PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, tidak berdasar atas
salah satu prinsip dalam Negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi
setiap orang dihadapan hukum (equality before the law) sebagai perlindungan hak-
hak asasi manusia serta peradilan yang merdeka dan bebas 1. Oleh karena itu setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, dan kepastian hukum yang adil, serta
pengakuan yang sama didepan hukum. Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan
serta apa yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang-orang
yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang
mungkin terjadi & kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum.2
Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk
penegakan hukum. Peranan seorang saksi dalam setiap persidangan perkara pidana
1
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Konstitusi Press,
Jakarta, 2005, hlm. 152 – 162.
2
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstiusi, Jakarta, 2008, hlm. 532.
dapat menentukan kemana arah putusan hakim. Hal ini memberikan efek kepada
setiap keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP,
sehingga selalu mendapat perhatian yang sangat besar baik pelaku hukum yang
Oleh karena itu saksi sudah sepatutnya diberikan perlindungan hukum karena
dalam mengungkap suatu tindak pidana saksi secara sadar mengambil resiko dalam
merupakan salah satu dari beberapa alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 (1)
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti yang diatur secara limitative dalam KUHAP yakni keterangan saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang didengar sendiri, dilihat sendiri dan dialami sendiri
dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu. Namun demikian hak seorang
saksi didalam hukum sampai saat ini masih dirasakan kurang, karena salah satu hak
yang sampai saat ini masih menjadi suatu harapan adalah adanya perlindungan
terhadap saksi dan korban.3 Pemberdayaan seorang saksi dimulai dari tingkat
baik secara mental maupun fisik akan selalu hadir seiring dengan tersankutnya
berbagai pihak dengan kasus-kasus yang diperiksa. hal ini haruslah mendapat
Banyak fakta hukum belakangan ini yang dapat menjadi contoh bagaimana
seorang saksi sangat dibutuhkan untuk mengungkap suatu tindak pidana. Hal mana
sering terjadi pola-pola untuk menakut nakuti para saksi yang melaporkan adanya
kasus tindak pidana dengan melaporkan balik para saksi kepada pihak kepolisian
Selain itu terlapor kadangkala melakukan upaya kekerasan fisik, seperti percobaan
pembunuhan, penganiayaan, terror dan intimidasi secara psikologis agar saksi tidak
merupakan salah satu permasalahan yang menjadi perhatian dunia internasional. Hal
ini dapat dilihat dengan dibahasnya masalah perlindungan korban kejahatan dalam
Kongres PBB VII tahun 1985 tentang “The Prevention of Crime and The Treatment
3
Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Pasca Reformasi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta,hlm.9
4
Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Pasca Reformasi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta,hlm.9
5
Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-unsurnya),Universitas
Indonesia:UI Press, 1995.
of Offenders” 6di Milan, Italia : Disebutkan “Victims right should be perceived as an
integral aspect of the total criminal justice system.” (Hak-hak Korban seharusnya
menjadi bagian yang integral dari keseluruhan sistem peradilan pidana. Undang-
Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dibentuk untuk
memberikan rasa aman terhadap setiap saksi dan/atau korban dalam memberikan
dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban
yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan
membuat terang suatu perkara pidana maka pentinglah juga pemberian perlindungan
terhadap saksi dan korban tersebut. Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk
pelayanan yang wajib diberikan oleh pemerintah untuk memberikan rasa aman
Manusia merupakan suatu hal yang sangat penting. Seperti yang jelas diurauikan
dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-undang Dasar (UUD) Tahun 1945 yang berbunyi:
6
Kongres PBB VII tahun 1985 tentang “The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders”
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi
yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman, korupsi
merupakan masalah yang sangat membahayakan bagi masa kini dan masa depan
Indonesia.9
tahun, baik dari jumlah tindak pidana korupsi yang terjadi maupun jumlah
sebut ( KPK) sebagai institusi independen yang sangat diharapakan sebagai trigger
mechanism atau sebagai lembaga pemicu dan pemberdaya atas skeptisme public
atau lembaga pemicu terhadap lemahnya institusi penegak hukum dalam sistem
ketatanegaraan yang baru. KPK memiliki sarana dan prasarana hukum dengan
tingkat kewenangan sangat luar biasa atau extra ordinary power yang tidak
7
Lies Sulistiani, et.. Al., Sudut Pandang Peran LPSK Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban,
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Hal 1-2.
8
Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, PMN, Surabaya, 2010,
hlm.69
9
Martiman Prodjohamidjojo, 2001, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi,
dimiliki oleh institusi lain. karena itu, menjadi wajar apabila masyarakat memiliki
harapan yang lebih searah dengan kewenangan yang luar biasa yang dimiliki KPK
tersebut, dengan extra ordinary power yang dimiliki KPK, diharapkan pula, segala
bentuk, cara dan aplikasi korupsi dapat dijadikan suatu bagian tatanan
pemberantasan korupsi.10
dalam suatu birokrasi kekuasaan11. Korupsi sebagai suatu bentuk extra ordinary
crime memberikan suatu akibat yang tidak baik dalam perjalanan suatu negara
setapak menghabisi nyawa manusia.12 Dapat juga dikatakan bahwa Korupsi adalah
penyakit pemerintah dan masyarakat, maka wajiblah kita mencari obat serta cara
untuk memberantasnya. Apabila obat dan cara itu sekarang belum ditemukan,
maka usaha kita untuk menemukannya harus didukung oleh pemerintah dan
korupsi itu.
10
Indrayanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta, Diadit Media, hlm. 322.
11
3 Ibid, hlm. 333.
12
Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, ( terjemahan Hermoyo ),Yayasan Obor Indonesia, Jakarta :
2001, hlm. 14.
Istilah justice collaborator merupakan salah satu bentuk upaya luar biasa yang
dapat digunakan untuk memberantas tindak pidana korupsi yang melibatkan seluruh
lapisan masyarakat termasuk juga pelaku dimana pelaku itu bersedia bekerjasama
dengan aparat penegak hukum. Peranan saksi sebagai justice collaborator sangat
penting dan diperlukan dalam rangka proses pemberantasan tindak pidana korupsi,
karena justice collaborator itu sendiri tidak lain adalah orang di dalam instansi
tersebut, dimana diduga telah terjadi praktik korupsi dan bahkan terlibat di dalamnya.
tertatih-tatih di belakang laju pertumbuhan taktik dan strategi para pelaku korupsi
yang selama ini terkesan selalu selangkah didepan penegakan hukum. Penegakan
konvensional selama ini terbukti tidak efektif dan mengalami berbagai hambatan. Hal
ini dikarenakan tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan
biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitupun dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara yang
luar biasa.13
collaborator. Hal ini berarti, dari perspektif sistem peradilan pidana Indonesia pada
posisi dimanakah seseorang dapat disebut sebagai justice collaborator, apakah parsial
aplikatif pada masa kini (ius constitutum) terdapat kekurang jelasan, kekurang
atas kesaksian yang diberikan, baik pada tahap pemeriksaan siding melalui
Abdul Khoir yang divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp. 200 juta subsider 5
bulan kurungan, padahal tuntutan jaksa penuntut umum KPK meminta agar Abdul
Khoir divonis 2 tahun dan 6 bulan dan denda sejumlah Rp. 200 juta subisder
14
Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Calloborator Dalam Perspektif Hukum, Penaku, Jakarta,
2012, hlm. 7 2
15
Mardjono Reksodiputro, Pembocor Rahasia/Wistle Blowers dan Penyadapan (Wiretapping,
Electronic Interception) Dalam Menanggulangi Kejahatan Di Indonesia, Wacana Goverminyboard,
hlm. 13
sehingga penyidik dan/atau Penuntut Umum dapat mengungkap tindak pidana
berbeda. Hal tersebut diatas tentu memberi dampak yang kurang baik dalam
korupsi.
Berdasarkan latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk membuat suatu
Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan akan
untuk memberikan penjelasan secara lebih jelas tentang mekanisme dan kinerja
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana peran justice collaborator dalam mengungkap peristiwa tindak
pidana korupsi?
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Justice Collaborator.
2. Kegunaan Praktis
Hukum adalah sebuah tatanan (Hukum ada dalam sebuah tatanan yang paling
tidak dapat dibagi kedalam tiga yaitu : tatanan transedental, tatanan sosial dan
tatanan politik.) yang utuh (holistik) selalu bergerak, baik secara evolutif maupun
dihilangkan atau ditiadakan, tetapi sebagai sesuatu yang eksis dan prinsipil.
hukum tersebut. Tiga unsur tujuan hukum tersebut yaitu keadilan, kepastian
hukum agar tidak terjadi ketimpangan. Menurut teori sistem hukum dari
mereka susun.
masyarakat.
Dari ketiga komponen di atas, menjadi suatu pegangan yang sangat penting
bagi pelaksanaan penerapan bagi Justice Collaborator dalam perkara tindak pidana
extra ordinary di Indonesia. Karena dengan melihat ketiga komponen dari sistem
hukum tersebut, dapat dilihat bagaimana nantinya sistem hukum tersebut menjadi
Teori yang digunakan penulis di dalam penelitian ini ialah teori perlindungan hukum,
teori integratif hukum, dan teori restorative justice. Ketiga teori tersebut dapat
diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
17
Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif. Hal 74.
18
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Hal 25
Kedua, Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum represif
macam, yaitu :
19
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep
Teori hukum integratif merupakan konsep hukum baru yang ditawarkan Prof.
Dr. Romli Atmasasmita, SH, LL.M. Ada beberapa inti pokok dari konsep
20
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Hal 25
21
Romli Atmasasmita, Bahan Kuliah Politik Hukum, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas
Pasundan, Bandung, 2012.
c. Westernisasi hukum secara historis memperuncing konflik dan
engineering).
f. Sistem hukum Indonesia telah lama abaikan the living law termasuk
settlement.
masyarakat
yaitu:
memiliki nilai-nilai yang terus hidup dan berkembang (the living law). Nilai-
nilai tersebut dapat diubah menuju nilai baru yang dapat mencerminkan
out of court settlement sesuai dengan the living law tersebut. Pandangan teori
teori hukum progresif. Teori hukum integratif tidak saja menjadi landasan
negara berkembang menjadi korban dari negara maju yang bersifat hipokrit
negara berkembang.22
dalam masyarakat, karena hukum yang baik adalah hukum yang hidup (the
living law) yang merupakan suatu cerminan nilai-nilai yang berlaku di dalam
masyarakat.
22
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, (Yogyakarta: Genta Publisshing, 2012), hlm. 99.
23
Yutirsa Yunus, Rekomendasi Kebijakan Perlindungan Hukum Justice Callaborator: Solusi
Akselerasi Pelaporan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Konferensi Kebijakan Perencanaan
Pembangunan Nasional 2013, Paper, hlm. 16
a. Bahwa dalam hal penanganan perlindungan hukum terhadap
itu membuka ruang dan dimensi seseorang dapat saja tidak dijatuhi
pemidanaan;
c. Pengungkapan kasus-kasus yang pelik dengan perlindungan
collaborator ;
orang yang baik. Aspek dan dimensi ini pararel dengan eksistensi
dikedepankan Indonesia;
organized crime. Dalam dimensi ini, memang diperlukan perlindungan khusus bagi
banyak yang tidak sesuai dengan implementasi yang terjadi di lapangan. Hal inilah
yang membuat para aparat penegak hukum agar lebih berkontribusi dalam
agar seseorang berani untuk menjadi seorang whistleblower dan justice collaborator
dalam perkara yang termasuk organized crime. Keputusan dan pendirian seseorang
dengan baik sehingga membangun kesadaran dan polarisasi berfikir bahwa keputusan
tersebut akan sangat berguna dan mempunyai jasa dalam rangka mengungkapkan
dimensi keadilan. Pemidanaan yang berdimensi keadilan di satu sisi, pararel dengan
pengungkapan kasus yang bersifat organized crime di sisi lainnya, membawa
F. METODE PENELITIAN
metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang tata cara
menentukan metode apa yang akan diterapkan, tipe penelitian yang dilakukan,
serta analisis yang dipergunakan.26 Adapun Metode Penulisan Hukum ini adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
24
Mardjono Reksodiputro, Pembocor Rahasia/Wistle Blowers dan Penyadapan (Wiretapping,
Electronic Interception) Dalam Menanggulangi Kejahatan Di Indonesia, Wacana Goverminyboard,
hlm. 13
25
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali
Pers, Jakarta,2001, hal.164
26
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 17
adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah sistem norma.
Sistem norma yang dimaksud adalah asas, kaidah dari peraturan perundang-
sarjana yang telah diakui oleh dunia sebagai suatu teori yang benar (doktrin)27.
penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan data atau gambaran
falsafah, asas-asas hukum dan kerangka berfikir hukum yang mengatur suatu
permasalahan tertentu, atau dengan kata lain, penelitian ini juga penelitian
hukum kepustakaan.29
Soekanto:
yang diteliti.” 30
27
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka
Belajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 34.
28
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm.
38.
29
ibid.,hal.18
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 10.
Yaitu suatu penelitian yang mengkaji tentang bagaimana penelitian hukum
terhadap perlindungan huku saksi dan korban dalam hal ini Justice Collaborator
yang harus mendapatkan perhatian khusus dari Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban . Dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini dapat di katakan sebagai
penelitian yang deskritif dimana menggambarkan hal-hal yang didapat dari suatu
penelitian.
2. Metode Pendekatan
melalui penelusuran bahan bahan dari buku, literatur, artikel, dan situs
31
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990,
hlm. 5.
internet yang berhubungan dengan hukum atau aturan yang berlaku
3. Tahap Penelitian
Tahap penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yang bertujuan untuk
penelitian ini atau pendapat para ahli yang ada korelasinya denagn
objek penelitian.”
32
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta,
1985, hlm. 11.
a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum
1. Pancasila
Korban;
Kekuasaan Kehakiman;
ensiklopedia.
33
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2007,
hlm. 52.
keterangan-keterangan yang akan diolah dan dikaji berdasarkan
4. Analisis Data
yuridis kualitatif di dalam penulisan ini karena penelitian ini bertitik tolak
5. Lokasi Penelitian
34
Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 11.
1. Perpustakaan
Jaya.
Ibukota Jakarta.
2. Lapangan
1993,
Universitas Indonesia.
Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 2008. Jaya, Surya,
Pustaka, 2008.
Bina Ilmu, 1987. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Bandung, 1983
Muhadar, Edi Abdulah, Husni Thamrin, Perlindungan Saksi & Korban Dalam
Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum,
Abdul Haris dkk, 2011,Memahami Whistle Blower, Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban, Jakarta
Pradya Paramita,1981.
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Kerangka Penelitian
F. Metode Penelitian
i. Jenis Penelitian
v. Lokasi Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Restorative Juctice
crime
Juctice Collaborator
C. Hasil wawancara
CRIME
Ordinary Crime Ditinjau Dari Perspektif Sistem Peradilan Pidana Yang Ada
Di Indonesia