Anda di halaman 1dari 7

PELAKSANAAN AZAS JURDIL DALAM PRAKTEK KAMPANYE PEMILU 2024

DITINJAU DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Mata Kuliah Filsafat Hukum Kelas D

Dosen Pengampu : Wasis, SH., M.Si., M.Hum

Disusun Oleh :

1. Fahreza Nadiya R (202110110311282)


2. Kholifatun Nisak (202110110311293)
3. Desinta Putri N (202110110311433)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengacu kepada Pasal 280 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum terdapat bentuk-bentuk larangan melakukan pelanggaran
kampanye antara lain melarang untuk mempersoalkan tentang dasar negara,
mengancam kepada orang dan/atau kelompok masyarakat pendukung peserta pemilu
melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan terhadap peserta
pemilu lain, menjanjikan dan/atau memberi uang dan/atau materi lainnya kepada para
peserta kampanye. Hal-hal yang telah disebutkan tadi tentu bertentangan dengan asas
luber jurdil.
UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan azas-azas dan tata
cara kampanye dalam pemilu. Namun, seringkali kita temukan narasi, tuduhan, fitnah,
dan saling serang antar politisi dan pendukung capres/caleg yang dapat mencenderai
demokrasi. Dalam perspektif filsafat hukum, hal ini dapat dianggap sebagai
pelanggaran etika politik. Etika politik menekankan pada pentingnya berpolitik yang
dewasa, yaitu dengan cara yang jujur, adil, dan bertanggung jawab. Politisi dan
pendukung capres/caleg harus memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab
moral untuk memelihara integritas dan martabat demokrasi. Oleh karena itu, mereka
harus menghindari tindakan yang merugikan demokrasi, seperti melakukan kampanye
negatif, menyebarkan hoaks, dan melakukan serangan pribadi. Dalam hal terjadi
pelanggaran, UU No. 7 Tahun 2017 juga menetapkan sanksi bagi pelanggar, termasuk
pidana bagi pelaku tindak pidana pemilu.
B. Rumusan Masalah
Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu memuat azas-azas dan tata cara
kampanye dll. Namun fakta yang kita lihat diberbagai media sering kita temukan narasi/
ucapan, tuduhan, fitnah, saling serang antar politisi dan pendukung capres/ caleg begitu
fulgar dan masif. Tentu hal ini dapat mencenderai demokrasi yang seharusnya
dilaksanakan dengan " berpolitik yang dewasa".
Bagaimana hal tersebut diulas dari perspektif filsafat hukum?
PEMBAHASAN

Asas menurut kamus besar bahasa Indonesia merupakan sesuatu yang menjadi
tumpuan berfikir atau berpendapat atau bisa juga diartikan sebagai dasar cita-cita.
Dalam konteksPemilu, dapat diartikan bahwa asas Pemilu merupakan dasar atau cita-cita
diselenggarakannya Pemilu. Sepanjang sejarah Negara Indonesia berdiri, tercatat tiga kali
Pemilu mengalami perubahan asas. Diawali pada tahun 1955, Pemilu diselenggarakan
berdasarkan asas jujur dan kebersamaan, langsung, umum, bebas dan rahasia.

Pada era orde baru, -dimulai pada Pemilu 1971 asas jujur dan kebersamaan
dihilangkan dan hanya disisakan asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber).
Ketika orde baru jatuh dan digantikan era reformasi, asas Pemilu untuk kesekian kalinya
mengalami perubahan, asas Jujur dan Ardil (Jurdil) diintegrasikan dengan Asas Langsung,
Umum, Bebas dan Rahasia (Luber). Perubahan asas Pemilu dari periode ke periode Pemilu
seakan-akan merupakan hal yang biasa dan lumrah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Akan tetapi, dalam konteks semangat berdemokrasi, pemilihan asas lebih dari sekedar
kata-kata yang terpatri, namun menjadi semangat dan roh dari pelaksanaan Pemilu itu
sendiri.

Masuknya Asas Jujur dalam salah satu syarat pelaksanaan Pemilu yang demokratis
bukanlah tanpaalasan. Dalam ketentuan Relevansi Asas-Asas Pemilu, Jujur mengandung arti
bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap penyelenggara Pemilu, aparat
Pemerintah,peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua
pihakyang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan
peraturanperundang-undangan. Oleh karena itu jujur dimaknai bagi semua pihak, bukan
hanya bagi pemilih ataupun peserta Pemilu saja.Jujur adalah sesuatu yangpenting sebagai
bagian dari integritas pelaksanaan Pemilu. Dalam setiap pemilihan baik dalam tingkat lokal
hingga regional, diperlukan kejujuran mulai dari pelaku hingga penyelenggara.

Sedangkan Asas Pemilu Adil adalah Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
mempunyai pengertian sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihakkepada
yang benar, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Adil
merupakan satu-satunya asas yang betul-betul lahir seiring dengan lahirnya reformasi.
Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu yang dimaksud dengan Adil
adalah dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Asas adil berkaitan erat dengan integritas penyelengara Pemilu. Berbeda dengan
definisi asas pemilu lainnya yang ditekankan kepada semua pelaku Pemilu, mulai dari
pemilih, partai politik, penyelenggara hingga Pemerintah. Asas adil lahir dikhusukan kepada
penyelenggara Pemilu dan Pemerintah yang mempunyai hajat dalam pesta demokrasi.
Kelahiran asas ini dilatarbelakangi oleh gejolak orde baru yang terkesan parsial dan
cenderung mendukung salah satu partai tertentu selama pemilihan.

Asas dalam pelaksanaan Pemilu memang terlihat sepele, akan tetapi itu memegang
nilai yang penting dalam pelaksanaan Pemilu itusendiri. Asas lebih sekedar visi dan misi, atau
kaidah dan motto. Asas merupakan ruh dari pelaksanaan Pemilu itu sendiri. Asas juga
menentukan seberapa kualitas Pemilu itu dilaksanakan, serta sejauh mana Integritas
Penyelenggara Pemilu dipertaruhkan. Asasmemang bukan jaminan mutlak dalam
pelaksanaan Pemilu, namun itu merupakan indikator apakah pelaksanaan Pemilu akan
berjalan demokratis.

Penerapan asas Pemilu memang tidak menjamin tegaknya kualitas demokrasi. Tidak
ada yang menjamin ketika asas kejujuran dicantumkan, maka semua pelaku Pemilu
mulai dari penyelenggara sampai peserta melakukan kejujuran, tidak ada seorangpun pula
yang menjamin ketika asas adil masuk dalam undang-undang maka pelaksanaan
pemilu bebas dari kecurangan, hal tersebut juga bisa berlaku sebaliknya.

Dari perspektif filsafat hukum, dapat melibatkan beberapa konsep dan prinsip dalam
filsafat hukum. Berikut beberapa pertimbangan yang dapat diambil:

1. Etika Politik: Etika politik membahas mengenai moralitas dalam konteks politik.
Dalam hal ini, tindakan politisi dan pendukung yang melakukan serangan, tuduhan, dan
fitnah dapat dilihat sebagai tindakan yang tidak etis. Etika politik menekankan
pentingnya menjaga martabat dan moralitas dalam perdebatan politik. Tindakan yang
merusak reputasi dan memanfaatkan informasi palsu atau menyesatkan dapat dianggap
melanggar prinsip etika politik.
2. Negara Hukum: Konsep negara hukum menekankan bahwa negara harus berdasarkan
hukum dan setiap warga negara harus tunduk pada hukum yang sama. Jika serangan
dan tuduhan yang dilontarkan tidak didasarkan pada fakta atau hukum yang jelas, hal
tersebut dapat dianggap melanggar prinsip negara hukum. Hukum pemilu yang ada
seharusnya menjadi pedoman untuk memastikan adanya persaingan politik yang sehat
dan adil.
3. Keadilan: Konsep keadilan dalam filsafat hukum menyoroti perlunya perlakuan yang
adil dan setara terhadap semua pihak. Jika serangan dan tuduhan bertujuan untuk
merugikan pihak lain tanpa dasar yang kuat, hal tersebut dapat dianggap sebagai
ketidakadilan. Keadilan juga mencakup perlindungan terhadap hak-hak individu dan
kelompok dalam proses politik.
4. Demokrasi dan Partisipasi: Dalam konteks demokrasi, partisipasi warga negara dalam
proses politik dianggap sebagai nilai utama. Namun, partisipasi tersebut seharusnya
dilakukan dengan cara yang mematuhi aturan dan norma yang berlaku. Serangan dan
tuduhan yang bersifat destruktif dapat merusak iklim demokratis dan menghambat
partisipasi yang sehat.
5. Reputasi dan Tanggung Jawab: Filsafat hukum juga dapat melihat aspek tanggung
jawab individu dan kelompok dalam konteks politik. Politisi dan pendukungnya
memiliki tanggung jawab untuk menjaga reputasi dan integritas proses politik.
Tindakan yang merugikan dan merendahkan lawan politik dapat membahayakan
kepercayaan masyarakat pada proses politik dan demokrasi secara keseluruhan.
6. Kritik Konstruktif: Dari sudut pandang filsafat hukum, kritik terhadap lawan politik
sebaiknya bersifat konstruktif dan didasarkan pada fakta. Kritik semacam itu dapat
membantu memperbaiki kelemahan dan memperkuat proses demokratis. Pemahaman
bahwa tujuan utama adalah kepentingan bersama dan kesejahteraan masyarakat dapat
menciptakan atmosfer politik yang lebih positif.
7. Refleksi Filosofis terhadap Pemilu: Filsafat hukum juga dapat merangsang refleksi
mendalam terhadap prinsip-prinsip dasar pemilu. Pertanyaan seperti apakah pemilu
benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, sejauh mana representasi politik
mencerminkan keberagaman masyarakat, dan bagaimana sistem pemilu dapat
diperbaiki secara filosofis menjadi relevan dalam menyikapi dinamika politik.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi sistem hukum untuk dapat
menegakkan aturan-aturan yang mengatur kampanye politik. Hal ini melibatkan
penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, pengawasan kampanye, serta
edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya berpolitik dengan cara yang etis dan
bertanggung jawab. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa proses demokratis
dapat berjalan dengan lebih baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan etika
politik.
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara keseluruhan, dari perspektif filsafat hukum, tantangan dalam kampanye
politik yang melibatkan narasi, tuduhan, fitnah, dan saling serang antar politisi dan
pendukung dapat menimbulkan dampak negatif terhadap demokrasi. Beberapa aspek
penting yang perlu dipertimbangkan meliputi tindakan politik seharusnya didasarkan
pada etika politik dan moralitas yang memastikan penghormatan terhadap martabat,
keadilan, dan hak asasi manusia; Prinsip negara hukum menuntut agar aturan pemilu
dihormati dan penegakan hukum dilakukan secara adil, menjaga keadilan dalam proses
politik; Kewarganegaraan aktif ditekankan, di mana masyarakat memiliki tanggung
jawab untuk memahami isu politik dan berpartisipasi secara positif; Kebebasan
berpendapat perlu dihormati, namun dengan pemahaman bahwa kebebasan tersebut
tidak boleh disalahgunakan untuk merugikan atau merusak proses demokratis; Kritik
terhadap lawan politik seharusnya bersifat konstruktif dan didasarkan pada fakta,
bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dan memperkuat sistem politik; Refleksi
filosofis terhadap prinsip-prinsip dasar pemilu dapat membawa pemahaman mendalam
tentang apakah sistem tersebut benar-benar mencerminkan kehendak rakyat dan
keberagaman masyarakat.
B. SARAN
Melalui pendekatan yang holistik dan berbasis nilai-nilai etika politik, diharapkan dapat
diwujudkan kampanye politik yang lebih sehat, transparan, dan sesuai dengan prinsip-
prinsip demokrasi. Pemerintah, lembaga pengawas pemilu, masyarakat sipil, dan
individu memiliki peran penting dalam menciptakan atmosfer politik yang memajukan
kepentingan bersama dan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Triadi, K., Pura, M. H., & Nurdin, M. (2022). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP FAKTOR-
FAKTOR TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM YANG
MELAKUKAN PELANGGARAN LARANGAN KAMPANYE DALAM
PERSPEKTIF ASAS LUBER JURDIL. Jurnal Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan
Humaniora, 9(4), 1619-1627.

Fatayati, S. (2017). Relevansi Asas-Asas Pemilu Sebagai Upaya Mewujudkan Pemilu yang
Demokratis dan Berintegritas. Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, 28(1), 147-163.

Hardjanto, U. S. (2019). Legitimasi Pemilihan Umum di Indonesia Tahun 2019. Administrative


Law and Governance Journal, 2(1), 106-112.

Hartati, H., & Putra, F. (2019). Etika Politik dalam Politik Hukum di Indonesia (Pancasila
sebagai Suatu Sistem Etika). JISIP-UNJA| Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jambi, 3(1), 1-9.

Zairudin, A., Rato, D., & Anggono, B. D. (2023). Konsep Aliran Filsafat Hukum
Utilitarianisme Dan Relevansinya Terhadap Konstruksi Pengaturan Pengawasan
Pemilu. JURNAL RECHTENS, 12(2), 273-286.

Anda mungkin juga menyukai