Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SISTEM KEMASYARAKATAN DAN KEKERABATAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah budaya sunda

Dosen Pengampu : Dr. Enok Risdayah, M.Ag

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
juga karunia-Nya kepada kami, berupa nikmat kesehatan dan juga panjang umur sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat beberserta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi akhir zaman yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju
alam yang terang benderang ini, yakni Nabi Muhammad SAW
Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi kewajiban tugas
kelompok mata Kuliah Budaya Sunda yang membahas tentang “Sistem Kemasyarakatan Dan
Kekerabatan”. Atas terselesainya makalah ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Enok
Risdayah, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Budaya Sunda yang telah membimbing kami. Dan semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami pribadi dan pembaca
umumnya. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan pengetahuan kita
tentang persepsi kebudayan khususnya kebudayaan Sunda. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata
kami mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang kurang berkenan.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Sunda merupakan kelompok etnis yang mendiami wilayah Jawa Barat dan sebagian wilayah
Banten di Indonesia. Wilayah ini memiliki sejarah yang panjang, termasuk periode kerajaan Hindu-
Buddha seperti Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda, serta masa penjajahan oleh bangsa
Belanda. Wilayah geografis suku Sunda yang didominasi oleh pegunungan dan dataran rendah
mempengaruhi kehidupan sosial, budaya, dan sistem kemasyarakatan suku Sunda (Sumber:
Hikmatullah, "Mengenal Masyarakat Sunda: Budaya dan Sejarahnya," Cirebon.id, 2021).

Sistem kekerabatan suku Sunda didasarkan pada sistem patrilineal, di mana garis keturunan dihitung
melalui jalur laki-laki. Keluarga memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Sunda, dan
hubungan kekerabatan yang erat mempengaruhi sistem sosial dan interaksi antaranggota masyarakat
(Sumber: Ivan Tirta Nugraha, "Analisis Struktur Sistem Kekerabatan Masyarakat Sunda di Desa
Ciparay, Kabupaten Bandung," Jurnal Ilmiah Antropologi, Vol. 17, No. 1, 2015).

Suku Sunda secara mayoritas menganut agama Islam, namun juga terdapat pengaruh budaya Sunda
Wiwitan, Hindu, dan Buddha. Nilai-nilai seperti kesopanan, kekeluargaan, gotong royong, dan
kebersamaan menjadi bagian integral dari budaya suku Sunda dan memengaruhi sistem
kemasyarakatan mereka (Sumber: Siti Nurhayati, "Nilai-Nilai Budaya Sunda dalam Perspektif Islam,"
Jurnal Ilmu Agama, Vol. 9, No. 1, 2017).

Sistem kemasyarakatan suku Sunda memiliki struktur sosial yang terdiri dari keluarga, desa, dan
kecamatan. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat Sunda, sementara desa merupakan
unit penting yang diatur oleh kepala desa dan tokoh adat. Kecamatan adalah unit administratif yang
lebih besar yang memainkan peran dalam pemerintahan (Sumber: Asep Supriatna, "Kajian tentang
Lembaga Kepemimpinan dan Sistem Pemerintahan Desa dalam Perspektif Adat dan Islam di
Kabupaten Bandung," Jurnal Kebijakan Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2013).

Adat istiadat dan upacara adat menjadi bagian penting dalam sistem kemasyarakatan suku Sunda.
Adat istiadat meliputi norma-norma, aturan, dan tata cara yang diwariskan secara turun-temurun,
sementara upacara adat menjadi wujud dari keberlanjutan budaya dan identitas suku sunda.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sistem Kemasyarakatan Suku Sunda?
2. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam sistem kemasyarakatan suku sunda?
3. Apa fungsi dari sistem kemasyarakatan suku sunda?
4. Apa peran tokoh-tokoh adat dalam mengatur urusan masyarakat?
5. Bagaimana sistem kekerabatan suku Sunda?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Kemasyarakatan Suku Sunda

Sistem pemerintahan masyarakat Sunda zaman dahulu didasarkan pada sistem kemasyarakatan yang
bersifat sukarela dan dibuat dan dilaksanakan bersama-sama. Sistem pemerintahan ini dibangun
melalui pendidikan dan pembangunan masyarakat. Masyarakat Sunda memiliki tiga unit sosial yang
menjadi pusat kehidupan ekonomi, yaitu kampung, kasepuhan, dan nagari. Setiap unit sosial ini
memiliki kepala desa atau pemimpin yang dipilih oleh masyarakat setempat.

Sistem pemerintahan masyarakat Sunda zaman dahulu juga didasarkan pada prinsip gotong royong
dan musyawarah untuk mencapai keputusan yang terbaik bagi masyarakat. Setiap keputusan yang
diambil harus disetujui oleh seluruh anggota masyarakat yang terlibat. Sistem pemerintahan
masyarakat Sunda zaman dahulu juga didasarkan pada prinsip kekeluargaan, di mana setiap anggota
masyarakat dianggap sebagai bagian dari keluarga besar.

Masyarakat Sunda juga memiliki tradisi adat yang kuat, yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi adat ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti upacara adat, tarian, musik, dan seni
rupa. Tradisi adat ini juga mencakup sistem kepercayaan yang berbeda-beda, seperti kepercayaan
animisme, dinamisme, dan kepercayaan terhadap nenek moyang.

Dalam pandangan hidup orang Sunda, hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya
hendaknya didasari oleh sikap yang menjunjung tinggi hukum, membela negara, dan menyuarakan
hati nurani rakyat. Tujuan hukum yang berupa hasrat untuk mengembalikan rasa keadilan, yang
bersifat menjaga keadaan, dan menjaga solidaritas sosial dalam masyarakat

Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda memiliki sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh
seorang raja Takhta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada para keturunannya Namun, jika si
raja tidak memiliki keturunan atau anak, maka yang akan menggantikannya adalah salah seorang raja
yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan Sistem pembagian kekuasaan didasarkan atas Tri Tangtu,
yaitu tiga unsur kekuasaan yang terdiri dari:

Kepala Kampung - bertanggung jawab atas urusan kampung, seperti keamanan dan ketertiban

Kepala Kasepuhan - bertanggung jawab atas urusan adat dan kepercayaan

Kepala Nagari - bertanggung jawab atas urusan pemerintahan dan keuangan

Sistem pemerintahan masyarakat Sunda zaman kerajaan juga didasarkan pada prinsip gotong royong
dan musyawarah untuk mencapai keputusan yang terbaik bagi masyarakat Setiap keputusan yang
diambil harus disetujui oleh seluruh anggota masyarakat yang terlibat Selain itu, masyarakat Sunda
zaman kerajaan juga memiliki tradisi adat yang kuat, yang diwariskan dari generasi ke generasi
Tradisi adat ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti upacara adat, tarian, musik, dan seni
rupa. Pada masa Kerajaan Sunda, pusat pemerintahan berada di Pakuan Pajajaran Raja Sunda pada
masa itu adalah Prabu Siliwangi, yang berhasil memerintah kerajaan selama 39 tahun Ia berhasil
membawa kerajaan ke puncak kejayaan karena setia kepada keaslian dan kebiasaan leluhur, Tidak
hanya itu, ia juga membebaskan beberapa desa dari tuntutan membayar pajak bagi kepentingan
keagamaan Langkahnya ini mencerminkan perhatiannya pada keagamaan dan tradisi leluhur. Pada
masanya, hak itu menjadi perhatian utama dalam menentukan kebijakan pemerintahan.

Pada abad 19 masyarakat desa dibedakan atas dua lapisan sosial yaiu :

1. Golongan elit pada lapisan atas, seperti pemuka agama, pamong desa dan jawara

2. Golongan rakyat biasa pada lapisan bawah, seperti petani kecil, buruh tani dan bujang.

Dalam kehidupan masyarakat desa di masyarakat sunda pada umumnya ada dua kelompo msyarakat
yaitu:

1. Jalma beunghar/jalma jagud atau jalama sugih

2. Jalma miskin/jalma masakat/jalma malarat atau jalma leutik.

Namun, dalam beberapa kasus, masih ada peran pemuda yang memporsikan lebih dari perang orang
tua. Misalnya, seorang anak menjadi penanggungjawab keutuhan dan kebutuhan hidup keluarga
dengan bekerja lebih dari pekerjaan orang tua. Terlepas dari hal ini, etika dalam sistem kemasyarakat
Sunda merupakan potret ideal dalam menjalani kehidupan yang lebih dinamis. Kehidupan bersama
dalam balutan gotong royong tampak terasa dalam kebiasaan nguyang, yaitu memberikan sesuatu
(biasanya palawija) kepada orang lain dengan mengharap balasan yang lebih besar. Hubungan dalam
masyarakat Sunda sifatnya subjektif. Artinya, kepentingan individu adalah kepentingan bersama dan
kepentingan kelompok juga merupakan kepentingan individu (perseorangan)

B. Nilai-nilai yang terkandung dalam sistem kemasyarakatan sunda

Nilai-nilai yang terkandung dalam sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda antara lain:
1. Gotong royong. Masyarakat Sunda memiliki budaya gotong royong, yaitu kerja sama kelompok
masyarakat untuk mencapai hasil positif tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan
pribadi. Gotong royong menjadi nilai penting dalam kehidupan masyarakat Sunda.
2. Musyawarah. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda juga didasarkan pada prinsip
musyawarah untuk mencapai keputusan yang terbaik bagi masyarakat. Setiap keputusan yang
diambil harus disetujui oleh seluruh anggota masyarakat yang terlibat.
3. Kebersamaan. Masyarakat Sunda memiliki budaya kebersamaan yang kuat, yang menjadi nilai
penting dalam kehidupan masyarakat Sunda. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda dibangun
untuk membangun kesatuan dan kebersamaan di antara anggota masyarakat Sunda.
4. Kekeluargaan. Sistem kekerabatan masyarakat Sunda adalah sistem bilateral atau parental, yang
mengikuti garis keturunan dari kedua orang tua. Sistem kekerabatan ini berbeda dengan sistem
kekerabatan matriarkal dan patriarkal yang dianut oleh Suku Minang dan Batak. Masyarakat
Sunda juga memandang perkawinan sebagai peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.
5. Kepercayaan. Masyarakat Sunda memiliki sistem kepercayaan yang unik dan masih bertahan
sampai saat ini, seperti Sunda Wiwitan. Sistem kepercayaan ini juga menjadi nilai penting dalam
kehidupan masyarakat Sunda.
6. Tradisi adat. Masyarakat Sunda memiliki tradisi adat yang kuat, yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Tradisi adat ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti upacara adat, tarian, musik,
dan seni rupa. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi adat masyarakat Sunda antara lain nilai
religius, nilai keindahan atau nilai estetika, dan nilai kebersamaan.

C. fungsi dari sistem kemasyarakatan suku sunda

Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda memiliki beberapa fungsi, antara lain:

1. Membangun kesatuan dan kebersamaan. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda dibangun


melalui pendidikan dan pembangunan masyarakat. Sistem ini bertujuan untuk membangun
kesatuan dan kebersamaan di antara anggota masyarakat Sunda.
2. Mengatur hubungan kekerabatan. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda juga mengatur
hubungan kekerabatan antara anggota masyarakat. Sistem kekerabatan masyarakat Sunda adalah
sistem bilateral atau parental, yang mengikuti garis keturunan dari kedua orang tua.
3. Mengatur sistem perkawinan. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda juga mengatur sistem
perkawinan. Orang Sunda memandang perkawinan sebagai peristiwa penting dalam kehidupan
seseorang. Dalam penyelenggaraan perkawinan itu terdapat upacara-upacara adat yang bercampur
dengan unsur-unsur agama.
4. Mengatur sistem pemerintahan. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda juga mengatur sistem
pemerintahan. Pada masa Kerajaan Sunda, pusat pemerintahan berada di Pakuan Pajajaran. Raja
Sunda pada masa itu adalah Prabu Siliwangi, yang berhasil memerintah kerajaan selama 39 tahun.
Sistem pembagian kekuasaan didasarkan atas Tri Tangtu, yaitu tiga unsur kekuasaan yang terdiri
dari kepala kampung, kepala kasepuhan, dan kepala nagari.
5. Mempertahankan tradisi dan budaya. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda juga berfungsi
untuk mempertahankan tradisi dan budaya. Masyarakat Sunda memiliki tradisi adat yang kuat,
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi adat ini mencakup berbagai aspek kehidupan,
seperti upacara adat, tarian, musik, dan seni rupa.
6. Mengatur kehidupan ekonom. Sistem kemasyarakatan masyarakat Sunda juga mengatur
kehidupan ekonomi. Masyarakat Sunda memiliki tiga unit sosial yang menjadi pusat kehidupan
ekonomi, yaitu kampung, kasepuhan, dan nagari. Ekonomi Suku Sunda didasarkan pada
pertanian, dengan padi sebagai tanaman utama. Selain itu, Suku Sunda juga memiliki tradisi
kerajinan tangan, seperti tenun dan ukir kayu.

D. Peran Tokoh Adat Dalam Mengatur Urusan Masyarakat

Tokoh-tokoh adat dalam masyarakat Sunda memiliki peran penting dalam mengatur urusan
masyarakat. Berikut ini adalah beberapa peran yang dimiliki oleh tokoh-tokoh adat dalam mengatur
urusan masyarakat suku Sunda:

1. Penjaga Adat Istiadat: Tokoh adat bertanggung jawab untuk menjaga, mempertahankan, dan
meneruskan adat istiadat suku Sunda. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang nilai-nilai
budaya, tradisi, tata cara, dan norma-norma yang dijunjung tinggi dalam masyarakat. Melalui
perannya, mereka memastikan bahwa adat istiadat tersebut dihormati dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Penyelesaian Konflik: Tokoh adat berperan sebagai mediator dalam penyelesaian konflik antara
individu atau kelompok dalam masyarakat. Dengan pengetahuan dan kebijaksanaan mereka,
mereka membantu mencapai kesepakatan yang adil dan harmonis di antara pihak-pihak yang
bersengketa. Mereka menggunakan nilai-nilai adat istiadat sebagai landasan dalam mencapai
solusi yang diterima oleh semua pihak.
3. Penasihat dan Pemimpin Rohani: Tokoh adat juga berperan sebagai penasihat dan pemimpin
rohani dalam masyarakat Sunda. Mereka memainkan peran penting dalam menghubungkan
masyarakat dengan dunia spiritual dan kepercayaan tradisional. Mereka memberikan bimbingan,
memberikan nasihat spiritual, dan melaksanakan ritual keagamaan atau upacara adat.
4. Pengambil Keputusan: Tokoh adat terlibat dalam proses pengambilan keputusan penting dalam
masyarakat. Mereka terlibat dalam musyawarah adat, di mana keputusan-keputusan masyarakat
diambil secara bersama-sama. Melalui pengalaman dan pengetahuan mereka, tokoh adat
memberikan pandangan dan nasihat yang berharga dalam proses pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat.
5. Penjaga Keharmonisan Sosial: Tokoh adat berperan dalam menjaga dan memelihara
keharmonisan sosial dalam masyarakat Sunda. Mereka berupaya mencegah konflik, memperbaiki
hubungan yang retak, dan mengedepankan nilai-nilai seperti gotong royong, kekeluargaan, dan
toleransi. Mereka memiliki peran penting dalam memastikan hubungan yang harmonis
antarindividu dan kelompok dalam masyarakat.
6. Penghubung dengan Pemerintah dan Dunia Luar: Tokoh adat sering kali menjadi perwakilan
masyarakat Sunda dalam hubungan dengan pemerintah dan dunia luar. Mereka berkomunikasi
dengan pihak-pihak eksternal untuk membawa aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta
memperjuangkan kepentingan masyarakat Sunda.

E. sistem kekerabatan suku Sunda dalam mempertahankan kebudayaan sunda

Sistem Kekerabatan Suku Sunda Sistem kemasyarakatan orang sunda banyak dipengaruhi oleh
adat secara turun temurun dan oleh agama Islam yang telah lama di peluk sejak abad ke 16 masehi.
Dalam soal perkawinan misalnya di pasundan dilaksanakan baik secara adat ataupun secara agama
Islam. Dalam penyelenggaraan perkawinan itu terdapat upacara-upacara adat yang bercampur dengan
unsur- unsur agama. Mengenai sistem kekerabatan suku sunda dapat dikatakan bahwa kekerabatan
suku sunda adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua
belah pihak orang tua. Berbeda dengan sistem kekerabatan orang Minang dan Batak yang menganut
sistem kekerabatan matriarchal dan patriarchal, yaitu hanya memperhitungkan garis ibu saja dan garis
keturunan bapak. Dimana hak dan kedudukan anggota keluarga dari pihak ayah sama dengan hak dan
kedudukan anggota dari pihak itu. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilah tujuh generasi
keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :

 Tujuh generasi keatas :

a. Kolot

b. Embah

c. Buyut

d. Bao

e. Janggawareng

f. Udeg-udeg
g. Gantung siwur

 Tujuh generasi kebawah :

a. Anak

b. Incu

c. Buyut

d. Bao

e. Janggawareng

f. Udeg-udeg

g. Gantung siwur

Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan
kekeluargaanyang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat
mewarnai seluruhsendi kehidupan suku Sunda. Dalam suku Sunda dikenal adanya pancakaki
yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan.

pertama, saudara yang berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu
(cucu), buyut (piut), bao,canggah wareng atau jangga wareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau
gantung siwur.
Kedua, saudarayang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi,
atau uwak, anaksaudara kakek atau nenek, anak saudara piut.

Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti
keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya.

Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah (salsilah, silsilah)
yangmaknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia.
Makna sajarah adalah susun galur/garis keturunan. Dalam masyarakat sunda juga mengenal adanya
pancakaki yang dalam bahasa Indonesia mungkin agak sepadan dengan silsilah, yakni kata yang
digunakan untuk menunjukkan asal-usul nenek moyang beserta keturunannya. Akan tetapi, ada
perbedaannya. Menurut Ajip Rosidi (1996), pancakaki memiliki pengertian hubungan seseorang
dengan seseorang yang memastikan adanya tali keturunan atau persaudaraan. Namun, menjadi adat
istiadat dan kebiasaan yang penting dalam hidup urang Sunda, karena selain menggambarkan sifat-
sifat urang Sunda yang ingin selalu bersilaturahim, itu juga merupakan kebutuhan untuk menentukan
sebutan masing-masing pihak dalam menggunakan bahasa Sunda. Sebab, pancakaki sebagai produk
kebudayaan Sunda diproduksi karuhun Ki Sunda untuk menciptakan relasi sosial dan komunikasi
interpersonal yang harmonis dalam komunitas, salah satunya ajen-inajen berbahasa. Tidak mungkin,
jika kita tahu si A atau si B memiliki hubungan kekerabatan dengan kita, dan lebih tua, kita mencla-
mencle berbicara tak sopan. Jadi, dengan ber-pancakaki sebetulnya kita (urang Sunda) tengah
membina silaturahim dengan setiap orang.

Menyangkut masalah internal keluarga, dalam masyarakat Sunda, ayah biasa dipanggil abah
dan ibu dipanggil ema. Kakek dipangil aki dan nenek dipanggil nini. Adik ayah dan ibu yang laki-laki
dipanggil amang sedangkan adik ayah dan ibu yang perempuan dipanggil bibi. Dalam perkawinan,
suami biasa panggil salaki dan istri dipanggil pamajikan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sistem kemasyarakatan suku Sunda didasarkan pada nilai-nilai kekeluargaan, gotong royong, dan
kebersamaan. Keluarga dan komunitas memainkan peran sentral dalam kehidupan masyarakat
Sunda, dan adanya hubungan kekerabatan yang erat menjadi landasan dalam interaksi sosial.

2. Sistem kekerabatan suku Sunda menggunakan pola patrilineal, di mana garis keturunan dihitung
melalui jalur laki-laki. Keluarga memiliki peran penting dalam mempertahankan identitas budaya
dan nilai-nilai tradisional.

3. Adat istiadat dan upacara adat memegang peranan besar dalam kehidupan masyarakat Sunda.
Mereka menjadi sarana untuk mempertahankan dan memperkuat ikatan sosial, menjaga harmoni
dalam masyarakat, dan menghormati leluhur serta dunia spiritual.

4. Tokoh-tokoh adat memiliki peran penting dalam mengatur urusan masyarakat, termasuk menjaga
adat istiadat, menyelesaikan konflik, memberikan nasihat, memimpin upacara adat, serta berperan
sebagai perwakilan masyarakat dalam hubungan dengan pemerintah dan dunia luar.

5. Sejarah, geografi, dan pengaruh agama menjadi faktor yang membentuk sistem kemasyarakatan
dan kekerabatan suku Sunda. Periode kerajaan Hindu-Buddha dan masa penjajahan Belanda serta
pengaruh agama Islam memainkan peran dalam perkembangan sistem kemasyarakatan dan
kekerabatan tersebut.

Melalui sistem kemasyarakatan dan kekerabatan yang diorganisasi dengan baik, suku Sunda mampu
menjaga keharmonisan sosial, mempertahankan identitas budaya, dan membangun masyarakat yang
saling mendukung dan berdaya. Keberadaan sistem ini menjadi warisan berharga bagi
keberlangsungan budaya dan kehidupan sosial suku Sunda hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Hikmatullah. (2021). Mengenal Masyarakat Sunda: Budaya dan Sejarahnya. Cirebon.id.

Nugraha, I. T. (2015). Analisis Struktur Sistem Kekerabatan Masyarakat Sunda di Desa Ciparay,
Kabupaten Bandung. Jurnal Ilmiah Antropologi, 17(1).

Siti Nurhayati. (2017). Nilai-Nilai Budaya Sunda dalam Perspektif Islam. Jurnal Ilmu Agama, 9(1).

Asep Supriatna. (2013). Kajian tentang Lembaga Kepemimpinan dan Sistem Pemerintahan Desa
dalam Perspektif Adat dan Islam di Kabupaten Bandung. Jurnal Kebijakan Pemerintahan, 1(1).

https://id.scribd.com/document/433605938/Sistem-Dan-Organisasi-Kemasyarakatan-Suku-Sunda

https://www.pinhome.id/blog/sistem-kemasyarakatan-dan-perekonomian/

Sudarsono, H. (1997). Bupati dan Kepala Desa dalam Tradisi Pemerintahan Sunda. Pustaka Utama
Grafiti.

Sumodiningrat, G. A. (1984). Manajemen Sosial Budaya Masyarakat Sunda. Pustaka Jaya.

Tasrif, M. (2001). Pemerintahan Sunda Abad Ke-16 Sampai Abad Ke-19. Pustaka Jaya.

Anda mungkin juga menyukai