I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum atau dikenal sebagai negara hukum.
Manusia selalu hidup berdampingan yang membutuhkan makhluk lainya untuk berinteraksi
satu sama lainnya. Mereka diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Manusia bebas memiliki hubungan dengan yang lainnya namun kebebasan tersebut harus
berdasarkan hukum yang mengatur untuk membatasi serta menghindari permasalahan dalam
kesepakatan yang mereka sepakati (Hajati et al., 2017).
Kehidupan manusia selalu diatur oleh hukum, bahkan di Indonesia tercermin sebagai negara
keberagaman hukum yang disebut pluralitas. Yang mengakui adanya hukum barat, hukum
agama maupun hukum adat. Kenyataan hukum adat masih dipakai oleh masyarakat untuk
mengatur kehidupan bersosial di lingkungan masyarakat (Manarisip, 2012; Mustari, 2014).
Hukum adat yang merupakan aturan terbawah yang mengatur kehidupan masyarakat
tradisional yang mengedepankan keharmonisan, pengaturan ini sudah diakui secara hukum
nasional melalui Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
yang disebut UUD RI 1945) yang pengakuannya tertera dalam norma dasar yaitu pasal 18 B
Ayat (2) dan pasal 28 I Ayat (3) disebutkan dengan jelas (Ketut, 2016; Susylawati, 2009).
Negara Indonesia terdapat 714 suku dan 1.001 bahasa dengan bermacam –macam budayanya.
Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang besar namun masih termasuk dalam sebuah
negara berkembang. Dengan kata lain negara Indonesia dapat dikatakan sedang mencari
bentuk paling ideal serta baik untuk semua komponen negara serta bangsa menurut cita –
citanya yakni menjadi negara maju untuk seluruh bidang dan juga tidak meninggalkan
kebudayaan, kearifan local, serta adat untuk tercapainya tujuan yakni membuat kesejahteraan
masyarakat meningkat.
Lombok merupakan salah satu daerah yang budaya adat istiadatnya cukup menonjol di
Indonesia bahkan sampai kemancanegara.
Untuk mencapai keharmonisan dan keberhasilan Pulau Lombok tentu perlu sebuah sistem
atau pun suatu hal dalam rangka mengatur setiap daerah yang ada di Lombok agar tetap
terjaga budaya adat istiadatnya.
Maka dari itu Lombok memiliki kebiasaan yang berbeda pada masing – masing wilayah
ataupun desanya termasuk aturan pada masing – masing desa lebih spesifiknya desa pakraman
atau pundesa adat yang tidak sama dari pada desa yang lainnya.
Adat serta kearifan lokal masyarakat adat di Lombok terkhususnya orang bali yang ada di
Lombok dikelola, dijaga, dan diarahkan oleh institusi berbasis pada adat yang ada di bali yang
diberi nama desa adat. Desa adat ialah sebuah desa dengan perbedaan bentuk, kedudukan,
fungsi dan statusnya dengan desa dinas (institusi pemerintahan), dilihat berdasarkan prespektif
pemerintahan ataupun prespektif kemasyarakatan.
“Desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Lombok yang
mempunyai satu kesatuan tradisi serta tata krama pergaulan hidup masyarakat umat hindu
secara turun temurun dalam ikatan khayangan tiga atau khayangan desa yang mempunyai
wilayah tertentu serta harta kekayaan sendiri dan berhak mengurus rumah tangganya sendiri.”
Pada desa adat ada dikenal dengan yang namanya awig – awig, Secara harfiah awig-awig
memiliki arti suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat
untuk mewujudkan tata kehidupan yang ajeg di masyarakat (Surpha, 2002:50).
Awig - awig atau aturan hukum desa secara khusus diterapkan pada daerah desa tersebut
Awig – awig desa adat di Lombok ada banyak dan bervariasi antar masing - masing desanya,
dan dengan demikian ada beragam aturan pada wilayah Lombok. Awig – awig itu biasanya
memuat aturan mengenai kelahiran, kehidupan, hingga kematian juga mengenai relasi antara
manusia bersama tuhannya (Parahyangan), bersama lingkungan serta alam sekitarnya
(Palemahan) serta antar manusia (Pawongan).
Desa adat di bawah administrasi negara dapat menetapkan aturannya sendiri dalam bentuk
hukum adat. Desain Pembentukan awig - awig didasarkan pada filosofi Tri Hita Karana, yang
mengelola keharmonisan relasi antar manusia bersama Tuhannya, manusia bersama alam
sekitarnya, serta m1anusia dengan manusia. Awig–awig ialah peraturan yang ditetapkan oleh
desa Krama / Banjar Pakraman untuk dijadikan pedoman atas dilaksanakannya Tri Hita
Karana menurut agama desa Mawacara serta Dharma.
Awig – awig ataupun yang disebut Peraturan Desa Adat di dalamnya termuat peraturan bagi
penduduk desa (krama desa) yang bisa dibedakan atas tiga (tiga) golongan, yaitu Pribumi
(krama adat), pendatang dengan agama Hindu (krama tamiu) serta pendatang dengan agama
selain Hindu (tamiu). Penduduk aslinya digambarkan sebagai mereka yang telah tinggal di
desa adat secara turun - temurun, beragama Hindu dan sudah menjadi penduduk yang
menjadi penanggung jawab utama kegiatan adat desa adat. Pada saat yang sama, penduduk
lain, seperti Krama Tamiu dan Tamiu, memiliki pajak yang ditentukan oleh peraturan desa
biasa ataupun Awig – awig. Masing – masing peraturan, termasuk Awig – awig serta Perarem,
mempunyai sanksi yang dibuat menjadi tindakan pencegahan terhadap segala sesuatu yang
diatur dalam masyarakat desa adat Selanjutnya untuk penduduk yang lain misalnya tamiu
serta krama tamiu didalamnya terkandung tanggung jawab sesuai awig – awig ataupun aturan
adat desa. Hal yang membuat peraturan desa pakraman unik adalah terdapatnya sanksi adat
dengan sifatnya yang ringan berupa teguran bahkan sangat berat untuk masyarakatnya yang
melanggar peraturan adat desa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :
1
1. Ida Bagus Gede Giri Putrayasa dan Ni Nyoman Sukerti , 2023, “Tinjauan Penerapan Sanksi
Kasapekang Di Desa Adat DewasanaDalam Perspektif Hak Asasi Manusia (HAM)” Jurnal
Hukum dan Sosial Politik Vol. 1, No. 4, H. 100 – 112.
2. A.A. DwiAni Agustini, I Made Suwitra, I Ketut Sukadana, 2020,“ Penerapan Sanksi Terhadap
Pelanggaran Awig - Awig Di Desa Adat Bongkasa Pertiwi Kecamatan Abiansemal Kabupaten
Badung” Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 1, No. 2, H. 1 – 6.
1) Awig – awig seperti apakah yang diterapkan di banjar Alas Malang dan adakah ciri
khas atau hal yang membedakan dari awig – awig yang ada di banjar pada umumnya ?
2) Bagaimanakah sanksi hukum atau sanksi adat yang diterapkan oleh banjar Alas Malang
apabila ada masyarakat adat yang melanggar awig – awig yang sudah ditetapkan ?
3) Apakah awig – awig di banjar Alas Malang ini dibagi sesuai dengan 3 golongan yaitu ;
krama adat, karma tamiu, tamiu atau tidak ?
C. Tujuan Penelitian
II. METODE
Metodelogis Penelitian yang peneliti gunakan ialah penelitian empiris, yakni sebuah metode
penelitian hukum yang bertujuan dalam rangka memahami makna hukum sesungguhnya serta
cara kerja hukum pada masyarakat (Soekanto & Memudji, 2003). Pendekatan penelitian yang
peneliti gunakan ialah melalui pendekatan kasus, perundang - undangan, pendekatan
komparatif, serta fakta.
Lalu dalam menganalisa bahan hukum dilakukan melalui hasil penelitian kualitatif yakni
berbagai bahan hukum primer serta sekunder yang sudah penulis kumpulkan akan penulis
olah serta analisa dengan menyusunnya dengan sistematis yang menekankan pada suatu bahan
atau data yang sudah diperoleh dengan pokok dan inti bahasan yang selanjutnya disajikan
dengan metode deskriptif analisis.
Di Bali dan Lombok, awig - awig merupakan bagian penting dari masyarakat Bali dan Lombok.
Bali dan Lombok dikenal sebagai rumah bagi banyak desa tradisional yang sering memiliki
Awig - awig (keinginan desa). Awig - Awig di desa adat menjadi penting karena dapat
mengatur kesatuan masyarakat hukum adat di Bali dan Lombok berdasarkan kesatuan tradisi
dan tata kehidupan sosial yang diwariskan secara turun - temurun dan terikat oleh falsafah Tri
Hita Karana.
Awig - Awig adalah aturan yang ditetapkan oleh desa Adat atau krama Banjar Adat, yang
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan Tri Hita Karana sesuai dengan desa
Mawacara dan agama di masing - masing desa / Banjar Adat.
Penulis sempat mewawancarai narasumber atas nama Bapak …..? terkait awig – awig seperti
apakah yang diterapkan dibanjar Alas Malang, apakah memiliki ciri khas atau hal yang
membedakan dari banjar yang ada pada umumnya. Beliau menjabat sebagai …. ? beliau
mengatakan bahwa awig – awig yang diterapkan dibanjar Alas Malang ini sama saja atau tidak
memiliki ciri khas ataupun hal yang membedakan awig – awig yang ada dibanjar Alas Malang
dengan banjar pada umumnya.
Di dalam awig - awig Desa Adat Alas Malang ditentukan bentuk - bentuk sanksi sebagai
berikut : Danda Artha (sanksi dalam bentuk materi), Danda Sangaskara (melakukan ritual),
Dedosan utawi danda artha lan paweweh nyane (denda dalam bentuk uang dan bunganya,
Penyitaan/lelang, Nunas Pengampunan (masuwaka) (permohonan maaf), Nenten polih suaran
kulkul (tidak dapat informasi adat), Danda Jiwa (dikucilkan), Kawusang dados angga Banjar
(diberhentikan sebagai warga banjar).
Beliau juga mengatakan apabila masyarakat tidak mengikuti kegiatan seperti mesangkep /
gotong royong, maka akan dikenakan sanksi ringan berupa denda sebesar Rp 25.000 dan
apabila ada masyarakat adat yang ketauan selingkuh baik sama istri orang maupun orang lain,
maka akan dikenakan sanksi berat berupa denda sebesar Rp 7.000.000. (juta) dan dikeluarkan
dari banjar selama 3 tahun. Apabila ingin masuk kembali ke banjar, maka harus melakukan
ritual / upacara mecaru terlebih dahulu.
Beliau juga mengatakan bahwa awig – awig dibanjar Alas Malang ini tidak dibagi sesuai
dengan tiga golongan, melainkan menggunakan krama banjar atau awig – awig banjar.
KESIMPULAN
Kehidupan manusia selalu diatur oleh hukum, bahkan di Indonesia tercermin sebagai negara
keberagaman hukum yang disebut pluralitas. Yang mengakui adanya hukum barat, hukum
agama maupun hukum adat. Kenyataan hukum adat masih dipakai oleh masyarakat untuk
mengatur kehidupan bersosial di lingkungan masyarakat (Manarisip, 2012; Mustari, 2014).
Desa adat sangat penting dalam kehidupan umat Hindu di Lombok, hal itu disebabkan
sebagian Umat Hindu yang ada di Lombok penduduknya mayoritas dari pulau Bali.
Dimana desa adat maupun desa pakraman agar memiliki awig - awig (peraturan desa)
tertulis supaya ada kepastian tentang pelaksanaan awig-awig di Desa adat. Maka dari itu
awig-awig di dalam desa adat sangat diperlukan.
Awig - Awig adalah aturan yang ditetapkan oleh desa Adat atau krama Banjar Adat, yang
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan Tri Hita Karana sesuai dengan desa
Mawacara dan agama di masing - masing desa / Banjar Adat. Dengan adanya awig – awig ini
masyarakat adat menjadi lebih mudah diatur.
DAFTAR PUSTAKA
Perundang – Undangan :
UUD RI 1945
Jurnal :
Ida Bagus Gede Giri Putrayasa, Ni Nyoman Sukerti. (2023). Tinjauan Penerapan Sanksi
Kasapekang Di Desa Adat Dewasana Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Jurnal Hukum
dan Sosial Politik, Vol. 1, No. 4, Hal 100 – 112.
https://journal.widyakarya.ac.id/index.php/jhsp-widyakarya/article/view/1218
A.A. Dwi Ani Agustini, I Made Suwitra, I Ketut Sukadana. (2020). Penerapan Sanksi Terhadap
Pelanggaran Awig – Awig Di Desa Adat Bongkasa Pertiwi Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
Jurnal Interpretasi Hukum, Vol. 1, No. 2, Hal 1 – 6.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/2418
Srinadi, Kadek Eva. (2021). Implikasi Sanksi Adat Pelanggaran Awig – Awig Di Desa Adat Banda.
Jurnal Hukum Adat.
http://eprints.unmas.ac.id/id/eprint/1219/
Kadek Yogi Pranata Mulyawan A, I Nyoman Putu Budiartha, I Ketut Sukadana. (2022).
Penerapan Sanksi Pelanggaran Awig – Awig Terhadap Krama Banjar Tegeha Desa Adat Sempidi. Jurnal
Interpretasi Hukum, Vol. 3, No. 3, Hal 435 – 440.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/5789
I Wayan Eka Artajaya. (2017). Eksistensi Awig – Awig Terhadap Penduduk Pendatang Di Desa
Pakraman Tegallalang. Jurnal Advokasi, Vol. 7, No. 2, Hal 257 – 265.
https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/advokasi/article/view/334
KUMPULAN PERTANYAAN :