Anda di halaman 1dari 18

Pemilihan Umum dan

Masalah yang Sering


Terjadi

Kejaksaan Negeri Bitung


Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam
(Black Campaign)
Istilah Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam (Black Campaign) kerap muncul di masa
pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) sampai Pemilihan Presiden (Pilpres), kampanye negatif
dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik dengan data
yang valid dan akurat, sedangkan kampanye hitam adalah menuduh pihak lawan dengan
tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan.

Dikutip dari Web Fakutas Hukum Universitas Indonesia “Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana
Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Totok Suhartoyo, memaparkan tiga hal pembeda
kampanye negatif dengan kampanye hitam. Dari sisi sumber, pelaku kampanye negatif jelas,
sedangkan pelaku kampanye hitam tidak jelas. Dari sisi tujuan, kampanye negatif bertujuan
untuk mendiskreditkan karakter seseorang, dan kampanye hitam bertujuan untuk
menghancurkan karakter seseorang. Kemudian dari sisi kebenaran, kampanye negatif
menggunakan data yang sahih, sementara kampanye hitam datanya tak sahih atau mengada-
ada”
Sanksi Hukuman yang Berlaku
Pasal 280 ayat (1) huruf c UU
Pemilu
setiap pelaksana, peserta dan tim sukses dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon,
dan/atau Peserta Pemilu yang lain. Pada huruf d memuat larangan menghasut dan mengadu domba
perseorangan ataupun masyarakat dan pada huruf d mengatur larangan kampanye yang mengganggu
ketertiban umum.
Pasal 521 UU Pemilu
Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja
melanggar larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, atau j, dipidana O
penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah

Pasal 15 KUHP
barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan
atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat
menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan
keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi,
tingginya dua tahun.
Lanjutan Sanksi Hukuman yang Berlaku
Pasal 14 ayat (1) KHUP
barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran
dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. Sementara pada
ayat (2)-nya berbunyi, barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan la patut dapat menyangka bahwa berita atau
pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 310
barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan
untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu
dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum
penjara selama-lamanya empat tahun
Lanjutan Sanksi Hukuman yang Berlaku
Pasal 311
barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh
dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu,
dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan

Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2) UU ITE


memberikan ancaman hukuman untuk pelaku kampanye hitam di media sosial 6 tahun
penjara
Kampanye Diluar Jadwal
Selasa (7/6/2022) Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, KPU,
Bawaslu, dan DKPP menyetujui Peraturan KPU (PKPU) soal tahapan Pemilu 2024. Dalam PKPU
tahapan Pemilu 2024 ini, disepakati masa kampanye 75 hari mulai dari 28 November 2023 – 10
Februari 2024. Keputusan itu diambil saat rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II, di
kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

Sanksi Hukuman Kampanye Diluar Jadwal


Pasal 30 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun
2013
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pelanggaran larangan kampanye oleh
pelaksana dan peserta kampanye, kepada pelaksana dan peserta kampanye dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD dan DPRD
Sanksi Hukuman Kampanye Diluar Jadwal
Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu
setiap orang yang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU
untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 276 Ayat 2 UU Pemilu dipidana
maksimal 1 tahun penjara dan denda maksimal Rp 12 juta

Pasal 276 Ayat 2


pengaturan waktu atas bentuk kampanye di media massa, baik cetak maupun elektronik,
serta rapat terbuka yang hanya bisa dilakukan selama 21 hari sebelum dimulainya masa
tenang
Penyalahgunaan wewenang
Penyalahgunaan wewenang Aparatur Sipil Negara (ASN) kerap terjadi pada pelaksanaan Pemilihan
Umum. Menurutnya, ASN rawan menjadi imbas dari praktik politik praktis yaitu berupa penyalahgunaan
wewenang atau kekuasaan dari oknum pejabat setempat
Dikutip dari Halaman Web Bawaslu, Setidaknya ada tujuh tingkatan kerawanan pelanggaran netralitas
ASN berdasarkan aspek politik yaitu : Pertama adalah keberpihakan pada salah satu peserta pemilu
dan/atau pemilihan melalui media sosial; kedua adalah terlibat dalam kampanye tertutup dan terbuka,
ketiga adalah menguntungkan salah satu peserta dengan menggunakan fasilitas (ruangan) dari unit kerja
untuk menggelar acara sementara peserta lain tidak diberi hak yang sama; keempat terlibat dalam
deklarasi peserta; kelima pimpinan yang mengerahkan ASN mendukung salah satu peserta; keenam
penggunaan anggaran dan fasilitas negara untuk mendukung peserta; ketujuh adalah menjadi narasumber
pada acara/kegiatan peserta pemilu
Sanksi Hukuman Penyalahgunaan Wewenang

Pasal 490
Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004, terhadap pelanggaran
berbagai jenis larangan kepada PNS dikenakan sanksi moral, Tindakan administratif dapat berupa sanksi
hukuman disiplin ringan maupun hukuman disiplin berat sesuai dengan pertimbangan Tim Pemeriksa
Ancaman Hukuman Disiplin Tingkat Sedang berupa: i) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
(satu) tahun; ii) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan iii) penurunan pangkat
setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa: i) penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun; ii) pemindahan dalam rangka penurunan pangkat
setingkat lebih rendah; iii) pembebasan dari jabatan; dan iv) atau pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS
Pasal 495 ayat (1) UU 7/2017
Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah)

Pasal 495 ayat (1) UU 7/2017


Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU,
sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan/atau pegawai
sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana Pemilu dalam
pelaksanaan Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)
Pasal 546 ayat UU 7/2017
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan/atau PPLN yang dengan
sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 524 ayat (2) UU 7/2017


Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal
KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan/atau
pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti karena kelalaiannya melakukan tindak pidana
Pemilu dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6
(enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 547 ayat (2) UU 7/2017
Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).

Pasal 522 UU 7/2017


Setiap Ketua/Wakil Ketua/ketua muda/hakim agung/hakim konstitusi, hakim pada semua badan peraditan,
Ketua/Wakil Ketua dan/atau anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior,
dan/atau deputi gubernur Bank Indonesia serta direksi, komisaris, dewan pengawas, dan/ atau karyawan badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah)
Sanksi Hukuman Lain di Dalam Pemilihan
Umum
Sanksi Adu Domba Dalam Kampanye Pemilu
Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Sanksi Politik Uang Dalam Kampanye Pemilu
Para pelaku politik uang dalam Pemilu diancam hukuman kurungan paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp.
24.000.000. Di luar itu, ada lagi hukuman tambahan berupa sanksi administratif, seperti diatur dalam pasal 286:

1. Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye, dan/atau
tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara
Pemilu dan/atau Pemilih.

2. Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang terbukti melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif
pembatalan sebagai pasangan calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota oleh
KPU
Sanksi Kampanye Pemilu di Tempat Ibadah
Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu dengan sengaja melanggar
larangan pelaksanaan kampanye pemilu pidana penjara paling lama 2 tahun dan
denda paling banyak Rp 24.000.000
Sanksi Bagi yang Melakukan Kampanye pada Masa
Tenang
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah
ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
Pasal 491 UU 7/2017
Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
Pelanggaran Pemilu tahun 2019 yang terjadi di Sulawesi
Utara ada 260 laporan dugaan pelanggaran
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat,
Pemilu 2019 di Sulawesi Utara. Dari jumlah itu, sebanyak 41 laporan berasal dari
Kota Manado, Sebanyak 31 laporan berasal dari Kabupaten Kepulauan Siau
Taulandang Biaro, 25 laporan berasal dari Bolaang Mongondow Timur, 22 laporan
berasal dari Minahasa Selatan, 21 laporan berasal dari Bolaang Mongondow,
sedangkan Kota Bitung sendiri hanya 12 laporan dugaan pelanggaran pemilu 2019,
kabupaten minahasa menjadi yang paling sedikit pelanggaran yang hanya 7 laporan.

Berdasarkan jenisnya, mayoritas dugaan pelanggaran Pemiliu 2019 di Sulawesi Utara


merupakan administratif, yakni 68 laporan. Posisinya diikuti oleh dugaan pelanggaran yang
tidak diketahui serta masalah netralitas dan kode etik masing-masing sebanyak 64 laporan
dan 54 laporan.

Adapun, pihak yang paling banyak dilaporkan pada Pemilu 2019 di Sulawesi Utara adalah calon
legislatif, yakni 73 orang. Setelahnya ada petugas pemilu sebanyak 61 orang, Aparatur Sipil
Negara (ASN) 57 orang, dan pihak dari partai politik 29 orang (Sumber : databoks.katadata.co.id)
Membangun Sinergitas Pikada
Untuk menjawab potensi permasalahan yang muncul di Pikada serentak, maka jawaban kuncinya adalah mutlak
dilakukan sinergi dan sinergitas antara semua komponen yang terlibat dalam Pilkada. Sinergi sering diartikan
sebagai upaya membangun dan memastikan hubungan kerjasama yang produktif dan kemitraan yang harmonis
untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan berkualitas. Sedangkan sinergitas diartikan sebagai proses
memadukan beberapa aktivitas dalam rangka mencapai suatu hasil yang baik dan maksimal.
Dengan penyelenggara adhoc (PPK/PPS/KPPS)
langkah yang dilakukan adalah; (a) membangun forum konsultasi secara rutin; (b) memberikan bimbingan
teknis terkait peraturan KPU, sosialisasi, dan mekanisme monitoring dan evaluasi; (c) memastikan proses dan
hasil kerja penyelenggaran adhoc adalah transparan, aluntabel, bersih dan menutup peluang sekecil apapun
untuk kecurangan atau manipulasi, dan (d) membuat mekanisme pengaduan dan tanggapan masyarakat

Dengan peserta Pilkada Dengan organisasi masyarakat sipil


memperlakukan peserta Pilkada (Paslon) secara penting dibangun jejaring terutama dalam hal keterlibatan publik dalam
adil dan setara kegiatan tahapan Pilkada. Melalui mengawasi proses tahapan, memberi
masukan, dan keterlibatan dalam sosialisasi Pilkada
Dengan pemilih
tersosialisasikannya berbagai informasi Pilkada agar masyarakat paham dan aktif terlibat
dalam tahapan Pilkada. Agar pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara tepat waktu,
tepat prosedur dan informatif.
Dengan organisasi masyarakat sipil
penting dibangun jejaring terutama dalam hal keterlibatan publik dalam kegiatan tahapan Pilkada. Melalui
mengawasi proses tahapan, memberi masukan, dan keterlibatan dalam sosialisasi Pilkada
Dengan media massa
langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi media massa yang berada di kabupaten, mengadakan pertemuan dengan
pimpinan media di kabupaten, membentuk tim media center, mengadakan jumpa pers secara rutin terkait dengan issu dan
kebijakan terbaru, dan sosialisasi yang melibatkan media massa
Dengan Pemerintah Daerah (Prov/Kab/kota)
prinsip utama dalam mengelola relasi dengan Pemda adalah menciptakan ruang komunikasi yang efektif dan setara dalam
lingkup kewenangan masing-masing institusi. Mengelola hubungan dengan Pemda harus ditangani secara profesional,
berjarak, tetapi juga selalu dalam ruang koordinasi yang terjaga. Relasi penyelenggara Pilkada dengan Pemda terkait dengan
data kependudukan/data pemilih, anggaran, dan lokasi kampanye dan pemasangan alat peraga kampanye
Dengan Kepolisian (Polda, Polres)
relasi yang paling utama adalah koordinasi dalam keamanan penyelenggaraan tahapan Pilkada. Karena semua tahapan memiliki
potensi kerawanan dan gangguan keamanan, maka relasi dengan aparat keamanan harus dibangun dengan prinsip profesional dan
koordinatif.
Dengan kejaksaan dan Pengadilan (termasuk PTUN)
hubungan yang perlu dikembangkan adalah koordinasi dan sinergi berkenaan dengan masalah-masalah hukum
dalam Pilkada baik yang bersifat administratif maupun pidana dll. Mengelola hubungan dengan kejaksaan dan
pengadilan, melalui pengembangan komunikasi yang efektif dalam lingkup kewenangan masing-masing
institusi
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai