Anda di halaman 1dari 40

STRATEGI PENGAWASAN PRA MASA

KAMPANYE PEMILU 2024

OLEH
EDI WINARNO, S.Hut
Dasar Hukum
• UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
• PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang Tahapan & Jadwal
Pemilu
• Perbawaslu No. 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Kampanye Pemilu
• Perbawaslu 5 Th 2022 tentang Pengawasan
Penyelenggaraan Pemilihan Umum
Pengertian Kampanye
• Kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta
Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi,
program, dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
• Citra Diri adalah setiap alat peraga atau materi lainnya yang
mengandung unsur logo dan/atau gambar serta nomor urut Peserta
Pemilu.
Pelaksana dan Tim Kampanye
• Pelaksana Kampanye adalah pihak yang
ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk
melakukan kegiatan Kampanye.
• Tim Kampanye adalah tim yang dibentuk oleh
Pasangan Calon bersama-sama dengan Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik yang
mengusulkan Pasangan Calon, yang
didaftarkan ke KPU dan bertanggung jawab
atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan
Kampanye.
Peserta Pemilu
Peserta Pemilu adalah :
1. Partai politik untuk Pemilu anggota DPR, anggota
DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota,
2. Perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, dan
3. Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik untuk Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
Petugas Kampanye
• Petugas Kampanye adalah seluruh petugas penghubung
Peserta Pemilu dengan KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota yang memfasilitasi penyelenggaraan
Kampanye yang dibentuk oleh Pelaksana Kampanye dan
didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
sesuai dengan tingkatannya.
Peserta Kampanye
• Peserta Kampanye adalah anggota
masyarakat atau Warga Negara Indonesia
yang memenuhi syarat sebagai Pemilih.
Juru Kampanye
• Juru Kampanye adalah orang seorang atau
kelompok yang ditunjuk untuk menyampaikan
visi, misi, program, dan/atau Citra Diri Peserta
Pemilu yang dibentuk oleh Tim Kampanye dan
didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.
Organisasi Penyelenggara Kegiatan
• Organisasi Penyelenggara Kegiatan adalah
organisasi yang berbentuk badan hukum yang
ditunjuk oleh Peserta Pemilu, didirikan dan
dikelola oleh Warga Negara Indonesia serta
tunduk kepada hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Alat Peraga, Bahan dan Iklan Kampanye
• Alat Peraga Kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi,
program, dan informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar Peserta
Pemilu, yang dipasang untuk keperluan kampanye yang bertujuan untuk mengajak
orang memilih Peserta Pemilu tertentu.
• Bahan Kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi,
program, dan/atau informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar
yang disebar untuk keperluan Kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih
Peserta Pemilu tertentu.
• Iklan Kampanye adalah penyampaian pesan Kampanye melalui media cetak, elektronik,
dan internet berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara,
debat, dan bentuk lainnya yang dimaksudkan untuk memperkenalkan Peserta Pemilu
atau meyakinkan Pemilih memberi dukungan kepada Peserta Pemilu.
Larangan dalam Kampanye meliputi:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau
Peserta Pemilu lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota
masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
Larangan dalam Kampanye meliputi:
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye
Peserta Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan
tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau
atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta
Pemilu yang bersangkutan; dan
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
kepada Peserta Kampanye.
Metode Kampanye :
1. pertemuan terbatas;
2. pertemuan tatap muka;
3. penyebaran Bahan Kampanye Pemilu kepada umum;
4. pemasangan Alat Peraga Kampanye di tempat umum;
5. Media Sosial;
6. iklan media massa cetak, elektronik, dan internet;
7. rapat umum;
8. debat Pasangan Calon; dan
9. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadwal Kampanye :
• Masa Kampanye 28 November 2023 – 10 Februari 2024
• 34 hari (Tahun 2023) + 41 hari (Tahun 2024) = 75 hari kampanye
• Penetapan Peserta Pemilu 14 Desember 2022
• Masa Pra Kampanye :17 hari (Tahun 2022) + 331 hari (Tahun 2023)
• Jadi Jumlah Hari Pra Kampanye = 348 hari kalender. (11 bulan
lebih)
Potensi Pelanggaran Pra Kampanye :
• Perkembangan era digital yang mendorong perubahan modus dan
varian model kampanye dalam Pemilu 2024.
• Misalnya, peserta kampanye Pemilu 2024 bisa saja memanfaatkan
perkembangan teknologi untuk melakukan pelanggaran, seperti
politik uang yang tidak lagi dilakukan secara fisik tetapi berganti
lewat transfer bank secara daring.
• Kampanye di luar jadwal
Tugas Bawaslu Pada Masa Pra Kampanye :
1. Bawaslu memastikan Partai Politik yang telah ditetapkan
sebagai Peserta Pemilu tidak melakukan Kampanye
sebelum dimulainya masa Kampanye.
2. Bawaslu memastikan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melakukan sosialisasi dan pendidikan politik
di internal Partai Politik dengan metode:
a. pemasangan bendera Partai Politik dan nomor
urutnya; dan
b. pertemuan terbatas dengan memberitahukan secara
tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1
(satu) Hari sebelum kegiatan dilaksanakan.
(Pasal 21 Perbawaslu No. 28 Tahun 2018 )
Panwascam melakukan pengawasan terhadap:
a) Tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain yang
meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara, dan
daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di
setiap TPS;
5. Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK;
6. pengawasan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan;
7. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS dan PPK;
dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu
lanjutan, dan Pemilu susulan;
Panwascam melakukan pengawasan terhadap:
b) pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Pengawas Pemilu;
c) netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu di
wilayahkecamatan;
d) Pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah kabupaten/kota, yang terdiri atas:
1. putusan DKPP;
2. putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;
3. putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi,dan Bawaslu Kabupaten/
Kota;
4. keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPUKabupaten/Kota; dan
5. keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur
sipil negara ,netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia; dan
e) pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu.
Bimtek dan Pelatihan SDM
• Meningkatkan kapasitas sumber daya pengawas yang mampu
mengikuti perubahan modus dan model varian kampanye untuk
mencegah terjadinya beragam bentuk pelanggaran. Misalnya :
setiap pengawas melek teknologi informasi.
Strategi Pengawasan Pra Kampanye
a. Pencegahan terhadap potensi pelanggaran dengan
melakukan tindakan, langkah-langkah, dan upaya
optimal mencegah secara dini terhadap potensi
pelanggaran dan/atau indikasi awal pelanggaran; dan
b. Penindakan terhadap dugaan pelanggaran dengan
melakukan tindakan penanganan secara cepat dan
tepat terhadap temuan dan/atau laporan dugaan
pelanggaran Pemilu.
Langkah2 Pengawasan Pra Kampanye
a. penyusunan standar tata laksana pengawasan;
b. penyusunan peta kerawanan;
c. menentukan fokus pengawasan Pra Kampanye;
d. melakukan koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku
kepentingan terkait (libatkan juga ToMas, ToGa, ToDat);
e. pengawasan langsung;
f. investigasi; dan
g. pengawasan partisipatif.
Pengawasan Partisipatif
• Program pengawasan berbasis partisipatif yang
digelorakan oleh Bawaslu merupakan salah satu ikhtiar
untuk membumikan pengawasan.
• Dalam pelaksanaannya, program pengawasan partisipatif
juga mengikuti perkembangan zaman dan disesuaikan
dengan kebudayaan masyarakat, seperti adanya forum
warga, pengawasan media social, mengajak
kampus/sekolah ikut melakukan pengawasan.
Pengawasan Partisipatif
• Pada intinya, pengawasan partisipatif merupakan
program yang melibatkan masyarakat secara luas.
• Bawaslu dengan program pengawasan partisipatif ini
menjadi lembaga yang aktif dalam berinteraksi dengan
masyarakat, sehingga ada jalinan emosional masyarakat
dengan Bawaslu, sehingga produk akhirnya diharapkan
tercipta pemilu yang bersih.
Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):
• Pertama, melakukan pendidikan pemilih.
• Kedua, melakukan sosialisasi tata cara setiap tahapan
Pemilu.
• Ketiga, melakukan pemantauan atas setiap tahapan
Pemilu dan menyampaikan penilaian atas Pemilu
berdasarkan hasil pemantauan.
• Keempat, melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu baik
pelanggaran Kode Etik Penyelenggara pemilu maupun
pelanggaran ketentuan administrasi Pemilu dan
pelanggaran ketentuan Pidana Pemilu.
Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):
• Kelima, mendaftarkan diri sebagai pemilih dan mengajak
pihak lain untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih
(termasuk mengecek nama sendiri dan anggota keluarga
lain dalam Daftar Pemilih Sementara).
• Keenam, menjadi peserta kampanye Pemilu (mendukung
peserta Pemilu tertentu dan/atau mengkritik peserta
Pemilu lainnya).
• Ketujuh, memberikan suara pada hari pemungutan suara,
menyaksikan proses penghitungan suara di TPS, menjadi
Saksi yang mewakili Peserta Pemilu, dan/atau menjadi
anggota KPPS/PPS/PPK.
Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):
• Kedelapan, ikut berperan dalam proses
pemberitaan tentang Pemilu di media cetak atau
proses penyiaran tentang Pemilu di media
elektronik.
• Kesembilan, ikut berperan dalam Lembaga Survey
yang melaksanakan proses penelitian tentang
Pemilu dan penyebar luasan hasil penelitian
kepada masyarakat umum.
Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):
• Kesepuluh, ikut serta dalam proses Penghitungan
Cepat (Quick Count) atas hasil Pemilu di TPS dan
menyebar-luaskan hasilnya kepada masyarakat.
• Kesebelas, menjadi relawan untuk memastikan
integritas hasil Pemilu dengan merekam dan
menyebar-luaskan hasil perhitungan suara di TPS
kepada masyarakat melalui berbagai media yang
tersedia.
Sanksi Pidana Kampanye Di Luar Jadwal
• Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk
setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). (Pasal 492)
Kasus Kampanye Di Luar Jadwal
• iklan kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut
01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, yang dimuat di Harian Media Indonesia,
Rabu (17/10/2018), merupakan bentuk pelanggaran aturan kampanye.
• Pasal 276 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan
KPU (PKPU) nomor 23 tahun 2018.
• Dalam aturan itu disebutkan, iklan di media massa cetak, media massa
elektronik, dan internet dilakasanakan selama 21 hari dan berakhir sampai
dimulainya masa tenang, dari 23 Maret 2019 sampai 13 April 2019.
• Iklan tersebut dimuat dalam harian Media Indonesia yang terbit Rabu
(17/10/2018). Dalam iklan tersebut, tertulis 'Jokowi-Ma'ruf Amin untuk
Indonesia', dengan gambar Jokowi dan Ma'ruf disertai angka 01 sebagai nomor
urut pasangan calon.
• https
://nasional.kompas.com/read/2018/11/08/15261851/bawaslu-keukeuh-kampa
nye-di-luar-jadwal-adalah-bentuk-pelanggaran
Pengaturan Politik Uang
• Pasal 523 ayat (1) berbunyi: setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu
yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,OO (dua puluh
empat juta rupiah).
• Pasal 523 ayat (2) berbunyi: Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu
yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang
atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan
juta rupiah).
• Pasal 523 ayat (3) berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan
suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk
tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah)
Pengaturan Politik Uang
Pengaturan politik uang dalam Pasal 523 ayat (1) s/d ayat (3) adalah sebagai berikut:
• PERTAMA, ayat (1) dilakukan pada saat kampanye, ayat (2), pada masa tenang dan ayat (3)
pada saat pemungutan suara berlangsung.
• KEDUA, relatif ada kesamaan elemen tindak pidana politik uang dalam Pemilu baik pada
ayat (1), (2) dan ayat (3) yakni elemen actus reus (perbuatan pidana) dan mens rea
(kesalahan).
• KETIGA, elemen actus reus pada ayat (1), meliputi: a) menjanjikan. b) memberikan uang
atau materi lainnya. c) sebagai imbalan karena ikut sebagai peserta kampanye Pemilu. d)
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan elemen mens rea,
atau schuld menggunakan kesalahan yang berbentuk kesengajaan melalui frasa “dengan
sengaja”.
• KEEMPAT, pada ayat (2) elemen actus reus terdiri atas: a) pada masa tenang. b)
memberikan atau menjanjikan imbalan uang atau materi lainnya. c) kepada pemilih. d)
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan elemen mens rea
menggunakan frasa “dengan sengaja”.
• KELIMA, pada ayat (3) elemen actus reus terdiri atas: a) setiap orang. b) menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya. c) kepada pemilih agar tidak menggunakan hak
pilihnya atau untuk memilih peserta tertentu.
Pengaturan Politik Uang
• KEENAM, pada ayat (1) dan (2) pasal a quo, diatur adresat (subyek hukum yang
dituju oleh aturan) khusus tindak pidana yakni kepada setiap pelaksana, peserta,
dan/atau tim kampanye Pemilu. Sedangkan pada ayat (3) ditujukan kepada siapa saja
yang melakukan tindak pidana politik uang pada saat pemungutan suara dilakukan.
Hal ini dapat ditandai dari penggunaan elemen: setiap orang.
• KETUJUH, ada perbedaan ancaman pidana penjara. Pada ayat (1) ancaman pidana
penjara adalah 2 tahun, pada ayat (2) selama 4 tahun, sedangkan pada ayat (3)
adalah 3 tahun. Intinya adalah pembentuk UU menghukum pelaku tindak pidana
politik uang lebih berat pada masa tenang, ketimbang pada saat pemungutan suara
atau pada saat kampanye dilaksanakan. Demikian pula mengenai besaran pidana
denda, justru lebih banyak ketika tindak pidana politik uang dilakukan pada saat masa
tenang ketimbang pada masa kampanye atau pada saat pemungutan suara.
Pengaturan Politik Uang
KEDELAPAN, elemen mens rea atau kesalahan dirumuskan secara seragam baik pada ayat (1),
(2) dan (3), yakni berbentuk kesengajaan. Melalui frasa ini maka secara implisit telah
mengadopsi teori kesengajaan (dolus) dalam hukum pidana, dengan segala coraknya baik itu
kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), kesengajaan sebagai kemungkinan
maupun kesengajaan sebagai kepastian atau opzet bij noodzakelijkheids of
zekerheidsbewutszijn (Moeljatno, 2008:190). Atau bahkan juga dolus eventualis atau
kesengajaan bersyarat (Hiariej, 2016:175). Dengan demikian, agar seseorang dapat dipidana
menurut pasal tersebut, maka kesalahannya (schuld) harus berbentuk kesengajaan, tidak
boleh kealpaan (culpa) baik itu culpa lata atau kealpaan yang memberatkan, maupun culpa
levis atau kealpaan yang meringankan (Moeljatno, 2008:219).
KESEMBILAN, mengenai sanksi pidana yang diancamkan kepada pelaku tindak pidana. Pasal
tersebut, menggunakan ancaman pidana maksimum. Hal ini sama dengan pengaturan
ancaman pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara teori, ancaman
pidana yang demikian sering disebut sebagai sistem indefinite sentence adalah sistem yang
mana setiap tindak pidana ditetapkan bobot atau kualitasnya sendiri-sendiri yaitu dengan
menetapkan ancaman pidana minimum dan maksimum dari setiap tindak pidana (Arief,
2010:132). Secara doktrinal hal ini bertalian dengan strafmaat atau berat ringannya sanksi
pidana (Bemmelen, 1987:81).
Pencegahan Politik Uang
Menurut Dennis Chapman bahwa ada 2 cara untuk mencegah terjadinya tindak pidana yakni
:
• PERTAMA, mencari faktor pendorong terjadinya tindak pidana.
• Untuk itu ada 2 hal yang harus diperhatikan.
1. Pertama, melalui sistem abolisionistik yakni menghilangkan faktor-faktor yang
menjadi pendorong terjadinya kejahatan.
2. Kedua, melalui sistem moralistik yakni pencegahan melalui siraman rohani
keagamaan. Sistem ini akan memperkuat nilai-nilai moral sehingga diharapkan
mampu menekan naluri jahat manusia (Black, 2011:109).
• KEDUA, mengoptimalkan penegakan hukum (Dirdjosisworo, 1984:140). Pendapat senada
dikemukakan oleh Walter C. Reckless, bahwa ada 5 hal yang dibutuhkan guna mencegah
terjadinya kejahatan. Pertama, sistem dan organisasi kepolisian yang baik. Kedua,
pelaksanaan peradilan yang efektif. Ketiga, hukum yang berwibawa. Keempat,
pengawasan dan pencegahan kejahatan yang terkoordinir. Kelima, partisipasi masyarakat
dalam usaha penanggulangan kejahatan (Dirdjosisworo, 1984:11)
Pencegahan Politik Uang
• Pertama, diperlukan regulasi Pemilu yang jelas (lex certa) dan tegas (lex
stricta)2 dalam mengatur rumusan tindak pidana politik uang termasuk
sanksi pidananya yang juga harus maksimal. Tidak bisa lagi menggunakan
model pengaturan yang konvensional seperti dalam UU Pemilu sekarang
ini yang masih menggunakan perspektif KUHP. Hal yang perlu ditegaskan
adalah sanksi pidana harus mampu memberikan efek jera (deterrence
effect) melalui strafmaat yang berbentuk indeterminate sentence.
• Kedua, dibutuhkan aparat penegakan hukum yang berintegritas, memiliki
kredibilitas dan komitmen dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya. Dalam konteks itu, Sentra Gakumdu sebagai dapur
pengendali proses tindak pidana politik uang tidak boleh terinfeksi oleh
virus-virus korupsi seperti suap menyuap atau perbuatan culas lainnya.
• Ketiga, bertalian dengan poin kedua, peradilan tindak pidana politik uang
haruslah dilaksanakan dengan prinsip due process of law yang bercirikan
peradilan fair, objektif, cepat dan sederhana. Pada titik inilah penegakan
Pencegahan Politik Uang
• Keempat, penyelenggara Pemilu terutama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus
ditempatkan tidak hanya sebagai mitra Komisi Pemilihan Umum (KPU) semata tetapi juga
sebagai mitra masyarakat. Bawaslu tidak bisa menjadi organ eksklusif dalam melakukan
pengawasan tetapi harus mampu menyatu dengan lingkungan masyarakat sekitar
sehingga potensi-potensi terjadinya politik uang dapat diprediksi dari jauh hari dan dapat
dicegah sedini mungkin. Untuk itu diperlukan pula komisioner Bawaslu yang dapat
menjaga integritasnya agar tak mudah dibeli oleh penjahat demokrasi.
• Kelima, KPU harus bisa semaksimal mungkin memberi edukasi politik kepada masyarakat
dengan menggandeng partai politik untuk mencerdaskan masyarakat dalam hal
pencegahan tindak pidana politik uang. Cara-cara pendidikan politik selama ini yang
terkesan formalistis perlu diubah. Masyarakat sebagai subjek sekaligus objek dalam
Pemilu perlu dibuatkan pendekatan khusus, seperti: Pendekatan tersier. Dalam konteks
itu, masyarakat dapat disehatkan pikirannya sehingga mereka mampu menyadari bahwa
demokrasi yang sehat hanya akan lahir dari pikiran masyarakat yang sehat yang pada
ujungnya akan melahirkan pemimpin yang sehat dari korupsi. Masyarakat harus ada rasa
memiliki atas daerah atau negaranya sehingga tidak mudah dibujuk dalam perilaku
transaksional dan koruptif – ini yang disebut sebagai pendekatan sekunder.
• ( Hariman Satria, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari )
TIPS MENJADI LEBIH BAIK :
• Mencoba untuk Lebih Ramah.
• Mencoba Lebih Peduli pada Orang Sekitar.
• Menikmati Semua Proses dalam Hidup.
• Memupuk Sifat Mudah Memaafkan.
• Berdo’a setiap hari.
• Berbagi atau bersedekahlah.
• Belajar Selalu Bersyukur.
Invite Saya :
• Instagram : ediwinarnokalteng https://www.instagram.com/ediwinarnokalteng
/
• Twiter : @ediwinarnoparay
https://twitter.com/ediwinarnoparay
• FB : Edi Winarno Jua
https://www.facebook.com/edilksi
Dian permana, Kec. Bukit Raya
• Joki coblos . 3x coblos. Petugas TPS bermain
Sri dewi. Kec. Marikit.
Yg punya orgen tunggal musik pns
• Pns dan anggota BPD di atas panggung
• Menjanjikan apakah masuk politik uang
Misrain. Kec.Petak malai
• Panwas Dituntut netral, kampanye masy terkotak2, kita dituntut
mengawasi. Adakah perlindungan sebagai pengawas?
Sekian
&
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai