Anda di halaman 1dari 33

 (sorotan khusus pada Politik Uang dan Kampanye Hitam)

 Oleh: Prof.Dr,Topo Santoso,SH.MH

 Jakarta, 16 Oktober 2018


PEMILIHAN KEPALA
PEMILU DAERAH
• UU NO 7 TAHUN 2017 tentang
Pemilihan Umum  UU No 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Perpu No 1 Tahun 2014
• Merupakan penggabungan dari 3 tentang Pemilihan Gubernur,
UU di bidang Pemilu, yaitu:
Bupati, dan Walikota menjadi
• 1. UU Pemilihan Presiden (UU No Undang-Undang sebagaimana
42 Tahun 2008) diubah dengan UU No. 8 Tahun
• 2. UU Pemilihan DPR,DPD dan 2015 dan UU No 10 Tahun 2016
DPRD (UU No. 8 Tahun 2012)
• 3. UU Penyelenggara Pemilu (UU
No 15 Tahun 2011)
 Peraturan Komisi Pemilihan
Umum
 Peraturan Badan Pengawas
Pemilihan Umum
 Peraturan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu
 Peraturan Mahkamah Konstitusi
 Peraturan Mahkamah Agung
 Tindak pidana Pemilu  Tindak pidana pemilu adalah
tindakan/perbuatan (aktif/ pasif)
 pelanggaran terhadap ketentuan
yang melanggar ketentuan dalam
pidana Pemilu yang diatur dalam tahapan-tahapan penyelenggaran
UU yang penyelesaiannya pemilu yang diancam dengan
dilaksanakan melalui pengadilan sanksi pidana dalam undang-
dalam lingkungan peradilan umum undang Pemilu
 (Dalam UU No 8 Tahun 2012
tentang Pemilu Anggota
DPR,DPD,DPRD)
 (Catatan: Dalam UU NO 7 Tahun  (Menurut Topo Santoso, 2017)
2017 tidak ada definisi TP Pemilu)
 Tindak pidana pemilihan adalah
 Tindak pidana Pemilihan
tindakan/perbuatan (aktif/ pasif) yang
merupakan pelanggaran atau melanggar ketentuan dalam tahapan-
kejahatan terhadap ketentuan tahapan penyelenggaran pemilihan
Pemilihan sebagaimana yang diancam dengan sanksi pidana
diatur dalam Undang- dalam undang-undang pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati
Undang ini. dan wakil bupati serta walikota dan
wakil walikota

 (Pasal 145 UU NO. 1 TAHUN


2015)  (Menurut Topo Santoso, 2017)
 Kampanye Pemilu adalah

 kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk oleh peserta pemilu
 untuk meyakinkan Pemilih
 dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
 (1) Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat
dan dilaksanakan secara bertanggung jawab
 (21 Kampanye Pemilu dilaksanakan secara serentak antara kampanye Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dengan kampanye Pemilu anggota DPR, DPD,
dan DPRD.
 (1) Materi kampanye meliputi:
 a. visi, misi, dan program Pasangan Calon untuk Kampanye Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden;
 b. visi, misi, dan program partai politik untuk partai politik Peserta Pemilu
yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan
anggota DPRD kabupaten/kota; dan
 c, visi, misi, dan program yang bersangkutan untuk kampanye Perseorangan
yang dilaksanakan oleh calon anggota DPD.
 (2) Dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi
penyebarluasan materi kampanye Pemilu Presiden dan Wakit Presiden yang
meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon melalui laman KPU dan
lembaga penyiaran publik.
 (1) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 dapat dilakukan melalui:

 a. pertemuan terbatas;

 b. pertemuan tatap muka;

 c. penyebaran bahan kampanye Pemilu kepada umum;

 d. pemasangan alat peraga di tempat umum;

 e. media sosial;

 f. iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet;

 g. rapat umum;

 h.debat Pasangan Calon tentang materi kampanye Pasangan Calon; dan

 i. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye , Pemilu dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 (2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf f, dan huruf h difasilitasi KPU,
yang dapat didanai oleh APBN.
 (1)  Kampanye Pemilu sebagaimana  (2)  Kampanye Pemilu
dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
 pasal 275 ayat (1)
 pasal 275 ayat (l)
 huruf a,
 huruf f dan
 huruf b,

 huruf c, dan
 huruf g

 huruf d  dilaksanakan selama 2l (dua puluh


 dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah
satu) hari dan berakhir sampai
ditetapkan Daftar Calon Tetap anggota dengan dimulainya Masa Tenang.
DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/Kota untuk pemilu anggota
DPR, DPD, dan DPRD serta Pasangan
Calon untuk pemilu presiden dan Wakil
Presiden sampai dengan dimulainya Masa
Tenang.
 a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Tahun
1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
 b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
 c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan,
calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
 d. menghasut dan mengadu domba perseorangan
ataupun masyarakat;
 e. mengganggu ketertiban umum;
 f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota
masyarakat, dan/atau peserta Pemilu yang lain;
 g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye
Peserta Pemilu;
 h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan;
 i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut
selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta
 Transactional Politics is pragmatic; it is about the best that any particular
political constituency can achieve in the here and now, given current electoral
and other political realities.
 Politik dagang, ada yang menjual ada yang membeli. Semua membutuhkan
alat pembayaran yang ditentukan bersama, misalnya uang/ materi yang
ditentukan besarnya berapa.
 Pada politik transaksional peran individu dominan, dan tidak terkait dengan
peraturan dan sistem
 Pergerakan yang sifatnya pragmatis, berada di luar peraturan
 Bentuk transaksi atau perjanjian antar dua pihak yang saling mempunyai
kebutuhan terutama pada praktik politik
 Bagaimana dengan kesepakatan partai-partai koalisi tentang pembagian kursi kabinet dan
jabatan-jabatan lainnya?
 Etika ?

 Hukum?

 Politik?

 Bagaimana dengan kesepakatan untuk mencalonkan kandidat yang disertai imbalan ?


Mengingat syarat pencalonan yang ketat
 Etika?

 Hukum?

 Politik ?

 SEBAGIAN DARI ASPEK POLITIK TRANSAKSIONAL SUDAH MASUK


PERSOALAN HUKUM, BISA HUKUM ADMINISTRASI PEMILU ATAU HUKUM
PIDANA PEMILU
Negative campaign Black Campaign
 Negative campaign works by  Black campaign is slandering one’s
opponent through false or unproven
pointing out weaknesses and accusations or through matters which are
mistakes of one’s opponent irrelevant to his/her capabilities as a leader
 Kampanye negatif dilakukan  Kampanye hitam adalah menuduh pihak
dengan menunjukkan kelemahan lawan politik dengan tuduhan palsu/ belum
terbukti atau melalui hal-hal yang tidak
dan kesalahan pihak lawan relevan terkait dengan kapasitasnya sebagai
politiknya pemimpin
  Contoh   Contoh

 Mengungkap kekurang fahaman kandidat  Menuduh seseorang tidak pantas memimpin


lain tentang masalah tertentu atau tentang karena dia korupsi atau karena dasar
keputusan yang dibuatnya yang menjadikan etnis/agamanya
kondisi lebih buruk
Negative Campaign Black Campaign

 Legal (sah), sesuai hukum, tidak  Illegal (tidak sah), tidak sesuai
melawan hukum, hukum, melawan hukum
 Berguna untuk membantu pemilih  Unethical/ tidak etis
dalam membuat keputusannya
 Seringkali kampanye bertujuan menyerang kandidat lainnya dengan berbagai
modus.
 Kampanye dengan isu negatif semacam itu kian marak mewarnai Pemilu.
 Menurut David A.M. Peterson dan Paul D. Djupe (2005) , kampanye
semacam itu biasanya dimulai begitu pengumuman pencalonan dan akan
sampai pada puncaknya pada hari pemilihan.
 Bentuk kampanye negatif pada intinya adalah segala hal terkait upaya
kandidat atau pendukung tertentu menyerang kandidat lain.
 Apa saja bentuk serangan tersebut, baik berupa kritik maupun serangan
terhadap aspek pribadi dari kandidat lain adalah kampanye negatif.
 Terdapat kekhawatiran yang besar terkait kampanye politik negatif (negative
political campaign), terutama terhadap efek merugikannya bagi sistem politik
(Richard R. Lau, Sigelmen, Rovner, 2007)
 Pemilu cenderung telah beralih dari pertarungan program menjadi pertarungan
mencari kelemahan “lawan”.
 Kampanye negatif terhadap figur-figur politik tertentu untuk mengurangi
“nilai jual politiknya” merupakan sesuatu yang sejak lama ada.
 Namun tentu saja modus pelaksanaannya berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.
 Saat ini modus kampanye negatif kian beragam dengan hadirnya media-media
elektronik dan sosial yang dapat diakses dan disebarkan oleh masyarakat
dengan menggunakan berbagai aplikasi jaringan internet.
 Kampanye negatif (negative campaign) merupakan salah satu kampanye yang
menyerang lawan politik dengan menggunakan fakta-fakta yang benar terkait
lawan yang akan menurunkan kredibilitas calon di mata pemilih.
 Sedangkan kampanye hitam merupakan kampanye menyerang kandidat
tertentu dengan fakta-fakta yang palsu atau belum terbukti atau tidak
diketahui kebenarannya.
 Bagi pihak lawan menyebarkan kampanye hitam bertujuan mempengaruhi
perspektif atau pun menciptakan prasangka pemilih terhadap kandidat tertentu
sehingga dapat mempengaruhi popularitasnya di mata pemilih yang
berkorelasi dengan tingkat keterpilihan.
 Kampanye negatif dan kampanye hitam, di dalam literatur dapat digolongkan
menurut tiga tipe, yakni : (1) jujur (fair), (2) palsu (false), dan (3) menipu
(deceptive).
 1) fair  kampanye tersebut dimanifestasikan melalui fakta-fakta negatif,
perilaku, serta catatan karier kandidat lawan  Kampanye negatif
 2) false  Kampanye lebih menitikberatkan pada penyebaran informasi
bohong/tidak benar terkait kandidat lawan  Kampanye Hitam
 3) deceptive  kampanye yang cenderung menyesatkan dan mendistorsi
kebenaran tentang calon lawan  Kampanye hitam
 Setiap pelaksana, peserta, dan/atau Pasal 280 (1) J
tim Kampanye Pemilu
 dengan sengaja
(1)Pelaksana, Peserta, dan Tim
 menjanjikan atau memberikan Kampanye Pemilu dilarang:
uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada peserta Kampanye a…..
Pemilu secara langsung ataupun b.....
tidak langsung
c....
 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 280 ayat (1) huruf j d....

j. Menjanjikan atau memberikan


uang atau materi lainnya kepada
peserta Kampanye Pemilu
 Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu
 dengan sengaja
 Pada masa tenang
 menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada
Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2)
Pasal 523 (3) UU NO 7/2017 Pasal 515 UU NO 7/2017

 Setiap orang  Setiap orang

 dengan sengaja
 dengan sengaja
 pada saat pemungutan suara
 pada hari pemungutan suara
 menjanjikan atau memberikan uang atau
 menjanjikan atau memberikan materi lainnya Kepada Pemilih
uang atau materi lainnya kepada  supaya tidak menggunakan hak pilihnya
Pemilih atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara
 untuk tidak menggunakan hak tertentu sehingga surat suaranya tidak sah
pilihnya atau memilih Peserta
Pemilu tertentu
 HAMPIR MIRIP, TAPI ADA BEBERAPA PERBEDAAN dalam hal“POLITIK UANG”
antara UU PEMILU dan UU Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, Walikota dan Wakil Walikota
 “POLITIK UANG” di UU Pemilu dipisahkan dalam 3 hal yakni:

- (1) pada saat kampanye (Pasal 523 ayat 1)

- (2) pada masa tenang; dan (Pasal 523 ayat 2)

- (3 a) pada hari pemungutan suara (Pasal 523 ayat 3)

- (3 b) Pada saat pemungutan suara (Pasal 515)

 sementara dalam UU Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
Walikota dan Wakil Walikota “POLITIK UANG” diatur secara umum, tidak dipisahkan
ke dalam 3 waktu tersebut
 Dalam PEMILU (Presiden dan Wakil Presiden, DPR,DPD dan DPRD) tidak ada ancaman
pidana bagi PENERIMA janji atau pemberian uang atau materi lainnya. BERBEDA
dengan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan
Wakil Walikota dimana pemberi dan penerima menjadi subyek tindak pidana
 Unsur SETIAP ORANG artinya siapa saja, pribadi kodrati, bagaimana jika
korporasi (?), dalam pemilu unsur setiap orang tidak dibatasi hanya pada
calon, pengurus partai politik, pelaksana kampanye. Tapi ada konsekuensi
lebih berat jika dilakukan oleh Calon karena bisa dibatalkan pencalonannya
jika terbukti (Lihat Pasal 73)
 Dalam praktik Calon/ Pasangan Calon mungkin tidak melakukan sendiri tetapi
menggerakkan orang lain  Maka, persoalan PENYERTAAN Delik jadi
sangat penting, agar tidak hanya pelaksana fisik/ materiil yang dituntut
 Unsur DENGAN SENGAJA (Opzet/dolus),
 Unsur MENJANJIKAN ATAU MEMBERIKAN UANG ATAU MATERI LAINNYA SEBAGAI
IMBALAN KEPADA PESERTA KAMPANYE PEMILU SECARA LANGSUNG ATAUPUN
TIDAK LANGSUNG 
 Unsur MENJANJIKAN ATAU MEMBERIKAN UANG ATAU MATERI LAINNYA 
menjanjikan bisa dilakukan melalui perkataan atau tulisan, janji untuk diberikan uang atau materi,
artinya ada tenggang waktu antara perkataan/ tulisan itu dengan pemberian uang/materi. Tidak
ditentukan berapa lama tenggang waktunya.
 Unsur MEMBERIKAN berarti langsung diberi pada saat itu juga, atau pada saat kampanye
berlangsung
 Unsur UANG  cukup jelas, tapi pertanyaanya, berapa batasan besarnya UANG itu ? Apakah ada
batasan? Atau tidak ada batasan? Bagaimana jika pemberian uang itu dibungkus dengan QUIS
atau Permainan? Bagaimana jika diberikan UANG untuk transport dan makan peserta kampanye?
Apakah termasuk yang dilarang?
 Unsur MATERI LAINNYA  ini sangat luas, harus ada pembatasan, sebab jika tidak maka
semua hal yang diperlukan dalam kampanye bisa dianggap MATERI LAINNYA untuk “politik
uang”. Apakah pemberian kaus, topi dan atribut kampanye lainnya, cinderamata kampanye juga
termasuk MATERI LAINNYA yang juga dilarang dalam Pasal ini?
 Unsur SECARA LANGSUNG ATAUPUN TIDAK LANGSUNG 

- dalam praktik janji atau pemberian uang atau materi itu juga bisa dilakukan
melalui perantara, artinya bukan calon atau pasangan calon sendiri yang
melakukan atau bukan anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan,
tetapi melalui perantara orang lain.
- Jadi di sini, pelaku fisik maupun yang menggerakkan dapat dipidana. Tapi jika
pelaku fisik tidak tahu apa yang diberikan dan untuk apa diberikan, dia dapat
dipandang sebagai alat belaka (manus ministra) dan tidak dipidana.
- JADI PENTING MEMERHATIKAN KETENTUAN PENYERTAAN
(menyuruh/ doen plegen, uitloking/ menggerakkan/membujuk,
- Unsur KEPADA PESERTA KAMPANYE  janji atau pemberian uang atau
materi ditujukan kepada peserta kampanye, bukan pihak lainnya
 Pasal 278 (2) UU No 7 Tahun 2017
 Unsur SETIAP PELAKSANA, PESERTA,
DAN/ATAU TIM KAMPANYE PEMILU  (1) Masa tenang … berlangsung selama 3 hari
 subyeknya limitatif  (2) Selama masa tenang sebagaimana dimaksud
 Unsur DENGAN SENGAJA (sudah dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan/atau tim
kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dijelaskan di atas) dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan
kepada Pemilih untuk:
 Unsur PADA MASA TENANG  Lihat
Pasal 278 ayat (1) dan PKPU terkait  a. tidak menggunakan hak pilihnya;

 Unsur MENJANJIKAN ATAU  b. memilih Pasangan Calon;


MEMBERIKAN IMBALAN UANG  c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
ATAU MATERI LAINNYA KEPADA
 d. memilih calon anggota DPR,DPRD Provinsi, dan
PEMILIH SECARA LANGSUNG
ATAUPUN TIDAK LANGSUNG  sudah DPRD kabupaten/kota tertentu; dan/atau
dibahas di atas
 e. memilih calon anggota DPD tertentu
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278
ayat (2)
 Unsur SUPAYA TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA ATAU MEMILIH PESERTA
PEMILU TERTENTU ATAU MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA DENGAN CARA
TERTENTU SEHINGGA SURAT SUARANYA TIDAK SAH 
- jadi janji atau pemberian uang atau materi lainnya tadi adalah:

- “ supaya tidak menggunakan hak pilihnya”  jadi pemberian uang atau materi lainnya agar orang
menjadi GOLPUT juga dipidana sesuai ketentuan ini
- “menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah “ 
jadi pemberian uang atau materi lainnya agar orang menjadi GOLPUT juga dipidana sesuai
ketentuan ini
- “memilih peserta pemilu tertentu”  janji atau pemberian uang atau materi itu untuk
memengaruhi agar pemilih memilih calon tertentu (Partai Politik tertentu, pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden tertentu, calon DPR, DPD atau DPRD tertentu)
 Unsur PADA HARI PEMUNGUTAN SUARA  berarti pada hari
dilaksanakannya pemungutan suara, tidak dibatasi pada saat pemungutan suara
di TPS, tetapi pada hari H pemungutan suara, tetapi logika nya, sebelum
pemungutan suara
 Unsur PADA SAAT PEMUNGUTAN SUARA  saat pemungutan suara
lebih sempit yakni saat dilakukannya proses pemungutan suara
 (1)  Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun
pada proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
 (2)  Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang
mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
 (3)  Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
 (4)  Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan
Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
 (5)  Dalam hal putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menyatakan
setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur, Bupati,
atau Walikota maka penetapan sebagai calon, calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Bupati, atau
Walikota dibatalkan.
 Imbalan  Mahar

 Upah sebagai pembalasan jasa,  mahar atau mas kawin adalah harta yang
honorarium diberikan oleh pihak mempelai laki-laki
(atau keluarganya) kepada mempelai
 Balasan (berupa pujian, perempuan (atau keluarganya) pada saat
hukuman, dsb) atas tindakan pernikahan
yang dilakukan  bentuk lain dari transaksi jual beli sebagai
kompensasi atas kerugian yang diderita
pihak keluarga perempuan karena kehilangan
beberapa hal
 Pengganti kata biaya atas kompensasi
terhadap proses pengajaran ilmu atau
kesaktian dari seorang guru kepada orang
lain

Anda mungkin juga menyukai