNAMA SYAIR J1A122325
YENI J1A122326

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala karena atas
limpahan rahmat-Nya lah kami masih diberi kesempatan untuk tetap
menikmati kekuasaan- Nya hingga detik ini. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada-Nya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Aspek Hukum Rumah Sakit” dengan tepat waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika dan
Hukum Kesehatan dengan dosen pengampuh yaitu Lade Albar Kalza,
SKM, M.P.H. Selain itu, tujuan dari makalah ini ialah untuk menambah
wawasan penulis dan pembaca.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah memberikan sebagian ilmu dan wawasannya serta membantu penulis
untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan juga saran dari pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini.

Kendari, November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Permenkes No. 147 tahun 2010 disebutkan bahwa Rumah
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan rawat darurat. Pengertian rumah sakit diatur oleh
Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
dalam Bab 1 pasal 1, yang berbunyi : “Rumah sakit adalah suatu sarana dalam
mata rantai suatu sistem kesehatan nasional yang mengembangkan tugas
pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat”. Rumah sakit adalah suatu
sarana yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang
menjalankan rawat inap, rawat jalan, dan rehabilitasi, berikut dengan segala
penunjangnya. Dengan demikian, rumah sakit adalah tempat untuk
menyelenggarakan salah satu upaya kesehatan, yaitu upaya pelayanan
kesehatan (Suharto, Muttaqin, and Ambarwati 2020).
Adapun yang menjadi asas dan tujuan dari suatu rumah sakit diatur dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 bahwa:“rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila
dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalisme, manfaat
keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial”. Di banyak tempat di
Indonesia, mutu pelayanan kesehatan rumah-sakit masih rendah. Keadaan
demikian tidaklah dapat dibiarkan berlarut-larut, tetapi haruslah dicarikan
jalan keluar untuk meningkatkannya, kalau perlu dengan mengadakan
standarisasi. Pelayanan kesehatan rumah sakit di Indonesia dewasa ini,
terutama di kota-kota besar menunjukkan perbedaan sosial yang cukup tajam.
Bagi mereka yang mampu tersedia rumah-rumah sakit atau ruang-ruang
khusus yang memberikan pelayanan khusus dengan tarif yang tidak terjangkau
oleh sebagian besar masyarakat. Mutu pelayanan yang eksklusif dan terbaik
menjadi hak bagi mereka (Ismail Koto 2021).
Dalam upaya meningkatkan kualitas masyarakat dibidang kesehatan maka
perlu ada penerapan upaya perlindungan hukum terhadap pasien dalam
pelayanan medis di Rumah Sakit. Perlindungan hukum adalah upaya untuk
menaungi hak asasi manusia yang telah dirugikan serta memberikan rasa aman
kepada saksi dan/atau korban. Melalui pemberian restitusi, kompensasi,
pelayanan medis dan bantuan hukum yang merupakan perlindungan hukum
korban kejahatan yang terjadi dalam lingkup masyarakat. Dalam UU Nomor
44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan ”bahwa
Rumah Sakit wajib memberikan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit”. Dalam Pasal 40 ayat 1 disebutkan
bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi berkala minimal tiga tahun sekali. Pelayanan medis
merupakan obyek persetujuan pengobatan dan perawatan. Maka, upaya
peningkatan taraf hidup masyarakat dalam bidang kesehatan, merupakan suatu
keharusan yang menyeluruh diantaranya meningkatkan kesehatan masyarakat
secara fisik maupun nonfisik. Adapun dalam hal ini pasien merupakan
seseorang yang menerima penanganan tindakan medis. Hak pasien sebagai
penerima pelayanan medis adalah mendapatkan informasi pelayanan medis
untuk mengetahui hasil pemeriksaan/diagnosa yang telah dilakukan oleh tim
medis dan berhak mengetahui tindakan apa yang harus diterima oleh pasien
(Simamora et al. 2020).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana konsep hukum di rumah sakit?
2. Bagaimana peraturan hukum yang mengatur tentang rumah sakit?
3. Apa saja aspek hukum rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan
Kesehatan?
4. Bagaimana implementasi hukum dirumah sakit?
5. Apa saja jenis hukum yang berlaku dirumah sakit?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep hukum rumah sakit
2. Untuk mengetahui peraturan hukum yang mengatur di rumah sakit
3. Untuk mengetahui aspek hukum rumah sakit dalam menyelenggarakan
pelayanan Kesehatan
4. Untuk mengetahui jenis sanksi hukum dirumah sakit
5. Untuk mengetahui jenis sanksi yang berlaku dirumah sakit
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.1 Konsep Hukum Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan secara umum
memiliki peran yang sangat penting dalam upaya menaikkan derajat kesehatan
masyarakat indonesia (Dina, Alif 2021).
1. Pengertian Rumah Sakit
Berdasarkan UU Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
menyebutkan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna (meliputi promotif, preventive, kuratif dan rehabilitative).
Menurut Permenkes No.1045/Memkes/Per/XI/2006 Rumah sakit adalah
suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat
inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek
dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, trapeutik, dan
rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cedera, dan
melahirkan serta sebagai sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk tenaga
kesehatan dan penelitian.
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien (Azrul Azwar, 1996).
Rumah sakit adalah sebagai salah satu sarana kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran
yang sangat penting dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Hal ini menuntut penyedia jasa pelayanan kesehatan yakni
rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, tidak
hanya pelayanan yang bersifat penyembuhan penyakit tetapi juga
mencakup pelayanan yang bersifat pencegahan. Oleh karena itu, rumah
sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Menurut buku pedoman penyelenggaraan pelayanan rumah sakit,
Rumah Sakit adalah semua sarana kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik, yang
dilaksanakan selama 24 jam melalui upaya kesehatan perorangan. World
Health Organization (WHO), memberikan batasan tentang pengertian
rumah sakit adalah : Bagian menyeluruh atau integral dari organisasi sosial
dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap pada
masyarakat, baik kuratif, maupun rehabilitatif, dimana pelayanan
keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan, dan rumah sakit juga
merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian bio-sosial.
Rumah sakit sebagai organ yang semula didirikan berdasarkan
tujuan sosial, kemanusiaan atau keagamaan itu dalam sejarah
pertumbuhannya telah mengalami perkembangan, sehingga rumah sakit
berfungsi untuk mempertemukan 2 (dua) tugas yang prinsipal yang
membedakan dengan organ lain yang memproduksi jasa. Rumah sakit
merupakan organ yang mempertemukan tugas yang didasari oleh dalil-
dalil etik medik karena merupakan tempat bekerjanya para profesional
penyandang lapal sumpah medik yang diikat oleh dalil-dalil hippocrates
dalam melakukan tugasnya. Disamping itu dari segi hukum sebagai dasar
bagi wadah Rumah Sakit sebagai organ yang bergerak dalam hubungan-
hubungan hukum dalam masyarakat yang diikat oleh norma hukum dan
norma etik masyarakat yang kedua norma tersebut berbeda, baik dalam
pembentukanny, maupun dalam pelaksanaan akibatnya bila dilanggar.
2. Dasar hukum rumah sakit
Konsep negara hukum berakar dari paham kedaulatan hukum yang
pada hakikatnya berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu
negara adalah berdasarkan atas hukum. Negara hukum merupakan
substansi dasar dari kontrak sosial setiap negara hukum. Dalam kontrak
tersebut tercantum kewajiban-kewajiban terhadap hukum (negara) untuk
memelihara, mematuhi dan mengembangkannya dalam konteks
pembangunan hukum.
Menurut Krabe, negara sebagai pencipta dan penegak hukum di
dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam
arti ini hukum membawahi negara. Berdasarkan pengertian hukum itu
bersumber dari kesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyai
wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang.
Konsep negara hukum menurut Aristoteles adalah negara yang
berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Keadilan menurutnya merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan
hidup untuk warga bagi suatu negara. Bagi Aristoteles, yang memerintah
dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang adil,
sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan
keseimbangan saja. Untuk menghindari penyimpangan dan
penyalahgunaan wewenang maka tetap diperlukan prinsip-prinsip dasar
dalam pelaksanaan negara hukum modern, adapun unsur-unsur terpenting
dalam negara hukum kesejahteraan antara lain :
a. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan;
c. Legalitas Pemerintahan;
d. Peradilan Administrasi yang bebas dan tidak memihak;dan
e. Terwujudnya kesejahteraan umum warga negara.
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa : “ setiap
orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, kemudian dalam Pasal
34 ayat (3) dinyatakan : “ negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan menyatakan bahwa : Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu
alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran menyatakan bahwa : “ Sarana pelayanan kesehatan
adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.”
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan
dalam mendukung upaya penyelenggaraan kesehatan.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa : “Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014


Tentang Tenaga Kesehata menyatakan bahwa : “ Sarana kesehatan adalah
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.”
Seadangkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1045 Tahun 2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan menyatakan bahwa : Rumah
sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan
kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi,
diagnostik, terapeutik, dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita
sakit, cidera dan melahirkan.

Dalam Keputusan Menteri kesehatan RI No. 129 Tahun 2008


tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit disebutkan bahwa setiap
rumah sakit wajib memiliki standar pelayanan minimal. Standar pelayanan
minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur
pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Standar
Pelayanan minimal ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit
dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan
pelaksanaan setiap jenis pelayanan.
3. Asas dan tujuan rumah sakit
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit disebutkan bahwa : Rumah sakit diselenggarakan berasaskan
Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan
profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai
fungsi sosial. Tujuan penyelenggaraan rumah sakit tidak lepas dari
ketentuan bahwa masyarakat berhak atas kesehatan sebagaimana
dirumuskan dalam berbagai ketentuan undang-undang, salah satunya
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Sementara itu pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, diantaranya dengan
menyediakan fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan, dan salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit. Adapun tujuan penyelenggaraan
rumah sakit adalah seperti dirumuskan dalam Pasal 3 Undang-undang
Kesehatan, disebutkan bahwa :
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaraan,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat, bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis (Garin,Tirana 2019).
Sedangkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk :
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan;
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia di
rumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit; dan
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber
daya manusia rumah sakit dan Rumah Sakit.
4. Tugas dan fungsi Rumah sakit
Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 pasal 4 tentang tugas
rumah sakit yang berbunyikan “ Rumah Sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan secara paripurna”. Menurut Undang-Undang
No.44 tahun 2009 pasal 5 tentang fungsi rumah sakit, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 rumah sakit mempunyai fungsi, diantaranya:
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan emperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
Menururt Milton Roemer dalam buku Doctors in Hospital, rumah
sakit setidaknya memiliki fungsi, yaitu:
a. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan
terapeutiknya. Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah maupun non
bedah harus tersedia. Pelayanan rawat inap ini juga meliputi
pelayanan keperawatan gizi, farmasi, laboratorium, radiologi dan
berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik lainnya;
b. Rumah sakit harus memiliki pelayanan rawat jalan;
c. Rumah sakit juga mempunyai tugas untuk melakukan pendidikan
dan pelatihan;
d. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kesehatan dan
kedokteran karena keberadaan pasien di rumah sakit merupakan
modal besar untuk penelitian ini; dan
e. Rumah sakit juga mempunyai tanggung jawab untuk program
pencegahan penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi di
sekitarnya.
5. Hak dan kewajiban rumah sakit
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit, Rumah Sakit memiliki kewajiban diantaranya :
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat;
b. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu
atau miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan
fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat
darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan;
g. Membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain
sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat,
wanita menyusui, anak-anak dan lanjut usia;
j. Melaksanakan sistem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar
profesi dan etika serta peraturan perundangundangan;
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak
dan kewajiban pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. Melaksanakan etika rumah sakit;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik
secara regional maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan prakttik kedokteran
atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya ;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital by laws);
s. Melindungi dan meberikan bantuan hukum bagi semua petugas
Rumah Sakit dalam melaksankan tugas; dan
t. Memberlakukan selururh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan
tanpa rokok.
Sedangkan hak rumah sakit diatur dalam Pasal 30 Undang-undang
Rumah sakit, yaitu :
a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia
sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;
b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan;
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan;
g. Mempromosika layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit Publik dan Rumah
Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
6. Jenis-jenis rumah sakit
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya (Koto, asmadi 2021).
a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
1) Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit; dan
2) Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah
sakit publik dan rumah sakit privat.
1) Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum
yeng bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola
pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
49 dikelola pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud tidak dapat dialihkan menjadi Rumah sakit
privat.
2) Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh
badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
perseroan terbatas atau persero.
7. Prinsip Hukum Dalam Tata Kelola Rumah Sakit
Praktek tata kelola rumah sakit yang baik adalah beroperasinya rumah
sakit sesuai dengan prinsip-prinsip dasar tata kelola rumah sakit. Menurut
Meeta Ruparel dalam tulisannya “Hospital Good Governance”
menyebutkan ada 5 (lima) elemen kunci dari tata kelola yang baik di
rumah sakit yaitu (Sitohang 2020):
1) Accountability
2) Fairness dan Ethic
3) Safety
4) Transparancy
5) Independence
1.2 Peraturan Hukum Yang Mengatur Tentang Rumah Sakit
Undang-undang rumah sakit diatur dalam Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Mengatur tentang :
1. Pengertian dan klasifikasi Rumah Sakit
UU ini mendefinisikan Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat. Rumah Sakit diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanannya.
2. Perizinan Rumah Sakit
Mulai dari izin pendirian, izin operasional, izin penyelenggaraan
praktik mandiri di Rumah Sakit, dan izin lainnya yang diperlukan untuk
penyelenggaraan Rumah Sakit.
3. Hak dan kewajiban Rumah Sakit
Misalnya kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat,
menyediakan informasi dan data Rumah Sakit, hingga larangan melakukan
praktik bisnis dan komersialisasi yang merugikan pasien.
4. Sanksi administrative
Bagi Rumah Sakit yang melanggar ketentuan perizinan dan
kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam UU ini.
1.3 Aspek Hukum Rumah Sakit Dalam Menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, rumah sakit memiliki
beberapa aspek hukum yang harus diperhatikan. Beberapa aspek tersebut
antara lain perlindungan pasien, tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap
tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya, serta kewajiban rumah sakit untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang berlaku.
Selain itu, rumah sakit juga harus memperhatikan peraturan yang berlaku di
Indonesia, seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam praktiknya,
rumah sakit harus bertanggung jawab apabila ada pemberian pelayanan
kesehatan di bawah standar yang dilakukan oleh personalianya.
Aspek hukum yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan meliputi:
1. Tanggung Jawab Hukum : Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di rumah sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 : Menyatakan
bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
3. Perlindungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan : Pelayanan kesehatan
harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif,
perlindungan, dan berkelanjutan.
4. Kualitas Pelayanan: Rumah sakit harus bertanggung jawab terhadap
kualitas dari tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit
5. Pengaturan Penyelenggaraan Rumah Sakit : Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di rumah sakit harus sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit
6. Pasal 46 UU Rumah sakit : menyatakan bahwa rumah sakit bertanggung
jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit
Dengan memperhatikan aspek hukum ini, rumah sakit dapat
memastikan bahwa pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
1.4 Pengimplementasian Hukum Di Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan seperti rumah sakit berperan sebagai tempat rujukan
dan fasilitas layanan kesehatan tingkan sekunder bahkan tersier. Permasalahan
rawatan intensive di rumah sakit masih sering terjadi, apalagi di masa/ era
jaminan kesehatan nasional. Ini tidak terlepas dari permasalahan hukum dan
kebijakan publik yang sebelumnya sudah dipengaruhi oleh politik hukum.
Adanya penolakan penerimaan pasien dengan rawatan icu ( intensive care ) di
rumah sakit, disertai dengan upaya menghindari pengadaan sarana dan
fasilitas dari rumah sakit untuk rawatan icu, muncul di beberapa rumah sakit.
Ini akibat dari implementasi hukum yag dihasilkan melihat
hubungan(Siringoringo, Hendrawati, and Suharto 2019).

Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan, dijelaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Ini artinya bahwa setiap
orang sebenarnya memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhannya masing-masing tanpa membeda-bedakan
status seseorang tersebut. Namun banyaknya kasus-kasus pelanggaran di
dunia medis lebih didominan perlakuan rumah sakit sebagai tenaga
kesehatan yang terkesan seenaknya dalam melakukan upaya kesehatan.
Pencantuman hak terhadap pelayanan kesehatan ini untuk menjamin hak-
hak kesehatan yang fundamental sesuai dengan deklarasi Hak Asasi
Manusia oleh PBB di tahun 1947. Penjaminan hak tersebut tersebut
diperkuat dalam amandemen UUD 1945 tanggal 11 Agustus 2002 Pasal
34 ayat 2 dan ayat 3.
Pasal 34 ayat (2), berbunyi : “Negara mengembangkan jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan” dan Pasal 34 ayat (3),
berbunyi : “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Masyarakat telah menganggap bahwa rumah sakit adalah harapan
terakhir bagi orang yang sedang sakit. Bahkan ada sebagian masyarakat
yang berperilaku untuk cepat-cepat berobat ke rumah sakit, jika mereka
menderita suatu penyakit tertentu. Oleh karana itu, agar dicapai
tingkat pelayanan kesehatan yang berkualitas, rumah sakit
mengupayakan dengan meningkatkan mutu fasilitas pelayanan
kesehatan. Dengan meningkatnya mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh rumah sakit maka kepercayaan masyarakat terhadap rumah
sakit tersebut akan meningkat.
Pada hakikatnya seseorang sebagai pasien, memiliki hak-hak yang
telah dilindungi oleh undang-undang. Beberapa peraturan perundang-
undangan mengatur mengenai hak-hak pasien. Undang-undang tersebut
antara lain adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
Beberapa pasal di dalam peraturan perundang- undangan tersebut mengatur
secara jelas tentang hak-hak pasien dalam mendapat pelayanan kesehatan.
Selain ketiga undang-undang tersebut, pengaturan hak-hak pasien juga ada
di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Banyak kalangan yang tidak setuju pasien disebut sebagai
konsumen. Karena istilah konsumen lebih tepat digunakan dalam bidang
bisnis yang berarti juga pembeli. Namun, sebenarnya pasien juga dapat
disebut konsumen. Lebih tepatnya pasien disebut sebagai konsumen di
bidang medis. Banyak terjadi perubahan terhadap kaidah-kaidah kesehatan,
terutama mengenai hak dan kewajiban para pihak yang terkait di dalam
upaya kesehatan serta perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait.
Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul antara pasien
dan rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :
a. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit
dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan
di mana tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.
b. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara rumah
sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya
secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis
Inspannings Verbintenis (Fred Ameln, 1991: 75-76).
Beberapa waktu belakangan ini, sering timbul gugatan yang berasal
dari pasien yang merasa hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak rumah sakit.
Sering kita jumpai pada media elektronik maupun media cetak yang
memberitakan terjadinya kasus – kasus malpraktik, maupun pelayanan
kesehatan yang buruk dan tidak sesuai standar. Sangat memprihatinkan,
karena sebagian besar kasus tersebut menimpa masyarakat yang dapat
dikategorikan miskin atau tidak mampu. Pihak tenaga kesehatan sering
sekali mengabaikan standar pelayanan kesehatan yang telah ditentukan pada
peraturan perundang-undangan. Mengingat pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, terjangkau dan dilaksanakan sesuai dengan standard pelayanan
merupakan hak dari setiap orang maka hal tersebut secara tidak langsung
telah menciderai rasa keadilan masyarakat.
Kasus-kasus tersebut sering terjadi disebabkan posisi tenaga
kesehatan lebih dominan daripada pasien. Pasien bersifat pasif, karena
hanya menunggu dan menuruti apa yang di perintahkan oleh pihak tenaga
kesehatan. Sehingga pasien tidak memiliki keberanian untukcommemniot
ltaokuasepra yang diperintahkan oleh pihak tenaga kesehatan. Posisi
seperti ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, dimana pihak tenaga
kesehatan memegang peranan utama, baik itu karena pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki ataupun karena kewibawaan yang dimiliki
tenaga kesehatan karena sebagai pemegang otoritas dalam hal pelayanan
kesehatan. Karena posisi yang lemah itulah sering terjadi kasus pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standard dan terkesan mengabaikan mutu
pelayanan rumah sakit itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan diatas kasus-
kasus tersebut sering menimpa mereka masyarakat miskin dan tidak mampu
membayar biaya pengobatan di rumah sakit.
Perlindungan hukum bagi pasien sangat mutlak dibutuhkan. Hal ini
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada pasien . Dapat dilihat dari pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh rumah sakit, apakah sudah memenuhi hak-hak pasien pada
umunya. Dalam hal perlindungan pasien. Hak-hak pasien yang diatur di
dalam undang-undang.
Undang-undang itu antara lain adalah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,cUonmdmaintgt-oUunsdearng
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hak – hak Pasien dalam
Perundang – undangan Tentang Kesehatan di Indonesia :
1. Hak Pasien Pada umumnya
a. Undang – Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang praktik kedokteran
Hak pasien dalam undang – undang ini diatur dalam Pasal 52 yang
mengatakan bahwa: Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak : mendapatkan penjelasan secara
lengkap tentang tindakan medis , meminta pendapat dokter atau
dokter gigi lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis , menolak tindakan medis dan mendapatkan isi rekam medis.
Mengenai pengaturan lebih lanjut mengenai pengaturan hak pasien
tersebut terdapat di dalam Peraturan Menteri Kesehatan sebagaimana
akan dijelaskan pada huruf selanjutnya.
Di dalam undang – undang ini hak pasien terhadap rahasia medik
tidak diatur, sebagaimana kita tahu hak atas rahasia medik adalah
salah satu hak yang timbul dari hak privasi yaitu hak asasi manusia.
Informasi yang diperoleh oleh tenaga kesehatan tentang pasien baik
itu informasi pribadi, sosial maupun tentang informasi medik terkait
kesehatannya seharusnya dijamin dengan rahasia kedokteran.
b. Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
Hak pasien dalam Undang – Undang ini diatur pada Pasal 56
sampai dengan Pasal 58. Hak pasien yang dilindungi dalam undang –
undang ini adalah hak untuk menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan medik setelah menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara lengkap, ha katas rahasia medik
sebagaimana diatur di dalam Pasal 57 yang mengatakan bahwa : “
setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan
hak untuk menuntut rugi atas kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya. Pengaturan mengenai hak
pasien dalam undang -undang ini hanya menjelaskan pokoknya,
mengenai pengaturan pelaksananya terdapat di dalam Peraturan
Menteri Kesehatan.
2. Hak atas informasi medik, hak atas persetujuan tindakan medik, hak atas
menolak pengobatan atau perawatan medik
Peraturan Menteri Kesehatan (Permekes) Nomor 290 tahun 2008
Sejak berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 290
tahun 2008, maka sebelum melakukan suatu tindakan medik maka
pasien memiliki hak untuk mendapatkan informasi terhadap tindakan
medik yang akan dilakukan kepadanya, dalam permenkes ini juga
memberikan perlindungan terhadapa hak pasien untuk menolak
pengobatan medik karena sebelum dilakukan sebuah tindakan medik
maka dokter wajib mendapat persetujuan dari pasien atau orang yang
berhak memberikan izin terhadap tindakan yang akan dilakukan pada
pasien. Hal hal yang diatur dalam peraturan menteri kesehatan adalah
sebagai berikut:
1) Kewajiban memberikan Informasi Informasi yang harus
diberikan kepada pasien atau keluarga terdekat diatur di dalam
Pasal 7 ayat 3 yaitu sekurang – kurangnya mencakup :
a) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c) Alternatif tindakan lain, dan risikonya;
d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadinya; dan
e) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) Perkiraan pembiayaan
Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien
dapat meliputi temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga
saat tersebut, diagnosis penyakit atau dalam hal belum dapat
ditegakan, maka sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan
diagnosis banding, indikasi atau keadaan klinis pasien yang
membutuhkan dilakukannya tindakan kedokteran, Prognosis
apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat 1. Penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang dilakukan meliputi tujuan tindakan kedokteran
yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostic, terapeutik,
ataupun rehabilitatif. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang
dialami pasien selama dan sesudah tindakan, serta efek samping
atau kenyamanan yang mungkin terjadi, alternatif tindakan lain
berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan
tindakan yang direncanakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi pada masing – masing alternatif tindakan,
perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi
keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau
keadaan tak terduga lainnya. Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat 2
Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran
adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti
tindakan kedokteran yang dilakukan kecuali risiko dan
komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum, risiko dan
komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya
sangat ringan, risiko dan komplikasi yang tidak dapat
dibayangkan sebelumnya (unforeeable). Hal ini diatur dalam
Pasal 8 ayat 3 Penjelasan tentang prognosis meliputi prognosis
tentang hidup matinya (ad vitam), prognosis tentang fungsinya
(ad functinam), Prognosis tentang kesembuhannya (ad
sanationam). Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat 4
2) Syarat izin tertulis
Seperti yang telah dijelaskan di pembahasan awal tentang
informed consent mengenai bentuk izin bila dinyatakan dengan
tegas (express) informed consent dapat diberikan secara lisan
(oral) dan/atau secara tertulis (written), hal ini juga diatur dalam
Pasal 2 ayat 2 , namun ada beberapa tindakan kedokteran yang
mengharuskan persetujuan (informed consent) tertulis, hal ini
diatur dalam Pasal 3 ayat 1 yang mengatakan bahwa : “Setiap
tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan”. Jadi dengan adanya Pasal ini
maka jelas untuk semua tindakan kedokteran yang mengandung
resiko tinggi haruslah mendapat persetujuan secara tertulis.
Dalam Pasal 1 ayat 5 mengatakan Tindakan kedokteran yang
mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan.

3) Tanpa izin Tertulis


Permenkes No 290 tahun 2008 pada Pasal 4 mengatakan
bahwa: “Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan
jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan
persetujuan tindakan kedokteran” Bila dibandingkan dengan
pengaturan sebelumnya di dalam Permenkes No. 585 tahun 1989
hal mengenai pengecualian atau tidak diperlukannya persetujuan
tindakan kedokteran diatur pada Pasal 11 yang mengatakan
bahwa: “ Dalam hal pasien tidak sadar / pingsan serta tidak
didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada
dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidakk diperlukan
persetujuan dari siapapun”
4) Penolakan Tindakan Kedokteran
Mengenai penolakan tindakan kedokteran diatur di dalam
Pasal 16 yang mengatakan bahwa:
1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien
dan/atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan
tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
2. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.
3. Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pasien.
4. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien.
3. Hak Rahasia Medis
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 36 tahun 2012
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 36 tahun 2012
merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 48 ayat 1 Undang – Undang
Nomor 29 tahun 2004. Permenkes ini mengatur mengenai rahasia
kedokteran.

4. Hak atas akses Rekam Medik


Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 269 tahun 2008 Sejak
berlakunya Peraturan menteri kesehatan nomor 269 tahun 2008,
penyelenggaraan rekam medis haruslah berdasarkan peraturan ini,
permenkes ini juga mengatur mengenai hak pasien terhadap rekam
medis.
a. Penyimpanan dan Pemusnahan Rekam Medik
Penyimpanan dan pemusnahan rekam medik diatur dalam Pasal 8
dan Pasal 9 permenkes ini. Mengenai penyimpanan maka rekam
medis pasien rawat inapdi rumah sakitwajib disimpan sekurang –
kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal
terakhir pasien berobat atau dipulangkan, setelah batas waktu 5 tahun
dilampaui maka rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan
pulang dan persetujuan tindakan medik.
Untuk rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan rumah sakit
wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Setelah batas
waktu dilampaui rekam medis dapat dimusnahkan.
b. Kepemilikan
Hal mengenai kepemilikan rekam medis diatur didalam Pasal 12
yang menyatakan bahwa: “Berkas rekam medis milik sarana
pelayanan kesehatan, isi rekam medis merupakan milik pasien, isi
rekam medis dalam bentuk ringkasan rekam medis, ringkasan rekam
medis diberikan dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang
berhak atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga yang
berhak untuk itu”.
Berdasarkan pembahasan diatas maka hak pasien di
indonesia telah diatur dan dilindungi di dalam peraturan perundang
– undangan yaitu Undang – Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran dan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan yang kemudian mengenai pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dalam beberapa Peraturan Menteri Kesehatan,
hal ini menunjukan bahwa hak – hak pasien telah diperhatikan dan
dilindungi oleh hukum positif Indonesia, meskipun masih diatur di
dalam beberapa pasal saja dalam Undang- Undang dan belum
terperinci.hak pasien, beberapa hak pasien yang paling
dikemukakan dan juga yang merupakan hak asasi dari pasien antara
lain adalah: hak atas informasi medik, hak atas persetujuan
tindakan kedokteran hak atas pendapat kedua, hak untuk melihat
rekam medik.
Pengaturan perlindungan hukum hak – hak pasien dalam
Peraturan Perundang-undangan tentang kesehatan di Indonesia,
didasarkan pada Undang– Undang No. 36 tahun 2009 Tentang
kesehatan dan Undang–Undang No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik
kedokteran adapun hak – hak pasien yang dilindungi dalam kedua
undang – undang ini adalah mendapatkan penjelasan secara
lengkap tentang tindakan medis, meminta pendapat dokter atau
dokter gigi lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis , menolak tindakan medis dan mendapatkan isi rekam medis,
rahasia kedokteran dan hak untuk menuntut rugi atas kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan, yang kemudian diatur
lebih lanjut dalam beberapa peraturan menteri kesehatan. Dengan
adanya berbagai ketentuan peraturan perundang– undangan yang
berlaku di Indonesia tersebut menunjukan bahwa hak-hak pasien
sudah mulai diperhatikan dan dilindungi oleh hukum. Namun
dalam belum ada Undang – Undang khusus yang mengatur
mengenai hak pasien sehingga hanya diatur dalam beberapa pasal
saja, dan beberapa hak pasien yang diatur khusus dalam peraturan
pelaksana yaitu peraturan menteri kesehatan seperti rekam medik,
rahasia kedokteran , persetujuan tindakan medik, mengenai ini ada
beberapa hal yang belum terperinci sehingga kurang melindungi
hak pasien.
1.5 Jenis Sanksi Hukum Yang Berlaku Di Rumah Sakit
Kewajiban Rumah Sakit diatur dalam Pasal 61 angka 7 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merubah Pasal 29 ayat (2)
dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Penjabaran lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit diatur dalam Pasal
27 sampai dengan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
Adapun Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 sampai dengan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan dikenai sanksi administratif
berupa ka (Kenter 2020) :
1. Teguran
Sanksi administratif dilakukan berdasarkan laporan dugaan pelanggaran
yang berasal dari:
1) Pengaduan
Pengaduan dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, dan/atau
institusi/lembaga/instansi/ organisasi. Pengaduan harus memenuhi
persyaratan, yaitu dilakukan secara tertulis dan memiliki uraian
peristiwa yang dapat ditelusuri faktanya. Pengaduan paling sedikit
memuat identitas pelapor, nama dan alamat lengkap pihak yang
diadukan, jenis dugaan pelanggaran yang dilakukan Rumah Sakit,
waktu pelanggaran dilakukan, kronologis peristiwa yang diadukan
dan keterangan yang memuat fakta, data, atau petunjuk terjadinya
pelanggaran. Pengaduan disampaikan kepada pemerintah pusat
atau pemerintah daerah yang menerbitkan perizinan berusaha
Rumah Sakit. Identitas pelapor wajib dirahasiakan.
2) Pemberitaan media elektronik/media cetak; dan/atau
Adapun maksud “pemberitaan media elektronik/media cetak”
merupakan pemberitaan yang dapat ditelusuri kebenarannya.
3) Hasil monitoring dan evaluasi
Dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau
badan pengawas Rumah Sakit. Hasil monitoring dan evaluasi
disampaikan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang
menerbitkan perizinan berusaha.
2. Teguran tertulis
Tindak lanjut atas laporan dugaan pelanggaran adalah tahap
pemeriksaan yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal
78 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Bidang Perumahsakitan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah setelah
menerima laporan dugaan pelanggaran melakukan pemeriksaan dengan
cara membentuk tim panel yang bersifat ad hoc untuk menindaklanjuti
laporan. Dalam hal laporan hasil kerja tim panel atau laporan hasil
pemeriksaan akhir terbukti adanya pelanggaran, pemerintah pusat atau
pemerintah daerah pemberi perizinan berusaha mengenakan sanksi
administratif berupa teguran kepada Rumah Sakit yang melakukan
pelanggaran. Teguran dibuat secara tertulis. Rumah Sakit wajib melakukan
perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak menerima teguran. Dalam hal perbaikan sesuai
dengan rekomendasi yang diberikan tidak dapat dipenuhi sampai
berakhirnya waktu tersebut diatas, pemerintah pusat atau pemerintah
daerah pemberi izin berusaha memberikan teguran tertulis kepada Rumah
Sakit yang melakukan pelanggaran. Rumah Sakit wajib melakukan
perbaikan sesuai dengan rekomendasi dalam waktu paling lama 3 (tiga)
bulan. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah pemberi perizinan
berusaha dapat memberikan perpanjangan waktu kepada Rumah Sakit
untuk melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi paling lama 1
(satu) bulan.
3. Denda dan/atau Pencabutan Perizinan Rumah Sakit
Apabila sampai dengan berakhirnya perpanjangan waktu kepada
Rumah Sakit untuk melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi
paling lama 1 (satu) bulan sebagaimana tersebut di atas, Rumah Sakit tidak
melakukan perbaikan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah pemberi
perizinan berusaha mengenakan sanksi denda. Sanksi denda paling banyak
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Besaran sanksi denda
dihitung sesuai dengan jumlah pelanggaran. Perhitungan besaran sanksi
denda untuk setiap 1 (satu) jenis pelanggaran sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah). Rumah Sakit wajib melakukan perbaikan sesuai
dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak menerima sanksi denda. Denda disetorkan kepada kas negara
atau kas daerah sesuai dengan perizinan berusaha yang diperoleh pelaku
usaha perumahsakitan dari Pemerintah Pusat atau pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya. Apabila sampai dengan berakhirnya jangka
waktu yakni dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak menerima
sanksi denda, Rumah Sakit tidak melakukan perbaikan sesuai dengan
rekomendasi yang diberikan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
pemberi perizinan berusaha mengenakan sanksi pencabutan perizinan
berusaha.
BAB III PENUTUP
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Rumah sakit adalah sebagai salah satu sarana kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran
yang sangat penting dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung upaya penyelenggaraan kesehatan.
Tujuan penyelenggaraan rumah sakit adalah seperti dirumuskan dalam
Pasal 3 Undang-undang Kesehatan, disebutkan bahwa: Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaraan, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat, bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Undang-undang rumah sakit diatur dalam Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Aspek hukum yang perlu diperhatikan oleh
rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan meliputi:
tanggung jawab hukum, undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009,
perlindungan hukum dan pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan, pengaturan
penyelanggaraan rumah sakit, dan pasal 46 UU rumah sakit.
Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan dikenai sanksi administratif berupa:
teguran (pemberitaan media elektronik/cetak, hasil monitoring dan evaluasi),
Teguran tertulis, dan denda atau pencabutan perizinan rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Dina, alif. 2021. “EFEKTIVITAS PENGEMBALIAN BERKAS REKAM


MEDIS RAWAT INAP DALAM MENUNJANG KUALITAS LAPORAN
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH BANDUNG”.
Jurnal Inovasi Penelitian. Vol.2 No.3 Agustus 2021.
Ismail Koto, Erwin Asmadi. 2021. “Peran Negara Dalam Perlindungan Konsumen
Muslim Di Indonesia.” Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi 4(2):
153–65.

Kenter, Farlen. 2020. “Sanksi Bagi Tenaga Kesehatan Yang Melakukan Tindak
Pidana Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014.” Lex Privatum 4(6): 146179.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/12765.

Simamora, Tri Putri, Sonya Airini Batubara, Indra Efrianto Napitupulu, and
Robinson Tamaro Sitorus. 2020. “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien
Dalam Pelayanan Medis Di Rumah Sakit Umum.” Al-Adl : Jurnal Hukum
12(2): 270.

Siringoringo, Valeri M.P., Dewi Hendrawati, and R. Suharto. 2019. “Pengaturan


Perlindungan Hukum Hak-Hak Pasien Dalam Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Kesehatan Di Indonesia.” Diponegoro Law Journal 6(2):
1–13.

Sitohang, Erikkson. 2020. “Prinsip Hukum Dalam Tata Kelola Rumah Sakit.”
Yuridika 29(1): 83–99.
Suharto, Bekti, Labib Muttaqin, and Niken Ambarwati. 2020. “Kelengkapan
Informed Consent Pada Pasien Operasi Hernia Ditinjau Dari Aspek Hukum
Di RSUD Wonogiri Completion Of Informed Consent In Operating Patients
Hernia Reviewed From The Legal Aspect In Wonogiri Hospital.” IJMS-
Indonesian Journal On Medical Science 7(2): 125–31.

Tirana Garin. 2019. “KAJIAN PUSTAKA TENTANG RUMAH SAKIT,


HUKUM KESEHATAN, IMUNISASI SERTA VAKSIN, DAN
TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH SAKIT DALAM
PELAYANAN KESEHATAN”. World Health Organization (WHO).

Anda mungkin juga menyukai