Anda di halaman 1dari 3

Mengaplikasikan Demokrasi Dalam Pemilu

Dosen pengampu : Nanik Prasetyo Ningsih, S.H., M.H

Oleh:

Bagus Ade Prasetyo

20200610041

Kelas G
Pendahuluan

Dalam Ilmu Politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi, yaitu pemahaman secara
normative dan pemahaman secara empirik (procedural democracy). Dalam pemahaman secara normatif,
demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan dan diselenggarakan oleh sebuah negara.
Ungkapan tentang hal ini biasanya diterjemahkan dalam konstitusi masing-masing negara. Demokrasi normatif
belum tentu terlihat dalam konteks kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh karena itu, adalah sangat
perlu untuk melihat bagaimana makna demokrasi secara empirik, yaitu perwujudan demokrasi dalam kehidupan
sehari-hari.

Salah satu indikatornya adalah akuntabilitas. Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus
dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang hendak dan telah ditempuhnya. Juga ucapan dan perilaku
dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tidak hanya menyangkut
dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak, isteri, dan sanak-saudara,
terutama yang berkaitan dengan jabatannya. Indikator kedua adalah rotasi kekuasaan. Untuk disebut demokratis,
dalam suatu negara harus terdapat peluang terjadinya rotasi kekuasaan yang dilakukan secara damai dan teratur.
Jadi, tidak hanya satu atau sekelompok orang yang sama yang selalu memegang jabatan, sementara peluang
orang lain tertutup.

Selanjutnya untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan sistem rekrutmen politik
yang terbuka. Artinya, orang yang akan menduduki suatu jabatan publik dipilih melalu suatu kompetisi terbuka
dengan peluang yang sama. Peluang untuk mengisi jabatan publik jangan hanya dimiliki oleh beberapa gelintir
orang saja.

Pembahasan
Demokrasi secara harafiah memiliki arti - pemerintahan oleh rakyat itu merupakan pemahaman
mendasar dan definisi yang telah digunakan secara luas. Demokrasi tidak saja didefinisikan sebagai
pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga pemerintahan untuk rakyat, yaitu pemerintah bertindak sesuai dengan
kehendak rakyat. Pemerintahan demokratik yang ideal harus bekerja dengan baik sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan rakyatnya. Praktik semacam itu sejauh ini belum pernah terjadi dan mungkin tidak akan bisa dicapai,
akan tetapi demokrasi ideal yang sempurna tetap menjadi tolok ukur sebagai sumber inspirasi rezim demokrasi
(yuliani widianingsih 2017).
Seperti terkuak diatas, keberadaan pemilu yang reguler merupakan bagian dari proses pemerintahan
yang demokratis. Meskipun pemilu bukan hanya satusatunya instrumen demokrasi, tetapi peran pemilu tidak
bisa dipungkiri sangat vital. Di Indonesia Pemilu diselenggarakan secara reguler dan dilaksanakan dengan
seksama. Pembiayaan dengan jumlah bersar dialokasikan untuk memobilisasi pemilih dan melakukan
polling.17Indonesia telah menyelenggarakan Pemilu sejak 1955.

Praktek pemilu dibedakan menjadi dua tipe. Periamapemilu sebagaiformalltas politik; dan kedua
pemilu sebagai alat demokrasi. Sebagai formalitas politik, pemilu hanya alat legalisasi pemerintahan
nondemokratis dan Pemilu dijalankan dengan cara yang tidak demokratis karena ada rekayasa untuk
memenangkan partai tertentu yang merupakan partai penguasa. Kemudian pemilu sebagai alat demokrasi
dijalankan di atas prinsip jujur, bersih, bebas kompetitifdan adilJ^ Dalam kategori terakhir, jika pemerintah yang
berkuasa dijatuhkan melalui prosedur pemiiu yang demokratis, maka hal itu diterima sebagai sebuah
konsekuensi demokrasi (EdwinM.B.Tambunan, 2003).

Kesimpulan
Berlangsungnya pemilu akan mencerminkan kesadaran masyarakatnya. Artinya adalah pemilihan
umum yang demokratis akan mencerminkan masyarakat yang demokratis pula. Atau dengan kata lain, kadar
demokrasi dalam pemilu dapat digunakan untuk mellhat kadar demokrasi sebuah masyarakat bernegara. Oleh
karena itu, dalam penyelenggaraan pemilihan umum, tidak hanya membutuhkan demokrasi sebagai sebuah
prosedur tetapi yang lebih penting adalah membutuhkan demokrasi as value, sebagai sebuah nilai yang lebih
esensial. Ada etika berdemokrasi yang tidak boleh diabaikan dalam prosedur demokrasi seperti nilai kejujuran,
keadilan, kompetisi yang sehat dan partisipasi yang terbuka. Selain Itu, prasyarat normatifjuga menjadi bagian
terpenting untuk bisa menciptakan pemilu demokratis. Sepanjang prasyarat normatif ditegakkan, kemungkinan
besar pemilu demokratis akan dapat diwujudkan pada Pemilu 2004 di Indonesia agaknya masih belum
sepenuhnya memperhatikan aspek nilai dan prasyarat pemilu demokratis, terbukti masih ditemukannya beberapa
perbuatan yang tidak sesui dengan aspek tersebut. Ambil contoh pemalsuan ijasah untuk menjadi caleg, money
politik. kecurangan dalam kampanye, pemungutan suaradan padapenghitungan suaraditingkat tertentu. Dengan
demikian, pemilu sebagai sebuah event dalam berdemokrasi telah menuai sejumlah pengingkaran terhadap
aspek nilai dan prasyaratdemokrasi itu sendiri.

Daftar pustaka
Buku

International IDEA. International Electoral Standards, Guidelines for Reviewing the Legal Feith, Herbert.
Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,1999).

Dahl, Robert A. Perihal Demokrasi – Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat. (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2001).

Jurnal

Evans, Kevin, 2004,“Hasil Pemilihan Umum 2004” dalam Analisis CSIS, Vol. 33, No. 2.

EdwinM.B.Tambunan, 2003, Demokrasi, Sistem Pemilu, Dan Pengelolaan Konflik Etnik, Vol. V No. 19

zainal arifi hoesein, 2010, Jurnal Konstitusi, Vol 7, No 6.

nasution, latifah 2017, pemilu dan kedaulatan rakyat, ‘ADALAH, Vol 1, No 9

usep hasan sadikin, 2020, wajah pemilu dan demokrasi

Anda mungkin juga menyukai