igodwiputra160@gmail.com
ABSTRAK
Fungsi hukum dalam negara hukum adalah sebagai “Social Control” (Pengendalian tingkah
laku masyarakat), yang maksudnya hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, guna menciptakan suasana yang tertib, teratur
dan tenteram. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pengaturan keterangan saksi (mahkota) dalam hukum acara pidana di Indonesia, untuk
mengetahui dan menganalisis kategori keterangan saksi (mahkota) dalam praktik
penegakkan hukum tindak pidana pencurian. Pengaturan keterangan saksi (mahkota) dalam
Hukum Acara Pidana Indonesia tidak diatur dalam ketentuan Pasal 184 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana. Kategori keterangan saksi (mahkota) dalam proses
penegakkan hukum tindak pidana pencurian adalah saksi mahkota digunakan dalam hal
terjadi penyertaan (deelneming), di mana terdakwa yang satu dijadikan saksi terhadap
terdakwa lainnya oleh karena alat bukti yang lain tidak ada atau sangat minim, dan hal ini
dimaksud untuk mempermudah pembuktian.
A. PENDAHULUAN
Hukum adalah sebagai “Social Control” (Pengendalian tingkah laku masyarakat), yang
maksudnya hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, guna menciptakan suasana yang tertib, teratur dan tenteram
(Conclin, 1975). Sebagai negara hukum, negara Indonesia memiliki beberapa macam hukum
untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana. Hukum pidana
ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum acara pidana yang mengatur cara-
cara bagaimana negara menggunakan haknya untuk melakukan penghukuman dalam perkara-
perkara pidana yang terjadi (hukum pidana formal).Kejahatan apapun jenis dan bentuknya,
mulai dari street crime, seperti pembunuhan, pencurian, perampokan, penganiayaan sampai
pada apa yang disebut sebagai white collar crime atau yang dikenal dengan istilah kejahatan
kerah putih seperti korupsi dan sebagainya, selalu menimbulkan reaksi yang keras dari
masyarakat.
Kejahatan dipandang dari sudut formil (menurut hukum) adalah suatu perbuatan yang
oleh negara diberi pidana. Salah satu upaya menanggulangi kejahatan adalah melalui hukum
pidana. Penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan
bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana)Walaupun
penegakan hukum pidana dalam rangka penanggulangan kejahatan bukan merupakan satu-
Pentingnya saksi yang juga pelaku kejahatan yang merupakan “orang dalam” (inner-cicle
criminal) karena dianggap mempunyai potensi dalam membuka tabir kejahatan. Kadangkala
"orang dalam" ini adalah pelaku yang terlibat dalam kejahatan. Ia dapat menyediakan bukti
yang penting mengenai siapa yang terlibat, apa peran masing-masing pelaku, bagaimana
kejahatan itu dilakukan, dan dimana bukti lainnya bisa ditemukan. Selain dari memberikan
petunjuk bagi para penyidik, orang dalam ini kadangkala berpartisipasi dalam penyidikan.
Penggunaan alat bukti saksi mahkota hanya dapat dilihat dalam perkara pidana yang
berbentuk penyertaan, dan terhadap pidana tersebut telah di lakukan pemisahan (splitsing)
sejak proses pemeriksaan pendahuluan di tingkat penyidikan. Selain itu, munculnya dan di
gunakannya saksi mahkota dalam pidana yang di lakukan pemisahan tersebut didasarkan
alasan karena kurangnya alat bukti yang di ajukan oleh penuntut umum.1
Berdasarkan teori pembuktian dalam hukum acara pidana, keterangan yang diberikan
oleh saksi di persidangan dipandang sebagai alat bukti yang penting dan utama. Hampir
semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi
sekalipun keterangan saksi bukan satu-satunya alat bukti namun sekurang-kurangnya di
samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian
dengan alat bukti keterangan saksi.
Saksi yang juga seorang pelaku dalam perkara yang sama dalam praktik disebut dengan
saksi mahkota. Bahkan dalam berita berita mengenai saksi mahkota di berbagai media cetak
dan elektronik. Berita mana di antaranya menyebutkan bahwa saksi mahkota adalah saksi
yang juga berkedudukan sebagai tersangka, ketentuan perlindungan terhadap saksi bukan
sekedar memberikan kepastian hukum tetapi juga menjamin perlindungan terhadap saksi
yang juga berkedudukan sebagai tersangka atau terdakwa yang membantu dalam
mengungkap kejahatan dengan memberikannya penghargaan atas kesaksiannya tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka akan dilihat bagaimana pengaturan
keterangan saksi (mahkota) dalam Hukum acara Pidana di Indoneia.
Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban serta putusan-putusan pengadilan.
Bahan hokum sekunder yang terdiri dari karya ilmiah yang berupa buku teks, jurnal hukum
yang menyangkut dan berhubungan dengan materi saksi mahkota. penelitian ini
menggunakan metode penafsiran ekstensif. Penafsiran ekstensif yaitu memperluas pengertian
atau istilah yang ada di dalam undang-undang.
1
M. Yahya Harahan. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.321.
2
P.A.F. Lamintang. 2007. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 34.
Permasalahan penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai
berikut:
Apa yang menjadi dasar keterangan saksi mahkota (kroon getuige) sebagai pendukung
pertimbangan majelis hakim dalam pembuktian tindak pidana pencurian di persidangan ?
Bagaimana kekuatan hukum alat bukti saksi mahkota (kroon getuige) dalam pembuktian
tindak pidana pencurian di persidangan?
3
Yan Pramadya Puspa. 2008. Kamus Hukum Belanda-Indonesia-Inggris. Aneka Ilmu, Semarang, hlm. 470.
4
Wirdjono Prodjodikoro. 2004. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Eresco,Jakarta, hlm. 50.
5
Lailatul Khoiriyah. 2015. Penggunaan Saksi Mahkota Dalam Pembuktian Tindak Pidana Perjudian Di
Pengadilan Negeri Bangkalan. Jurnal Hukum Pidana Islam Volume1 , Nomor 1. Univers, hlm. 6.
6
Muhandar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin. 2009. Perlindingan Saksi dan Korban Dalam System Peradilan
Pidana. Putra Media Nusantara, Surabaya, hlm. 1.
mengumpulkan alat bukti berupa saksi yang melihat sendiri,mendengar sendiri atau
mengalami sendiri suatu tindak pidana dimana para pelaku melakukan perbuatannya dengan
rapi dan terorganisir.
7
Ratna Nurul Afiah. 1998. Barang Bukti Dalam Proses Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 123.
8
Andi Hamzah dan Irdan Dahlan. 1995. Perbandingan KUHAP, HIR dan Komentar. Ghalia Indonesia, Jakarta,
hlm.194.
9
Ahmad Rifai. 2010. Penemuan Hukum. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 96.
E. KESIMPULAN
Pengajuan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana didasarkan pada
kondisi-kondisi tertentu, yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan
dan terhadap perbuatan pidana bentuk penyertaan tersebut diperiksa dengan mekanisme
pemisahan (splitsing). serta apabila dalam perkara pidana bentuk penyertaan tersebut masih
terdapatkekurangan alai bukti, khususnya keterangan saksi. Hal ini tentunya bertujuan agar
terdakwa tidak terbebas dari pertanggungjawabannya sebagai pelaku perbuatan pidana.Masih
terdapat banyak perbedaan pendapat dikalangan para praktisi dan akademisi yang menilai
bahwa perlindungan terhadap saksi mahkotayang secara eksplisit diatur dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU - BUKU
Andi Hamzah dan Irdan Dahlan. 1995. Perbandingan KUHAP, HIR dan Komentar. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
P.A.F. Lamintang. 2007. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Muhadar, Edi Abdullaah dan Husni Trhamrin. 2009. Perlindungan Saksi dan Korban Dalam
Sistem Peradilan Pidana. Putra Media Nusantara, Surabaya.
Ratna Nurul Afiah. 1998. Barang Bukti Dalam Proses Pidana. Sinar Grafika, Jakarta.
B. PERUNDANG – UNDANGAN
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang- Undang Nomor 13Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4
C. SUMBER LAIN
Lailatul khoiriyah. 2015. Penggunaan saksi mahkota dalam pembuktian tindak pidana
perjudian di pengadilan negeri bangkalan. Jurnal hukum pidana islam volume1,
nomor 1. univers