Anda di halaman 1dari 12

ADAT BADUY SEBAGAI PRANATA HUKUM KEARIFAN LOKAL

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Lembaga dan Pranata Hukum

Dr. Sri Kusriyah, S.H., M. Hum

Disusun Oleh :

Hudiono Reksoprojo

20302200023

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diantara beragam hukum adat yang tersebar di Indonesia, terdapat masyarakat adat yang
masih memegang teguh budaya dan kebisaaan warisan leluhurnya yaitu masyarakat Adat Baduy
yang ada di Banten, Jawa Barat. Dalam masyarakat adat baduy terbagi menjadi 2 masyarakat
Baduy Luar dan masyarakat Baduy dalam hyang mana antara kedua masyarakat baduy tersebut
sedikit ada perdedaan terkait hukum adatnya.

Baduy merupakan suku adat yang sampai sekarang masih memepertahankan hukum
adatnya. Mereka termasuk suku yang terisolir di Indonesia tetapi bukan diasingkan melainkan
mereka yang mengasingkan diri dengan pola kehidupan yang patuh terhadap hukum adatnya,
hidup mandiri dan tidak mengharapkan bantuan dari orang luar atau orang asing. Masyarakat
Suku 3 Baduy juga menutup diri dari pengaruh budaya yang akan masuk dari luar

Hukum adat sendiri merupakan salah satu sumber hukum nasional yang telah memiliki
porsinya sendiri diantara sistem-sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Secara umum,
pelaksanaan hukum di Indonesia yang ada saat ini dibentuk berdasarkan pemikiran dari masing-
masing daerah dan Bhineka Tunggal Ika (yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu).

Menurut Supomo dan Hazairin “Hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku
manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan
kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar - benar hidup di masyarakat adat karena dianut
dan dipertahankan oleh anggota – anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan
peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan –
keputusan para penguasa adat.”

Kebudayaan atau adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
berbangsa, terutama dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang memiliki
beraneka ragam agama, budaya, adat istiadat dan suku yang berbeda-beda. Di Indonesia masih
banyak masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat istiadatnya. Diantara beragam
hukum adat yang tersebar di Indonesia, Hukum adat Baduy yang ada di Jawa Barat tepatnya di
Banten yang menolak masuknya segala macam bentuk modernisasi yang bertentangan dengan
larangan dan peraturan yang ada dalam wilayah hukum adatnya, bahkan penolakan masuknya
Warga Negara Asing (WNA) ke dalam wilayah baduy, sudah menjadi hukum adat yang berlaku
mengatur masyarakat adat Baduy selama ratusan tahun dari generasi. Bahkan hingga kini hukum
adat Baduy masih berlaku mengikat bagi masyarakat adat Baduy.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masyarakat Baduy mempertahankan Adat Baduy?
2. Apa saja larangan-larangan adat baduy dan penerapan sanksi adat Baduy teradap
pelanggaran yang terjadi di territorial adat Baduy?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mempertahankan Adat Baduy

Masyarakat Baduy diketahui bahwa, masyarakat Baduy terbagi kedalam 3 (tiga)


kelompok yaitu: 1. Tangtu (yang paling ketat mengikuti adat yaitu warga yang tinggal di
Cibeo,Cikertawarna da Cikeusik) 2. Panamping (yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar
mengelilingi wilayah Baduy Dalam,seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot,Gajeboh,Cisagu dsb)
3. Dangka (apabila kenekes dalam dan Kenekes Luar tinggal di wilayah Kenekes maka “Kenekes
Dangka” tinggal diluar wilayah Kenekes,dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa yaitu
Padawara(cibengkung) dan Sirahdayeuh (cihandam).
Dalam sistem pemerintahannya, pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes
adalah “Pu’un” tangtu. Tangtu menurut pengertian masyarakat Baduy dapat diartikan sebagai
masyarakat pendahulu atau cikal bakal, terdiri atas tiga kampung, yaitu: 1.Cikeusik atau disebut
juga tangtu Para Ageung, 2.Cibeo atau disebut juga tangtu Parahiyang, dan 3. Cikartawana atau
disebut juga tangtu Kujang.

Pu’un memiliki peran penting dalam menjalankan roda pemerintahan adat. Ia memiliki
kekuasaan dan kewibawaan yang sangat besar, sehingga hal ini menjadikan masyarakat Baduy
taat terhadap setiap perkataan dan laranganya. Dalam memimpin Masyarakat Baduy, Pu’un
dibantu oleh seorang Jaro (Ketua Adat) yang bertugas untuk melaksanakan pemerintahan sehari-
hari. Jaro terbagi ke dalam beberapa jabatan yaitu jaro Tangtu bertanggung jawab untuk
melaksankan hokum adat pada warga Tangtu dan berbagai macam urusan lainnya, Jaro Dangka
yang memiliki tugas untuk menjaga, mengurus dan memelihara tanah titipin leleuhur yang ada di
dalam dan di luar Desa Kanekes. Jaro Dangka ini berjumlah sembilan orang, yang apabila
ditambah dengan tiga orang Jaro Tangtu disebut Jaro Dua Belas. Pimpinan dari Jaro duabelas ini
disebut dengan Jaro Tanggungan. Dengan kata lain, Pu’un berperan dalam membangun
hubungan dengan dunia sakral, sementara Jaro berhubungan dengan duniawi.

Sementara itu dalam kehidupan sehariharinya, masyarakat Baduy masih memegang teguh
nilai adat istiadat lokal yang dijalankan secara turun temurun. Masyarakat dituntut untuk patuh
dalam memenuhi ketentuan dan menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuanketentuan
leluhurnya yang telah digariskan. Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap adat istiadat
berarti telah siap menerima hukum berupa hukuman adat misalnya pengusiran dari daerahnya.

Terdapat nilai dan norma yang menjadi landasan hidup bagi masyarakat Baduy. Hal ini
termaktub dalam pedoman suku Baduy yaitu: “Lojor teu meunang dipotong, pondok teu
meunang disambung” (Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung).
Prinsip ini mengajarkan bagiamana menciptakan keseimbangan dan melindungi alam agar
terjaga kelestariannya. Prinsip lain yang dianut oleh masyarakat Baduy adalah “Rak-rak, Rik-rik,
Ruk-ruk”. “Rak-rak” yang artinya dimasa muda kita harus bekerja keras, “Rik-rik” di masa kita
sudah dapat hasil tidak boleh berlebihan atau hidup sederhana, sedangkan “Ruk-ruk” yang
artinya dimasa tua nanti tidak menyusahkan orang lain dan sebagai warisan anak-anaknya dan
proses tersebut terus-menerus berulang sampai 7 turunan.

Berikut table berkaitan dengan norma dan kebiasaan yang dilakukan masyarakat adat
baduy lur dan baduy dalam ;

Aspek Baduy Luar Baduy Dalam


Pemerintahan 1. Mengikuti Kegiatan Politik 1. Menolak Kegiatan Politik
Pemerinathan Pusat Pemerintah Pusat
2. Hukum Adat & Hukum 2. Hukum Adat
Pemerintahan Nasional
Pendidikan Menolak Pendidikan Formal Menolak Pendidikan Formal
Teknologi Sebagian Masyarakat Tidak menggunakan teknologi, alat
menggunakan alat komunikasi, makan ter uat dari kayu dan bamboo
mengenal media sosial, alat
makan sebagain sudah
berbahan palstik
Pakaian Warna hitam atau biru, Menggunakan kain berwarna putih,
sebagian sudah beralas kaki tidak beralas kaki
Kebiasaan Sehari- Tidak semua nyepah Semua nyepah
hari
Mata Pencaharian Bertani (Berhuma), berladang, Bertani (Berhuma), berladang
menenun
Struktur Bangunan Ada sedikit campuran seperti Total bahan alami, tidak ada kamar
Rumah paku, mandi yang menyatu dengan
bangunan utama rumah
Peternakan Hanya boleh Ayam Hanya boleh Ayam
Sistem Kepercayaan Sunda wiwitan Sunda wiwitan
Keberlangsungan Penyimpanan Padi di Leuit Penyimpanan Padi di Leuit
Pangan
Pengobatan Menggunakan Pengobatan Menggunakan Pengobatan
tradisional Tradisional

Diketahui bahwa, masyarakat Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat. di
mana adatnya melarang keras penggunaan listrik, teknologi dan alat komunikasi maupun
lainnya. Termasuk penggunaan bahan kimia pada kegiatan mandi maupun cuci pakaian, mereka
menggunakan bahan alami. Untuk menggosok gigi mereka menggunakan sabut kelapa, untuk
keramas menggunakan jeruk nipis, sedangkan membersihkan badan menggunakan batu sebab
penggunaan sabun dilarang.

Sementara uttuk mencuci peralatan makan dan masak (panci, seeng), piring dan tempat
minum (dari bambu) cukup menggunakan abu dari hasil pembakaran. Sementara itu pada
masyarakat Baduy Luar, pada prinsipnya adatnya melarang penggunaan listrik, teknologi dan
alat komunikasi. Namun, sedikit terjadi pergeseran, di mana sebagian kecil masyarakatnya
menggunakan telepon seluler, dan penggunaan aki untuk kebutuhan energi. Pergeseran ini
bukanlah bentuk toleransi adat, sebab jika terjadi razia (gabungan Baduy Dalam dan Baduy
Luar), maka alat teknologi dan komunikasi tersebut dihancurkan. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa pergeseran ini didasarkan atas kebutuhan mereka untuk mengetahui dunia luar dan alat
komunikasi sesama mereka. Disisi lain, hal ini terjadi karena pada lokasilokasi ada sinyal seluler
yang masuk ke Baduy Luar. Dari sini tergambar bahwa, pergeseran di Baduy Luar karena adanya
kebutuhan dan adanya sarana pendukung (sinyal seluler).

Upaya Masyarakat Baduy dalam menjaga nilai-nilai Adat Istiadat juga menjadi bagian
dari Rencana Induk Pelestarian Kebudayaan Daerah (RIPKD) Provinsi Banten 2013-2027 yakni
tertuang dalam Program Pengelolaan , Pengembangan, Keragaman, Kekayaan, dan Nilai Budaya
yang dikuatkan dengan pemetaan Kebudayaan Daerah dan Pembangunan Kawasan Budaya.

Adapun perilaku yang dikategorikan kedalam bentuk pelanggaran adat di Baduy pada
umumnya tidak berbeda dengan perilaku pada masyarakat umum. Jenis perilaku yang
menyimpang atau melanggar peraturan merupakan perilaku yang harus mendapatkan sanksi.
Tetapi yang menjadi pokok permasalahannya adalah seberapa besar perilaku melanggar tersebut
dilakukan oleh orang-orang yang ada di dalam Baduy. Dikatakan setiap orang adalah setiap
orang yang berada disekitar, entah itu suku asli Baduy ataupun para pengunjung. Masing-masing
mendapatkan perilaku yang berbeda atas sanksi yang diberikan walaupun jenis pelanggarannya
sama.

B. larangan-larangan adat baduy dan penerapan sanksi adat Baduy teradap


pelanggaran yang terjadi di territorial adat Baduy

Terdapat hukum-hukum adat Baduy yang berbeda diantara Baduy luar dan Baduy dalam
yang masih berlaku dan harus dipatuhi oleh pihak manapun yang berada di wilayah masyarakat
adat Baduy. Larangan- 131 larangan dalam bentuk perilaku yang tidak boleh dilanggar berikut
yang diketahui masih berlaku, antara lain :

BADUY LUAR BADUY DALAM


Membawa dan/atau mengkonsumsi minuman Membawa dan/atau mengkonsumsi
keras dan/atau narkoba atau sejenisnya; minuman keras dan/atau narkoba atau
sejenisny
Berbuat zina atau mesum Berbuat zina atau mesum
Mencuri Mencuri
Merusak alam dan seisinya Merusak alam dan seisinya
Menganiaya Menganiaya
Membunuh Membunuh
Fitnah Fitnah
Beradu mulut atau cekcok Beradu mulut atau cekcok
Melintasi jembatan ketika ingin mandi (Desa Membawa dan/atau memainkan music dan
Gajeboh juga alatnya
Mendokumentasikan (foto, video)
Masuknya Warga Negara Asing (WNA)
Membangun rumah ibadah
Menggunakan alat transportasi (berlaku
bagi warga Baduy dalam)
Menggunakan alat mandi seperti sabun,
sampoo, dan lain sebagainya

Aturan-aturan yang terdapat pada tabel diatas merupakan beberapa aturan yang biasanya
disampaikan oleh Jaro Pamarentah atau Kepala Desa ketika memasuki wilayah Baduy pada
masyarakat luar atau pengunjung. Dari aturan-aturan tersebut memiliki sanksinya masing-
masing, dilihat dari seberapa berat pelanggaran tersebut, siapa yang melakukan pelanggaran
tersebut dan seberapa besar efeknya terhadap keseimbangan kehidupan masyarakat Baduy.

Perilaku yang telah disebutkan di atas merupakan bentuk pelanggaran bagi masyarakat
Baduy karena dianggap akan menodai keaslian adat mereka. Masyarakat baduy merupakan
masyarakat yang benar-benar belum terjamah dengan adanya modernisasi dengan
mempertahankan adat leluhur dan agama leluhur. Jadi perilaku yang melanggar seperti
membawa dan/atau mengkonsumsi minuman keras dan/atau narkoba atau sejenisnya, bukan
merupakan budaya mereka. Bagi masyarakat baduy dalam hal ini memang sudah mereka ketahui
dan tidak pernah dalam kasus suku Baduy dalam yang memang sengaja untuk mengkonsumsi
minuman keras atau narkoba. Bentuk kesadaran mereka telah berhasil mempertahankan adat
mereka hingga saat ini. Pada akhirnya peraturan atas perilaku ini lebih diperuntukkan bagi para
pendatang tanpa terkecuali suku Baduy luar.

Dalam praktek terdapat pelanggaran yang dilakukan maka akan di kenakan sanksi yang
mana sistem peradilan adat yang ada pada masyarakat Baduy juga berbeda dengan beberapa
masyarakat adat yang ada di Indonesia. Secara teknis dan tahapnya hampir sama dengan
masyarakat adat lainnya, jika ada suatu pelanggaran adat ialah menjadi urusan tetua adat untuk
menyelesaikannya dengan cara musyawarah untuk menemukan jalan keluar dari pelanggaran
yang terjadi serta bentuk sanksi yang akan dijatuhkan. Tahapnya yaitu bermula dari adanya
laporan maupun pengakuan kepada kepala adat, yang kemudian ditindak lanjuti dengan
mengundang tokoh-tokoh adat setempat untuk diadakannya musyawarah untuk menemukan jalur
penyelesaian yang tepat, dengan tujuan untuk mengembalikan keseimbangan kehidupan adat
yang terganggu.

Namun yang menjadi pembeda antara peradilan adat Baduy dengan beberapa peradilan
adat yang ada di Indonesia ialah, bahwasanya peradilan adat Baduy mempercayai peradilan
negara beserta putusannya, jika hal tersebut menyangkut sebuah pelanggaran adat dan juga
melanggar hukum nasional yang berlaku yang dilakukan oleh seseorang yang berstatus diluar
masyarakat Baduy. Tidak jarang pula, jika terjadi suatu pelanggaran adatyang dilakukan oleh
masyarakat umum, maka para pengurus hukum adat Baduy mengundang aparat hukum negara
setempat untuk ikut serta di dalam musyawarah untuk menemukan jalan keluar yang tepat dan
mengembalikan keseimbangan adat yang terganggu. Maka disini, di dalam masyarakat adat
Baduy, peran penegak hukum setempat memiliki posisi yang penting di dalam melindungi dan
bekerjasama dengan pengurus hukum adat Baduy.

Diantara hukum negara dengan hukum adat yang masing-masing memiliki eksistensinya
dan pengaturannya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, perlu pemahaman tentang dimana posisi
hukum masing-masing dalam mengatur masyarakat, yang sama, pada tempat yang sama dan
dalam waktu yang sama, sedangkan hukum yang mengaturnya adalah hukum yang berbeda,
yakni hukum negara dan hukum adat.

Begitu juga penerapan sanksi adat yang ada di Baduy, seiring dengan perkembangan
zaman yang ada, dan berkembangnya aturan-aturan perlindungan terhadap masyarakat adat
Baduy tidak dapat dilepaskan dari pemahaman masalah budaya, dan religius yang hidup
dilingkungan masyarakat adat Baduy. Di dalam beberapa kasus pelanggaran adat, sanksi adat
bisa berupa ganti rugi yang bersifat materiil maupun immateriil. Dilandaskan dengan nilai-nilai
yang bersifat religious, menunjukkan bahwa masyarakat adat Baduy memiliki sistem budaya
yang kuat, meskipun berada ditengah gempuran modernisasi zaman.

Di dalam penerapan hukum masyarakat Baduy pun dibedakan, antara masyarakat Baduy
luar, Baduy dalam dan pengunjung atau masyarakat umum. Hal tersebut dibedakan karena
memang kebutuhan dan keterikatan yang berbeda, masyarakat Baduy juga memiliki hubungan
yang baik dengan aparat penegak hukum khususnya pada Polsek Kecamatan Leuwidamar, yang
merupakan Polsek terdekat dari wilayah Baduy. Saling menghargai dan mempercayai, serta
saling menjaga antara masyarakat Baduy dengan aparat hukum negara bisa terlihat dan berjalan
dengan baik, menimbulkan suatu ketentraman dan keharmonisan tersendiri bagi masyarakat
setempat. Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi landasan pembedaan penerapan hukum jika
terjadi suatu pelanggaran di wilayah masyarakat adat Baduy.

Berbeda dengan Baduy dalam, sanksi yang diterapkan bagi Baduy luar, bisa dikatakan
hampir sama dengan sanksi yang diterapkan pada pengunjung atau masyarakat luar yang berada
di Baduy luar. Namun jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh warga Baduy luar, hanya
kemudian diserahkan pada Jaro luar untuk kemudian dipertimbangkan sanksi yang akan
dijatuhkan untuknya. Bisa berupa teguran, ganti kerugian, hingga diserahkan kepada aparat
hukum negara, yang dimana dalam hal ini ialah Polsek Kecamatan Leuwidamar.

Tidak jauh berbeda dengan warga Baduy luar di dalam penerapan sanksi yang dijatuhkan
pada pengunjung atau masyarakat luar. Jika memang benar terjadi pelanggaran adat yang
dilakukan oleh pengunjung atau masyarakat luar, langkah pertama ialah teguran, ganti kerugian,
ataupun diserahkan kepada aparat hukum negara setempat. Tetapi yang membedakan ialah pada
tahap penyalahannya. Karena dilangkah awal pengunjung memasuki wilayah Baduy, kita
ditemani oleh pemandu/Guide yang memandu kita sampai kita kembali pulang. Maka langkah
penerapan sanksi pertamanya ialah ada pada pemandu, maksudnya adalah, jika terdapat
pelanggaran adat yang terjadi dan dilakukan oleh pengunjung, maka pemandu tersebut yang
pertama kali disalahkan oleh penegak hukum adat Baduy, karena dianggap tidak menjaga dan
mengawasi pengunjugnya dengan baik dan benar seperti apa yang telah dimandatkan oleh Jaro
Pamarentah.

Hal tersebut membuktikan bahwa hukum adat yang ada di Baduy, tidak terlalu melihat
siapa korban dan siapa pelaku. Namun jika aturan adat yang ada sudah dilanggar, maka sanksi
yang diberikan tetaplah harus diberikan untuk mengembalikan keseimbangan adat yang
terganggu.Serta kepercayaan masyarakat adat Baduy terhadap hukum negara yang berlaku juga
diterapkan di dalamnya dengan menyerahkan pelaku (tukang ojek) kepada pihak yang berwajib
untuk kemudian dikenakan sanksi yang berlaku dalam Undang-undang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum adat Baduy yang terbilang mengikuti perkembangan zaman serta menghargai
adanya pluralisme hukum di Indonesia, namun tetap mampu membatasi maupun memberlakukan
pembatasan perilaku-perilaku anggota masyarakat Baduy dan di luar anggota masyarakat Baduy
yang berada di territorialnya guna mencegah atau menekan pelanggaran adat yang mungkin
terjadi. Berbagai macam perilaku yang dikategorikan sebagai pelanggaran adat Baduy,
keseluruhannya berlandaskan untuk menjaga keseimbangan alam yang ada disana. Hukum adat
Baduy yang tidak menerapkan sanksi adat berupa fisik, ternyata dapat lebih ditakuti oleh para
anggota masyarakatnya maupun di luar anggota masyarakatnya. Sanksi adat Baduy lebih
menyerang kepada batin maupun psikis pelanggar agar lebih menyadari perbuatannya yang
dinilai telah meyalahi pikukuh yang ada. Hal tersebut mampu memberikan efek jera yang luar
biasa bagi pelanggarnya. Terjalinnya kepercayaan dan hubungan yang baik diantara penegak
hukum adat Baduy dengan penegak hukum negara maupun instansi negara, juga ternyata mampu
memberikan dampak positif terhadap keefektifan hukum adat Baduy. Hal tersebut dibuktikan
dengan minimnya atau tidak ada pelanggaran berat yang terjadi di dalam jangka waktu sepuluh
tahun terakhir ini.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodigoeno, 1958. Asas-Asas Hukum Adat. Yogyakarta: GAMA Yogyakarta

Devi, Sartika dan Fatoni, Ari. 2015. Suku Baduy. Makalah Fakultas Seni Rupa dan
Desain Institut Seni Indonesia, Surakarta.

I, Dewa, Made, Suartha, 2015. Hukum Dan Sanksi Adat: Perspektif Pembaharuan
Hukum Pidana. Malang: Setara Press

Mohammad, Jamin, 2004. . Hukum Adat dan Sistem Hukum Nasional. Surakarta:
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Nyoman, Serikat, Putra, Jaya, 2005. Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan
Hukum Pidana Nasional. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Soerjono, Soekanto, 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

Surojo, Wignjodipuro, 1983. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta : Gunung
Agung.

Widnyana, Made. 2013. Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan Hukum Pidana.
Jakarta: PT. Fikahati Aneska

Wilodati, 2011. Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy. Bandung:
Sinar Bar

Anda mungkin juga menyukai