Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ADAT PEREKONOMIAN

MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Adat
yang diampu oleh Ende Hasbi Nassarudin S.H., M.H.

Disusun oleh:
Muhamad Pandu Septi Wiguna 1223050105
Muhammad Fajrur Ramadhan 1223050109
Muhammad Farhan 1223050110
Muhammad Reza Rijalallah 1223050117
Navaratu Annisa Devi 1223050129
Piki Rohmatuloh 1223050136
Putri Nur Wisudawati 1223050139

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Makalah
ini berjudul “Hukum Adat Perekonomian” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia yang diampu oleh Bapak Ende Hasbi Nassarudin S.H., M.H.

Makalah ini mengupas tentang Hukum Adat Perekonomian. Semoga apa yang
disampaikan melalui makalah ini dapat menambah wawasan kepada para pembaca khususnya
untuk penulis sebagai penyusun makalah. Meski telah disusun secara maksimal, namun penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat diharapkan.

Waalaikumsalam Wr. Wb.

Bandung, 24 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1

1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 1

BAB II............................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 2

2.1 Pengertian Hukum Adat Perekonomian ................................................................................ 2

2.2 Konsep Kegiatan Perekonomian Dalam Hukum Adat .......................................................... 2

2.3 Hubungan Hukum Adat Perekonomian Dengan Hukum Yang Berlaku Di Indonesia ......... 9

BAB III ......................................................................................................................................... 13

PENUTUP..................................................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum menjadi salah satu produk kebudayaan yang tak terpisahkan dengan segi-segi
kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, struktur dan organisasi sosial, ideologi, religi,
dan lain-lain. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyarakat,
maknanya bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam Masyarakat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Sejak Indonesia berdiri sebagai negara berdaulat, hukum adat menempati perannya sendiri
dan dalam perkembangannya, hukum adat justru mendapat tempat khusus dalam
pembangunan hukum nasional. Dalam pembentukan hukum negara pun, kebiasaan-kebiasaan
(sering disebut kearifan lokal) yang hidup dalam masyarakat menjadi salah satu pertimbangan
penting dalam pembentukan hukum negara, baik pada pembentukan undang-undang maupun
dalam pembentukan peraturan daerah.
Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia yang sudah barang
tentu berlainan dengan alam pikiran yang menguasai hukum barat. Lain hal itu pula terdapat
hukum adat yang mengatur berbagai sendi dari kehidupan bermasyarakat, seperti hukum yang
mengatur perekonomian masyarakat adat dan disebut sebagai hukum adat perekonomian.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana arti dari hukum adat perekonomian?


2) Bagaimana konsep kegiatan perekonomian didalam hukum adat?
3) Bagaimana hubungan hukum adat perekonomian dengan hukum yang berlaku saat ini
di Indonesia?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui pengertian dari hukum adat perekonomian.


2) Untuk mengetahui konsep kegiatan perekonomian dalam hukum adat.
3) Untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum adat perekonomian dengan hukum
yang berlaku saat ini di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Adat Perekonomian

1. Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang


sebagai suatu anggota masyarakat, secara sadar atau tidak sadar, manusia-manusia
dipengaruhi peraturan hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dan mengatur
hubungan antar manusia di dalam masyarakat (C.S.T. Kansil, 1986:34).1
2. Hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku
masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum yang
ditaati secara tidak tertulis.2
3. Menurut Dr. Sukanto, S.H. hukum adat adalah sebuah kompleks adat yang pada
umumnya tidak tertulis atau dikitabkan, tidak dikodifikasikan serta memiliki sifat
memaksa hukum ini juga memiliki sanksi oleh sebab itu ada pula akibat hukum
nya.
4. Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang
hak-hak sesuatu benda yang ada dan dimiliki oleh masyarakat hukum adat maupun
dimasing-masing daerah.

Berdasarkan buku hukum ekonomi adat di Sumatra Utara, dapat dipahami bahwa
hukum ekonomi adat adalah semua bentuk aturan yang terkait dengan ekonomi yang hidup
dimasyarakat hukum ekonomi adat adalah aturan aturan hukum ekonomi yang mengatur
tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku di masyarakat, di kalangan rakyat jelata
terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam
perekonomian.3

2.2 Konsep Kegiatan Perekonomian Dalam Hukum Adat

1
M.H. Prof. Dr. Marwan Mas, S.H., Pengantar Ilmu Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2018).
2
M.H. Dr. H. Erwin Owan Hermansyah Soetoto, S.H., Buku Ajar Hukum Adat (Malang: Madza Media, 2021).
3
M.H. Dr. Mustapa Khamal Rokan, S.HI, Hukum Ekonomi Adat Di Sumatera Utara (CV. Manhaji Medan, 2015).

2
Hukum perekonomian adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang
bagaimana hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dalam usaha
mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep yang mengandung kegiatan
perekonomian dalam hukum adat tersebut yaitu kerjasama tolong menolong, usaha
perorangan, transaksi tanah, transaksi yang bersangkutan dengan tanah.4
1. Kerjasama tolong menolong
Perbuatan tolong menolong dapat dilakukan secara perseorangan maupun
secara kelompok. Perbuatan tolong menolong secara perseorangan contohnya
menolong orang lain yang sedang kesulitan ekonomi dalam kehidupannya.
Sementara, perbuatan tolong menolong secara kelompok contohnya gerakan
membantu secara gotong royong yang dilakukan oleh banyak orang terhadap suatu
pekerjaan yang dianggap berat atau besar. Tolong menolong juga dapat berupa
bantuan uang dan tenaga kerja atas dasar kebersamaan dan atau kekeluargaan.
Perbuatan tolong menolong dapat dibedakan menurut lapangan karyanya,
misalnya sosial, budaya, pembangunan dan pertanian. Yang pertama, kegiatan
tolong menolong dan gotong royong yang bersifat sosial budaya contohnya pada
ada upacara perkawinan, bidang pendidikan dan seni budaya. Kedua, kegiatan
tolong menolong atau gotong royong dalam bidang pembangunan contohnya
membangun bangunan yang dilakukan secara gotong royong tanpa pamrih, baik
untuk kepentingan masyarakat, adat, agama, dan masyarakat pada umumnya.
Pembangunan untuk kepentingan adat dilakukan secara bergotong royong oleh
warga persekutuan hukum adat dibawah pimpinan dan pengawasan pemuka adat.
Partisipasi warga persekutuan dapat berupa bahan kayu pertukangan untuk
membangun rumah kerabat, misalnya membangun (rumah gadang) atau berupa
uang yang dikumpulkan untuk membayar upah tukang dan lain-lain.
Menurut Van Dijk, pada dasarnya gotong royong itu mengandung arti
bersama-sama menyumbangkan barang-barang atau melakukan pekerjaan untuk
kepentingan umum sebagai pekerjaan amal dengan tidak mengharapkan

4
Anisah Alifianty Prananda, ‘Hukum Adat Dan Subjek Hukum Adat’, Hukum Perekonomian Adat Dan Subjek Hukum
Adat, 2022.

3
memperoleh imbalan atau pembayaran dibelakang hari dan yang terang
berdasarkan suatu peraturan hukum organisasi persekutuan (Van Dijk,t et. 5:26).
Contohnya kerjasama dengan sistem subak. Kerjasama dengan sistem
subak terdapat di daerah Bali. Subak adalah kesatuan kerjasama oleh para pekerja
sama sawah, ladang, kebun yang diatur dalam peraturan tata tertib adat yang disebut
dengan “awig-awig subak”. Ketentuan ini selain mengatur tentang kerjasama, juga
mengatur tentang upacara-upacara keagamaan (Hindu) yang terkait dengan sistem
subak tersebut. Kumpulan subak dibedakan 2 macam yaitu :
1).Subak tanah kering/kebun
2).Subak tanah basah atau subak carik atau irigasi.
Di Jawa, tolong menolong dikenal dengan istilah “Sambatan”, di Lampung dikenal
dengan istilah “Sesakai”, dan di Tanah Batak dikenal istilah “Marsiadapari”.

2. Usaha Perorangan
Menurut Ter Haar, yang dimaksud dengan usaha perorangan merupakan
perbuatan kredit perorangan, yakni dengan perbuatan penyerahan atau
mengerjakan sesuatu oleh orang yang satu dan orang yang lain dan berlaku timbal
balik, contohnya : pinjam pakai, pinjam meminjam, tukar menukar, jual beli,
hutang piutang, tanggung menanggung, titip menitip, upah mengupah, dan lain-
lain.
➢ Pinjam meminjam atau pakai memakai objeknya adalah benda. Pakai
memakai ini ada yang tanpa balas jasa dikenal dengan istilah pinjam pakai,
ada yang dengan jasa dikenal dengan pinjam sewa.
➢ Tukar menukar. Jika perbuatan tukar menukar tersebut tidak disertai
dengan tambahan nilai disebut dengan tukar guling, sebaliknya apabila
disertai dengan tambahan nilai dikenal dengan tukar tambah.
➢ Jual beli. Terjadi apabila barang diserahkan dan harganya dibayar
dinamakan jual tunai. Transaksi jual beli ini dalam prakteknya terdapat
beberapa macam sesuai dengan bentuk sifatnya antara lain:
a. Jual beli hutang : Suatu transaksi yang pembayarannya dilakukan
kemudian.

4
b. Jual beli kredit : Pembayarannya dilakukan secara mengangsur atau
mencicil sesuai dengan kesepakatan.
c. Jual pesan : Suatu transaksi yang harga sudah dibayar pembeli, tetapi
barangnya belum diterima.
d. Jual sewa : Apabila barangnya telah dijual, pembayarannya diangsur
pada setiap waktu tertentu sampai lunas.
e. Jual komisi : Penjualan barang dengan menggunakan perantara dan
perantara mendapatkan komisi.
f. Pedagang keliling : Mereka yang menjajakan barang-barang dan barang-
barang yang laku uangnya disetor kepada pemilik barang.
➢ Titip menitip. Perbuatan titip menitip umumnya terjadi di lapangan
transaksi jual beli yang objeknya adalah hasil bumi. Dalam prakteknya
terdapat beberapa macam bentuk transaksi titip menitip yaitu :
a. Titip jual : Suatu perbuatan seseorang yang menitipkan barang kepada
orang lain dengan maksud untuk dijual.
b. Titip tetap : Suatu perbuatan seseorang menitipkan barang untuk dijual
sambil menunggu harga yang baik.
c. Titip curah : Barang yang dititip boleh dijual oleh tertitip tetapi harganya
baru dibayar menurut harga yang dikehendaki oleh penjual.
d. Titip sewa : Barang yang dititip boleh disewakan oleh tertitip kepada
orang lain.
e. Titip beli : Apabila pembeli telah menyerahkan sejumlah uang untuk
membeli, sedangkan barangnya baru diserahkan setelah barangnya ada.
➢ Hutang piutang. Transaksi hutang piutang biasanya berlaku untuk pinjam
meminjam uang. Di beberapa daerah mempunyai istilah yang berbeda
mengenai hutang piutang tersebut. Di dalam masyarakat Batak dikenal
dengan istilah “Manganahi” yaitu hutang piutang yang dibayar tanpa
bunga,sementara hutang piutang yang dibayar dengan tambahan bunga
disebut “Marsali”. Dalam hukum, dikenal juga sistem tanggung
menanggung.Contohnya : seseorang ikut menanggung hutang orang lain,
baik dengan jaminan pribadi maupun jaminan kebendaan.

5
➢ Upah mengupah. Transaksi Upah mengupah terjadi berdasarkan hubungan
kerja untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi ada pekerjaan yang dilakukan
dengan pembayaran upah dan yang tidak dengan upah. Suatu pekerjaan
yang dilakukan tanpa dengan pembayaran upah biasanya berlaku dalam
lingkungan keluarga. Dalam konteks upah mengupah tersebut, ada yang
dikenal dengan upah harian dan upah borongan.

3. Transaksi Tanah
Usaha perseorangan yang berhubungan dengan hak-hak atas tanah adalah
berupa perbuatan sepihak,seperti pembukaan tanah dan perbuatan dua pihak
misalnya transaksi tanah (jual beli,pewarisan,hibah,pertukaran, jual lepas, jual
gadai, dan jual tahunan). Perbuatan sepihak hak atas tanah terjadi apabila
perorangan dan keluarganya membuka tanah hutan (lingkungan hak ulayat marga
desa,kampung) untuk tanah peladangan, tempat kediaman, tempat usaha pertanian
dan lain-lain. Istilah membuka tanah hutan untuk tempat tinggal,di lampung disebut
“Rejang” atau “Ngusuk”.
a) Hak-hak atas tanah
Di beberapa daerah, perbuatan membuka tanah dimulai dengan
memberi tanda yang disebut “Mebali”. Tanda tersebut biasanya berupa
tanda silang atau lingkungan rotan atau bambu yang dipasang diatas pohon
atau berupa dahan kayu yang diikat dengan rotan yang ditegakkan diatas
tanah tegalan (padang rumput,semak belukar) agar dapat dilihat dari
jauh.pemberian tanda tersebut berarti telah timbul hak atas tanah tersebut
untuk diusahakan (hak membuka tanah). Beberapa jenis hak-hak atas tanah
yaitu:
1. Hak pakai. Bilamana tanah yang dibuka tersebut dijadikan usaha,
ditanami padi, palawija, jagung, dan lainnya maka terjadi hak pakai
atau hak mengusahakan tanah itu. Tetapi apabila tidak diusahakan
karena berbagai hal, sementara tanda membuka tanah masih ada,
maka yang bersangkutan hanya berhak atas pohon.

6
2. Hak milik. Untuk menjadikan tanah tersebut sebagai hak milik bagi
yang membukanya ,maka dipersyaratkan untuk mengusahakan
tanah itu secara terus menerus atau ditanami dengan jenis tanaman
keras seperti kelapa,kopi,karet dan sebagainya sehingga menjadi
lahan perkebunan.
3. Hak utama. Apabila tanah yang dibuka itu diusahakan lalu
dibiarkan sampai terdapat semak belukar,hak miliknya hilang, yang
ada adalah hak utama sebagai orang yang diberi kesempatan
pertama untuk mengusahakan tanah itu. Hak utama akan gugur
bilamana tanah tersebut tetap tidak diusahakan dan akan kembali
menjadi tanah ulayat desa (Marga,Nagari,Negara).
4. Jual lepas. Transaksi tanah terjadi dimana pemilik tanah selaku
penjual menyerahkan sebidang tanah kepada orang lain sebagai
pembeli untuk selama-lamanya dengan pembayaran sejumlah uang
secara tunai atau secara cicilan.
5. Jual gadai. Penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan
harga tertentu dengan hak menebusnya kembali. Dengan demikian
yang dijual dalam hal ini adalah bukan hak milik atas
tanah,melainkan hak menguasai tanah karena pembeli selama tanah
masih dikuasainya dapat memakai, mengolah, dan menikmati hasil
dari tanah itu.
6. Jual tahunan. Pemilik tanah menyerahkan tanah (sawah,tegalan)
kepada orang lain (penggarap) untuk beberapa tahun panen dengan
menerima pembayaran terlebih dahulu dari penggarap. Setelah habis
waktu tahun panen, maka penggarap mengembalikan tanah itu
kepada pemiliknya. Biasanya transaksi ini berlaku selama 1-3 tahun
panen. Istilah tahunan di Jawa disebut “adoi taunan”, ”Trowongan”
atau sewa tahunan.

b) Transaksi Menyangkut Tanah

7
Transaksi menyangkut tanah adalah bukan tanah yang menjadi objek,
melainkan kekayaannya, pengolahannya, atau hak jaminan. Contohnya :
perjanjian bagi hasil perjanjian sewa dan perjanjian tanah sebagai
jaminan.adapun uraian jenis-jenis transaksi tersebut yaitu :
➢ Perjanjian bagi hasil. Perjanjian yang dilakukan antara pemilik
tanah dengan orang lain untuk mengerjakan tanahnya mengolah dan
menanami tanaman dengan janji bahwa hasilnya dibagi dua.istilah
transaksi ini di jawa disebut “Maro”, “Perdua” di Sumatera, “Toyo”
di Minahasa.
➢ Perjanjian sewa tanah, Suatu perjanjian dimana pemilik tanah atau
penguasa tanah memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan
tanah sebagai tempat berusaha dengan menerima sejumlah uang
sebagai sewa untuk waktu tertentu.
➢ Perjanjian terpadu. Perjanjian yang terjadi apabila terdapat
perpaduan antara perjanjian yang berjalan bersamaan,yang satu
merupakan perjanjian pokok. Sedangkan yang lain adalah perjanjian
tambahan. Perjanjian seperti ini dinamakan perjanjian terpadu atau
perjanjian ganda. Misalnya, terjadi perpaduan antara perjanjian jual
gadai dengan jual tahunan.
➢ Tanah sebagai jaminan. Yang berhubungan dengan hutang
piutang uang atau barang yang nilai harganya relatif besar. Misalnya
: Si A berhutang kepada si B sebesar Rp 5 Juta rupiah dengan
jaminan sebidang tanah milik si A. Bilamana dikemudian hari si A
tidak dapat melunasi hutangnya kepada si B, maka tanah tersebut
dapat dijual untuk memenuhi kewajibannya.

c) Subyektum Yuris
Dalam hukum adat selain manusia, yang dapat menjadi subjek hukum
adalah badan hukum. Yang dimaksud dengan badan hukum yaitu :
Desa,Nagari, suku, wakaf, dan yayasan (Vide LN 1927 No 91). Menurut
hukum adat bentuk-bentuk persekutuan seperti Desa,Nagari, marga dan

8
perkumpulan yang mempunyai organisasi yang tegas, misalnya : Mapalus
(Minahasa), Subak (Bali), Jula-jula (Minangkabau).

d) Dewasa atau cakap menurut hukum adat


Menurut hukum adat, seseorang dapat dikatakan cakap hukum bilamana
orang itu (pria dan wanita) telah dewasa.
1. Menurut Soepomo, ciri-ciri dewasa menurut hukum adat didasarkan
pada ciri-ciri tertentu yaitu : kuat gawe (mampu bekerja sendiri),
artinya cakap untuk melakukan pekerjaan dalam masyarakat dan
bertanggung jawab atas perbuatannya itu dan juga cakap mengurus
harta bendanya serta keperluan lainnya.
2. Menurut Ter haar, bahwa seseorang itu mulai dinyatakan dewasa
bilamana tidak menjadi tanggungan orang tua dan tidak serumah
dengan orang tua.
3. Menurut Djojodiguno, menyatakan bahwa hukum adat tidak
mengenal perbedaan yang tegas antara orang yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum dan yang cakap,sebab peralihan dari
tidak cakap menjadi cakap berlangsung sedikit demi sedikit menurut
keadaan.

2.3 Hubungan Hukum Adat Perekonomian Dengan Hukum Yang Berlaku Di Indonesia

Aspek ekonomi adalah aspek adaptasi yang mana pembangunan ekonomi bangsa
sangat berkaitan dengan pola regulasi hukum yang benar. Sehingga dalam pelaksanaannya
akan terlahir pembangunan yang ideal sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945,
bahwa : “Perekonomian usaha bersama kekeluargaan. produksi yang penting bagi Negara
dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar -
besarnya kemakmuran rakyat”.
Dengan demikian maka dibutuhkan pola regulasi hukum yang sejalan dan dapat
mengatur secara khusus perekonomian Indonesia sebagai bentuk pembangunan ekonomi
kerakyatan sehingga tidak tumpang tindih kebijakan yang dilahirkan. Hukum dan

9
Pembangunan merupakan terjemahan dari Law and Development, yang berkembang di
Amerika Serikat sesudah perang dunia kedua.
Secara lebih spesifik, kearifan lokal dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan
lokal yang unik, yang timbul dari budaya atau masyarakat setempat, yang dapat dijadikan
sebagai dasar pengambilan keputusan pada tingkat lokal dalam bidang pertanian,
kesehatan, penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam, dan beragam
kegiatan lainnya di dalam komunitas-komunitas. Pengakuan secara yuridis atas keberadaan
masyarakat hukum adat dan kearifan lokalnya serta hak-haknya dapat dilihat dalam :
➢ Pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyatakan
bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang untuk menghasilkan
berkehidupan yang dalam masyarakat dan berlaku dalam tatanan hidup masyarakat
untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
➢ Pasal 67 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
menyatakan bahwa masyarakat hukum adat diakui keberadaanya berhak
melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan
tidak bertentangan dengan undang-undang.
➢ Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan
dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan peran serta masyarakat.
➢ Pasal 61 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pemerintah mengakui,
menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan
kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan
secara temurun dijadikan acuan pengelolaan wilayah pesisr pulau-pulau kecil yang
berkelanjutan. Pengetahuan masyarakat adat dalam sistim pengelolaan sumber
daya alam yang luar biasa (menunjukkan tingginya ilmu pengetahuan mereka) dan
dekat sekali dengan alam.
Pokok persoalan mengenai tanah yang awalnya sempat terjadi dualism pengaturan, lalu
setelah Negara Republik Indonesia merdeka persoalan tersebut dibuatkan satu unifikasi
hukum tanah yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5 Tahun

10
1960) yang mulai berlaku sejak 24 September 1960. Sampai saat ini, ketentuan hukum
yang berlaku terhadap tanah akan selalu berpegang pada UUPA.
Suasthawa D mengungkapkan bahwa sebelum berlakunya UUPA, di Indonesia berlaku
dua macam hukum tanah yaitu : hukum tanah adat dan hukum tanah barat. Lalu
menimbulkan adanya dua macam tanah yaitu tanah adat atau disebut pula tanah Indonesia
yang sepenuhnya tunduk pada hukum adat, sepanjang tidak diadakan ketentuan yang
khusus untuk hak-hak tertentu. Dan dilain pihak ada “tanah barat” atau disebut pula dengan
tanah eropa, yang dapat dikatakan bahwa tanah-tanah ini tunduk pada hukum agraria barat
yang kesemuanya terdaftar pada kantor pendaftaran tanah menurut
“overschrijvingsordonantie” atau ordonansi balik nama. Jadi tanah-tanah yang tunduk
pada hukum (agraria) adat adalah termasuk tanah adat yang ada di Bali.5
Setelah berlakunya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960),
didalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan Konversi dapat ditemukan bahwa nama-nama hak
atas tanah yang terdapat dalam pasal itu persis sama dengan nama-nama hak atas tanah
adat atau tanah Indonesia. Adapun nama-nama hak atas tanah adat sebagaimana yang
tersebut dalam Pasal II, VI, VII Ketentuan Konversi adalah :
1. Hak agrarisch eigendom
2. Hak Milik
3. Yayasan
4. Andarbeni
5. Hak atas druwe
6. Hak atas druwe desa
7. Pesini, dst
Dengan keluarnya Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1960 tentang pelaksanaan
beberapa ketentuan UUPA, dalam Bab II yang berjudul “Pelaksanaan Ketentuan Konversi,
terdiri dari dua bagian yaitu :
- Bagian I, tentang hak-hak yang didaftar menurut overschrijvingsordonansi.
- Bagian II, tentang hak-hak yang tidak didaftar menurut overschrijvingsordonansi.
Dan yang dimaksud dengan hak-hak ini adalah hak-hak atas tanah Indonesia (tanah
adat).

5
Aura Pramesti Salsabila, ‘Hukum Adat Perekonomian’, Hukum Adat Perekonomian, 2021.

11
Selanjutnya dengan keluarnya Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No.2 Tahun
1962 dan kemudian dirubah lagi dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
SK./26/DDA/1970, ditegaskan bahwa hak-hak yang dimaksud dalam Ketentuan Konversi
dan pendaftaran bekas-bekas hak Indonesia atas tanah adalah hak-hak atas tanah Indonesia
(tanah adat). Disamping itu juga dapat dilihat dari Pasal 3 UUPA, yaitu pasal yang
mengatur tentang keberadaan hak ulayat, sedangkan di tingkat daerah diatur dalam PERDA
No. 3 Tahun 2001 tentang Desa.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan berdasarkan pembahasan diatas bahwa Hukum Adat


Perekonomian adalah sekumpulan peraturan hukum ekonomi yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang berlaku di masyarakat adat dalam usaha mereka untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian. Konsep kegiatan perekonomian
dalam hukum adat perekonomian yaitu : kerjasama tolong menolong, usaha perorangan,
transaksi tanah, transaksi yang bersangkutan dengan tanah. Dalam hubungannya dengan
hukum yang berlaku di Indonesia, hukum adat perekonomian memiliki pengaruh atas
berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria atau biasa disebut UUPA.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anisah Alifianty Prananda, ‘Hukum Adat Dan Subjek Hukum Adat’, Hukum Perekonomian Adat Dan
Subjek Hukum Adat, 2022
Aura Pramesti Salsabila, ‘Hukum Adat Perekonomian’, Hukum Adat Perekonomian, 2021
Dr. H. Erwin Owan Hermansyah Soetoto, S.H., M.H., Buku Ajar Hukum Adat (Malang: Madza Media,
2021)
Dr. Mustapa Khamal Rokan, S.HI, M.H., Hukum Ekonomi Adat Di Sumatera Utara (CV. Manhaji Medan,
2015)
Prof. Dr. Marwan Mas, S.H., M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2018)

14

Anda mungkin juga menyukai