Anda di halaman 1dari 48

 Oleh: Prof.Dr.Topo Santoso,SH.

MH
 (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

 YOGYAKARTA, 9 FEBRUARI 2019


JENISNYA
• Tindak pidana pemilu
• Pelanggaran administrasi
pemilu
• Sengketa Proses Pemilu
• Sengketa Tata Usaha Negara
Pemilu
• Pelanggaran Kode Etik
Penyelenggara Pemilu
• Perselisihan Hasil Pemilu
(PHPU)
• Bawaslu • Pengadilan Negeri
• KPU • Pengadilan Tinggi
• DKPP • Pengadilan Tata Usaha Negara
• Kepolisian • Mahkamah Agung
• Kejaksaan • Mahkamah Konstitusi

• Sentra Gakkumdu
PEMILIHAN GUBERNUR,
PEMILU BUPATI, WALIKOTA
• UU NO 7 TAHUN 2017 tentang
Pemilihan Umum  UU No 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Perpu No 1 Tahun
• Merupakan penggabungan 2014 tentang Pemilihan
materi dari 3 UU di bidang
Pemilu, yaitu: Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-
• 1. UU Pemilihan Presiden (UU Undang sebagaimana diubah
No 42 Tahun 2008)
dengan UU No. 8 Tahun 2015
• 2. UU Pemilihan DPR,DPD dan dan UU No 10 Tahun 2016
DPRD (UU No. 8 Tahun 2012)
• 3. UU Penyelenggara Pemilu
(UU No 15 Tahun 2011)
Misalnya

• Peraturan Komisi Pemilihan Umum


(PKPU) No 4 Tahun 2017 tentang
Kampanye Pemilihan Gubernur dan
• Peraturan Komisi Wakil Gubernur, Bupari dan Wakil
Pemilihan Umum Bupati, Walikota dan Wakil Walikota
• Peraturan Badan • Perma No 4 Tahun 2017 tentang Tata
Pengawas Pemilihan Cara Penyelesaian Pelanggaran
Umum Administratif Pemilu di MA
• Peraturan Dewan • Peraturan MK NO 3 Tahun 2017
Kehormatan tentang Perubahan atas Peraturan
Penyelenggara Pemilu
MK NO 3 Tahun 2016 tentang
• Peraturan Mahkamah Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal
Konstitusi Penanganan Perkara Perselisihan
• Peraturan Mahkamah Hasil Pemilihan Gubrnur, Bupati,
Agung Walikota
 Tindak pidana Pemilu  Tindak pidana pemilu adalah
tindakan/perbuatan (aktif/
 pelanggaran terhadap
pasif) yang melanggar
ketentuan pidana Pemilu yang ketentuan dalam tahapan-
diatur dalam UU yang tahapan penyelenggaran
penyelesaiannya dilaksanakan pemilu yang diancam dengan
melalui pengadilan dalam sanksi pidana dalam undang-
lingkungan peradilan umum undang Pemilu
 (Dalam UU No 8 Tahun 2012
tentang Pemilu Anggota
DPR,DPD,DPRD)
 (Catatan: Dalam UU NO 7  (Topo Santoso)
Tahun 2017 tidak ada definisi
TP Pemilu)
 Terdapat 77 tindak pidana Pemilu
 Diatur di 66 pasal ketentuan pidana
 Jumlah ini meningkat dibanding undang-undang Pemilu sebelumnya
 Di UU No 8 Tahun 2012 terdapat 56 tindak pidana Pemilu yang diatur
di 48 pasal.
 Subyek (pelaku) dari tindak pidana Pemilu ada beberapa macam
yakni, setiap orang (sebanyak 22 tindak pidana dari 77 tindak pidana
Pemilu). Ini biasa disebut delik komun (tindak pidana yang bisa
dilakukan setiap orang).
 Dan sisanya yakni sebanyak 55 tindak pidana merupakan delik
propria (tindak pidana yang subyeknya tertentu/tidak setiap orang),
dalam UU No 7 Tahun 2017 subyeknya bermacam-macam yakni
antara lain penyelenggara Pemilu mulai dari paling bawah (anggota
KPPS) hingga paling atas (Ketua KPU), pejabat negara, penegak
hukum, dll
 Terdapat 23 tindak pidana Pemilu dari 77 tindak pidana Pemilu, atau
sekitar 18 persen dari seluruh tindak pidana Pemilu yang subyek
(pelaku delik) nya adalah penyelenggara Pemilu dari Ketua KPU
hingga KPPS.
 Pengawas Pemilu dari paling bawah hingga paling atas menjadi
subyek tindak pidana pada 3 (tiga) tindak pidana Pemilu.
 Sementara pelaksana kampanye Pemilu, peserta kampanye Pemilu,
peserta Pemilu, calon Presiden dan wakil presiden serta pimpinan
partai politik menjadi subyek pada 13 tindak pidana Pemilu.
 Artinya : lebih banyak tindak pidana diancamkan bagi
penyelenggara Pemilu dibandingkan pelaksana kampanye, peserta
kampanye, peserta Pemilu, calon Presiden dan wakil presiden, serta
pimpinan partai politik.
 Selain itu subyek tindak pidana Pemilu adalah:

 kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan


desa
 aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia,
 majikan/atasan,

 Ketua/Wakil Ketua/ketua muda/hakim agung/hakim konstitusi, hakim pada


semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan/atau anggota Badan
Pemeriksa Keuangan,
 Gubemur, Deputi Gubernur Senior, dan/atau deputi grbernur Bank
Indonesia serta
 direksi, komisaris, dewan pengawas, dan/ atau karyawan badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah, perusahaan, dan/atau badan usaha
nonpemerintah
 perusahaan pencetak surat suara,
 Pasal 529 dan Pasal 530 UU No 7 Tahun 2017 subyeknya/ pelaku tindak
pidana nya jelas-jelas disebut suatu korporasi yakni perusahaan pencetak surat
suara.
 Meskipun subyek/ pelaku tindak pidana dalam Pasal 529 dan 530 UU No 7
Tahun 2017 itu korporasi (perusahaan) tetapi perusahaan itu tidak bisa menjadi
pelaku tindak pidana karena sanksi pidana diancamkan secara kumulatif yakni
penjara dan denda.
 Dimana perusahaan tidak mungkin dijatuhi kedua sanksi pidana sekaligus.
Sehingga dalam praktiknya, mungkin pimpinan perusahaan itu yang menjadi
terdakwanya, dan bukan korporasinya.
 Sanksi pidana yang diancamkan bagi pelaku Tindak Pidana Pemilu
ada beberapa macam yakni :
 pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda.
 sanksi pidana penjara dan denda diancamkan secara kumulatif.
 Tidak dinyatakan secara tegas tindak pidana mana yang jenisnya
kejahatan dan mana yang pelanggaran.
 Ditinjau dari segi unsur kesalahan, maka kita dapat melihat tindak
pidana Pemilu ada yang unsur kesalahannya berupa dengan sengaja
atau disebut juga sebagai delik dolus,
 ada juga yang unsur kesalahannya adalah kealpaan/kelalaian atau
disebut juga sebagai delik culpa,
 Ada satu delik proparte dolus proparte culpa karena ada unsur
sengaja dan kealpaan sekaligus dalam pasal tersebut.
 Yang jelas-jelas menggunakan unsur dengan sengaja sebanyak 42
tindak pidana, dari 77 tindak pidana Pemilu
 Bukan berarti hanya 42 tindak pidana yang merupakan delik dolus,
sebab ada juga delik dolus tetapi tidak menggunakan kata sengaja,
tetapi menggunakan kata lainnya, yang dapat ditafsirkan dengan
sengaja,
 seperti Pasal 491 yang ada unsur : mengacaukan, menghalangi, atau
mengganggu jalannya kampanye Pemilu. Tentu saja ini merupakan
delik dolus dengan melihat pada unsur-unsur tersebut.
 Yang jelas menggunakan unsur karena kelalaian/kealpaan sebanyak
4 tindak pidana.
 Sedangkan Pasal 550 memiliki unsur dengan sengaja dan unsur
karena kelalaian, dengan demikian Pasal 550 merupakan proparte
dolus proparte culpa.
BEBERAPA CATATAN TENTANG
POLITIK UANG  VOTE BUYING
DALAM UU NO 7 TAHUN 2017
 Setiap pelaksana, peserta, Pasal 280 (1) J
dan/atau tim Kampanye
Pemilu
(1)Pelaksana, Peserta, dan Tim
 dengan sengaja
Kampanye Pemilu dilarang:
 menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya a…..
sebagai imbalan kepada b.....
peserta Kampanye Pemilu
secara langsung ataupun tidak c....
langsung d....
 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 280 ayat (1) huruf j
j. Menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya
kepada peserta Kampanye
Pemilu
 Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu
 dengan sengaja
 Pada masa tenang
 menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya
kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2)
Pasal 523 (3) UU NO 7/2017 Pasal 515 UU NO 7/2017

 Setiap orang  Setiap orang

 dengan sengaja
 dengan sengaja
 pada saat pemungutan suara
 pada hari pemungutan suara
 menjanjikan atau memberikan uang
 menjanjikan atau memberikan atau materi lainnya Kepada Pemilih
uang atau materi lainnya  supaya tidak menggunakan hak
kepada Pemilih pilihnya atau memilih Peserta Pemilu
tertentu atau menggunakan hak
 untuk tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu
pilihnya atau memilih Peserta sehingga surat suaranya tidak sah
Pemilu tertentu
 HAMPIR MIRIP, TAPI ADA BEBERAPA PERBEDAAN dalam hal“POLITIK
UANG” antara UU PEMILU dan UU Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota
 “POLITIK UANG” di UU Pemilu dipisahkan dalam 3 hal yakni:

- (1) pada saat kampanye (Pasal 523 ayat 1)

- (2) pada masa tenang; dan (Pasal 523 ayat 2)

- (3 a) pada hari pemungutan suara (Pasal 523 ayat 3)

- (3 b) Pada saat pemungutan suara (Pasal 515)

 sementara dalam UU Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan


Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota “POLITIK UANG” diatur secara
umum, tidak dipisahkan ke dalam 3 atau 4 waktu tersebut
 Dalam PEMILU (Presiden dan Wakil Presiden, DPR,DPD dan DPRD) tidak ada
ancaman pidana bagi PENERIMA janji atau pemberian uang atau materi
lainnya. BERBEDA dengan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dimana pemberi dan
penerima menjadi subyek tindak pidana
 Unsur SETIAP ORANG artinya siapa saja, pribadi kodrati, bagaimana
jika korporasi (?), dalam pemilu unsur setiap orang tidak dibatasi
hanya pada calon, pengurus partai politik, pelaksana kampanye. Tapi
ada konsekuensi lebih berat jika dilakukan oleh Calon karena bisa
dibatalkan pencalonannya jika terbukti (Lihat Pasal 73)
 Dalam praktik Calon/ Pasangan Calon mungkin tidak melakukan
sendiri tetapi menggerakkan orang lain  Maka, persoalan
PENYERTAAN Delik jadi sangat penting, agar tidak hanya pelaksana
fisik/ materiil yang dituntut
 Unsur DENGAN SENGAJA (Opzet/dolus),
 Unsur MENJANJIKAN ATAU MEMBERIKAN UANG ATAU MATERI LAINNYA SEBAGAI
IMBALAN KEPADA PESERTA KAMPANYE PEMILU SECARA LANGSUNG ATAUPUN
TIDAK LANGSUNG 
 Unsur MENJANJIKAN ATAU MEMBERIKAN UANG ATAU MATERI LAINNYA 
menjanjikan bisa dilakukan melalui perkataan atau tulisan, janji untuk diberikan uang
atau materi, artinya ada tenggang waktu antara perkataan/ tulisan itu dengan
pemberian uang/materi. Tidak ditentukan berapa lama tenggang waktunya.
 Unsur MEMBERIKAN berarti langsung diberi pada saat itu juga, atau pada saat
kampanye berlangsung
 Unsur UANG  cukup jelas, tapi pertanyaanya, berapa batasan besarnya UANG itu ?
Apakah ada batasan? Atau tidak ada batasan? Bagaimana jika pemberian uang itu
dibungkus dengan QUIS atau Permainan? Bagaimana jika diberikan UANG untuk
transport dan makan peserta kampanye? Apakah termasuk yang dilarang?
 Unsur MATERI LAINNYA  ini sangat luas, harus ada pembatasan, sebab jika tidak
maka semua hal yang diperlukan dalam kampanye bisa dianggap MATERI LAINNYA
untuk “politik uang”. Apakah pemberian kaus, topi dan atribut kampanye lainnya,
cinderamata kampanye juga termasuk MATERI LAINNYA yang juga dilarang dalam
Pasal ini?
 Unsur SECARA LANGSUNG ATAUPUN TIDAK LANGSUNG 
- dalam praktik janji atau pemberian uang atau materi itu juga bisa
dilakukan melalui perantara, artinya bukan calon atau pasangan
calon sendiri yang melakukan atau bukan anggota Partai Politik, tim
kampanye, dan relawan, tetapi melalui perantara orang lain.
- Jadi di sini, pelaku fisik maupun yang menggerakkan dapat
dipidana. Tapi jika pelaku fisik tidak tahu apa yang diberikan dan
untuk apa diberikan, dia dapat dipandang sebagai alat belaka
(manus ministra) dan tidak dipidana.
- JADI PENTING MEMERHATIKAN KETENTUAN PENYERTAAN
(menyuruh/ doen plegen, uitloking/ menggerakkan/membujuk,
- Unsur KEPADA PESERTA KAMPANYE  janji atau pemberian uang
atau materi ditujukan kepada peserta kampanye, bukan pihak
lainnya
 Pasal 278 (2) UU No 7 Tahun 2017
 Unsur SETIAP PELAKSANA, PESERTA,
DAN/ATAU TIM KAMPANYE PEMILU  (1) Masa tenang … berlangsung selama 3 hari
 subyeknya limitatif  (2) Selama masa tenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta,
 Unsur DENGAN SENGAJA (sudah
dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan
dijelaskan di atas) Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau
memberikan imbalan kepada Pemilih untuk:
 Unsur PADA MASA TENANG  Lihat
Pasal 278 ayat (1) dan PKPU terkait  a. tidak menggunakan hak pilihnya;

 b. memilih Pasangan Calon;


 Unsur MENJANJIKAN ATAU
MEMBERIKAN IMBALAN UANG ATAU  c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu
MATERI LAINNYA KEPADA PEMILIH tertentu;
SECARA LANGSUNG ATAUPUN TIDAK
LANGSUNG  sudah dibahas di atas  d. memilih calon anggota DPR,DPRD Provinsi,

 sebagaimana dimaksud dalam Pasal dan DPRD kabupaten/kota tertentu; dan/atau


278 ayat (2)  e. memilih calon anggota DPD tertentu
 Unsur SUPAYA TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA ATAU MEMILIH PESERTA
PEMILU TERTENTU ATAU MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA DENGAN CARA TERTENTU
SEHINGGA SURAT SUARANYA TIDAK SAH 
- jadi janji atau pemberian uang atau materi lainnya tadi adalah:

- “ supaya tidak menggunakan hak pilihnya”  jadi pemberian uang atau materi
lainnya agar orang menjadi GOLPUT juga dipidana sesuai ketentuan ini
- “menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi
tidak sah “  jadi pemberian uang atau materi lainnya agar orang menjadi GOLPUT
juga dipidana sesuai ketentuan ini
- “memilih peserta pemilu tertentu”  janji atau pemberian uang atau materi itu untuk
memengaruhi agar pemilih memilih calon tertentu (Partai Politik tertentu, pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu, calon DPR, DPD atau DPRD tertentu)
 Unsur PADA HARI PEMUNGUTAN SUARA  berarti pada hari
dilaksanakannya pemungutan suara, tidak dibatasi pada saat
pemungutan suara di TPS, tetapi pada hari H pemungutan suara,
tetapi logika nya, sebelum pemungutan suara
 Unsur PADA SAAT PEMUNGUTAN SUARA  saat pemungutan suara
lebih sempit yakni saat dilakukannya proses pemungutan suara
 pertemuan terbatas;
 pertemuan tatap muka;
 penyebaran Bahan Kampanye Pemilu kepada umum;
 pemasangan Alat Peraga Kampanye di tempat umum;
 Media Sosial;
 iklan media cetak, media elektronik, dan media dalam jaringan;
 rapat umum;
 debat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden; dan
 kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 (1) Peserta Pemilu dapat melakukan Kampanye melalui kegiatan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf i.
 (2) Kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam
bentuk:
a. kegiatan kebudayaan, meliputi pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik;
b. kegiatan olah raga, meliputi gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai;
 c. perlombaan;
 d. mobil milik pribadi atau milik pengurus Partai Politik yang berlogo Partai Politik
Peserta Pemilu; dan/atau
 e. kegiatan sosial meliputi bazar, donor darah, dan/atau hari ulang tahun.
 (3) Pelaksana Kampanye kegiatan sebagaimana dimaksud

 pada ayat (2) dilarang memberikan hadiah dengan metode pengundian (door
prize).
 (1) Perlombaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2)
huruf c mencakup seluruh jenis perlombaan.
 (2) Perlombaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali selama Masa Kampanye.
 (3) Pelaksana Pemilu dapat memberikan hadiah pada kegiatan
perlombaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
barang.
 (4) Nilai barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara
 akumulatif paling tinggi seharga Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
selebaran (flyer);  penutup kepala;
brosur (leaflet);
 alat minum/makan;
pamflet;
 kalender;
poster;
 kartu nama;
stiker;
 pin; dan/atau
pakaian;
 alat tulis.
 PERBANDINGANNYA DENGAN
 POLITIK UANG PADA
 UU PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, WALIKOTA
 Pasal 187A
 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik
secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi
Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak
pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah,
memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu
sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
 (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan
sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 Setiap orang  Pasal 73 ayat (4)
 dengan sengaja
 (4) Selain Calon atau Pasangan Calon,
 melakukan perbuatan melawan anggota Partai Politik, tim kampanye, dan
hukum relawan, atau pihak lain juga dilarang
dengan sengaja melakukan perbuatan
 menjanjikan atau memberikan uang melawan hukum menjanjikan atau
atau materi lainnya sebagai imbalan memberikan uang atau materi lainnya
sebagai imbalan kepada warga negara
 kepada warga negara Indonesia Indonesia baik secara langsung ataupun
tidak langsung untuk:
 baik secara langsung ataupun tidak
langsung  a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak
menggunakan hak pilih;
 untuk mempengaruhi Pemilih agar
tidak menggunakan hak pilih,  b. menggunakan hak pilih dengan cara
menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara
tertentu sehingga suara menjadi tidak sah; dan
tidak sah, memilih calon tertentu,
atau tidak memilih calon tertentu  c. mempengaruhi untuk memilih calon
sebagaimana dimaksud pada Pasal tertentu atau tidak memilih calon
73 ayat (4) tertentu.
 (2) Pidana yang sama  Pemilih
diterapkan kepada
 Dengan sengaja
pemilih yang dengan
sengaja melakukan  Melakukan perbuatan
perbuatan melawan melawan hukum
hukum menerima
pemberian atau janji  Menerima Pemberian
sebagaimana dimaksud atau janji sebagaimana
pada ayat (1). dimaksud pada ayat (1)
 Tidak ada delik “politik uang” dalam UU , ini adalah istilah sosiologis, bukan
istilah yuridis
 Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
Walikota dan Wakil Walikota  pemberi dan penerima menjadi subyek tindak
pidana
 Unsur SETIAP ORANG artinya siapa saja, pribadi kodrati, bagaimana jika
korporasi (?), dalam pemilu unsur setiap orang tidak dibatasi hanya pada
calon, pengurus partai politik, pelaksana kampanye. Tapi ada konsekuensi
lebih berat jika dilakukan oleh Calon karena bisa dibatalkan pencalonannya
jika terbukti (Lihat Pasal 73)
 Dalam praktik Calon/ Pasangan Calon mungkin tidak melakukan sendiri tetapi
menggerakkan orang lain  Maka, persoalan PENYERTAAN Delik jadi sangat
penting, agar tidak hanya pelaksana fisik/ materiil yang dituntut
 Unsur DENGAN SENGAJA (Opzet/dolus), dalam teori  willen (dikehendaki)
and wetten (diketahui)
 Unsur MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 
melawan hukum merujuk pada perbuatan yang dilakukan
itu melawan hukum (dalam kepustakaan bisa berarti
melawan hak orang lain, melawan perundang-undangan,
tidak ada hak untuk itu)
 Unsur MENJANJIKAN ATAU MEMBERIKAN UANG ATAU
MATERI LAINNYA SEBAGAI IMBALAN  menjanjikan bisa
dilakukan melalui perkataan atau tulisan, janji untuk
diberikan uang atau materi, artinya ada tenggang waktu
antara perkataan/ tulisan itu dengan pemberian
uang/materi. Tidak ditentukan berapa lama tenggang
waktunya.
 Yang jadi soal: bagaimana kalau janji itu berupa program,
misalnya jika warga kampung X memilih calon Y, maka
jika terpilih maka kampung X akan diberikan asuransi
kesehatan gratis. Apakah pembayaran premi asuransi
dapat disamakan dengan “uang” atau “materi” lain?
 Unsur MEMBERIKAN berarti langsung diberi pada saat itu juga, atau pada saat
kampanye berlangsung
 Unsur UANG  cukup jelas, tapi pertanyaanya, berapa batasan besarnya UANG
itu ? Apakah ada batasan? Atau tidak ada batasan? Bagaimana jika pemberian
uang itu dibungkus dengan QUIS atau Permainan? Bagaimana jika diberikan
UANG untuk transport dan makan peserta kampanye? Apakah termasuk yang
dilarang?
 Unsur MATERI LAINNYA  ini sangat luas, harus ada pembatasan, sebab jika
tidak maka semua hal yang diperlukan dalam kampanye bisa dianggap
MATERI LAINNYA untuk “politik uang”. Apakah pemberian kaus, topi dan
atribut kampanye lainnya, cinderamata kampanye juga termasuk MATERI
LAINNYA yang juga dilarang dalam Pasal ini?
 Unsur MENERIMA PEMBERIAN ATAU JANJI  subyek delik ini adalah pihak
penerima uang atau materi lainnya, di dalam kampanye. Tidak disebutkan
dalam pasal ini, apakah inisiatif datang dari pemberi atau penerima. Dua dua
nya tetap dapat dipidana
 Unsur KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA  artinya yang diberi uang atau
materi lainnya terbatas hanya warga negara Indonesia, jadi menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya dalam ketetuan ini tidak termasuk jika
diberikan kepada warga negara asing.
 Unsur BAIK SECARA LANGSUNG ATAUPUN TIDAK LANGSUNG 
- dalam praktik janji atau pemberian uang atau materi itu juga bisa dilakukan
melalui perantara, artinya bukan calon atau pasangan calon sendiri yang
melakukan atau bukan anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, tetapi
melalui perantara orang lain.
- Jadi di sini, pelaku fisik maupun yang menggerakkan dapat dipidana. Tapi jika
pelaku fisik tidak tahu apa yang diberikan dan untuk apa diberikan, dia dapat
dipandang sebagai alat belaka (manus ministra) dan tidak dipidana.
- JADI PENTING MEMERHATIKAN KETENTUAN PENYERTAAN (menyuruh/ doen
plegen, uitloking/ menggerakkan/membujuk, medeplichtigheid/membantu)
 Unsur UNTUK MEMPENGARUHI PEMILIH AGAR TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIH,
MENGGUNAKAN HAK PILIH DENGAN CARA TERTENTU SEHINGGA SUARA MENJADI
TIDAK SAH, MEMILIH CALON TERTENTU, ATAU TIDAK MEMILIH CALON TERTENTU

- jadi janji atau pemberian uang atau materi lainnya tadi adalah “untuk mempengaruhi
pemilih” (tidak harus dibuktikan bahwa yang dijanjikan uang atau materi itu harus
benar-benar memilih dalam Pemilu);

- “agar tidak menggunakan hak pilih, atau menggunakan hak pilih tertentu sehingga
suara menjadi tidak sah “  jadi pemberian uang atau materi lainnya agar orang
menjadi GOLPUT juga dipidana sesuai ketentuan ini

- “memilih calon tertentu”  janji atau pemberian uang atau materi itu untuk
memengaruhi agar pemilih memilih calon tertentu (calon gubernur dan wakil
gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon walikota dan wakil walikota
tertentu)

- “tidak memilih calon tertentu”  janji atau pemberian uang atau materi itu untuk
memengaruhi agar pemilih TIDAK memilih calon tertentu (calon gubernur dan wakil
gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon walikota dan wakil walikota
tertentu)
 Pasal 73

 (1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi
lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih.

 (2) Calon yang TERBUKTI MELAKUKAN PELANGGARAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai SANKSI ADMINISTRASI PEMBATALAN
SEBAGAI PASANGAN CALON oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

 (3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP
dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 (4) Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau
pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara
langsung ataupun tidak langsung untuk:

 a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;

 b. menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan

 c. mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
 BEBERAPA CATATAN TENTANG “MAHAR POLITIK”  CANDIDACY
BUYING
 DALAM UU NO 7 TAHUN 2017 dan
 UU PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, WALIKOTA
 (1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam
bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
 (2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang
sama.
 (3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
 (4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.
 (5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati, atau Walikota maka penetapan sebagai calon, calon
terpilih, atau sebagai Gubernur, Bupati, atau Walikota dibatalkan.
UNSUR-UNSUR
 Anggota Partai Politik atau anggota  Anggota partai politik atau
gabungan Partai Politik yang dengan anggota gabungan partai politik
sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum menerima imbalan dalam bentuk  Dengan sengaja
apapun pada proses pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati  Melakukan perbuatan
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
 Melawan hukum
Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan  Menerima imbalan dalam bentuk
pidana penjara paling singkat 36 (tiga apapun
puluh enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda  Pada proses pencalonan
paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga Gubernur dan Wakil Gubernur,
ratus juta rupiah) dan paling banyak Bupati dan Wakil Bupati, serta
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Walikota dan Wakil Walikota
UNSUR-UNSUR
 Setiap orang atau lembaga yang terbukti  Setiap orang atau lembaga
dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum memberi imbalan pada  yang terbukti dengan
proses pencalonan Gubernur dan Wakil sengaja
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota maka  melakukan perbuatan
penetapan sebagai calon, pasangan calon
terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil  melawan hukum
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota
atau Wakil Walikota sebagaimana dimaksud  memberi imbalan
dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh  pada proses pencalonan
empat) bulan dan pidana penjara paling Gubernur dan Wakil
lama 60 (enam puluh) bulan dan denda
paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus
Gubernur, Bupati dan Wakil
juta rupiah) dan paling banyak Bupati, serta Walikota dan
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Wakil Walikota
 Pasal 228
 (1) Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun
pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
 (2) Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Partai Politik yang bersangkutan dilarang
mengajukan calon pada periode berikutnya.
 (3) Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
 (4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan
kepada Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses
pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
 UU No 1 Tahun 2015 Jo UU No 8 Tahun 2015  UU No 7 Tahun 2017
jo UU No 10 Tahun 2016
 Ada norma larangan memberi dan
 Ada norma larangan memberi dan
menerima “mahar politik”/ candidacy
menerima “mahar politik”/ candidacy buying
buying
 Tidak ada ketentuan pidana atas “mahar
 Ada ketentuan pidana atas “mahar politik”/
politik”/ candidacy buying
candidacy buying
 Ada sanksi administratif:
 Ada sanksi administratif:
 1) Partai Politik yang bersangkutan dilarang
 1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik
mengajukan calon pada periode
yang bersangkutan dilarang mengajukan berikutnya;
calon pada periode berikutnya di daerah
yang sama.  2) tidak ada sanksi administratif bagi
pasangan calon yang menerima
 2) penetapan sebagai calon, calon terpilih,
atau sebagai Gubernur, Bupati, atau  Putusan Pengadilan berkekuatan tetap 
Walikota dibatalkan. diikuti sanksi sanksi administratif
 Putusan Pengadilan berkekuatan tetap   Putusan BHT atas apa ? Perkara pidana nya?
diikuti sanksi sanksi administratif
 TIDAK ADA KETENTUAN PIDANA nya
 Putusan BHT atas apa ? Perkara pidana nya?
 Jadi ??
 Secara sistematis , Ya, perkara pidana BHT
 diikuti sanksi administratif tsb
 www.kpu.go.id
 www.bawaslu.go.id
 dkpp.go.id
 www.mahkamahkonstitusi.go.id
 www.mahkamahagung.go.id

 LSM Kebijakan dan Pemantauan Pemilu


 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM)
 Website  perludem.org

Anda mungkin juga menyukai