Anda di halaman 1dari 14

Tinjauan Tindak Pidana Pemilu Dalam Kampanye Berdasarkan Undang-Undang

No. 8 Tahun 2012 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017

Tugas Makalah Perbandingan Hukum Pidana


Dosen Pengampu : Dr. Achmad Sulchan, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Hudiono Reksoprojo
30301800186
hudiono@std.unissula.ac.id

PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)
SEMARANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak ada negara demokratis di era modern dewasa ini yang tidak
menyelenggarakan pemilihan umum dalam mekanisme ketatanegaraannya. Dalam
negara demokrasi pemilu merupakan mekanisme memperbarui perjanjian sosial warga
negara dan pembentukan kelembagaan demokrasi.1
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pemilu menyediakan ruang untuk terjadinya proses “diskusi” antara
pemilih dan calon-calon wakil rakyat, baik sendiri-sendiri maupun melalui partai
politik, tentang bagaimana penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus dilakukan.
Melalui Pemilihan Umum (Pemilu), rakyat memberikan persetujuan siapa pemegang
kekuasaan pemerintahan dan bagaimana menjalankannya. Pemilu diselenggarakan
melalui berbagai tahapan, mulai dari pendataan calon pemilih hingga pelantikan
anggota lembaga yang dipilih. Setiap tahapan harus dilaksanakan sesuai asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Untuk menjamin pelaksanaan pemilu sesuai asas-
asas konstitusional, dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur norma dan
prosedur pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang harus dipatuhi oleh semua pihak.
Berbicara mengenai pemilihan u-mum pasti juga akan berbicara mengenai
penyelenggara pemilu, karena penyelenggara pemilu disini dibentuk untuk menjadi
pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu. Mempersiapkan, mengatur dan
menertibkan pelaksanaan pemilu. Penyelenggara pemilu yang aktif dalam pelaksanaan
pemilu di lapangan yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu). Dimana KPU adalah penyelenggara teknis yang berfungsi sebagai pihak

1
Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, hlm. 22.
yang mempersiapkan segala keperluan untuk terlaksananya pemilu, sedangkan Bawaslu
merupakan penyelenggara pemilu yang lebih berfungsi sebagai pihak yang berfungsi
untuk mengawasi dan menerima laporan dari berbagai jenis pelanggaran yang dilakukan
dalam pelaksanaan tahapan pemilu.
Salah satu mekanisme penting dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)
adalah penyelesaian pelanggaran pemilu. Mekanisme ini diperlukan untuk mengoreksi
jika terjadi pelanggaran atau kesalahan dan memberikan sanksi pada pelaku pelanggaran
sehingga proses Pemilihan Umum (Pemilu) benar-benar dilaksanakan secara demokratis
dan hasilnya mencerminkan kehendak rakyat.2 Pemilu tidak pernah lepas dari intrik-
intrik politik. Sehingga tidak mengherankan di setiap pelaksanaan Pemilu tidak pernah
lepas dari pelanggaran Pemilu baik yang bersifat administrasi, bahkan Tindak Pidana
atau yang lazim disebut tindak pidana pemilu.
Sudah tidak di pungkiri lagi dalam proses pemilu ada yang namnya kampanye
dimana kampanye sekarang ini sangat beragam dan kreatif, akan tetapi di tengah
kreatifitas dan keberagaman kampanye terdapat suatu permasalahan yang biasanya
dilanggar oleh tim kampanye yaitu menggunakan fasilitas ataupun tempat pendidikan
untuk kampanye dimana membuat proses kampanye menjadi sebuah ajang perebutan
kekuasaan dengan menghalalkan segala cara maupun bentuk apapun demi mendapatkan
kekuasaan politik, tanpa memperhatikan situasi maupun tempat yang dalam hal ini
dilarang oleh undang-undang, sehingga hal ini dapat mengotori persaingan politik yang
ada.
Maka dari itu diperlukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu) di setiap tingkatan untuk berperan dalam penanganan
pelanggaran administrasi dengan melakukan pengawasan dan menerima laporan dari
masyarakat.3 Apabila menemukan terjadinya pelanggaran administrasi, Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) akan

2
M. Rusli Karim, Pemilihan Umum Demokratis Kompetitif, Cet I, Tiara Wacana, Yogyakarta,
1991, hlm. 2
3
Ahsanul Minan, 2019, Refleksi Sistem dan Praktek Penegakan Hukum Pemilu di Indonesia,
Jurnal Bawaslu Serial Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019: Perihal Penegakan Hukum
Pemilu, Jakarta: Bawaslu, hlm. 5.
melaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota. Pelanggaran tersebut
harus diputus oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum (KPU)
provinsi, atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota dalam waktu 7 hari
sejak diterimanya laporan dugaan pelanggaran dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
atau Panitia Pengawas Pemilihan.
Dari urain pendahuluan latar belakang di atas maka penulis mengambil judul
tugas makalah Perbandingan Hukum Pidana “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana
Pemilu Dalam Kampanye Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 dan
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan di bahas
dalam makalah ini adalah :
1. Apa itu tindak pidana pemilu kampanye ?
2. Bagimana ketentuan larangan dalam kampanye menurut Undang-Undang
No. 8 Tahun 2012 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017?
3. Bagaimana ketentuan pidana tindak pidana kampanye berdasarkan Undang-
Undang No. 8 Tahun 2012 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Hukum Pidana.
2. Untuk memperluas Ilmu dan wawasan terkait hukum pidana di
Indonesia .
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tindak pidana pemilu kampanye

Kampanye menurut Undang-Undang pasal 1 ayat 26 no. 10 tahun 2008


pengertian kampanye adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta pemilu untuk
meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program yang
ditawarkan oleh calon peserta Pemilu.
Tindak pidana dalam pemilu di Indonesia sudah sangat sering terjadi
mulai dari bentuk dan caranya sangat beragam, secara khusus adalah tindak
pidana dalam kampanye. Kampanye sendiri menurut Rajasundaram, kampanye
adalah pemanfaatan metode komunikasi kepada khalayk umum agar
terkoordinasi dalam waktu tertentu. Kampanye harus ditujukan untuk
mengarahkan kepada masyarakat mengenai permasalahan dan pemecahan
masalah.4
Yang terjadi dalam pemilu-pemilu yang telah terselenggara adalah
banyaknya kasus tim sukses dari masing-masing calon yang menggunakan
fasilitas ataupun tempat pendidikan yang membuat proses kampanye menjadi
sebuah ajang perebutan kekuasaan dengan menghalalkan cara maupun bentuk
apapun demi mendapatkan kekuasaan politik, tanpa memperhatikan situasi
maupun tempat yang dalam hal ini dilarang oleh undang-undang, sehingga hal
ini dapat mengotori persaingan politik yang ada.5 Tindak pidana kampanye
dalam pemilu adalah suatu tindakan yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

4
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-kampanye.html diakses pada tanggal 29
November 2021 pada pukul 19.37 Wib
5
Asnawi, Penegakan Hukum Pelanggaran Pidana Kampanye Pemilu Tahun 2019 Di Banten,
Jurnal Kerta Semarya, Vol. 8 No. 10 Tahun 2020, hal 1667, di akses pada tanggal 29 November 2021
pada pukul 19.55 Wib
Tindak pidana dalam kampanye Pemilu merupakan suatu hal yang sangat
serius harus dipehatikan maupun ditangani oleh penyelenggara pemilu agar
pelaksanaan pemilu oleh peserta dan tim kampanye tetap bermartabat dengan
memperhatikan segala situasi dan tempat yang tidak dilarang oleh undang-
undang dalam melakukan atau melaksanakan kampanye, sehingga memberikan
suatu teladan politik yang baik untuk segala proses politik maupun proses
pemilihan umum di Indonesia.
Tindak pidana kampanye dalam pemilu tidak hanya menggunakan sarana
pendidikan akan tetapi masaih banyak lagi seperti melakukan kampanye pemilu
di luar jadwal yang telah ditentukan oleh KPU, pelaksanaan kampanye yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye pemilu di tingkat desa,
menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon dan/atau peserta pemilu
lain.6

B. Adapun larangan dalam kampanye yang terdapat pada Pasal 86 Undang-


Undang No. 8 Tahun 2012 sebagai berikut :
Pasal 86
(1) Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau
Peserta Pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;

6
Bambang Sugianto, Analisis Yuridis Penerapan Dan Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pemilu
Menurut Undang-Undang N0. 7 Tahun 2017, Vol 9 No.3 Tahun 2017, hal 302. Di akses pada tanggal 29
November 2021 pada pukul 20.20 Wib
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota
masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta
Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari
tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta
Kampanye Pemilu.
(2) Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang
mengikutsertakan:
a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah
Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah
Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank
Indonesia;
d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah;
e. pegawai negeri sipil;
f. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
g. kepala desa; dan
h. perangkat desa.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta
sebagai pelaksana Kampanye Pemilu.
(4) Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf
f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana
Pemilu.
Adapun larangan dalam kampanye yang terdapat pada Pasal 280
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 sebagai berikut :
Pasal 280
(1) Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau
Peserta Pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota
masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta
Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari
tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta
Kampanye Pemilu.
(2) Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu
dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung,
dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan
hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank
Indonesia;
d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah;
e. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai
pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. aparatur sipil negara;
g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
h. kepala desa;
i. perangkat desa;
j. anggota badan permusyawaratan desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai
pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.
(4) Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf
g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu.

C. Ketentuan pidana tindak pidana kampanye berdasarkan Undang-Undang


No. 8 tahun 2012 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017.
Tidak dapat di pungkiri dalam pelaksanaan pemilihan umum pastinya
terdapat banyak pelanggaran atau tindak pidana dalam pemilu yang tidak kita
sadari atau tahu. Maka dari itu di perlukan regulasi peraturan dan sanksi yang
tegas terhadap pelanggarnya. Maka dari itu pemeintah menerbitkan Undang-
Undang no. 8 Tahun 2012 yang di ganti undang-Undang No. 7 Tahun 2017
dimana harapanya proses pesta demokrasi yang terjadi lima tahun sekali tidak di
ciderai dengan adanya tindak pidana pemilu saat kampanye. Berikut
perbandingan ketentuan pemidanaan tindak pidana kampanye yang terdapat
pada UU No. 8 Tahun 2012 dan UU No. 7 Tahun 2017.
Ketentuan Pemidanaan UU No. 8 Tahun 2012
- Pasal 275
Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu
jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
- Pasal 276
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar
jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
- Pasal 277
Setiap pelaksana Kampanye Pemilu yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
- Pasal 278
Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
- Pasal 279
(1) Pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye yang
dengan sengaja mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di
tingkat desa atau nama lain/kelurahan dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).
(2) Pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye yang
karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye
Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah).
- Pasal 280
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar
dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134
ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)

Ketentuan Pemidanaan UU No. 7 Tahun 2017


- Pasal 492
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal
yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk
setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
- Pasal 493
Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah)
- Pasal 495
(1) Pelaksana kampanye dan/atau peserta kampanye yang dengan sengaja
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat
kelurahan/desa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Pelaksana kampanye dan/atau peserta kampanye yang karena kelalaiannya
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat
kelurahan/desa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
- Pasal 496
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam
laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat
(1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
- Pasal 497
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam
laporan dana Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas maka disimpulkan diperlukannya sinergiritas terhadap


seluruh elemen dalam upaya pencegahan terjadinya tindak pidana pemilu dalam
kampanye, selain dari pada itu diperlukan sikap tegas dari BAWASLU sebagai badan
pengawas pemilu dalam pemberian sanksi pidana atau administrasi terhadap adanya
pelanggaran dan tindak pidana yang terjadi ketika pemilu, yang mana harapannya
dengan sikap tegas serta sanksi tegas tindak pidana pemilu kususnya dalam kampanye
tidak akan terjadi lagi ke depan.

Saran

Saran saya masyarakat memiliki peran yang cukup penting dalam pelaksanaan
pemilu. Dalam tahapan-tahapan pemilu masyarakat merupakan sasaran utama dari
semua tahapan tersebut. Misalnya dalam tahapan pemutakhiran data pemilih, tahapan
kampanye dan tahapan pemungutan suara, semuanya berhubungan dengan masyarakat.
Oleh karena itu perlu adanya perhatian dari masyarakat apabila terdapat pelanggaran
ataupun tindak pidana pemilu yang mana dapat langsung diadukan kepada lembaga
yang berwenang yaitu Bawaslu.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ahsanul Minan, 2019, Refleksi Sistem dan Praktek Penegakan Hukum Pemilu di
Indonesia, Jurnal Bawaslu Serial Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019:
Perihal Penegakan Hukum Pemilu, Jakarta: Bawaslu, hlm. 5.

Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, hlm. 22.

M. Rusli Karim, Pemilihan Umum Demokratis Kompetitif, Cet I, Tiara Wacana,


Yogyakarta, 1991, hlm. 2

B. Jurnal

Asnawi, Penegakan Hukum Pelanggaran Pidana Kampanye Pemilu Tahun 2019 Di


Banten, Jurnal Kerta Semarya, Vol. 8 No. 10 Tahun 2020, hal 1667.

Bambang Sugianto, Analisis Yuridis Penerapan Dan Bentuk-Bentuk Tindak Pidana


Pemilu Menurut Undang-Undang N0. 7 Tahun 2017, Vol 9 No.3 Tahun 2017, hal 302.

C. Undang – Undang

Undang – Undang N0mor. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

D. Web

https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-kampanye.html diakses pada


tanggal 29 November 2021 pada pukul 19.37 Wib

Anda mungkin juga menyukai