Judul Perlindungan hukum terhadap anak dalam tindak pidana
eksploitasi pekerja anak ditinjau dari undang-undang perlindungan anak Jurnal Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum (JIM FH) Volume Volume V Nomor 2 Tahun April, 2022 Penulis Arfah Azhari, Romi Asmara, Eny Dameria Reviewer Gadis Adiati (210101009) Tanggal 13 November 2023
Judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Tindak Pidana
Eksploitasi Pekerja Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Anak Variabel Bebas dan Variabel bebas : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Variabel Tergantung Variabel tergantung : Undang-Undang Perlindungan Anak Latar belakang Pada era globalisasi bentuk tindak pidana yang mengancam anak masalah semakin beragam, baik secara langsung maupun melalui media elektronik bertujuan untuk mengkomersialkan tenaga kerja anak. Bentuk tindak pidana anak seperti mengeksploitasi, mempekerjakan anak untuk mencari nafkah dan menambah keuntungan bagi yang mempekerjakannya, tujuan salah satunya untuk menunjang ekonomi. Anak korban orang yang tidak bertanggung jawab untuk mempekerjakan dan mendapatkan keuntungan sebagai mata pencarian, yang menjadi alasan adalah karena kebutuhan ekonomi dari orang tua maupun dari orang lain atau oknum tertentu mengambil solusi agar mempekerjakan anak untuk mencari keuntungan. Mempekerjakan anak adalah bentuk pelanggaran hukum. Tumbuh kembang anak harus melalui proses tumbuh kembang yang sewajarnya. Dengan hakperlindungan orang tua dan masyarakat harus melindungi anak karena anak tersebut belum mampu melindungi diri sendiri. Lebih dari 800 ribu pekerja anak menjalani bentuk pekerjaan terburuk bagi anak (BPTA). Data ini disampaikan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) dan menggolongkannya dalam bentuk eksploitasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa jumlah anak di Indonesia dengan kelompok umur 17 tahun sebesar 58,8 juta anak, dengan 4,05 juta anak atau 6,9 persen diantaranya dianggap sebagai anak-anak yang bekerja. Diperkirakan dari jumlah total tersebut, sejumlah 1,76 juta anak atau 43,3 persen adalah pekerja anak. Keadaan yang paling mengejutkan adalah bahwa 20,7 persennya anak-anak tersebut bekerja pada bentuk- bentuk pekerjaan terburuk. Pekerja anak cenderung bekerja dalam waktu yang cukup lama dan berada pada pekerjaan yang eksploitatif. Pada saat ini, fenomena pekerja anak merupakan persoalan sosial yang komplek, hidup menjadi pekerja anak bagi seorang anak memang bukan pilihan mereka. Karena mereka berada pada kondisi yang tidak bermasa depan dan juga keberadaaan mereka tidak menjadi “masalah” bagi keluarga, masyarakat, dan negara. Perhatian bagi pekerja anak tampak belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka ada saudara kita. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana aturan Hukum terhadap anak sebagai pekerja dalam hukum positif di Indonesia dan Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam tindak pidana eksploitasi pekerja anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak. Hipotesis Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak baik secara langsung maupun tidak langsung dan memberikan pengaturan tentang perlindungan hukum, resiko, serta ancaman pidana dari tindak pidana mempekerjakan anak termasuk pada bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 yang berkaitan dengan tindak pidana mempekerjakan anak pada pekerjaan terburuk yaitu: Eksploitasi anak secara ekonomi maupun seksual, Menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Dalam Pasal 76I Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 bahwa: “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak. Menurut Pasal 88 Undang Undang No. 35 Tahun 2014 mengenai hukuman atau ketentuan pidana bagi orangtua atau wali ataupun pihak yang mengeksploitasi anak baik secara ekonomi maupun seksual yang menentukan bahwa: ”Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam Undang Undang No. 35 Tahun 2014 menentukan bahwa setiap orang ataupun pihak yang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.KEP 235/MEN/2003 Tahun 2003. Dalam keputusan ini membahas dan menguraikan secara jelas dan lengkap tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak. Yaitu Anak dibawah usia 18 (delapan belas) tahun dilarang bekerja dan/atau dipekerjakan pada pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Pengusaha juga dilarang mempekerjakan anak untuk bekerja lembur. Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, dan peralatan lainnya. Banyak anak-anak yang bekerja di tempat berisiko tinggi, seperti penambang dan nelayan. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak menyebutkan bahwa, “Ruang lingkup bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak meliputi sektor kegiatan usaha yang terdiri dari, perkebunan, perikanan, industri, hiburan dan pariwisata serta bidang-bidang usaha lain yang berpotensi menciptakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Termasuk di Aceh Pekerja terburuk untuk anak di Aceh Sedikitnya itu 17.279 orangg anak berusia 10-14 tahun di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam termasuk dalam status pekerja anak yang bekerja di sector informal bekerja di pabrik batu bata, sector pertanian dan perikanan, pedagangan asongan, pengamen, dan menjual kaligrafi. Faktor penyebab anak bekerja di Aceh karena kemiskinan keluarga, ingin membantu orangtua, kurang perhatian, ingin mempunyai uang sendiri dan kerena putus sekolah. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan pekerja anak mengatur mengenai sanksi bagi pihak yang melanggar terdapat dalam Pasal 43 dan Pasal 75. Definisi Operasional 1. Aturan Hukum Variabel Undang-undang Republik Indonesia tentang perlindungan anak baik secara langsung maupun tidak langsung dan memberikan pengaturan tentang perlindungan hukum, resiko, serta ancaman pidana dari tindak pidana mempekerjakan anak. Teori perlindungan hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, dimana keberadaan hukum dalam Masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban Masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota Masyarakat satu dengan Masyarakat lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaidah. Hukum sebagai Kumpulan peraturan atau kaidah mengandung isi yang bersifat umum dan normative; umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normative karena menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksankana kepatuhan pada kaidah. Perlindungan hukum pada dasarnya difungsikan sebagai suatu keadaan terhadap keberadaan hukum itu sendiri dalam hal mengatur hubungan – hubungan yang terdapat di dalam Masyarakat. Jadi pada dasarnya membicarakan hukum sama dengan membicarakan pengrtian hukum itu sendiri. Perlindungan hukum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan Bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan Bersama tidak berubah menjadi anarki. Tujuan perlindungan hukum diharapkan untuk memperoleh keadilan yang hakiki (real justice) atau keadilan yang responsive, akomodif bagi kepentingan hukum yang sifatnya komprehensif, baik dari aspek pidana maupun dari aspek perdata dan aspek administrative, oleh karena itu mencapai keadilan yang responsive perlu adanya kesadaran hukum dari seluruh lapisan Masyarakat yang meliputi instansi pemerintah maupun Masyarakat untuk mematuhi hukum itu sendiri. 2. Peran Anak Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cikal bakal lahirnya suatu generasi baru. Anak adalah asset bangsa, masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang. Prinsip tersebut juga terdapat didalam ketentuan Undang – undang Nomor 35 Tahun 2914 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak – hak anak dapat diimplementasikan di Indonesia. 3. Dampak Eksploitasi Ekonomi Pada Anak Eksploitasi ekonomi adalah pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang – wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan ekonomi semata – mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak. Ditinjau dari segi bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan anak serta ancaman resiko yang dihadapi anak, terdapat pekerjaan – pekerjaan yang dapat dimasukkan dalam keadaan yang dikualifikasikan sebagai eksploitasi anak berbahaya dan eksploitasi anak yang tidak ditolerir lagi. Eksploitasi anak oleh orang tua atau pihak lainnya, yaitu menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak. Dengan demikian, jelaslah bahwa eksploitasi anak merupakan tindakan tidak terpuji, karena Tindakan eksploitasi anak telah merampas hak – hak anak. Sesuai dengan pasal 32 Konvensi PBB tentang Hak – Hak Anak, maka pemerintah yang telah meratifikasinya diwajibkan untuk melindungi anak – anak dari eksploitasi ekonomi dan melakukan pekerjaan apa saja yang memungkinkan dapat membahayakan, mengganggu Pendidikan anak, berbahaya bagi Kesehatan fisik, jiwa, Rohani, moral, dan perkembangan sosial anak.
Populasi, Sampel, dan 1. Populasi
Teknik Sampling Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah para ank- anak korban tindak pidana eksploitasi khusunya di wilayah Aceh. 2. Sampel Dari keseluruhan populasi Sedikitnya itu 17.279 orang anak berusia 10-14 tahun di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam termasuk dalam status pekerja anak. Berdasarkan hal itu, peneliti mengambil 100 orang sebagai sampel dan dapat diambil 40% dari keseluruhan jumlah populasi sebagai sampel. Sehingga didapat jumlah sampel untuk penelitian ini berjumlah 40 orang. 3. Teknik sampling Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah teknik “random sampling”, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas probilitas bahwa setiap unit sampling memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampling.