Anda di halaman 1dari 11

0

PROPOSAL TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI IDENTITAS ANAK SEBAGAI


PELAKU TINDAK PIDANA ATAS KELALAIAN JURNALISTIK

Disusun Oleh :

DINI SAPUTRI FREDYANDANI APITULEY

NIM. 031914153019

MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... 1

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN …………………….. 2

LATAR BELAKANG ………………………………………………………..... 3

RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………. 6

TUJUAN PENELITIAN ……………………………………………………….. 6

MANFAAT PENELITIAN …………………………………………………….. 6

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………... 7

METODE PENELITIAN ………………………………………………………. 7

DAFTAR BACAAN ………………………………………………………….... 10


2

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

- Kode Etik Jurnalistik


3

1. Latar Belakang

Anak merupakan warisan berharga bagi suatu bangsa yang seiring dengan
perkembangan dirinya, anak tersebut diharapkan dapat menjadi seseorang yang
dapat melanjutkan cita-cita suatu bangsa. Hukum positif di Indonesia mengatur
secara khusus terkait perlindungan anak yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau
hak dasar sejak dilahirkan dan memiliki harkat dan martabat sebagai manusia
yang seutuhnya. Terkait dengan pengertian anak, menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa: “Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan”. Selanjutnya ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak (selanjutnya disebut
UU Kesejahteraan Anak) menentukan: “Anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan apa saja
(individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintah) baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan korban adalah
mereka yang menderita kerugian (mental, fisik, sosial), karena tindakan yang
pasif, atau tindakan aktif orang lain atau kelompok (swasta atau pemerintah) baik
langsung maupun tidak langsung.1

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang


Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.menentukan bahwa, “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
1

Gosita, Arif, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta, 1989, hal.35.
4

Seorang jurnalistik atau pers yang tidak sesuai dengan aturan dalam
membuat berita atau artikel dapat memberikan dampak pada anak, baik sebagai
pelaku, saksi, dan korban. Identitas seorang anak yang menjadi pelaku, saksi,
maupun korban dalam perbuatan tindak pidana wajib dilindungi oleh seorang
jurnalistik yang ingin meliput dan membuat berita untuk anak.
Terdapat salah satu permasalahan, yaitu siswa pada salah satu SMA di
Sampang Madura melakukan pemukulan terhadap gurunya hingga menyebabkan
kematian. Hal itu terjadi pada Kamis tanggal 1 Februari 2018 sekitar pukul 13.00
WIB. Terdapat berita dari media elektronik “X” yang memuat tentang kronologi
kejadian MH ini. Berita itu dimuat pada hari Jumat tanggal 2 Februari 2018
sekitar pukul 13.16 WIB oleh jurnalis media “X”. Dalam berita tersebut jurnalis
media “X” menuliskan bahwa “siswa yang beralamat tinggal di …”. Jurnalis
media “X” menyantumkan identitas yaitu berupa alamat Anak MH dengan jelas
tanpa adanya sensor maupun dirahasiakan. Alamat anak tersebut tercantum
dengan jelas tanpa adanya sensor maupun dirahasiakan oleh jurnalis media “X”
yang menuliskan berita tersebut.
Akibat dari pemberitaan itu menyebabkan anak tersebut mendapatkan
stigma negatif dari masyarakat bahkan jika identitas anak yang menjadi pelaku
dikenali, anak tersebut berpotensi dapat ditolak dari lingkungan tempat tinggal
dan sekolah serta sulit mengembangkan diri dan sulit mendapatkan pekerjaan
nantinya. Sementara itu, keluarga akan merasa tertekan dan malu. Mereka juga
berpotensi mendapat intimidasi dari pihak korban yang bisa membahayakan
keselamatan.
Perlindungan hukum terhadap identitas anak telah diatur dalam
UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Ketentuan mengenai perlindungan khusus atau kewajiban yang harus diberikan
terhadap anak sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UndangUndang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah: Identitas
Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan
di media cetak ataupun elektronik. Perlindungan anak pada hakikatnya
menyangkut tentang kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin
5

terwujudnya perlindungan hakhak anak, yang didasarkan atas pertimbangan


bahwa anak-anak merupakan golongan yang rawan dan dependent, di samping
karena adanya golongan anakanak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan
dan perkembangan baik fisik, mental, dan sosial.2
Permasalahan dalam perlindungan identitas anak telah diatur dalam hukum
positif, tetapi pelaksanaan terhadap hukum positif tersebut belum berjalan
sebagaimana mestinya. Masih banyak dalam pemberitaan media cetak maupun
media elektronik yang lalai mecantumkan identitas anak. Pasal 5 Kode Etik
Jurnalistik telah menentukan bahwa “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas
anak yang menjadi pelaku kejahatan.” Identitas subjek berita tidak hanya berupa
nama lengkap dan foto, melainkan apa pun yang memudahkan khalayak melacak
keberadaannya, seperti alamat jelas, nama anggota keluarganya, dan nama rekan
atau teman sekolahnya.
Dalam ilmu hukum, setiap orang dianggap sebagai subjek hukum yang
telah memiliki hak dan kewajiban. Setiap manusia, sebagai subjek hukum
memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum. Namun subjek
hukum tidak hanya manusia, melainkan badan hukum juga bisa dianggap sebagai
subjek hukum. Berdasarkan batasan yang telah dikenal dalam dunia hukum, maka
yang menjadi subjek hukum media adalah pengelola media (redaksi, produser,
design grafis) dan/atau perusahaan media. Sedangkan objek hukum adalah segala
sesuatu yang berguna bagi subjek hukum. Biasanya objek hukum berupa benda,
tetapi yang menjadi objek hukum media adalah isi media yaitu karya jurnalistik
atau pers, iklan, dan hiburan.3
Seorang jurnalis yang meliput isu anak perlu memiliki perspektif terkait
persoalan anak tersebut. Sudut pandang ini dianggap penting sebab anak belum
mampu mengenali permasalahan seperti orang dewasa. Anak dianggap belum
sanggup membuat keputusan untuk diri sendiri sehingga kesalahan yang terjadi
2

Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Anak
di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm.47.
3

Wiryawan, Hari, Dasar-Dasar Hukum Media, Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 161.
6

tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya seorang. Di sisi lain, anak


merupakan generasi yang akan hidup di masa depan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan dua
permasalahan yaitu:
1. Bentuk tanggung jawab pidana jurnalistik yang telah lalai mencantumkan
identitas anak sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
2. Upaya pelaksanaan hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam sistem
peradilan pidana anak.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan :
1. Untuk menganalisis bentuk tanggung jawab pidana yang dilakukan oleh
seorang jurnalistik yang telah lalai mencantumkan identitas anak sebagai
pelaku tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Untuk menganilisis upaya pelaksanaan dari hak seorang anak yang menjadi
pelaku tindak pidana dalam sistem peradilan pidana anak.
3. Penulisan proposal penelitian ini sebagai salah satu prasyarat dalam tugas
ujian akhir semester pada mata kuliah penelitian hukum Magister Ilmu Hukum
Universitas Airlangga.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu hukum, terutama dalam
perkembangan dunia peradilan khususnya dalam perlindungan bagi identitas anak
sebagai pelaku tindak pidana atas kelalaian jurnalistik.
4.2 Manfaat Praktis
Penulis berharap dengan penelitian ini dapat berguna bagi para praktisi hukum
maupun jurnalis dalam melakukan penulisan berita yang akan diterbitkan di media
online maupun media cetak dapat ditegakkan sesuai peraturan hukum yang
berlaku.
7

5. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI IDENTITAS ANAK
SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA ATAS KELALAIAN JURNALISTIK”
maka diperlukan penjelasan mengenai tentang perlindungan hukum terhadap
identitas anak dan anak sebagai pelaku tindak pidana.
5.1 Pengertian Anak yang berkonflik dengan hukum dalam Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana yaitu : “Anak yang
berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
5.2 Pengaturan mengenai Kewajiban Jurnalis yang membuat pemberitaan di
media cetak ataupun elektronik dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengenai
perlindungan hukum terhadap identitas anak yaitu: “Identitas Anak, Anak
Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media
cetak ataupun elektronik”.
5.3 Jurnalistik mempunyai kewajiban untuk tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas anak yang telah diatur dalam Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik telah
menentukan bahwa “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.”
6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Proposal Tesis yang
meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut:
6.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian dalam metode ini adalah penelitian hukum normatif , yakni
hukum dipandang sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada suatu waktu
tertentu, tempat tertentu dan terbit sebagai suatu produk eksplisit dari suatu
sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimitasi , menurut Soetandyo
konsep ini merupakan konsep positivistis yang melahirkan kajian ilmu hukum
8

4
positif. Positivistis adalah norma, baik norma umum maupun norma khusus
sedangkan fakta-fakta yang dipertimbangkan hanya fakta-fakta keharusan yang
ditentukan oleh norma.
6.2 Pendekatan Masalah
Pendekatan yang dipergunakan yaitu Statue Approach dan Conceptual
Approach. Statute approach berupa legislasi dan regulasi.5 Statue approach
merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan
membahas peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas. Kemudian conceptual approach merupakan
pendekatan dengan melihat pendapat para sarjana yang terdapat di dalam
berbagai literatur sebagai landasan pendukung.
6.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan proposal tesis ini berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
yang bersifat mengikat. Dalam hal ini bahan hukum yang digunakan adalah
peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, dan Kode Etik Jurnalistik.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa tulisan-tulisan
ilmiah yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu menganalisis serta memahaminya. Bahan hukum sekunder yang
dimaksud antara lain literatur-literatur, karya ilmiah para sarjana dan
pendapat para ahli hukum.
6.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Penulisan diawali dengan melakukan pengumpulan bahan hukum melalui
studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum yang terkait
4

Soetandyo Wignyjosoebroto, HUKUM, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,


Elsam dan Huma, 2002, hlm 152.
5
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2006, hlm. 97
9

kemudian hasil analisis disusun secara sistematik untuk lebih mudah dalam
membaca dan mempelajarinya. Penulisan ini menggunakan penalaran yang
bersifat deduktif yaitu diawali dari hal umum yang telah diketahui maupun
pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan dan literatur yang akhirnya mengarah kepada hal yang
bersifat lebih khusus sehingga diperoleh suatu jawaban dari permasalahan yang
bersifat khusus. Selanjutnya pembahasan digunakan penafsiran sistematis dengan
mengaitkan pengertian antara peraturan perundang-undangan yang ada serta
pendapat sarjana yang ditujukan untuk mengetahui serta memahami
permasalahan yang dibahas.
6.5 Analisis Bahan Hukum
Analisa terhadap bahan-bahan hukum dilakukan dengan tahapan langkah
penelitian sebagai berikut :
1. Inventarisasi Bahan Hukum
2. Klasifikasi atas bahan hukum secara konsep, undang-undang , dan historis
3. Mensistemasikan perlindungan hukum bagi identitas anak sebagai pelaku
tindak pidana atas kelalaian jurnalistik
4. Analisis terhadap upaya pelaksanaan hak anak sebagai pelaku tindak pidana
dalam sistem peradilan pidana anak
5. Merumuskan hasil analisa dalam sebuah kesimpulan sebagai
tesis dalam penelitian ini.
10

DAFTAR BACAAN

Gosita, Arif. (1989). Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: Akademi Pressindo.

Gultom, Maidin. (2008). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem


Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Marzuki, Peter Mahmud, (2006), Penelitian Hukum, Jakarta: Media Group.

Wignyjosoebroto, Soetandyo, (2002), Hukum: Paradigma.


Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam dan Huma,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wiryawan, Hari. (2007). Dasar-Dasar Hukum Media. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai